"Kaila suka makan es krim coklat ya?"Arbian menoleh ke arah samping tempat di mana Kaila duduk manis di salah satu bangku gazebo taman tidak jauh dari sekolahnya saat siang hari dia menjemputnya. Hujan masih turun dengan derasnya tapi Kaila ngotot minta dibelikan es krim coklat sebelum diantar pulang. Anggita sedang sibuk dengan urusan lain beberapa hari ini dan karena Jenna masih berada di rumah sakit jadi Arbian yang menjemputnya tanpa mengatakannya ke Jenna."Suka benget Om," ucap Kaila. "Mama selalu membelikan Kaila es krim setiap membawa Kaila keluar dari rumah setelah bertengkar sama Papa."DEG!!Entah kenapa jantung Arbian berdetak lebih cepat saat mendengarnya. Arbian mengulurkan tangan dan mengelus puncak kepalanya. "Mereka sering bertengkar?"Kaila terdiam sesaat masih sambil menjilati es krim coklat di tangannya kemudian mengangguk samar dan berucap lirih. "Setiap hari."Arbian menghela napas panjang, menarik tangannya dan menatap lurus ke depan, berpikir, mencoba mencerna
Mendekati pukul enam sore, Boram turun dari bus yang dinaikinya dan terduduk lesu di bangku halte yang sepi. Setalah yakin kalau memang Sam tidak akan datang menemuinya setelah dia berdiri di sana selama beberapa jam, Boram memutuskan datang ke cafe. Sudah terlambat untuk bekerja tapi Boram tidak mau pulang karena sejak tadi dia berusaha menahan serbuan air matanya. Kalau di rumah sendirian, dia pasti akan menangis lagi.Sam mungkin memang marah besar dan tidak mau menemuinya bahkan sekedar untuk mendengarkan penjelasannya saja dia tidak mau. Tidak ada yang bisa dilakukan Boram saat ini.Boram meletakkan kepalanya di tiang besi penyanggah halte dan memandangi langit yang masih berbalut mendung karena memang hujan baru berhenti setengah jam yang lalu. Tidak ada keindahan semburat jingga yang biasa dia lihat saat sore menjelang malam.Ditahanpun, nyatanya air matanya mengalir begitu saja membuat Boram harus menutup wajahnya dengan tangan lalu seakan tersadar dia saat ini berada di tempa
"Mam--"Adela yang sedang membaca majalah di ruang tamu mengangkat pandangannya dan bertatapan mata dengan Samudra yang baru saja menutup pintu lalu mendekatinya. Wajahnya terlihat kusut, rambutnya berantakan dan tatapannya menyiratkan kesedihan yang mendalam. Raut wajah sendu yang sering diperlihatkannya kalau Adela sedang sedih atau kedapatan menangis walaupun Sam tidak pernah menanyakan apa alasannya. Sejak tadi Adela memang menunggu Sam pulang meskipun jam sudah menunjukkan angka sepuluh malam. Adela sontak menutup majalah dan meletakkan di atas meja, merentangkan tangan menyambut saat Sam memeluknya dengan erat. "Kenapa sayang?" Tanya Adela seraya mengelus kepala Sam penuh sayang."Aku melakukan kesalahan," lirihnya. "Setiap orang pernah melakukan kesalahan dan selama hal itu masih bisa diperbaiki maka lakukanlah sebelum terlambat." Meskipun bingung tapi Adela tetap menjawab kalimat pernyataan Sam. Nanti anaknya pasti akan mengatakannya sendiri sesuatu yang beberapa hari ini m
Sam duduk di salah satu sudut meja kosong cafe yang malam ini tidak terlalu ramai. Menghabiskan orange juicenya yang dia minta buatkan Keket tadi dan beristirahat sebentar. Dia sudah menyanyikan sekitar lima lagu permintaan pengunjung yang rata-rata bernuansa cinta. Sam tadi berharap kalau Boram akan ada di tempatnya berdiri di balik meja kasirnya tapi ternyata bukan dia yang ada di sana. Sam hanya bisa mendesah kecewa. Kira-kira kapan wanita itu akan pulang?Tadi siang dia sudah mencari tahu kalau ternyata Boram hanya meminta izin cuti karena ada keperluan mendesak dan mengira-ngira sendiri, ke mana sebenarnya wanita itu pergi tapi tidak ada yang tahu dan dia malah mendapatkan tatapan heran dan ingin tahu mereka."Kakak Sam."Sam mengangkat pandangannya, melihat tiga gadis seusianya yang berdiri bersisian dengan senyuman manis seraya memandanginya penuh binar. Sam duduk tegak dan balas tersenyum."Iya. Ada apa?" "Kami fansmu Kak. Boleh ngobrol sebentar." Sam terdiam sesaat. Memang
