Share

3~NDS

Penulis: Kanietha
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-17 11:50:53

“Apa!” Nada menggeleng. Tidak percaya dengan apa yang baru didengarnya dari Anggi. Napasnya tercekat dan dadanya semakin sesak. “Dina itu ... istri papa?”

Nada tertawa getir. Ternyata, kenyataan yang terungkap lebih menyakitkan dari apa yang ia lihat tadi siang.

“Kapan? Sejak kapan Papa nikah dan sejak kapan Mama tahu semuanya?” cecar Nada tidak sabar dan langsung beranjak dari tempatnya. Ia berdiri di tengah ruang dengan perasaan gusar. Menunggu jawaban dari orang tuanya.

“Nada, duduk dulu,” pinta Anggi masih menatap pipi putrinya yang memerah.

“Aku nggak mau duduk,” tolak Nada lalu bersedekap dengan tangan yang mengepal erat. “Aku mau jawaban.”

“Sudah satu setengah tahun,” jawab Rizal tetap tenang saat memberi jawaban pada putrinya. “Dan Papa sudah minta izin ke Mamamu sebelum menikah.”

Satu setengah tahun?

Nada sontak membeku di tempat. Jadi ... selama ini ia hidup dalam kebohongan? Keluarga harmonis yang selama ini sempat tercipta di kepala, menyimpan rahasia yang cukup membuatnya terluka.

Ia mengira, Dina hanyalah perempuan murahan yang menempel pada papanya. Namun, nyatanya? Perempuan itu sudah SAH menjadi istri.

Nada menelan ludah, tatapannya beralih pada Anggi yang duduk diam di kursi roda. Mamanya tidak terlihat marah, maupun kecewa. Bahkan, Anggi terlihat baik-baik saja. Seperti tidak ada hal penting yang sudah terjadi selama ini.

“Kenapa, Ma?” Nada meninggikan intonasi bicaranya. “Kenapa—”

“Karena Mama nggak bisa apa-apa,” sela Anggi datar.  “Apa kamu nggak lihat, Mama cuma bisa duduk di kursi roda? Sementara papamu ...” Anggi menarik napas dalam-dalam. “Mama sudah ....”

Anggi tidak lagi bisa meneruskan ucapannya. Mengingat bagaimana kondisinya saat ini, ia hanya bisa pasrah karena tidak lagi bisa melayani suaminya seperti dulu.

“Karena kamu sudah tahu siapa bu Dina, Papa mau kamu minta maaf ke dia karena sudah berlaku kasar,” titah Rizal tegas.

“Apa yang sudah terjadi?” Anggi belum mendapatkan jawaban rinci akan masalah yang ada. “Apa yang sudah Nada lakukan dengan Dina?”

“Nada sudah menjambak rambut Dina,” ucap Rizal menatap tegas pada putrinya yang tidak menunjukkan rasa sesal sama sekali. Ia pun menjelaskan semua perkara yang terjadi di restoran pada Anggi dengan singkat.

Nada berdecih tanpa sungkan begitu Rizal menyelesaikan ceritanya. “Kenapa Papa nggak cerita kalau si Dina sama Papa juga nampar aku?”

“Dina ...” Tangan Anggi mulai mengepal. “Dia nampar kamu? Dia berani nampar kamu?”

“Itu karena Nada membuang semua barang belanjaan Dina dan menumpahkan kecap juga saus sambal di atasnya,” ungkap Rizal dengan segera.

“Tapi bukan berarti Dina sama Papa bisa nampar Nada di depan umum!” Anggi hampir menjerit. Ia tidak terima jika putrinya diperlakukan seperti itu. “Selama 20 tahun aku membesarkan Nada, nggak pernah satu kali pun aku mukul dia. Tapi kalian!”

