Share

2~NDS

Author: Kanietha
last update Last Updated: 2025-03-17 11:49:50

“Ini baru yang namanya liar!”

Nada mencengkeram rambut Dina, menariknya ke belakang dengan gerakan kasar hingga wanita itu terhuyung, nyaris kehilangan keseimbangan.

"LEPASIN!" Dina meronta panik, merintih kesakitan. Tangannya menggapai udara, mencoba mencakar lengan Nada, tetapi gadis itu terlalu gesit. Nada terus menarik dan memutar kepala Dina ke berbagai arah, membuat wanita itu terhuyung tidak menentu dan hampir terjatuh.

Dina tidak bisa menggapai tubuh Nada, karena gadis itu berada di belakangnya. Ketika ia hendak berputar, Nada dengan gesit tetap memposisikan tubuh di belakangnya.

"Lo pikir lo siapa!" Nada berteriak. Ia tidak mau peduli dengan banyak mata yang melihat dan merekam tindakan brutalnya. Baginya, semakin banyak yang merekam justru semakin bagus.

Jika mau rusak, maka Nada akan merusak semuanya sekalian. Berikut dengan image papanya yang berprofesi sebagai karyawan penting di salah satu perusahaan negara.  

“Mas,” rintih Dina putus asa.

“Nada! Cukup!” Rizal akhirnya membuka mulut, suaranya menggelegar. Namun, putrinya seolah tuli, tangannya semakin mengerat pada rambut Dina, menariknya ke belakang hingga wanita itu menjerit kepedihan.

Sejak tadi, Rizal mencari celah untuk memisahkan keduanya, tetapi Nada bergerak terlalu cepat, terlalu beringas. Amarahnya seolah sudah melampaui batas. Jika Rizal memisahkan mereka dengan cara yang salah, Dinalah yang akan terluka.

Sudah bisa dipastikan, rambut Dina akan rontok dan kulit kepalanya akan terluka jika Rizal tidak memisahkan di waktu yang tepat.

“Mbak, Mbak, sudah, Mbak,” ucap salah satu karyawan restoran yang mencoba menenangkan dan juga mencari cara untuk melerai dua perempuan itu. “Kasihan, Mbak.”

Alih-alih berhenti, cengkraman Nada di rambut Dina justru semakin erat. Ia mendorong kepala Dina ke depan, lalu menariknya lagi ke belakang dengan kasar.

“NADA! BERHENTI!” Rizal akhirnya menarik Nada dengan paksa, melepaskan cengkeramannya dari rambut Dina sebelum sesuatu yang lebih parah terjadi.

Benar saja, Rizal melihat segumpal helaian rambut sudah berada di tangan putrinya dan Nada membuangnya dengan tatapan jijik.

Sementara itu, Dina gemetar sambil merapikan rambutnya yang acak-acakan. Ia bisa merasakan ada bagian kulit kepalanya yang perih  dan terasa kosong.

“Rambutku ...” rintihnya histeris lalu menunjuk Nada. Namun, gadis itu bertolak pinggang dengan tatapan sangar, membuat nyali Dina ciut seketika dan menurunkan tangannya. “Aku pasti laporkan semua ini! Tunggu aja!”

“Silakan!” tantang Nada pongah. “Gue nggak takut sama perempuan murah kayak lo! Dengar itu! MU-RAH!”

“NADA!” Tangan Rizal sudah kembali melayang di udara. Namun, Nada yang menyadari hal tersebut segera menjauh dan menjaga jarak.

“Sekali lagi gue lihat lo sama Papa—”

“Diam!” bentak Rizal pada Nada yang menunjuk Dina. “Sekali lagi kamu bicara, uang bulanan dan biaya kuliahmu Papa stop!”

Tanpa ingin bicara lagi dan memperpanjang masalah, Rizal menarik tangan Dina, menggiringnya keluar dari restoran.