"Sayang—"Sam menaikkan pandangannya dan tersenyum saat melihat Mamanya yang masuk ke dalam kamarnya lalu duduk di pinggir tempat tidur tepat di sampingnya."Kenapa Ma?" Sam kembali sibuk memasukkan beberapa baju juga peralatan belajarnya ke dalam tas ranselnya. Nanti siang semua siswa kelas 12 harus berkumpul di sekolah untuk mengikuti kegiatan darmawisata selama tiga hari dua malam di salah satu kawasan Argrowisata yang langsung bersentuhan dengan alam. Pihak sekolah memang rutin mengadakan acara serupa setiap tahunnya untuk memberi udara segar bagi murid-murid yang sebentar lagi akan mengikuti ujian supaya tidak stress. Di sana mereka akan belajar sambil bermain dengan alam."Sepertinya kamu tidak bersemangat mengikuti acara Darmawisata ini." Adela duduk seraya memandangi Sam lekat. "Masih belum bertemu dengan Boram?"Sam menggelengkan kepalanya. "Sam sama sekali nggak tahu ke mana Boram. Entah dia ikut kegiatan ini juga atau tidak. Sam sih berharap dia ada di sana.""Sabar ya say
Lalu Pak Rei mengabsen mereka satu-satu dan setelah itu mereka diperbolehkan masuk. Berombongan melewati jalan setapak yang disekitarnya tumbuh perpohonan yang asri. Udaranya bersih dan pemandangannya serba hijau sampai mereka sampai di padang luas yang dikeliling pohon tinggi yang rimbun dan beberapa fasilitas seperti kamar mandi juga dapur umum di sana. Tempat yang akan menjadi kumpulan perkemahan yang sudah disiapkan oleh pihak pengelola.Setelah semuanya beres, anak-anak diperbolehkan berkeliling atau melakukan apapun tapi harus kembali sebelum matahari terbenam untuk makan malam bersama dan dilanjutkan dengan acara api unggun."Sam—"Sam yang setelah memasang tenda duduk di depan tendanya sendirian memandangi teman-temannya yang asik sendiri ke sana kemari mendengus kesal saat melihat Ratu mendekat."Jangan acuhkan aku seperti ini," ucapnya kesal."Kalau begitu jaga sikapmu, dek," ucap Sam akhirnya."Kamu marah hanya karena surat itu?"Sam semakin kesal dibuatnya, memandangi ratu
Flashback On"Apa kamu tahu, aku dan Arbian punya kisah yang rumit di masa lalu?"Jenna yang sejak memberhentikan mobilnya di dekat taman kota yang ramai dengan para pedagang yang berjualan akhirnya bersuara. Boram sudah deg-degan dengan apa yang akan mereka bicarakan karena sejak awal wanita itu membencinya setelah mengira kalau dia telah merebut Arbian."Aku hanya tahu dipermukaan tapi tidak tahu detailnya namun satu hal yang bisa aku katakan kalau hubungan kami tidak seperti yang kamu pikirkan," jawab Boram seraya meremas tangannya sendiri.Jenna menoleh dan berucap serius, "Jadi seperti apa hubungan kalian?""Hanya sebatas teman.""Teman? Are you sure?" Jenna berdecak dan menatap ke depan. "Sebelumnya Arbian tidak pernah terlihat sedekat ini dengan seorang wanita. Yeah, aku memang jauh di luar negeri sana tapi aku tahu apa yang dilakukannya dengan semua wanita itu. Hanya pengalihan sesaat tapi kenapa denganmu berbeda?" Tanyanya seraya menoleh lagi dan menuntut penjelasan.Boram te
"Ah, begitu ceritanya," desah Samudra seraya memegangi kepalanya yang sedikit tertunduk di depan Boram di dalam salah satu rumahan sawah kecil yang beratap dedaunan kering yang ada di sekitar taman bunga khusus untuk duduk para pengunjung dengan pemandangan hamparan bunga mawar aneka warna yang sedang bermekaran. Sosok Boram terhalang sekat kayu sementara Sam duduk di jalan masuknya di tangga teratas sambil mengawasi sekitar.Boram tersenyum kecil, "Memangnya apa yang kamu pikirkan?""Astaga, aku ngira kamu ninggalin aku Mbak," ucapnya langsung dengan tatapan frustasi. "Aku kan jadi baper beberapa hari ini dan mendapat julukan labil dari Pak Rei.""Aku memang terpaksa pergi di saat keadaan kita seperti itu dan yah, ada hikmahnya juga karena kamu jadi nggak marah lagi," kekehnya kemudian."Iya itu salahku sih karena sok main pergi aja tanpa mendengar penjelasan," ucapnya sambil tertawa."Aku mengerti Sam," balas Boram seraya memandangi Sam. Hatinya tidak salah memilih bukan, meski Samu