Share

Nada di Hati Sastra
Nada di Hati Sastra
Author: Kanietha

1~NDS

Author: Kanietha
last update Last Updated: 2025-03-17 11:47:47

“Papa?”

Nada berdiri terpaku di sisi meja restoran. Menatap datar pada pria yang selama ini dipanggilnya Papa dan tengah duduk bersama seorang wanita asing.

“Nada!” Rizal tersentak. Ia tidak menyangka akan bertemu dengan putrinya di jam makan siang seperti sekarang. Wajahnya tegang sesaat, sebelum akhirnya memaksakan senyum dan berusaha bersikap tenang. “Kamu ngapain di sini?”

“Justru aku yang harusnya tanya, Papa ngapain di sini?” Matanya menyipit tajam. Ia melirik sekilas ke arah wanita asing di sebelah papanya, sebelum bertanya dengan nada dingin. “Lo siapa?”

“Dina,” ucapnya sambil mengulurkan tangan. Berusaha terlihat biasa, kendati ada sedikit perasaan was-was di hatinya.

“Lo ngapain sama Papa gue?” Nada bersedekap. Intonasinya naik satu oktaf, membuat beberapa orang di sekitar mulai menoleh.

Nada hanya menatap Dina sekilas tanpa ekspresi dan membiarkan tangan wanita itu menggantung di udara. Kemudian, pandangannya jatuh pada beberapa paper bag bermerek yang tergeletak di kursi yang berbeda.

“Nada.” Rizal menarik napas dalam. “Mbak Dina ini rekan kerja Papa, jadi sopan sedikit karena dia lebih tua dari kamu.”

Nada menyeringai sinis. “Rekan kerja yang gandengan mesra sambil keluar masuk toko, begitu?” Ia menoleh ke Dina dengan tatapan sinis. “Eh, lo tahu nggak kalau Papa gue masih punya istri?”

Nada menunggu jawaban, tetapi wanita itu hanya diam dan menarik tangannya kembali.

“Nada, pulang sekarang,” Rizal mencoba meraih tangan putrinya saat berdiri. “Kita bicarakan ini semua di rumah.”

Nada segera menarik tangannya dengan kasar. Rahangnya mengeras saat ia kembali menatap Dina.

“Nggak! Jawab dulu!” Nada menunjuk tajam pada Dina. “Lo tahu nggak kalau Papa gue masih punya istri? Lo budeg dari tadi cuam diem aja.”

“NADA!” Rizal menghardik keras dan menatap tajam.

Nada membalas tatapan ayahnya tanpa gentar. Tangannya mengepal di sisi tubuhnya, sedikit bergetar karena menahan emosi yang semakin meluap.

“Apa!” jawab Nada dengan suara yang bergetar dan dadanya mulai naik turun. “Mama lagi sakit di rumah, tapi Papa malah enak-enakan selingkuh sama perempuan murah ini.”

Dina tersentak. Ekspresinya berubah dingin. “Nada! Jaga mulutmu!”

Nada terkekeh pendek. “Kalau lo nyuruh gue jaga mulut, harusnya lo juga bisa jaga harga diri dong!” Ia menutup mulutnya dengan satu tangan, berpura-pura kaget. “Ups, sorry, lo kan nggak punya harga diri.”

Rizal menggeram. “Nada, pulang!” Matanya melirik ke sekeliling restoran. Orang-orang menatap mereka, beberapa bahkan sudah mengangkat ponsel, merekam setiap detik pertengkaran ini.

Nada mencibir. Ia menatap sekilas paper bag di kursi. Tanpa berpikir panjang, ia meraih semua sekaligus, lalu membalikkan isinya ke lantai. Gaun, sepatu, dan tas bermerek berhamburan.

Tanpa puas, ia menginjak barang-barang itu. Sol sepatunya menggesek kain mahal, merusaknya tanpa ampun. Lalu, ia meraih botol saus dari meja dan menuangkan isinya ke atas benda-benda itu.