Dina menoleh sekilas, sorot matanya penuh ketakutan dan kemenangan sekaligus. Ia tahu bahwa dirinya adalah pemenang dalam pertengkaran ini karena Rizal memilihnya, bukan putrinya sendiri.

Sementara itu, Nada berdiri terpaku, dadanya terasa sesak. Tangannya bergetar hebat, dan akhirnya, air mata yang sejak tadi ia tahan jatuh satu per satu.

Nada kalah. Bukan karena dia yang salah. Tetapi karena orang yang seharusnya berada di pihaknya justru memilih ...  meninggalkannya.

~~~~~~~~~~~~~

“Biiik!” Suara Rizal menggelegar saat memanggil asisten rumah tangganya dari ruang tengah.

Tidak butuh waktu lama, seorang wanita paruh baya muncul tergesa dari dapur. Wajahnya dipenuhi kecemasan saat ia melihat ekspresi tuannya yang tampak lebih suram dari biasanya.

“Nada sudah pulang?” Rizal bertanya tanpa basa-basi, matanya menatap ke arah tangga, lalu menyipit ke lantai dua.

“Su-sudah, Pak,” jawab wanita itu dengan sedikit tergagap.

Rizal menarik napas dalam, mencoba menekan amarah yang masih membara di dadanya. “Panggil Nada dan bawa ibu ke sini. Sekarang.”

Wanita itu mengangguk lalu berbalik, berjalan cepat menuju lantai dua.

Sementara itu, Rizal menghempaskan tubuhnya ke sofa tunggal dengan kasar. Kedua telapak tangannya mengusap wajahnya yang penat, sementara pikirannya terus berputar tentang kejadian tadi.

Nada sudah kelewatan.

Dan sebagai seorang ayah, ia harus memastikan putrinya memahami konsekuensi dari setiap perbuatannya.

Tidak peduli seberapa kuat putrinya itu akan melawan dan seberapa dalam luka yang mungkin tercipta di antara mereka.

Sebab, malam ini ... segalanya akan berubah.

“Mbak Nada sebentar lagi turun, Pak,” ucap Nining, asisten rumah tangga yang baru saja turun tangga. “Saya ke kamar ibu dulu, permisi.”

Rizal tidak menjawab atau mengangguk. Ia hanya melihat Nining menghilang, lalu beralih pada ujung tangga lantai dua. Karena belum ada tanda-tanda kemunculan Nada, ia pun menyandarkan kepala lalu memejam. Mengistirahatkan pikirannya barang sejenak.

“Ada apa, Pa?” tanya Anggi lalu mengangguk pada Nining. Memberi isyarat, wanita itu sudah bisa meninggalkannya di ruang tengah.

Rizal membuka mata, mengembuskan napas perlahan saat pandangannya jatuh pada sosok Anggi yang duduk di kursi roda. Sejak kecelakaan dua tahun lalu, banyak hal yang berubah dalam hidup mereka, terutama bagi istrinya. Tulang belakangnya mengalami cedera serius, merenggut kemampuan Anggi untuk berjalan.

“Kita tunggu Nada sebentar.” Saat pandangan Rizal mengarah ke lantai dua, sosok putrinya tampak di sana. Tanpa ekspresi, Nada menuruni tangga dan menatap datar ke arahnya. “Itu dia.”

“Papa serius mau bicarain ini di depan Mama?” Nada tertawa hambar sambil melangkah tergesa menuruni tangga. “Jadi, begini akhirnya?”

“Ada apa ini, Nad?” tanya Anggi melihat ke arah Nada dan Rizal bergantian.

“Papa yang cerita atau aku?” tanya Nada dengan berani.

Di saat Nada tahu papanya lebih membela wanita asing di restoran, di saat itu juga rasa hormatnya hilang pada Rizal. Ia terus berjalan melewati Anggi dari belakang, lalu duduk pada sofa tunggal yang berseberangan dengan Rizal.

