Dengan sengaja, Samudra menyisir rambutnya ke belakang dengan jemari membuat para cewek jelas hebohnya makin maksimal apalagi saat Sam melepas kemejanya yang memang tidak di kancing itu hingga hanya menyisakan kaus tanpa lengan yang dipakainya di dalam dan mengaitkan kemejanya di pinggang. Semua cewek itu langsung memekik. Boram makin menutup telinganya dengan rapat. Bagi mereka, Samudra adalah sebentuk fatamorgana indah yang terlalu jauh untuk mereka gapai. Karena entah kenapa, cowok itu sama sekali tidak terlihat dekat dengan perempuan manapun selain Ratu padahal mereka tidak berpacaran dan setelah hampir tiga tahun kebersamaan mereka, Samudra akan tetap menjadi hayalan terindah mereka di masa-masa SMA. Sosok badboy seperti yang ada di cerita fiksi meski cowok itu sama sekali tidak kaya raya. Jadi malam ini, mereka benar-benar berharap bisa melihat kelebihan cowok itu dalam hal menyanyi karena mungkin setelah malam ini mereka tidak akan memiliki kesempatan lagi karena ujian kelulus
Besoknya semua siswa asyik dengan kegiatannya di area Agrowisata. Ada yang mencoba untuk berkebun tanaman rempah-rempah, ada yang menanam bunga mawar juga matahari dan ada yang sedang asyik bersentuhan dengan hewah-hewan jinak berupa ular, monyet dan burung yang memang dipelihara di sana.Boram dan Reihan mengawasi semua kegiatan mereka dengan senyuman sambil mengobrol ringan."Belajar di ruang terbuka seperti ini memang mengasyikan ya Pak," ucap Boram."Iya. Banyak yang bisa mereka dapatkan. Makanya aku ngotot kalau kegiatan tahunan seperti ini harus tetap diadakan. Ini bisa me-refresh pikiran mereka sebelum kembali berkutat dengan ujian akhir. Oh ya Bu—" Boram menoleh ke Rehan. "Saya dengar dari Bu Marwa kalau kontrakmu sudah habis ya?"Boram mengangguk dengan senyuman tipis. "Iya Pak. Kalau semua murid kelas 12 sudah ujian sisanya akan di urus sama guru matematika yang asli, Bu Risma. Kata Bu kepala sekolah sih, beliau akan memikirkannya dulu apakah mau diperpanjang atau tidak."Re
Adela sama sekali tidak menyangka kalau Anthony nekat menemui Sam lebih dulu tanpa sepengetahuannya. Padahal dia sama sekali belum memberitahu Sam tentang keinginan lelaki itu. Kalau sudah seperti ini, Adela tidak memiliki pilihan lain dan tidak bisa mengulur waktu lagi untuk mempertemukan mereka dan membicarakan yang perlu dibicarakan.Jadi sejak setengah jam yang lalu, Adela seperti bingung sendiri ingin menghubungi Anthony karena sudah lama mereka tidak pernah saling tatap bahkan mengobrol. Adela tidak mau mengambil resiko kalau hal itu diketahui Anissa dan menyulitkan Anthony.Adela duduk di beranda rumahnya, merasakan semilir angin berhembus dan menerbangkan helaian rambutnya. Sam sedang mengikuti acara Darmawisata jadi sejak kemarin, dia hanya sendirian di rumah. Ponsel di tangan sejak tadi hanya dia genggam karena dia belum merasa siap menghubungi Anthony langsung.Adela berdecak, menekan sederet nomor yang memang dihapalnya dan dengan penuh tekad melakukan panggilan itu. Kalau