“Nada! Berhenti!” Dina berteriak panik, segera berdiri dan mendorong tubuh gadis itu. Namun terlambat. Semua barang belanjaannya sudah hancur.

Nada menatap puas, meskipun dadanya masih sesak karena kemarahan. “Gimana rasanya, Din? Sakit? Nyesek, kan, lo?” Nada berdecih dan tersenyum miring. “Tapi ini semua nggak sebanding dengan apa mama gue rasain!”

PLAK!

Sebuah tamparan keras mendarat telak di pipi Nada.

Nada terhuyung ke belakang. Tangannya refleks menyentuh pipinya yang kini panas berdenyut. Matanya membulat, menatap Dina dengan keterkejutan yang tidak bisa disembunyikan.

“LO!”

Nada baru mencoba mendekat, tetapi tubuh Rizal dengan segera menghalangi.

“Papa bilang pulang!” desis Rizal sambil mencengkram erat lengan putrinya. “Kamu di sini cuma bikin malu!”

“Papa nggak lihat? Dia baru aja nampar aku!” Nada menunjuk Dina yang sibuk dengan barang belanjaannya dan dengan sengaja mengeraskan suaranya.

Restoran mendadak sunyi. Tidak ada yang bergerak, bahkan suara bisik-bisik pun lenyap melihat keributan yang baru terjadi.

“Itu karena kamu nggak bisa jaga sikap!” hardik Rizal melihat ke sekitar lalu menunduk untuk menyembunyikan wajahnya. “Papa sudah bilang kita bicara dan selesaikan semuanya di rumah, tapi kamu justru bikin onar!”

Nada menatap ayahnya dengan mata berkilat, seolah pria itu baru saja berubah menjadi orang asing. Rahangnya mengeras. Dadanya terasa sesak.

“Papa yang selingkuh tapi aku yang dibilang bikin onar!” Suara Nada semakin keras. Ia pun lantas bertepuk tangan setelah menghempas tangan papanya. “Hebat!”

Selagi Nada sibuk dengan dramanya, Rizal buru-buru menghampiri Dina yang memasukkan barang belanjaan ke dalam paper bag-nya dengan menggerutu.

“Ayo kita pergi,” ajak Rizal meraih lengan Dina. “Kita makan di tempat lain.”

“Tapi, Sayang, ini semua rusak,” ucap Dina tidak lagi mau peduli dengan orang di sekelilingnya. “Gara-gara anakmu.”

“Nanti kita beli lagi,” ucap Rizal lalu dengan segera membawa Dina keluar dari restoran.

“HEI!” Nada berteriak, tetapi kedua orang itu terus berjalan tanpa mau menoleh lagi padanya.

Geram karena tidak dipedulikan, Nada meraih botol saus sambal dan kecap dari meja berbeda dengan gerakan cepat. Napasnya memburu, dadanya naik-turun dipenuhi luapan emosi. Tanpa pikir panjang, ia berlari menyusul keduanya.

Saat jaraknya cukup dekat, tanpa ragu ia mengangkat kedua botol itu tinggi-tinggi, lalu menumpahkan isinya tepat di atas kepala Dina dan melemparnya ke tubuh wanita itu. Cairan merah dan hitam kental itu bercampur, menetes perlahan di rambut dan bahu wanita itu. Mengotori pakaian yang sebelumnya tampak sempurna.

Dina menjerit histeris, tangannya reflek meraih kepala, tetapi terlambat. Noda lengket sudah menyebar, meresap ke kain dan turun ke wajahnya. Ia berbalik dan membeliak, wajahnya memerah menahan malu dan amarah.

Sementara itu, Nada berdiri tegak, menatap Dina dengan sorot mata yang tajam dan penuh kemenangan.

PLAK!

“NADA!” Rizal reflek menampar dan membentak putrinya sekaligus.

Nada tersentak, langkahnya goyah saat rasa panas kembali menjalar di pipinya. Tamparan itu mendarat di tempat yang sama seperti sebelumnya. Namun, bukan hanya kulitnya yang terasa perih, tetapi lebih dari itu. Ada sesuatu yang jauh lebih menyakitkan, yakni sikap papanya yang lebih memilih membela wanita itu.