“Apa yang mau diceritakan?” tanya Anggi semakin penasaran karena belum mendapatkan jawaban.

“Nada ...” Rizal menghela panjang, sebelum berujar, “ribut sama Dina di restoran siang tadi.”

Nada sontak menegakkan tubuh. Menatap tanya dengan dahi berkerut. Jelas ia terkejut karena mamanya ternyata tahu perihal Dina.

“Mama tahu Dina?” tanya Nada tegas.

Anggi menahan napas saat melihat tatapan intimidasi Nada. Namun, matanya menyipit ketika melihat pipi kiri putrinya yang memerah.

“Kenapa pipimu, Nad?” tanya Anggi mengarahkan kursi rodanya mendekat. Saat tangannya ingin menyentuh wajah Nada, putrinya menjauhkan wajah.

“Mama kenal Dina?” tanya Nada lebih tegas lagi dengan suara yang semakin lantang.

Napas Anggi terbuang besar. Ia menatap Rizal sesaat lalu kembali pada Nada dan mengangguk pelan.

“Dina itu ...

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Bunda Ernii
jangan bilang klo Dina temennya Anggi.. atau emang Anggi udah tahu perselingkuhan Rizal & Dina..
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Nada di Hati Sastra   3~NDS

    “Apa!” Nada menggeleng. Tidak percaya dengan apa yang baru didengarnya dari Anggi. Napasnya tercekat dan dadanya semakin sesak. “Dina itu ... istri papa?”Nada tertawa getir. Ternyata, kenyataan yang terungkap lebih menyakitkan dari apa yang ia lihat tadi siang.“Kapan? Sejak kapan Papa nikah dan sejak kapan Mama tahu semuanya?” cecar Nada tidak sabar dan langsung beranjak dari tempatnya. Ia berdiri di tengah ruang dengan perasaan gusar. Menunggu jawaban dari orang tuanya.“Nada, duduk dulu,” pinta Anggi masih menatap pipi putrinya yang memerah.“Aku nggak mau duduk,” tolak Nada lalu bersedekap dengan tangan yang mengepal erat. “Aku mau jawaban.”“Sudah satu setengah tahun,” jawab Rizal tetap tenang saat memberi jawaban pada putrinya. “Dan Papa sudah minta izin ke Mamamu sebelum menikah.”Satu setengah tahun?Nada sontak membeku di tempat. Jadi ... selama ini ia hidup dalam kebohongan? Keluarga harmonis yang selama ini sempat tercipta di kepala, menyimpan rahasia yang cukup membuatnya

    Last Updated : 2025-03-17
  • Nada di Hati Sastra   4~NDS

    “Nada ...” Anggi mendorong tuas kursi rodanya mendekati Nada yang masih berdiri tegak di tempatnya. Wajah Nada sudah basah dengan air mata dan sesenggukan menahan tangis. “Mama minta maaf karena sudah merahasiakan semua ini sama kamu,” ucapnya sambil meraih dan menggenggam tangan putrinya.Nada menatap mamanya tanpa bisa berkata-kata. Entah harus menyalahkan siapa, karena kedua orang tuanya ternyata punya andil dalam kejadian ini.“Tapi kamu harus paham dengan kondisi Mama,” lanjut Anggi menunduk, menatap kedua kakinya yang tidak lagi berguna. “Dan papamu ... dia punya kebutuhan yang nggak bisa Mama beri.”Air mata Nada kembali menitik, tetapi ia segera mengusapnya kasar. Sebenarnya, Nada belum terlalu dewasa untuk memikirkan masalah yang terjadi di dalam rumah tangga orang tuanya. Namun, setidaknya Nada bisa mengerti dengan kebutuhan yang dimaksud oleh Anggi.“Jadi, Mama kenal dengan Dina?” tanya Nada menarik tangannya dari genggaman mamanya.Anggi mengangguk pelan. Ada rasa kecewa k

    Last Updated : 2025-03-17
  • Nada di Hati Sastra   5~NDS