"Dia tidak apa-apa. Jangan khawatir."Alka menghembuskan napas lega saat mendengarnya, terduduk di kursi samping ranjang yang ditidurin Ratu yang masih belum sadarkan diri setelah pingsan tadi. Jery memang mengutus seorang dokter dalam acara Darmawisata itu hanya untuk memastikan Ratu langsung mendapatkan penanganan saat terjadi keadaan darurat. Jery tidak mau mengambil resiko dengan membiarkan begitu saja Ratu di luar tanpa pengawasan dokter karena kesehatannya akhir-akhir ini memburuk."Tapi dia harus istirahat dulu karena saya yakin kepalanya sedang berdenyut sekarang dan terpaksa harus saya kasih infus. Kita tunggu saja sampai dia sadar.""Iya dok, terimakasih banyak."Dokter Hery mengangguk, memastikan kalau infusnya mengalir lancar kemudian kembali ke mejanya di sudut ruangan meninggalkan Alka yang duduk diam memandangi Ratu lalu mengecup punggung tangannya."Aku selalu berharap untuk kesembuhanmu, Queen. Supaya kamu bisa ceria lagi dan mendapatkan semua pengalaman layaknya pere
Boram tahu kalau nasibnya di sekolah SMA Darmawangsa sudah berakhir. Terungkapnya hubungannya dengan Sam melalui foto-foto yang tersebar luas itu membuat hampir semua murid kelas 12 mengetahuinya dan yakin kalau hari senin nanti beritanya akan membuat seluruh sekolah gempar, sudah cukup menjadi alasan Ibu Kepala Sekolah untuk tidak memperpanjang kontraknya.Boram sudah pasrah karena memang tidak seharusnya seorang pengajar pendidik mengencani muridnya sendiri walaupun jauh dilubuk hatinya yang terdalam dia lega karena semua orang tahu kalau Samudra memilihnya.Entah sejak kapan pikirannya sepicik itu atau memang ini akibat dari euforia berlebihan ketika memiliki seseorang yang memperlihatkan perasaannya secara gamblang hingga membuatnya mabuk dengan ungkapan-ungkapan cinta yang terus diberikan Sam diikuti janji-janji manis yang terucap serius walaupun perjalanan mereka untuk sampai pada satu ikatan halal itu masih jauh.Salahkah kalau Boram bahagia memiliki Sam dan berharap suatu har
London, InggrisArbian turun dari mobilnya setelah pergulatan panjang dengan hati dan pikirannya karena bingung apa yang harus dikatakannya nanti setelah bertemu dengan Jenna. Sejujurnya dia belum yakin dengan perasaannya sendiri walaupun pada kenyataannya dia rela meninggalkan kesibukannya di Indonesia dan langsung terbang ke London setelah tahu kalau Jenna memilih mundur dan pergi.Arbian terdiam, berdiri memandangi rumah dua lantai yang ada di hadapannya. Arbian tidak tahu siapa yang tinggal di sana dan kenapa Jenna lari ke sini karena setahunya, Jenna tidak mempunyai saudara yang tinggal di London bahkan Anggita yang memberinya alamat ini juga tidak tahu apa-apa.Arbian memantapkan niat, apapun yang terjadi nanti akan dipikirkannya lagi tapi yang penting dia harus memastikan apakah Jenna ada di sana atau tidak. Baru saja melangkah, pintu rumah itu terbuka. Arbian membeku di tempatnya saat dilihatnya Jenna keluar sambil memeluk sebelah lengan seorang lelaki bule yang sedang menggan
Ratu menangis, tangannya menggenggam erat ponsel miliknya setelah menghubungi seseorang, memilih duduk di kursi kayu menghadap ke perbukitan di kejauhan. Di bawahnya, terhampar bunga mawar aneka warna yang indah. Menangis karena Sam menuduhnya dengan pandangan penuh kebencian. Selama bertahun-tahun kebersamaan mereka, Sam tidak pernah memandangnya dengan cara seperti itu dan menuduhnya tanpa bukti hanya berdasarkan prasangka. Semua itu hanya karena Boram dan dia seperti tidak lagi mengenali superheronya itu.Apa memang Boram sudah begitu mempengaruhinya sedemikian rupa hingga dia lupa, siapa yang selama ini berada di sisinya menemani. Apa dia lupa dengan itu semua?"Samudra menyayangimu lebih dari apapun."Suara itu menyentaknya, menoleh cepat ke samping kirinya, tempat di mana Boram duduk dengan pandangan lurus ke depan. Ratu membuang muka dan menyerongkan tubuhnya ke arah lain. Dia benci, kalau bisa dia ingin melampiaskan semua kekesalannya ke wanita yang seenaknya merebut perhatian