“Nggak usah dibesar-besarkan!” hardik Rizal. “Aku seperti itu karena Nada sudah kelewatan. Harusnya dia bisa jaga sikap dan bicara dengan baik-baik. Tapi apa? Nada justru seperti orang yang kesetanan! Ngamuk di restoran dan bikin malu keluarga! Dengar itu, Nad! Kamu itu disekolahkan, dikuliahkan biar tahu adab dan bisa jaga sikap!”

Rahang Nada mengeras. Matanya mulai berkaca dan menatap tajam pada papanya yang masih saja membela Dina. Nada sadar sikapnya memang kelewatan, tetapi semua itu bukanlah salah dia. Andai Nada tahu sejak awal jika papanya sudah memiliki istri selain mamanya, mungkin sikapnya tidak akan seperti tadi.

“Jadi, aku yang salah?” tanya Nada tidak lagi bisa membendung air matanya yang menitik perlahan. “Aku nggak tahu apa-apa, tapi aku tetap yang salah?”

“Ya!” jawab Rizal tanpa ragu. “Karena itu, kamu harus minta maaf ke bu Dina.”

Nada berdecih keras. “NGGAK AKAN!” Ia juga menolak tanpa ragu. “Aku mungkin salah, tapi kesalahanku itu gara-gara Mama sama Papa! Jadi, aku nggak akan pernah minta maaf sama perempuan itu! Sampai kapan pun!”

“Baik!” Rizal berdiri dan mengangguk menerima ucapan Nada. “Tapi mulai sekarang, jangan pernah berharap apa pun dari Papa! Nggak akan ada lagi transferan setiap bulannya ke rekening kamu dan biayai kuliahmu sendiri! Dan kalau kamu mau semua kembali ke tempatnya, datang temui bu Dina dan minta maaf sama dia.”

“Pa!” Anggi menekan tuas kursi rodanya mendekati Rizal. “Mama nggak masalah kalau Papa mau nyetop uang bulanan Nada, tapi untuk biaya kuliah? Itu sudah kelewatan. Kita nggak bisa menyalahkan Nada sepenuhnya karena dia nggak tahu apa-apa. Jadi—”

“Keputusan ada di tangan Nada,” putus Rizal menunjuk ringan pada putrinya yang tampak masih teguh pada pendiriannya. “Kalau dia mau sedikit saja menurunkan egonya, semua pasti kembali seperti semula.”

“Apa Papa mau minta maaf karena sudah nampar aku?” tanya Nada sambil mengusap air matanya dengan kasar.

“Papa nampar kamu karena ada alasannya,” ujar Rizal membela diri. “Sikap kamu sudah keterlaluan dan nggak punya sopan santun sama sekali. Jadi, anggap itu pelajaran untuk kamu agar ke depannya bisa berpikir dua kali kalau mau melakukan sesuatu.”

“Pa, ini sudah keterlaluan.” Anggi kembali bersuara. Meskipun Nada salah, tetapi Rizal tidak bisa bersikap seenaknya. Suaminya itu sudah berat sebelah dan tidak lagi memikirkan masa depan putri mereka. “Nada masih butuh biaya untuk kuliah.”

“Sudah kubilang, semua akan kembali ke tempatnya kalau dia mau minta maaf sama Dina, Ma.”

“Kita yang salah dari awal, Pa,” ucap Anggi tetap berada di pihak putrinya. “Jadi, Papa nggak bisa—”

“Aku bisa,” sela Rizal tegas. “Dan pembicaraan kita cukup sampai di sini. Nggak ada lagi transferan dan uang kuliah. Titik!” ucapnya dengan suara yang semakin meninggi. “Silakan kalau Mama mau biayai Nada. Tapi Papa, nggak akan lagi mau mengeluarkan uang sepeser pun buat Nada sampai dia berubah. Oia, mobilmu juga Papa tarik,” lanjut Rizal menunjuk pada putrinya. “Serahkan kuncinya ke pak Samuel.”

“Papa bisa menghukum Nada sampai seperti itu.” Suara Anggi juga mulai meninggi. “Tapi, bagaimana dengan Dina yang sudah menampar Nada?”