    “Hitung lagi uangnya sebelum kita pergi ke bank,” titah Anggi setelah menjual koleksi perhiasannya.Meskipun berat karena mengingat mamanya sudah tidak memiliki apa-apa, Nada tidak lagi membantah. Ia menghitung kembali uang di hadapan pegawai toko, agar tidak terjadi kesalahpahaman.Selagi Nada sibuk menghitung, Anggi menjalankan kursi rodanya dengan perlahan untuk melihat beberapa koleksi perhiasan di sana. Lantas, tatapannya berhenti pada sebuah kalung berlian yang cukup menarik perhatian.Desainnya elegan dan minimalis. Rantainya terdiri dari susunan berlian kecil yang mengelilingi leher dengan pola simetris. Sangat sederhana tetapi tetap terlihat mewah.Namun, Anggi hanya mengagumi dan tidak berniat membeli.“Mbak Anggi.”Sapaan dari seorang wanita, membuat Anggi menoleh dan mendongak. Ia cukup terkejut dengan sosok Dina, yang sudah berdiri dengan begitu menawan di sampingnya.“Mbak di sini juga?” tanya Dina tersenyum manis. “Sendirian?”“Sama Nada.” Saat Anggi baru saja hendak te

    Last Updated : 2025-03-17
  • Nada di Hati Sastra   6~NDS

    “Kenapa telponku nggak diangkat seharian ini?”Nining yang baru meletakkan ayam goreng di meja makan, beringsut mudur dan pergi dari ruangan tersebut. Daripada ia ikut terseret dalam amukan Rizal, lebih baik melarikan diri menuju kamarnya.“Jadi, bagaimana rasanya kalau telpon Papa nggak diangkat?” balas Anggi tetap tenang sembari menuang nasi ke piringnya. “Marah? Kesal?”“Apa maumu?” Rizal tahu, Anggi sedang menyindirnya karena tidak membalas pesan dan panggilan sejak malam itu. “Ngapain kamu sama Nada pergi ke toko perhiasan siang tadi?”“Ah! Istri mudamu pasti yang cerita, kan?” Anggi mengambilkan ayam goreng untuk Nada, lalu menoleh pada Rizal. “Selamat, ya, karena Aldi akhirnya sudah bisa jalan.”Rizal terpekur sesaat. Namun, ia segera bersikap biasa. Seolah tidak ada hal yang perlu dikhawatirkan. Rizal menghela pelan, sebelum akhirnya membuka mulut. “Ma—”“Hebat! Nikah baru satu setengah tahun, tapi umur Aldi sudah satu tahun lebih,” putus Anggi masih berusaha tenang, kendati e

    Last Updated : 2025-03-17
  • Nada di Hati Sastra   7~NDS

    “Mi, kenapa nggak bilang kalau Anggi ketemu sama Aldi?” buru Rizal tanpa basa-basi ketika memasuki kamar.“Ssshh ...” Dina meletakkan telunjuknya di bibir. “Aldi baru tidur, jangan keras-keras ngomongnya.”Dina memang sengaja tidak memberi tahu, karena sudah waktunya Anggi mengetahui segalanya. Ia lelah jika harus menutupi perihal Aldi terus-terusan, karena putranya juga semakin tumbuh besar. Terlebih setelah Dina mendapat perlakuan kasar dari Nada.Kebetulan, siang tadi Dina bertemu Anggi di toko perhiasan. Untuk itulah, pertemuan itu ia manfaatkan untuk mengenalkan Aldi pada istri pertama Rizal.“Mi.” Rizal memelankan suaranya ketika menghampiri Aldi yang berada di tempat tidur mereka. Ia tersenyum sebentar, saat melihat jagoan kecilnya sudah tertidur lelap. “Aku sudah bilang, kan, nanti ada waktunya kita—”“Sudah terlanjur.” Dina mendudukkan Rizal di tepi ranjang, lalu duduk di pangkuan pria itu dan mengalungkan kedua tangannya. “Kami nggak sengaja ketemu, jadi sudah nggak bisa men