Sam menyeruak kerumunan. Berhenti berlari dengan peluh yang membasahi wajahnya. Ternganga dengan pandangan kalut saat dilihatnya Boram tergeletak pingsan di pohon besar yang menahan tubuhnya di sana.Pak Reihan dan juga Alka berusaha naik ke pagar tinggi yang menjadi pembatas bukit itu untuk bisa mencapai tempat di mana Boram berada tapi susah. Sam mengedarkan pandangannya ke atas dan melihat Ratu menangis dan terduduk di salah satu kursi kayu yang ada di sana.Tanpa berpikir lagi, Samudra langsung berbalik arah dan naik ke tempat di mana Ratu berada."Sam—" Ratu berdiri dari duduknya saat melihatnya mendekat."Aku akan meminta penjelasanmu setelah ini!" desisnya penuh amarah membuat Ratu terdiam di tempatnya.Sam berdiri di pinggir dan melihat ke bawah lalu berteriak untuk Pak Reihan."AKU YANG AKAN KE BAWAH, KALIAN TUNGGU DI SANA!!"Reihan dan Alka mengangkat pandangannya. "OKE. HATI-HATI SAM!!Sam menggenggam erat kayu pohon yang ada di sampingnya, menarik napas panjang dan kemudia
Sebulan kemudian,Area keberangkatan International Soekarno Hatta.“Tolong, berjanjilah pada kami untuk merawatnya dengan baik.”Boram menahan tangisannya saat meminta dengan sungguh-sungguh pada Nindy yang menggendong Mutia.Nindy tersenyum. “Aku berjanji,Boram. Aku akan membesarkannya dengan baik. Kalian bisa mengunjungi kami kapanpun ke Rusia. Kami akan selalu menerima kalian dengan baik.”“Iya.”Boram mengamgguk. Nina dan suaminya yang seorang warga Rusia akhirnya mengajukan diri menjadi wali sah Mutia dan akan membesarkannya di tempat tinggal mereka seperti pesan yang ditinggalkan Nina. Boram yang sudah menganggap Mutia seperti anak kandungnya itu begitu berat melepas Mutia.“Mama..” Mutia mengulurkan tangan ingin di gendong Boram yang langsung mengambil alih. Boram memeluknya dengan erat dan menciumi wajahnya dengan sayang. Sebentar lagi mereka akan berpisah dan Boram merasa sangat sedih, Setelah Boram gantian Sam yang memberikan pelukan terakhir untuk Mutia dan kemudian mengem
Sam dan Boram saling berangkulan di depan makan Nina yang satu jam lalu baru saja dikuburkan. Boram masih tidak percaya bahwa takdir Nina akan jadi seperti ini padahal dia adalah orang yang baik. Tadi pagi mereka mendapatkan telepon dari pihak rumah sakit yang mengabarkan kalau Nina kembali kritis dan Sam langsung buru-buru ke sana sementara Boram harus menunggu Mbak Ina dulu. Sampai sana ternyata Sam sudah terkulai sedih dan mengatakan kalau Nina tidak bisa diselamatkan lagi karena pendarahan di otaknya. Boram langsung menangis histeris karena dia teringat dengan Mutia yang dia tinggalkan dengan buru-buru tadi.Meskipun dia masih memiliki ayah, tapi Reno tidak bisa menjaga anaknya sendiri karena saat ini berada di penjara."Sayang..."Sam menarik lamunan Boram membuatnya menoleh. "Ayo,kita pulang dan lihat keadaan Mutia."Boram mengangguk, teringat lagi dengan tangisan Mutia saat memeluk Ibunya untuk terakhir kalinya tadi sebelum dikuburkan. Kakak kandung Nina juga belum bisa ditemuk