“Dina menampar Nada karena—”

“Nggak ada karena!” hardik Anggi sudah tidak bisa menahan diri. “Nada cuma membuang barang belanjaan Dina, tapi dia sudah berani nampar Nada! Harga barang-barang yang dirusak Nada, nggak akan pernah sebanding dengan tamparan yang didapatnya!”

“Terserah!” ucap Rizal tidak mau lagi membahas masalah yang terjadi. Ia memilih pergi dari rumah, meninggalkan dua wanita yang tidak bisa diatur sama sekali itu. “Pilihan ... ada di tangan kalian!”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Bunda Ernii
boleh GK mbk Beib aku mewakili Nada buat getok kepalanya Rizal... gregetan banget..
goodnovel comment avatar
Masniah Sujana
baru baca 3 bab aku udah darting mva othor....Nada...kamu harus kuat
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Nada di Hati Sastra   4~NDS

    “Nada ...” Anggi mendorong tuas kursi rodanya mendekati Nada yang masih berdiri tegak di tempatnya. Wajah Nada sudah basah dengan air mata dan sesenggukan menahan tangis. “Mama minta maaf karena sudah merahasiakan semua ini sama kamu,” ucapnya sambil meraih dan menggenggam tangan putrinya.Nada menatap mamanya tanpa bisa berkata-kata. Entah harus menyalahkan siapa, karena kedua orang tuanya ternyata punya andil dalam kejadian ini.“Tapi kamu harus paham dengan kondisi Mama,” lanjut Anggi menunduk, menatap kedua kakinya yang tidak lagi berguna. “Dan papamu ... dia punya kebutuhan yang nggak bisa Mama beri.”Air mata Nada kembali menitik, tetapi ia segera mengusapnya kasar. Sebenarnya, Nada belum terlalu dewasa untuk memikirkan masalah yang terjadi di dalam rumah tangga orang tuanya. Namun, setidaknya Nada bisa mengerti dengan kebutuhan yang dimaksud oleh Anggi.“Jadi, Mama kenal dengan Dina?” tanya Nada menarik tangannya dari genggaman mamanya.Anggi mengangguk pelan. Ada rasa kecewa k

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-17
  • Nada di Hati Sastra   5~NDS

    “Hitung lagi uangnya sebelum kita pergi ke bank,” titah Anggi setelah menjual koleksi perhiasannya.Meskipun berat karena mengingat mamanya sudah tidak memiliki apa-apa, Nada tidak lagi membantah. Ia menghitung kembali uang di hadapan pegawai toko, agar tidak terjadi kesalahpahaman.Selagi Nada sibuk menghitung, Anggi menjalankan kursi rodanya dengan perlahan untuk melihat beberapa koleksi perhiasan di sana. Lantas, tatapannya berhenti pada sebuah kalung berlian yang cukup menarik perhatian.Desainnya elegan dan minimalis. Rantainya terdiri dari susunan berlian kecil yang mengelilingi leher dengan pola simetris. Sangat sederhana tetapi tetap terlihat mewah.Namun, Anggi hanya mengagumi dan tidak berniat membeli.“Mbak Anggi.”Sapaan dari seorang wanita, membuat Anggi menoleh dan mendongak. Ia cukup terkejut dengan sosok Dina, yang sudah berdiri dengan begitu menawan di sampingnya.“Mbak di sini juga?” tanya Dina tersenyum manis. “Sendirian?”“Sama Nada.” Saat Anggi baru saja hendak te

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-17
  • Nada di Hati Sastra   6~NDS