    Last Updated : 2025-04-14
  • Nada di Hati Sastra   8~NDS

    “Nada minta maaf,” pinta Anggi benar-benar merasa malu dan serba salah karena ulah putrinya. Padahal, ia baru memulai diskusi serius dengan Adrian, tetapi keributan dua bocah yang kembali datang ke ruangan membuatnya terkejut.Bertanya-tanya, apa yang sebenarnya telah dilakukan putrinya di luar sana.Tidak butuh waktu lama, Wirda muncul dengan napas memburu, diikuti seorang pria yang berjalan tertatih, dipapah oleh seorang petugas keamanan. Lalu, Nada menyusul di belakang mereka tanpa menunjukkan ekspresi apa pun.Setelah diketahui di mana masalahnya, Anggi yang tidak enak hati itu langsung menyuruh putrinya untuk segera minta maaf.“Aku nggak salah, Ma.” Nada yang duduk di samping mamanya langsung menggeleng. Ia menolak tegas untuk meminta maaf. “Aku cuma membela diri,” ujarnya lalu menunjuk Sastra. “Bapak itu yang tahu-tahu datang, terus megang tanganku sampe sakit. Coba tanya sama dua krucil tadi, mereka pasti nggak akan bohong.”“Anggi, nggak papa,” ujar Adrian memahami situasi ya

    Last Updated : 2025-04-14
  • Nada di Hati Sastra   9~NDS

    “Mama sudah betul-betul yakin mau cerai dari papa?” tanya Nada setelah mengantarkan Anggi ke kamar. Ia menutup pintu, lalu menghempaskan tubuh di tempat tidur Anggi setelah melepas tasnya.“Sudah.” Anggi meletakkan tas di pangkuannya di meja rias, lalu berbalik dan menghampiri Nada. “Maaf, Mama bukan bermaksud egois, tapi ... ada hal yang harus Mama lindungi.”“Maksudnya?” Nada bangkit lalu bergeser dan duduk di tepi ranjang, di hadapan Anggi.“Papamu punya anak laki-laki yang sah dengan Dina.” Anggi meraih tangan Nada dan menggenggamnya. “Hukum waris kita didasarkan pada agama, adat, dan pemerintah. Jadi, bagaimanapun itu, Aldi akan mendapat hak waris lebih besar dari kamu.”Karena inilah, Anggi sudah mantap untuk bercerai agar bisa mendapatkan harta gono gini. Ada masa depan Nada yang harus ia perjuangkan, terlebih putrinya masih butuh biaya kuliah.“Jadi ini semua cuma karena warisan? Harta?” Nada menebak, ini semua karena Rizal menghentikan uang jajannya serta biaya kuliah.“Lebih

    Last Updated : 2025-04-14
  • Nada di Hati Sastra   10~NDS

    “Kalian mau ke mana?” tanya Rizal ketika baru menutup pintu mobilnya.Beberapa hari ini, Rizal selalu pulang ke rumah dan membujuk Anggi untuk membatalkan gugatan cerai. Namun, usahanya belum juga berhasil karena Anggi masih bersikukuh untuk berpisah darinya.“Ada undangan ulang tahun,” jawab Anggi yang selalu bersikap tenang di hadapan Rizal. Ia lelah jika harus marah-marah dan lebih memilih untuk tidak membuang tenaganya sia-sia. “Kenapa pulang? Harusnya Papa sama Dina dan Aldi, kan?”“Aku sudah di sana dari kemarin malam,” jawab Rizal melihat Nada yang enggan menegur atau menatapnya. Sejak bertengkar dengan Nada, putrinya tidak pernah lagi bicara ataupun menyalaminya seperti biasa.Nada menganggap Rizal seolah tidak ada.“Kalau gitu kami pergi dulu,” ucap Anggi menuruni tangga teras melalui jalur khusus yang dibuatkan untuknya. Ada Nining di belakang, yang akan selalu membantunya di kala menghadapi hambatan.“Biar aku antar,” tawar Rizal merasa hubungan keluarga mereka sudah mereng