“Aku nggak nyangka anakmu bisa seliar ini!” hardik Dina sedikit menjauh untuk mengambil tisu yang ada di meja di dekat pintu.

“Liar katamu!” Nada mendesis, rahangnya mengeras menahan gejolak amarah yang membuncah di dada. Matanya yang mengembun semakin terasa panas,  karena mengingat sang mama yang terbaring sakit di rumah.

Tanpa pikir panjang, Nada melesat ke arah Dina. Dalam sekejap, tangannya mencengkeram rambut wanita itu dengan keras, menariknya hingga Dina menjerit dan …

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (7)
goodnovel comment avatar
Bunda Ernii
good job Nada.. velakor emang harus dikasih pelajaran..
goodnovel comment avatar
Indah Wirdianingsih
sokor dasar dina pelakor
goodnovel comment avatar
Susan Manies
akhirnyaaaaa.....bertelor juga karyanya setelah sekian purnama....goodjob....love u more...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Nada di Hati Sastra   2~NDS

    “Ini baru yang namanya liar!”Nada mencengkeram rambut Dina, menariknya ke belakang dengan gerakan kasar hingga wanita itu terhuyung, nyaris kehilangan keseimbangan."LEPASIN!" Dina meronta panik, merintih kesakitan. Tangannya menggapai udara, mencoba mencakar lengan Nada, tetapi gadis itu terlalu gesit. Nada terus menarik dan memutar kepala Dina ke berbagai arah, membuat wanita itu terhuyung tidak menentu dan hampir terjatuh.Dina tidak bisa menggapai tubuh Nada, karena gadis itu berada di belakangnya. Ketika ia hendak berputar, Nada dengan gesit tetap memposisikan tubuh di belakangnya."Lo pikir lo siapa!" Nada berteriak. Ia tidak mau peduli dengan banyak mata yang melihat dan merekam tindakan brutalnya. Baginya, semakin banyak yang merekam justru semakin bagus.Jika mau rusak, maka Nada akan merusak semuanya sekalian. Berikut dengan image papanya yang berprofesi sebagai karyawan penting di salah satu perusahaan negara. “Mas,” rintih Dina putus asa.“Nada! Cukup!” Rizal akhirnya m

    Last Updated : 2025-03-17
  • Nada di Hati Sastra   3~NDS

    “Apa!” Nada menggeleng. Tidak percaya dengan apa yang baru didengarnya dari Anggi. Napasnya tercekat dan dadanya semakin sesak. “Dina itu ... istri papa?”Nada tertawa getir. Ternyata, kenyataan yang terungkap lebih menyakitkan dari apa yang ia lihat tadi siang.“Kapan? Sejak kapan Papa nikah dan sejak kapan Mama tahu semuanya?” cecar Nada tidak sabar dan langsung beranjak dari tempatnya. Ia berdiri di tengah ruang dengan perasaan gusar. Menunggu jawaban dari orang tuanya.“Nada, duduk dulu,” pinta Anggi masih menatap pipi putrinya yang memerah.“Aku nggak mau duduk,” tolak Nada lalu bersedekap dengan tangan yang mengepal erat. “Aku mau jawaban.”“Sudah satu setengah tahun,” jawab Rizal tetap tenang saat memberi jawaban pada putrinya. “Dan Papa sudah minta izin ke Mamamu sebelum menikah.”Satu setengah tahun?Nada sontak membeku di tempat. Jadi ... selama ini ia hidup dalam kebohongan? Keluarga harmonis yang selama ini sempat tercipta di kepala, menyimpan rahasia yang cukup membuatnya