    “Kenapa telponku nggak diangkat seharian ini?”Nining yang baru meletakkan ayam goreng di meja makan, beringsut mudur dan pergi dari ruangan tersebut. Daripada ia ikut terseret dalam amukan Rizal, lebih baik melarikan diri menuju kamarnya.“Jadi, bagaimana rasanya kalau telpon Papa nggak diangkat?” balas Anggi tetap tenang sembari menuang nasi ke piringnya. “Marah? Kesal?”“Apa maumu?” Rizal tahu, Anggi sedang menyindirnya karena tidak membalas pesan dan panggilan sejak malam itu. “Ngapain kamu sama Nada pergi ke toko perhiasan siang tadi?”“Ah! Istri mudamu pasti yang cerita, kan?” Anggi mengambilkan ayam goreng untuk Nada, lalu menoleh pada Rizal. “Selamat, ya, karena Aldi akhirnya sudah bisa jalan.”Rizal terpekur sesaat. Namun, ia segera bersikap biasa. Seolah tidak ada hal yang perlu dikhawatirkan. Rizal menghela pelan, sebelum akhirnya membuka mulut. “Ma—”“Hebat! Nikah baru satu setengah tahun, tapi umur Aldi sudah satu tahun lebih,” putus Anggi masih berusaha tenang, kendati e

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-17
  • Nada di Hati Sastra   7~NDS

    “Mi, kenapa nggak bilang kalau Anggi ketemu sama Aldi?” buru Rizal tanpa basa-basi ketika memasuki kamar.“Ssshh ...” Dina meletakkan telunjuknya di bibir. “Aldi baru tidur, jangan keras-keras ngomongnya.”Dina memang sengaja tidak memberi tahu, karena sudah waktunya Anggi mengetahui segalanya. Ia lelah jika harus menutupi perihal Aldi terus-terusan, karena putranya juga semakin tumbuh besar. Terlebih setelah Dina mendapat perlakuan kasar dari Nada.Kebetulan, siang tadi Dina bertemu Anggi di toko perhiasan. Untuk itulah, pertemuan itu ia manfaatkan untuk mengenalkan Aldi pada istri pertama Rizal.“Mi.” Rizal memelankan suaranya ketika menghampiri Aldi yang berada di tempat tidur mereka. Ia tersenyum sebentar, saat melihat jagoan kecilnya sudah tertidur lelap. “Aku sudah bilang, kan, nanti ada waktunya kita—”“Sudah terlanjur.” Dina mendudukkan Rizal di tepi ranjang, lalu duduk di pangkuan pria itu dan mengalungkan kedua tangannya. “Kami nggak sengaja ketemu, jadi sudah nggak bisa men

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-14
  • Nada di Hati Sastra   8~NDS

    “Nada minta maaf,” pinta Anggi benar-benar merasa malu dan serba salah karena ulah putrinya. Padahal, ia baru memulai diskusi serius dengan Adrian, tetapi keributan dua bocah yang kembali datang ke ruangan membuatnya terkejut.Bertanya-tanya, apa yang sebenarnya telah dilakukan putrinya di luar sana.Tidak butuh waktu lama, Wirda muncul dengan napas memburu, diikuti seorang pria yang berjalan tertatih, dipapah oleh seorang petugas keamanan. Lalu, Nada menyusul di belakang mereka tanpa menunjukkan ekspresi apa pun.Setelah diketahui di mana masalahnya, Anggi yang tidak enak hati itu langsung menyuruh putrinya untuk segera minta maaf.“Aku nggak salah, Ma.” Nada yang duduk di samping mamanya langsung menggeleng. Ia menolak tegas untuk meminta maaf. “Aku cuma membela diri,” ujarnya lalu menunjuk Sastra. “Bapak itu yang tahu-tahu datang, terus megang tanganku sampe sakit. Coba tanya sama dua krucil tadi, mereka pasti nggak akan bohong.”“Anggi, nggak papa,” ujar Adrian memahami situasi ya

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-14
  • Nada di Hati Sastra   9~NDS