    Last Updated : 2025-04-14

Latest chapter

  • Nada di Hati Sastra   11~NDS

    “Kenapa Mama setuju kita jalan-jalan sama keluarga pak Adrian?” bisik Nada di samping mamanya. “Harusnya kita ke sini cuma setor muka, terus pulang.”Anggi mempertahankan senyumnya dan bicara pelan pada Nada. “Gimana Mama bisa nolak? Pak Adrian dulu mantan bos Mama. Bu Arini itu dari dulu baiknya luar biasa. Terus sekarang, perceraian Mama juga diurus sama anaknya. Coba pikir, gimana cara Mama nolaknya?”“Ya, apa kek, apa gitu,” Nada bersandar pasrah. “Masa’ aku jadi baby sitter dadakan gini? Ikut mandi bola sama anak SD?”Saat ini, mereka tidak lagi berada di ruang tamu, tetapi sudah berada di ruang keluarga karena pesta ulang tahun Milan yang mewah sudah selesai.Tumpukan kado yang ukurannya nyaris tidak ada yang kecil itu, juga baru saja dimasukkan ke dalam rumah oleh dua orang asisten rumah tangga.“Tapi, Nad, coba ambil kesempatan ini untuk dekat dengan keluarga pak Adrian,” ujar Anggi setelah memikirkan beberapa hal. “Setelah Mama cerai dari papa, kita itu pasti nggak punya ‘peg

  • Nada di Hati Sastra   10~NDS

    “Kalian mau ke mana?” tanya Rizal ketika baru menutup pintu mobilnya.Beberapa hari ini, Rizal selalu pulang ke rumah dan membujuk Anggi untuk membatalkan gugatan cerai. Namun, usahanya belum juga berhasil karena Anggi masih bersikukuh untuk berpisah darinya.“Ada undangan ulang tahun,” jawab Anggi yang selalu bersikap tenang di hadapan Rizal. Ia lelah jika harus marah-marah dan lebih memilih untuk tidak membuang tenaganya sia-sia. “Kenapa pulang? Harusnya Papa sama Dina dan Aldi, kan?”“Aku sudah di sana dari kemarin malam,” jawab Rizal melihat Nada yang enggan menegur atau menatapnya. Sejak bertengkar dengan Nada, putrinya tidak pernah lagi bicara ataupun menyalaminya seperti biasa.Nada menganggap Rizal seolah tidak ada.“Kalau gitu kami pergi dulu,” ucap Anggi menuruni tangga teras melalui jalur khusus yang dibuatkan untuknya. Ada Nining di belakang, yang akan selalu membantunya di kala menghadapi hambatan.“Biar aku antar,” tawar Rizal merasa hubungan keluarga mereka sudah mereng

  • Nada di Hati Sastra   9~NDS

    “Mama sudah betul-betul yakin mau cerai dari papa?” tanya Nada setelah mengantarkan Anggi ke kamar. Ia menutup pintu, lalu menghempaskan tubuh di tempat tidur Anggi setelah melepas tasnya.“Sudah.” Anggi meletakkan tas di pangkuannya di meja rias, lalu berbalik dan menghampiri Nada. “Maaf, Mama bukan bermaksud egois, tapi ... ada hal yang harus Mama lindungi.”“Maksudnya?” Nada bangkit lalu bergeser dan duduk di tepi ranjang, di hadapan Anggi.“Papamu punya anak laki-laki yang sah dengan Dina.” Anggi meraih tangan Nada dan menggenggamnya. “Hukum waris kita didasarkan pada agama, adat, dan pemerintah. Jadi, bagaimanapun itu, Aldi akan mendapat hak waris lebih besar dari kamu.”Karena inilah, Anggi sudah mantap untuk bercerai agar bisa mendapatkan harta gono gini. Ada masa depan Nada yang harus ia perjuangkan, terlebih putrinya masih butuh biaya kuliah.“Jadi ini semua cuma karena warisan? Harta?” Nada menebak, ini semua karena Rizal menghentikan uang jajannya serta biaya kuliah.“Lebih