    Last Updated : 2025-03-17
  • Nada di Hati Sastra   4~NDS

    “Nada ...” Anggi mendorong tuas kursi rodanya mendekati Nada yang masih berdiri tegak di tempatnya. Wajah Nada sudah basah dengan air mata dan sesenggukan menahan tangis. “Mama minta maaf karena sudah merahasiakan semua ini sama kamu,” ucapnya sambil meraih dan menggenggam tangan putrinya.Nada menatap mamanya tanpa bisa berkata-kata. Entah harus menyalahkan siapa, karena kedua orang tuanya ternyata punya andil dalam kejadian ini.“Tapi kamu harus paham dengan kondisi Mama,” lanjut Anggi menunduk, menatap kedua kakinya yang tidak lagi berguna. “Dan papamu ... dia punya kebutuhan yang nggak bisa Mama beri.”Air mata Nada kembali menitik, tetapi ia segera mengusapnya kasar. Sebenarnya, Nada belum terlalu dewasa untuk memikirkan masalah yang terjadi di dalam rumah tangga orang tuanya. Namun, setidaknya Nada bisa mengerti dengan kebutuhan yang dimaksud oleh Anggi.“Jadi, Mama kenal dengan Dina?” tanya Nada menarik tangannya dari genggaman mamanya.Anggi mengangguk pelan. Ada rasa kecewa k

    Last Updated : 2025-03-17
  • Nada di Hati Sastra   5~NDS

    “Hitung lagi uangnya sebelum kita pergi ke bank,” titah Anggi setelah menjual koleksi perhiasannya.Meskipun berat karena mengingat mamanya sudah tidak memiliki apa-apa, Nada tidak lagi membantah. Ia menghitung kembali uang di hadapan pegawai toko, agar tidak terjadi kesalahpahaman.Selagi Nada sibuk menghitung, Anggi menjalankan kursi rodanya dengan perlahan untuk melihat beberapa koleksi perhiasan di sana. Lantas, tatapannya berhenti pada sebuah kalung berlian yang cukup menarik perhatian.Desainnya elegan dan minimalis. Rantainya terdiri dari susunan berlian kecil yang mengelilingi leher dengan pola simetris. Sangat sederhana tetapi tetap terlihat mewah.Namun, Anggi hanya mengagumi dan tidak berniat membeli.“Mbak Anggi.”Sapaan dari seorang wanita, membuat Anggi menoleh dan mendongak. Ia cukup terkejut dengan sosok Dina, yang sudah berdiri dengan begitu menawan di sampingnya.“Mbak di sini juga?” tanya Dina tersenyum manis. “Sendirian?”“Sama Nada.” Saat Anggi baru saja hendak te

    Last Updated : 2025-03-17
  • Nada di Hati Sastra   6~NDS

    “Kenapa telponku nggak diangkat seharian ini?”Nining yang baru meletakkan ayam goreng di meja makan, beringsut mudur dan pergi dari ruangan tersebut. Daripada ia ikut terseret dalam amukan Rizal, lebih baik melarikan diri menuju kamarnya.“Jadi, bagaimana rasanya kalau telpon Papa nggak diangkat?” balas Anggi tetap tenang sembari menuang nasi ke piringnya. “Marah? Kesal?”“Apa maumu?” Rizal tahu, Anggi sedang menyindirnya karena tidak membalas pesan dan panggilan sejak malam itu. “Ngapain kamu sama Nada pergi ke toko perhiasan siang tadi?”“Ah! Istri mudamu pasti yang cerita, kan?” Anggi mengambilkan ayam goreng untuk Nada, lalu menoleh pada Rizal. “Selamat, ya, karena Aldi akhirnya sudah bisa jalan.”Rizal terpekur sesaat. Namun, ia segera bersikap biasa. Seolah tidak ada hal yang perlu dikhawatirkan. Rizal menghela pelan, sebelum akhirnya membuka mulut. “Ma—”“Hebat! Nikah baru satu setengah tahun, tapi umur Aldi sudah satu tahun lebih,” putus Anggi masih berusaha tenang, kendati e