"Sam..." Sam menoleh saat mendengar panggilan dari balik punggungnya dan menemukan Boram menghampirinya dengan wajah panik dan khawatir. "Apa yang terjadi sebenarnya?""Rumit,sayang." Sam memeluk Boram dengan erat, berdiri berdua tidak jauh dari ruang operasi."Kita fikir keadaan sudah menjadi lebih baik tapi ternyata masih ada yang mencoba untuk membahayakan Nina.""Apa maksudmu?"Sam menghela napas panjang, membawa Boram duduk di kursi tunggu dan mulai memberikan penjelasan."Istri kedua Reno sengaja menabrak mobil Nina hingga terpelanting dan terbalik menghantam pembatas jalan." Boram kaget seraya menutup mulutnya. "Anita, wanita itu sudah diamankan dan sekarang kita hanya bisa menunggu sambil berdoa. Bagaimana dengan Mutia?""Saat aku tinggalkan tadi dia sedang tidur dan dijaga sama Mbak Ina."Sam mengangguk, kembali menatap pintu ruang operasi karena luka yang di dapat Nina di kepala cukup serius. Sam berharap Nina bisa sembuh karena Mutia masih membutuhkannya."Semoga saja dia
Sidang kedua Nina selesai dengan lancar. Seminggu setelahnya Sam mengajak Boram untuk menunaikan ibadah Umrah dan akan dilanjutkan dengan jalan-jalan ke beberapa negara Timur Tengah selama tiga minggu. Setelah menempuh perjalanan panjang dan sampai di kota Madinah, semua rasa lelahnya terbayarkan saat melihat istrinya yang cantik menggunakan hijab. Mereka khusyuk beribadah dan Sam menumpahkan semua doa dan harapannya selama ini di depan Ka’bah untuk keberkahan hidupnya ke depan dan kebahagiaan dunia akhirat. Sam juga meminta skenario terbaik untuk rumah tangga mereka yang belum dikaruniai seorang anak. Berharap, doa-doa dan harapannya agar dikabulkan Tuhan. “Kenapa tidak dari dulu saja kita ke sini ya, sayang?” Sam menoleh, menatap wajah sendu istrinya yang menatap lurus ke depan di mana Ka’bah berada. Saat ini mereka sedang duduk santai tidak jauh dari Ka’bah hanya untuk sekedar duduk sembari berdoa dan membaca Al Qur’an. “Semua sudah ditakdirkan, sayang. Sekaranglah momen kita ja
Setelah masa pemulihan selama seminggu dan keadaannya sudah membaik, Boram menjalani hari-harinya seperti biasa. Dia sadar tidak bisa terus terlarut dalam kehilangan hingga membuatnya terus merasa sedih. Waktu terus bergulir dan Boram akan menjadikan yang dia lewati itu sebagai sebuah pembelajaran. Kedepannya dia bertekad untuk mulai hidup sehat begitu juga dengan Sam, menghabiskan waktu berdua entah di rumah atau jalan-jalan dan lebih hati-hati lagi dalam bertindak.Sudah berlalu dua minggu sejak sidang pertama Nina di gelar yang hasilnya cukup baik dan memiliki harapan ke depannya, Boram mengajak Nina membawa Mutia untuk jalan-jalan ke mall.Saat ini mereka sedang berada di salah satu restoran steak di dalam mall untuk makan siang.“Kita harus lebih sering jalan-jalan deh ke depannya,” ujar Boram, menyuapi Mutia kentang halus yang dimakan gadis kecil itu dengan bersemangat. “Sepertinya Mutia senang sekali bisa melihat-lihat ke ramaian.”Nina mengangguk. “Kita bisa atur jadwal kapanp
Rasanya ada yang terasa kosong di hati Boram. Setelah sadar dari pengaruh bius pasca operasi kuret, Boram lebih banyak melamun sembari mengelus perutnya. Masih belum menyangka dengan apa yang telah dia alami saat ini. Bagaimana bisa, dia tidak menyadari sama sekali kehadiran calon bayi yang sudah ada di dalam perutnya sementara dia tidak henti-hentinya berharap keajaiban itu ada. Dia merasa sedang menyesali sesuatu tapi tidak ada yang bisa dia lakukan lagi. Tuhan sudah mengambil kembali sesuatu yang sejak awal memang bukan miliknya. “Boram, makan dulu yuk.” Boram tersenyum lemah sembari menggeleng pada Jenna di sampingnya yang baru saja mengambil alih makan siang yang di antarkan pegawai rumah sakit. “Jangan seperti itu. Kamu tetap butuh makan.” “Rasanya aku malas sekali melakukan apa-pun.” Jenna menghela napas, merapikan rambut Boram dengan senyuman hangat. “Kamu tidak kasihan dengan Samudra?” Boram terdiam, Suaminya tadi pulang sebentar ke rumah saat Jenna datang untuk membant