  • Nada di Hati Sastra   8~NDS

    “Nada minta maaf,” pinta Anggi benar-benar merasa malu dan serba salah karena ulah putrinya. Padahal, ia baru memulai diskusi serius dengan Adrian, tetapi keributan dua bocah yang kembali datang ke ruangan membuatnya terkejut.Bertanya-tanya, apa yang sebenarnya telah dilakukan putrinya di luar sana.Tidak butuh waktu lama, Wirda muncul dengan napas memburu, diikuti seorang pria yang berjalan tertatih, dipapah oleh seorang petugas keamanan. Lalu, Nada menyusul di belakang mereka tanpa menunjukkan ekspresi apa pun.Setelah diketahui di mana masalahnya, Anggi yang tidak enak hati itu langsung menyuruh putrinya untuk segera minta maaf.“Aku nggak salah, Ma.” Nada yang duduk di samping mamanya langsung menggeleng. Ia menolak tegas untuk meminta maaf. “Aku cuma membela diri,” ujarnya lalu menunjuk Sastra. “Bapak itu yang tahu-tahu datang, terus megang tanganku sampe sakit. Coba tanya sama dua krucil tadi, mereka pasti nggak akan bohong.”“Anggi, nggak papa,” ujar Adrian memahami situasi ya

  • Nada di Hati Sastra   7~NDS

    “Mi, kenapa nggak bilang kalau Anggi ketemu sama Aldi?” buru Rizal tanpa basa-basi ketika memasuki kamar.“Ssshh ...” Dina meletakkan telunjuknya di bibir. “Aldi baru tidur, jangan keras-keras ngomongnya.”Dina memang sengaja tidak memberi tahu, karena sudah waktunya Anggi mengetahui segalanya. Ia lelah jika harus menutupi perihal Aldi terus-terusan, karena putranya juga semakin tumbuh besar. Terlebih setelah Dina mendapat perlakuan kasar dari Nada.Kebetulan, siang tadi Dina bertemu Anggi di toko perhiasan. Untuk itulah, pertemuan itu ia manfaatkan untuk mengenalkan Aldi pada istri pertama Rizal.“Mi.” Rizal memelankan suaranya ketika menghampiri Aldi yang berada di tempat tidur mereka. Ia tersenyum sebentar, saat melihat jagoan kecilnya sudah tertidur lelap. “Aku sudah bilang, kan, nanti ada waktunya kita—”“Sudah terlanjur.” Dina mendudukkan Rizal di tepi ranjang, lalu duduk di pangkuan pria itu dan mengalungkan kedua tangannya. “Kami nggak sengaja ketemu, jadi sudah nggak bisa men

  • Nada di Hati Sastra   6~NDS

    “Kenapa telponku nggak diangkat seharian ini?”Nining yang baru meletakkan ayam goreng di meja makan, beringsut mudur dan pergi dari ruangan tersebut. Daripada ia ikut terseret dalam amukan Rizal, lebih baik melarikan diri menuju kamarnya.“Jadi, bagaimana rasanya kalau telpon Papa nggak diangkat?” balas Anggi tetap tenang sembari menuang nasi ke piringnya. “Marah? Kesal?”“Apa maumu?” Rizal tahu, Anggi sedang menyindirnya karena tidak membalas pesan dan panggilan sejak malam itu. “Ngapain kamu sama Nada pergi ke toko perhiasan siang tadi?”“Ah! Istri mudamu pasti yang cerita, kan?” Anggi mengambilkan ayam goreng untuk Nada, lalu menoleh pada Rizal. “Selamat, ya, karena Aldi akhirnya sudah bisa jalan.”Rizal terpekur sesaat. Namun, ia segera bersikap biasa. Seolah tidak ada hal yang perlu dikhawatirkan. Rizal menghela pelan, sebelum akhirnya membuka mulut. “Ma—”“Hebat! Nikah baru satu setengah tahun, tapi umur Aldi sudah satu tahun lebih,” putus Anggi masih berusaha tenang, kendati e