    Last Updated : 2025-03-17
  • Nada di Hati Sastra   7~NDS

    “Mi, kenapa nggak bilang kalau Anggi ketemu sama Aldi?” buru Rizal tanpa basa-basi ketika memasuki kamar.“Ssshh ...” Dina meletakkan telunjuknya di bibir. “Aldi baru tidur, jangan keras-keras ngomongnya.”Dina memang sengaja tidak memberi tahu, karena sudah waktunya Anggi mengetahui segalanya. Ia lelah jika harus menutupi perihal Aldi terus-terusan, karena putranya juga semakin tumbuh besar. Terlebih setelah Dina mendapat perlakuan kasar dari Nada.Kebetulan, siang tadi Dina bertemu Anggi di toko perhiasan. Untuk itulah, pertemuan itu ia manfaatkan untuk mengenalkan Aldi pada istri pertama Rizal.“Mi.” Rizal memelankan suaranya ketika menghampiri Aldi yang berada di tempat tidur mereka. Ia tersenyum sebentar, saat melihat jagoan kecilnya sudah tertidur lelap. “Aku sudah bilang, kan, nanti ada waktunya kita—”“Sudah terlanjur.” Dina mendudukkan Rizal di tepi ranjang, lalu duduk di pangkuan pria itu dan mengalungkan kedua tangannya. “Kami nggak sengaja ketemu, jadi sudah nggak bisa men

    Last Updated : 2025-04-14
  • Nada di Hati Sastra   8~NDS

    “Nada minta maaf,” pinta Anggi benar-benar merasa malu dan serba salah karena ulah putrinya. Padahal, ia baru memulai diskusi serius dengan Adrian, tetapi keributan dua bocah yang kembali datang ke ruangan membuatnya terkejut.Bertanya-tanya, apa yang sebenarnya telah dilakukan putrinya di luar sana.Tidak butuh waktu lama, Wirda muncul dengan napas memburu, diikuti seorang pria yang berjalan tertatih, dipapah oleh seorang petugas keamanan. Lalu, Nada menyusul di belakang mereka tanpa menunjukkan ekspresi apa pun.Setelah diketahui di mana masalahnya, Anggi yang tidak enak hati itu langsung menyuruh putrinya untuk segera minta maaf.“Aku nggak salah, Ma.” Nada yang duduk di samping mamanya langsung menggeleng. Ia menolak tegas untuk meminta maaf. “Aku cuma membela diri,” ujarnya lalu menunjuk Sastra. “Bapak itu yang tahu-tahu datang, terus megang tanganku sampe sakit. Coba tanya sama dua krucil tadi, mereka pasti nggak akan bohong.”“Anggi, nggak papa,” ujar Adrian memahami situasi ya

    Last Updated : 2025-04-14
  • Nada di Hati Sastra   9~NDS

    “Mama sudah betul-betul yakin mau cerai dari papa?” tanya Nada setelah mengantarkan Anggi ke kamar. Ia menutup pintu, lalu menghempaskan tubuh di tempat tidur Anggi setelah melepas tasnya.“Sudah.” Anggi meletakkan tas di pangkuannya di meja rias, lalu berbalik dan menghampiri Nada. “Maaf, Mama bukan bermaksud egois, tapi ... ada hal yang harus Mama lindungi.”“Maksudnya?” Nada bangkit lalu bergeser dan duduk di tepi ranjang, di hadapan Anggi.“Papamu punya anak laki-laki yang sah dengan Dina.” Anggi meraih tangan Nada dan menggenggamnya. “Hukum waris kita didasarkan pada agama, adat, dan pemerintah. Jadi, bagaimanapun itu, Aldi akan mendapat hak waris lebih besar dari kamu.”Karena inilah, Anggi sudah mantap untuk bercerai agar bisa mendapatkan harta gono gini. Ada masa depan Nada yang harus ia perjuangkan, terlebih putrinya masih butuh biaya kuliah.“Jadi ini semua cuma karena warisan? Harta?” Nada menebak, ini semua karena Rizal menghentikan uang jajannya serta biaya kuliah.“Lebih