    “Mama sudah betul-betul yakin mau cerai dari papa?” tanya Nada setelah mengantarkan Anggi ke kamar. Ia menutup pintu, lalu menghempaskan tubuh di tempat tidur Anggi setelah melepas tasnya.“Sudah.” Anggi meletakkan tas di pangkuannya di meja rias, lalu berbalik dan menghampiri Nada. “Maaf, Mama bukan bermaksud egois, tapi ... ada hal yang harus Mama lindungi.”“Maksudnya?” Nada bangkit lalu bergeser dan duduk di tepi ranjang, di hadapan Anggi.“Papamu punya anak laki-laki yang sah dengan Dina.” Anggi meraih tangan Nada dan menggenggamnya. “Hukum waris kita didasarkan pada agama, adat, dan pemerintah. Jadi, bagaimanapun itu, Aldi akan mendapat hak waris lebih besar dari kamu.”Karena inilah, Anggi sudah mantap untuk bercerai agar bisa mendapatkan harta gono gini. Ada masa depan Nada yang harus ia perjuangkan, terlebih putrinya masih butuh biaya kuliah.“Jadi ini semua cuma karena warisan? Harta?” Nada menebak, ini semua karena Rizal menghentikan uang jajannya serta biaya kuliah.“Lebih

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-14
  • Nada di Hati Sastra   10~NDS

    “Kalian mau ke mana?” tanya Rizal ketika baru menutup pintu mobilnya.Beberapa hari ini, Rizal selalu pulang ke rumah dan membujuk Anggi untuk membatalkan gugatan cerai. Namun, usahanya belum juga berhasil karena Anggi masih bersikukuh untuk berpisah darinya.“Ada undangan ulang tahun,” jawab Anggi yang selalu bersikap tenang di hadapan Rizal. Ia lelah jika harus marah-marah dan lebih memilih untuk tidak membuang tenaganya sia-sia. “Kenapa pulang? Harusnya Papa sama Dina dan Aldi, kan?”“Aku sudah di sana dari kemarin malam,” jawab Rizal melihat Nada yang enggan menegur atau menatapnya. Sejak bertengkar dengan Nada, putrinya tidak pernah lagi bicara ataupun menyalaminya seperti biasa.Nada menganggap Rizal seolah tidak ada.“Kalau gitu kami pergi dulu,” ucap Anggi menuruni tangga teras melalui jalur khusus yang dibuatkan untuknya. Ada Nining di belakang, yang akan selalu membantunya di kala menghadapi hambatan.“Biar aku antar,” tawar Rizal merasa hubungan keluarga mereka sudah mereng

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-14
  • Nada di Hati Sastra   11~NDS

    “Kenapa Mama setuju kita jalan-jalan sama keluarga pak Adrian?” bisik Nada di samping mamanya. “Harusnya kita ke sini cuma setor muka, terus pulang.”Anggi mempertahankan senyumnya dan bicara pelan pada Nada. “Gimana Mama bisa nolak? Pak Adrian dulu mantan bos Mama. Bu Arini itu dari dulu baiknya luar biasa. Terus sekarang, perceraian Mama juga diurus sama anaknya. Coba pikir, gimana cara Mama nolaknya?”“Ya, apa kek, apa gitu,” Nada bersandar pasrah. “Masa’ aku jadi baby sitter dadakan gini? Ikut mandi bola sama anak SD?”Saat ini, mereka tidak lagi berada di ruang tamu, tetapi sudah berada di ruang keluarga karena pesta ulang tahun Milan yang mewah sudah selesai.Tumpukan kado yang ukurannya nyaris tidak ada yang kecil itu, juga baru saja dimasukkan ke dalam rumah oleh dua orang asisten rumah tangga.“Tapi, Nad, coba ambil kesempatan ini untuk dekat dengan keluarga pak Adrian,” ujar Anggi setelah memikirkan beberapa hal. “Setelah Mama cerai dari papa, kita itu pasti nggak punya ‘peg