  • Nada di Hati Sastra   5~NDS

    “Hitung lagi uangnya sebelum kita pergi ke bank,” titah Anggi setelah menjual koleksi perhiasannya.Meskipun berat karena mengingat mamanya sudah tidak memiliki apa-apa, Nada tidak lagi membantah. Ia menghitung kembali uang di hadapan pegawai toko, agar tidak terjadi kesalahpahaman.Selagi Nada sibuk menghitung, Anggi menjalankan kursi rodanya dengan perlahan untuk melihat beberapa koleksi perhiasan di sana. Lantas, tatapannya berhenti pada sebuah kalung berlian yang cukup menarik perhatian.Desainnya elegan dan minimalis. Rantainya terdiri dari susunan berlian kecil yang mengelilingi leher dengan pola simetris. Sangat sederhana tetapi tetap terlihat mewah.Namun, Anggi hanya mengagumi dan tidak berniat membeli.“Mbak Anggi.”Sapaan dari seorang wanita, membuat Anggi menoleh dan mendongak. Ia cukup terkejut dengan sosok Dina, yang sudah berdiri dengan begitu menawan di sampingnya.“Mbak di sini juga?” tanya Dina tersenyum manis. “Sendirian?”“Sama Nada.” Saat Anggi baru saja hendak te

  • Nada di Hati Sastra   4~NDS

    “Nada ...” Anggi mendorong tuas kursi rodanya mendekati Nada yang masih berdiri tegak di tempatnya. Wajah Nada sudah basah dengan air mata dan sesenggukan menahan tangis. “Mama minta maaf karena sudah merahasiakan semua ini sama kamu,” ucapnya sambil meraih dan menggenggam tangan putrinya.Nada menatap mamanya tanpa bisa berkata-kata. Entah harus menyalahkan siapa, karena kedua orang tuanya ternyata punya andil dalam kejadian ini.“Tapi kamu harus paham dengan kondisi Mama,” lanjut Anggi menunduk, menatap kedua kakinya yang tidak lagi berguna. “Dan papamu ... dia punya kebutuhan yang nggak bisa Mama beri.”Air mata Nada kembali menitik, tetapi ia segera mengusapnya kasar. Sebenarnya, Nada belum terlalu dewasa untuk memikirkan masalah yang terjadi di dalam rumah tangga orang tuanya. Namun, setidaknya Nada bisa mengerti dengan kebutuhan yang dimaksud oleh Anggi.“Jadi, Mama kenal dengan Dina?” tanya Nada menarik tangannya dari genggaman mamanya.Anggi mengangguk pelan. Ada rasa kecewa k

  • Nada di Hati Sastra   3~NDS

    “Apa!” Nada menggeleng. Tidak percaya dengan apa yang baru didengarnya dari Anggi. Napasnya tercekat dan dadanya semakin sesak. “Dina itu ... istri papa?”Nada tertawa getir. Ternyata, kenyataan yang terungkap lebih menyakitkan dari apa yang ia lihat tadi siang.“Kapan? Sejak kapan Papa nikah dan sejak kapan Mama tahu semuanya?” cecar Nada tidak sabar dan langsung beranjak dari tempatnya. Ia berdiri di tengah ruang dengan perasaan gusar. Menunggu jawaban dari orang tuanya.“Nada, duduk dulu,” pinta Anggi masih menatap pipi putrinya yang memerah.“Aku nggak mau duduk,” tolak Nada lalu bersedekap dengan tangan yang mengepal erat. “Aku mau jawaban.”“Sudah satu setengah tahun,” jawab Rizal tetap tenang saat memberi jawaban pada putrinya. “Dan Papa sudah minta izin ke Mamamu sebelum menikah.”Satu setengah tahun?Nada sontak membeku di tempat. Jadi ... selama ini ia hidup dalam kebohongan? Keluarga harmonis yang selama ini sempat tercipta di kepala, menyimpan rahasia yang cukup membuatnya

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status