    Last Updated : 2025-04-14

Latest chapter

  • Nada di Hati Sastra   11~NDS

    “Kenapa Mama setuju kita jalan-jalan sama keluarga pak Adrian?” bisik Nada di samping mamanya. “Harusnya kita ke sini cuma setor muka, terus pulang.”Anggi mempertahankan senyumnya dan bicara pelan pada Nada. “Gimana Mama bisa nolak? Pak Adrian dulu mantan bos Mama. Bu Arini itu dari dulu baiknya luar biasa. Terus sekarang, perceraian Mama juga diurus sama anaknya. Coba pikir, gimana cara Mama nolaknya?”“Ya, apa kek, apa gitu,” Nada bersandar pasrah. “Masa’ aku jadi baby sitter dadakan gini? Ikut mandi bola sama anak SD?”Saat ini, mereka tidak lagi berada di ruang tamu, tetapi sudah berada di ruang keluarga karena pesta ulang tahun Milan yang mewah sudah selesai.Tumpukan kado yang ukurannya nyaris tidak ada yang kecil itu, juga baru saja dimasukkan ke dalam rumah oleh dua orang asisten rumah tangga.“Tapi, Nad, coba ambil kesempatan ini untuk dekat dengan keluarga pak Adrian,” ujar Anggi setelah memikirkan beberapa hal. “Setelah Mama cerai dari papa, kita itu pasti nggak punya ‘peg

  • Nada di Hati Sastra   10~NDS

    “Kalian mau ke mana?” tanya Rizal ketika baru menutup pintu mobilnya.Beberapa hari ini, Rizal selalu pulang ke rumah dan membujuk Anggi untuk membatalkan gugatan cerai. Namun, usahanya belum juga berhasil karena Anggi masih bersikukuh untuk berpisah darinya.“Ada undangan ulang tahun,” jawab Anggi yang selalu bersikap tenang di hadapan Rizal. Ia lelah jika harus marah-marah dan lebih memilih untuk tidak membuang tenaganya sia-sia. “Kenapa pulang? Harusnya Papa sama Dina dan Aldi, kan?”“Aku sudah di sana dari kemarin malam,” jawab Rizal melihat Nada yang enggan menegur atau menatapnya. Sejak bertengkar dengan Nada, putrinya tidak pernah lagi bicara ataupun menyalaminya seperti biasa.Nada menganggap Rizal seolah tidak ada.“Kalau gitu kami pergi dulu,” ucap Anggi menuruni tangga teras melalui jalur khusus yang dibuatkan untuknya. Ada Nining di belakang, yang akan selalu membantunya di kala menghadapi hambatan.“Biar aku antar,” tawar Rizal merasa hubungan keluarga mereka sudah mereng

  • Nada di Hati Sastra   9~NDS

    “Mama sudah betul-betul yakin mau cerai dari papa?” tanya Nada setelah mengantarkan Anggi ke kamar. Ia menutup pintu, lalu menghempaskan tubuh di tempat tidur Anggi setelah melepas tasnya.“Sudah.” Anggi meletakkan tas di pangkuannya di meja rias, lalu berbalik dan menghampiri Nada. “Maaf, Mama bukan bermaksud egois, tapi ... ada hal yang harus Mama lindungi.”“Maksudnya?” Nada bangkit lalu bergeser dan duduk di tepi ranjang, di hadapan Anggi.“Papamu punya anak laki-laki yang sah dengan Dina.” Anggi meraih tangan Nada dan menggenggamnya. “Hukum waris kita didasarkan pada agama, adat, dan pemerintah. Jadi, bagaimanapun itu, Aldi akan mendapat hak waris lebih besar dari kamu.”Karena inilah, Anggi sudah mantap untuk bercerai agar bisa mendapatkan harta gono gini. Ada masa depan Nada yang harus ia perjuangkan, terlebih putrinya masih butuh biaya kuliah.“Jadi ini semua cuma karena warisan? Harta?” Nada menebak, ini semua karena Rizal menghentikan uang jajannya serta biaya kuliah.“Lebih