“Mutia, kamu ngegemesin banget sih.”Boram nampak senang setelah memakaikan gaun pink berenda untuk Mutia selepas mandi sore karena niatnya setelah ini adalah mengajak Mutia jalan-jalan ke taman dekat komplek.“SiniTante cium dulu. Pasti harum banget.”Mutia tertawa di dalam pelukan Boram hingga membuatnya geli dan ingin melepaskan diri. Boram semakin lama semakin sayang dengan Mutia dan mulai memperlakukannya seperti anak sendiri meskipun kenyataannya begitu pahit. Namun, untuk dirinya sendiri, kehadiran Mutia membawa kegembiraan tersendiri untuknya.“Bu Boram, cemilan sama strollernya sudah siap di bawah.”Boram menoleh dan tersenyum pada Bik Umang, tukang masak di rumah Nina yang usianya sudah lanjut tapi masih giat bekerja. “Oke, Bik. Sebentar lagi kami turun ke bawah.”Boram memakaikan pita di rambut Mutia yang sudah diikat dua kanan dan kiri dengan senyuman puas lalu menggendongnya untuk turun. Sampai di bawah bik Umang menungggu sembari memegang stroller Mutia dan membantu Bor
Sam yang sedang sibuk dengan pekerjaannya di depan laptop yang menyala,melirik sekilas seseorang yang masuk ke dalam ruangannya tanpa mengetuk terlebih dahulu dan mendengkus setelahnya.“Harap ketok pintu dulu sebelum masuk.”Laki-laki yang sudah masuk ke dalam ruangannya itu berhenti melangkah, mundur beberapa jengkal untuk kembali mengetuk pintu sembari tertawa dan masuk ke dalam.“Serius banget.” Sam menyandarkan punggungnya, meladeni laki-laki di depannya itu. “Ngopi yuk.”“Bukannya kamu lagi honeymoon ya? Kok cepat banget pulangnya.”Akmal, salah satu sahabatnya di sekolah dulu selain Alka tersenyum sumringah membuat Sam menaikkan alisnya heran.“Buat apa lagi honeymoon kalau istriku ternyata sudah positif hamil.”“Hah?” Sam cengok, menghitung dalam hati usia pernikahan Akmal dan Lili yang baru berlangsung hampir dua bulan itu. “Seriusan? Cepat banget. Lili enggak kamu buntingin duluan kan?”Akmal yang seorang anggota polisi itu mengepalkan tangannya. “Enak saja!” Akmal duduk di
Sehari setelah insiden, Nina diperbolehkan pulang. Keadaannya sudah baik-baik saja dan ada beberapa polisi yang berjaga di sekitar rumah Nina agar kejadian sebelumnya tidak terulang lagi. Sam masih melakukan penyelidikan dan pengawasan terhadap kasus Nina di mana Reno, suaminya itu masih dalam status buron. Sementara Boram setiap pulang sekolah punya kegiatan baru jika sedang tidak ada jadwal mengajar les yaitu mampir ke rumah Nina untuk bermain dengan Mutia. “Mbak, saya tidak mau merepotkan sampai harus datang jauh-jauh ke sini,” ujar Nina suatu hari.“Tidak. Aku ini setelah pulang ke rumah kalau tidak ada jadwal les ya pengangguran. Terlebih jika Sam sedang menangani suatu kasus di mana dia lebih banyak lembur. Aku kadang suka main di tempat sahabatku dan bermain bersama anaknya. Jadi, kamu tidak usah khawatir.” Boram mencoba menjelaskan. “Atau kamu merasa kurang nyaman kalau aku datang terus?”Nina reflek langsung membantah. “Tentu saja tidak. Aku sangat berterima kasih tapi taku