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-16

Bab terbaru

  • Nada di Hati Sastra   11~NDS

    “Kenapa Mama setuju kita jalan-jalan sama keluarga pak Adrian?” bisik Nada di samping mamanya. “Harusnya kita ke sini cuma setor muka, terus pulang.”Anggi mempertahankan senyumnya dan bicara pelan pada Nada. “Gimana Mama bisa nolak? Pak Adrian dulu mantan bos Mama. Bu Arini itu dari dulu baiknya luar biasa. Terus sekarang, perceraian Mama juga diurus sama anaknya. Coba pikir, gimana cara Mama nolaknya?”“Ya, apa kek, apa gitu,” Nada bersandar pasrah. “Masa’ aku jadi baby sitter dadakan gini? Ikut mandi bola sama anak SD?”Saat ini, mereka tidak lagi berada di ruang tamu, tetapi sudah berada di ruang keluarga karena pesta ulang tahun Milan yang mewah sudah selesai.Tumpukan kado yang ukurannya nyaris tidak ada yang kecil itu, juga baru saja dimasukkan ke dalam rumah oleh dua orang asisten rumah tangga.“Tapi, Nad, coba ambil kesempatan ini untuk dekat dengan keluarga pak Adrian,” ujar Anggi setelah memikirkan beberapa hal. “Setelah Mama cerai dari papa, kita itu pasti nggak punya ‘peg

  • Nada di Hati Sastra   10~NDS

    “Kalian mau ke mana?” tanya Rizal ketika baru menutup pintu mobilnya.Beberapa hari ini, Rizal selalu pulang ke rumah dan membujuk Anggi untuk membatalkan gugatan cerai. Namun, usahanya belum juga berhasil karena Anggi masih bersikukuh untuk berpisah darinya.“Ada undangan ulang tahun,” jawab Anggi yang selalu bersikap tenang di hadapan Rizal. Ia lelah jika harus marah-marah dan lebih memilih untuk tidak membuang tenaganya sia-sia. “Kenapa pulang? Harusnya Papa sama Dina dan Aldi, kan?”“Aku sudah di sana dari kemarin malam,” jawab Rizal melihat Nada yang enggan menegur atau menatapnya. Sejak bertengkar dengan Nada, putrinya tidak pernah lagi bicara ataupun menyalaminya seperti biasa.Nada menganggap Rizal seolah tidak ada.“Kalau gitu kami pergi dulu,” ucap Anggi menuruni tangga teras melalui jalur khusus yang dibuatkan untuknya. Ada Nining di belakang, yang akan selalu membantunya di kala menghadapi hambatan.“Biar aku antar,” tawar Rizal merasa hubungan keluarga mereka sudah mereng

  • Nada di Hati Sastra   9~NDS

    “Mama sudah betul-betul yakin mau cerai dari papa?” tanya Nada setelah mengantarkan Anggi ke kamar. Ia menutup pintu, lalu menghempaskan tubuh di tempat tidur Anggi setelah melepas tasnya.“Sudah.” Anggi meletakkan tas di pangkuannya di meja rias, lalu berbalik dan menghampiri Nada. “Maaf, Mama bukan bermaksud egois, tapi ... ada hal yang harus Mama lindungi.”“Maksudnya?” Nada bangkit lalu bergeser dan duduk di tepi ranjang, di hadapan Anggi.“Papamu punya anak laki-laki yang sah dengan Dina.” Anggi meraih tangan Nada dan menggenggamnya. “Hukum waris kita didasarkan pada agama, adat, dan pemerintah. Jadi, bagaimanapun itu, Aldi akan mendapat hak waris lebih besar dari kamu.”Karena inilah, Anggi sudah mantap untuk bercerai agar bisa mendapatkan harta gono gini. Ada masa depan Nada yang harus ia perjuangkan, terlebih putrinya masih butuh biaya kuliah.“Jadi ini semua cuma karena warisan? Harta?” Nada menebak, ini semua karena Rizal menghentikan uang jajannya serta biaya kuliah.“Lebih