  • Nada di Hati Sastra   8~NDS

    “Nada minta maaf,” pinta Anggi benar-benar merasa malu dan serba salah karena ulah putrinya. Padahal, ia baru memulai diskusi serius dengan Adrian, tetapi keributan dua bocah yang kembali datang ke ruangan membuatnya terkejut.Bertanya-tanya, apa yang sebenarnya telah dilakukan putrinya di luar sana.Tidak butuh waktu lama, Wirda muncul dengan napas memburu, diikuti seorang pria yang berjalan tertatih, dipapah oleh seorang petugas keamanan. Lalu, Nada menyusul di belakang mereka tanpa menunjukkan ekspresi apa pun.Setelah diketahui di mana masalahnya, Anggi yang tidak enak hati itu langsung menyuruh putrinya untuk segera minta maaf.“Aku nggak salah, Ma.” Nada yang duduk di samping mamanya langsung menggeleng. Ia menolak tegas untuk meminta maaf. “Aku cuma membela diri,” ujarnya lalu menunjuk Sastra. “Bapak itu yang tahu-tahu datang, terus megang tanganku sampe sakit. Coba tanya sama dua krucil tadi, mereka pasti nggak akan bohong.”“Anggi, nggak papa,” ujar Adrian memahami situasi ya

  • Nada di Hati Sastra   7~NDS

    “Mi, kenapa nggak bilang kalau Anggi ketemu sama Aldi?” buru Rizal tanpa basa-basi ketika memasuki kamar.“Ssshh ...” Dina meletakkan telunjuknya di bibir. “Aldi baru tidur, jangan keras-keras ngomongnya.”Dina memang sengaja tidak memberi tahu, karena sudah waktunya Anggi mengetahui segalanya. Ia lelah jika harus menutupi perihal Aldi terus-terusan, karena putranya juga semakin tumbuh besar. Terlebih setelah Dina mendapat perlakuan kasar dari Nada.Kebetulan, siang tadi Dina bertemu Anggi di toko perhiasan. Untuk itulah, pertemuan itu ia manfaatkan untuk mengenalkan Aldi pada istri pertama Rizal.“Mi.” Rizal memelankan suaranya ketika menghampiri Aldi yang berada di tempat tidur mereka. Ia tersenyum sebentar, saat melihat jagoan kecilnya sudah tertidur lelap. “Aku sudah bilang, kan, nanti ada waktunya kita—”“Sudah terlanjur.” Dina mendudukkan Rizal di tepi ranjang, lalu duduk di pangkuan pria itu dan mengalungkan kedua tangannya. “Kami nggak sengaja ketemu, jadi sudah nggak bisa men

  • Nada di Hati Sastra   6~NDS

    “Kenapa telponku nggak diangkat seharian ini?”Nining yang baru meletakkan ayam goreng di meja makan, beringsut mudur dan pergi dari ruangan tersebut. Daripada ia ikut terseret dalam amukan Rizal, lebih baik melarikan diri menuju kamarnya.“Jadi, bagaimana rasanya kalau telpon Papa nggak diangkat?” balas Anggi tetap tenang sembari menuang nasi ke piringnya. “Marah? Kesal?”“Apa maumu?” Rizal tahu, Anggi sedang menyindirnya karena tidak membalas pesan dan panggilan sejak malam itu. “Ngapain kamu sama Nada pergi ke toko perhiasan siang tadi?”“Ah! Istri mudamu pasti yang cerita, kan?” Anggi mengambilkan ayam goreng untuk Nada, lalu menoleh pada Rizal. “Selamat, ya, karena Aldi akhirnya sudah bisa jalan.”Rizal terpekur sesaat. Namun, ia segera bersikap biasa. Seolah tidak ada hal yang perlu dikhawatirkan. Rizal menghela pelan, sebelum akhirnya membuka mulut. “Ma—”“Hebat! Nikah baru satu setengah tahun, tapi umur Aldi sudah satu tahun lebih,” putus Anggi masih berusaha tenang, kendati e