  • Nada di Hati Sastra   8~NDS

    “Nada minta maaf,” pinta Anggi benar-benar merasa malu dan serba salah karena ulah putrinya. Padahal, ia baru memulai diskusi serius dengan Adrian, tetapi keributan dua bocah yang kembali datang ke ruangan membuatnya terkejut.Bertanya-tanya, apa yang sebenarnya telah dilakukan putrinya di luar sana.Tidak butuh waktu lama, Wirda muncul dengan napas memburu, diikuti seorang pria yang berjalan tertatih, dipapah oleh seorang petugas keamanan. Lalu, Nada menyusul di belakang mereka tanpa menunjukkan ekspresi apa pun.Setelah diketahui di mana masalahnya, Anggi yang tidak enak hati itu langsung menyuruh putrinya untuk segera minta maaf.“Aku nggak salah, Ma.” Nada yang duduk di samping mamanya langsung menggeleng. Ia menolak tegas untuk meminta maaf. “Aku cuma membela diri,” ujarnya lalu menunjuk Sastra. “Bapak itu yang tahu-tahu datang, terus megang tanganku sampe sakit. Coba tanya sama dua krucil tadi, mereka pasti nggak akan bohong.”“Anggi, nggak papa,” ujar Adrian memahami situasi ya

  • Nada di Hati Sastra   7~NDS

    “Mi, kenapa nggak bilang kalau Anggi ketemu sama Aldi?” buru Rizal tanpa basa-basi ketika memasuki kamar.“Ssshh ...” Dina meletakkan telunjuknya di bibir. “Aldi baru tidur, jangan keras-keras ngomongnya.”Dina memang sengaja tidak memberi tahu, karena sudah waktunya Anggi mengetahui segalanya. Ia lelah jika harus menutupi perihal Aldi terus-terusan, karena putranya juga semakin tumbuh besar. Terlebih setelah Dina mendapat perlakuan kasar dari Nada.Kebetulan, siang tadi Dina bertemu Anggi di toko perhiasan. Untuk itulah, pertemuan itu ia manfaatkan untuk mengenalkan Aldi pada istri pertama Rizal.“Mi.” Rizal memelankan suaranya ketika menghampiri Aldi yang berada di tempat tidur mereka. Ia tersenyum sebentar, saat melihat jagoan kecilnya sudah tertidur lelap. “Aku sudah bilang, kan, nanti ada waktunya kita—”“Sudah terlanjur.” Dina mendudukkan Rizal di tepi ranjang, lalu duduk di pangkuan pria itu dan mengalungkan kedua tangannya. “Kami nggak sengaja ketemu, jadi sudah nggak bisa men

  • Nada di Hati Sastra   6~NDS

    “Kenapa telponku nggak diangkat seharian ini?”Nining yang baru meletakkan ayam goreng di meja makan, beringsut mudur dan pergi dari ruangan tersebut. Daripada ia ikut terseret dalam amukan Rizal, lebih baik melarikan diri menuju kamarnya.“Jadi, bagaimana rasanya kalau telpon Papa nggak diangkat?” balas Anggi tetap tenang sembari menuang nasi ke piringnya. “Marah? Kesal?”“Apa maumu?” Rizal tahu, Anggi sedang menyindirnya karena tidak membalas pesan dan panggilan sejak malam itu. “Ngapain kamu sama Nada pergi ke toko perhiasan siang tadi?”“Ah! Istri mudamu pasti yang cerita, kan?” Anggi mengambilkan ayam goreng untuk Nada, lalu menoleh pada Rizal. “Selamat, ya, karena Aldi akhirnya sudah bisa jalan.”Rizal terpekur sesaat. Namun, ia segera bersikap biasa. Seolah tidak ada hal yang perlu dikhawatirkan. Rizal menghela pelan, sebelum akhirnya membuka mulut. “Ma—”“Hebat! Nikah baru satu setengah tahun, tapi umur Aldi sudah satu tahun lebih,” putus Anggi masih berusaha tenang, kendati e

  • Nada di Hati Sastra   5~NDS

    “Hitung lagi uangnya sebelum kita pergi ke bank,” titah Anggi setelah menjual koleksi perhiasannya.Meskipun berat karena mengingat mamanya sudah tidak memiliki apa-apa, Nada tidak lagi membantah. Ia menghitung kembali uang di hadapan pegawai toko, agar tidak terjadi kesalahpahaman.Selagi Nada sibuk menghitung, Anggi menjalankan kursi rodanya dengan perlahan untuk melihat beberapa koleksi perhiasan di sana. Lantas, tatapannya berhenti pada sebuah kalung berlian yang cukup menarik perhatian.Desainnya elegan dan minimalis. Rantainya terdiri dari susunan berlian kecil yang mengelilingi leher dengan pola simetris. Sangat sederhana tetapi tetap terlihat mewah.Namun, Anggi hanya mengagumi dan tidak berniat membeli.“Mbak Anggi.”Sapaan dari seorang wanita, membuat Anggi menoleh dan mendongak. Ia cukup terkejut dengan sosok Dina, yang sudah berdiri dengan begitu menawan di sampingnya.“Mbak di sini juga?” tanya Dina tersenyum manis. “Sendirian?”“Sama Nada.” Saat Anggi baru saja hendak te

  • Nada di Hati Sastra   4~NDS

    “Nada ...” Anggi mendorong tuas kursi rodanya mendekati Nada yang masih berdiri tegak di tempatnya. Wajah Nada sudah basah dengan air mata dan sesenggukan menahan tangis. “Mama minta maaf karena sudah merahasiakan semua ini sama kamu,” ucapnya sambil meraih dan menggenggam tangan putrinya.Nada menatap mamanya tanpa bisa berkata-kata. Entah harus menyalahkan siapa, karena kedua orang tuanya ternyata punya andil dalam kejadian ini.“Tapi kamu harus paham dengan kondisi Mama,” lanjut Anggi menunduk, menatap kedua kakinya yang tidak lagi berguna. “Dan papamu ... dia punya kebutuhan yang nggak bisa Mama beri.”Air mata Nada kembali menitik, tetapi ia segera mengusapnya kasar. Sebenarnya, Nada belum terlalu dewasa untuk memikirkan masalah yang terjadi di dalam rumah tangga orang tuanya. Namun, setidaknya Nada bisa mengerti dengan kebutuhan yang dimaksud oleh Anggi.“Jadi, Mama kenal dengan Dina?” tanya Nada menarik tangannya dari genggaman mamanya.Anggi mengangguk pelan. Ada rasa kecewa k

  • Nada di Hati Sastra   3~NDS

    “Apa!” Nada menggeleng. Tidak percaya dengan apa yang baru didengarnya dari Anggi. Napasnya tercekat dan dadanya semakin sesak. “Dina itu ... istri papa?”Nada tertawa getir. Ternyata, kenyataan yang terungkap lebih menyakitkan dari apa yang ia lihat tadi siang.“Kapan? Sejak kapan Papa nikah dan sejak kapan Mama tahu semuanya?” cecar Nada tidak sabar dan langsung beranjak dari tempatnya. Ia berdiri di tengah ruang dengan perasaan gusar. Menunggu jawaban dari orang tuanya.“Nada, duduk dulu,” pinta Anggi masih menatap pipi putrinya yang memerah.“Aku nggak mau duduk,” tolak Nada lalu bersedekap dengan tangan yang mengepal erat. “Aku mau jawaban.”“Sudah satu setengah tahun,” jawab Rizal tetap tenang saat memberi jawaban pada putrinya. “Dan Papa sudah minta izin ke Mamamu sebelum menikah.”Satu setengah tahun?Nada sontak membeku di tempat. Jadi ... selama ini ia hidup dalam kebohongan? Keluarga harmonis yang selama ini sempat tercipta di kepala, menyimpan rahasia yang cukup membuatnya

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status