  • Nada di Hati Sastra   5~NDS

    “Hitung lagi uangnya sebelum kita pergi ke bank,” titah Anggi setelah menjual koleksi perhiasannya.Meskipun berat karena mengingat mamanya sudah tidak memiliki apa-apa, Nada tidak lagi membantah. Ia menghitung kembali uang di hadapan pegawai toko, agar tidak terjadi kesalahpahaman.Selagi Nada sibuk menghitung, Anggi menjalankan kursi rodanya dengan perlahan untuk melihat beberapa koleksi perhiasan di sana. Lantas, tatapannya berhenti pada sebuah kalung berlian yang cukup menarik perhatian.Desainnya elegan dan minimalis. Rantainya terdiri dari susunan berlian kecil yang mengelilingi leher dengan pola simetris. Sangat sederhana tetapi tetap terlihat mewah.Namun, Anggi hanya mengagumi dan tidak berniat membeli.“Mbak Anggi.”Sapaan dari seorang wanita, membuat Anggi menoleh dan mendongak. Ia cukup terkejut dengan sosok Dina, yang sudah berdiri dengan begitu menawan di sampingnya.“Mbak di sini juga?” tanya Dina tersenyum manis. “Sendirian?”“Sama Nada.” Saat Anggi baru saja hendak te

  • Nada di Hati Sastra   4~NDS

    “Nada ...” Anggi mendorong tuas kursi rodanya mendekati Nada yang masih berdiri tegak di tempatnya. Wajah Nada sudah basah dengan air mata dan sesenggukan menahan tangis. “Mama minta maaf karena sudah merahasiakan semua ini sama kamu,” ucapnya sambil meraih dan menggenggam tangan putrinya.Nada menatap mamanya tanpa bisa berkata-kata. Entah harus menyalahkan siapa, karena kedua orang tuanya ternyata punya andil dalam kejadian ini.“Tapi kamu harus paham dengan kondisi Mama,” lanjut Anggi menunduk, menatap kedua kakinya yang tidak lagi berguna. “Dan papamu ... dia punya kebutuhan yang nggak bisa Mama beri.”Air mata Nada kembali menitik, tetapi ia segera mengusapnya kasar. Sebenarnya, Nada belum terlalu dewasa untuk memikirkan masalah yang terjadi di dalam rumah tangga orang tuanya. Namun, setidaknya Nada bisa mengerti dengan kebutuhan yang dimaksud oleh Anggi.“Jadi, Mama kenal dengan Dina?” tanya Nada menarik tangannya dari genggaman mamanya.Anggi mengangguk pelan. Ada rasa kecewa k

  • Nada di Hati Sastra   3~NDS

    “Apa!” Nada menggeleng. Tidak percaya dengan apa yang baru didengarnya dari Anggi. Napasnya tercekat dan dadanya semakin sesak. “Dina itu ... istri papa?”Nada tertawa getir. Ternyata, kenyataan yang terungkap lebih menyakitkan dari apa yang ia lihat tadi siang.“Kapan? Sejak kapan Papa nikah dan sejak kapan Mama tahu semuanya?” cecar Nada tidak sabar dan langsung beranjak dari tempatnya. Ia berdiri di tengah ruang dengan perasaan gusar. Menunggu jawaban dari orang tuanya.“Nada, duduk dulu,” pinta Anggi masih menatap pipi putrinya yang memerah.“Aku nggak mau duduk,” tolak Nada lalu bersedekap dengan tangan yang mengepal erat. “Aku mau jawaban.”“Sudah satu setengah tahun,” jawab Rizal tetap tenang saat memberi jawaban pada putrinya. “Dan Papa sudah minta izin ke Mamamu sebelum menikah.”Satu setengah tahun?Nada sontak membeku di tempat. Jadi ... selama ini ia hidup dalam kebohongan? Keluarga harmonis yang selama ini sempat tercipta di kepala, menyimpan rahasia yang cukup membuatnya

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status