"Pak, saya mencintainya." Jery yang baru saja duduk di balik meja kerja kepala sekolah langsung ternganga mendengar perkataan Boram."Kamu—" ucapnya dengan terbata. "mencintai Sam?"Boram mengangguk. Duduk tegak di kursinya seraya meremas kedua tangannya di bawah tatapan tidak percaya Pak Jery. Meski khawatir, gelisah dan tidak tahu apa tanggapan beliau saat mengetahui bagaimana perasaannya tapi Boram merasa tetap harus mengatakannya."Saya tahu mungkin bapak akan beranggapan kalau saya ini terlalu kelewat batas karena menyukai cowok SMA seperti Sam tapi""Tidak Boram. Tidak seperti itu," selanya membuat Boram terdiam. "Saya tadi hanya kaget karena tiba-tiba kamu mengungkapkannya segamblang itu walaupun saya sudah bisa menebaknya.""Maafkan saya." Boram merundukkan kepalanya. "Saya juga tidak tahu kenapa semuanya bisa jadi seperti ini.""Kenapa kamu minta maaf?" Boram reflek mengangkat pandangannya saat mendengar pertanyaan itu. Jery menatapnya lekat. "Walaupun di luar saya kelihatan
Ratu yang baru saja kembali dari kamar kecil mendadak merasakan kepalanya pusing. Dia berjalan dengan agak sempoyongan dan hampir saja terjatuh kalau saja tangan seseorang tidak lebih dulu menahannya agar tetap berdiri tegak."Kamu nggak apa-apa?"Ratu menoleh ke samping dan terdiam sesaat kemudian dengan paksa mencoba melepas pegangan Boram di tangannya. "Bukan urusan ibu. Lepaskan!""Ratu—" Boram tetap tidak melepaskan pegangannya. "Ibu antar ke UKS ya biar kamu bisa istirahat.""Nggak!" Ratu menarik tangan Boram menjauh. "Ibu nggak usah sok-sok perhatian gitu deh. Bilang aja ibu senang kan ngelihat Ratu lemah seperti ini dan berharap kalau Ratu mati aja sekalian supaya bisa sama-sama Sam," tuduhnya sengit. Boram sempat terkejut mendengar tuduhannya tapi setelah itu dia membalasnya dengan senyuman. "Sama sekali tidak seperti itu. Ibu tentu aja berharap kalau kamu cepat sembuh—""Bohong!" Selanya langsung dan menatap Boram tajam, "Dengar ya Bu, sampai kapanpun saya tidak akan membia
"Kamu mengharap banget ya kembali sama Arbian?"Jenna yang duduk di kursi penumpang sibuk dengan ponsel di tangannya menoleh ke arah sahabatnya, Anggita, yang berkonsentrasi mengendarai mobil menuju ke salah satu cafe langganannya mengambil pesanan kue."Kamu kan tahu, aku tuh dari dulu cintanya sama dia." Jenna mengatakannya seakan-akan hal itu seharusnya tidak perlu lagi dipertanyakan. "Aku menikah sama mantan suamiku itu karena dijodohkan.""Tapi keadaanya sekarang sudah berubah jauh, Jen." Anggita membelokkan mobilnya memasuki area pertokoan yang ramai. Kerutan samar muncul di dahi Jenna, "Berubah bagaimana? Kalau maksudmu sekarang kita sama-sama sedang tidak memiliki pasangan, bukannya itu malah bagus? Kita bisa menikah dan hidup bahagia nantinya," ucap Jenna yakin. "Kita toh sama-sama masih saling mencintai."Anggita tertawa seraya menggelengkan kepala membiarkan Jenna mendengus kesal. "Kalian sudah berpisah lumayan lama." Jenna melipat lengannya di dada menatap serius sahabat
Lalu mereka berdiri saling berhadapan. "Aku tidak mau memberikan kesempatan palsu pada siapapun di saat aku tahu siapa yang aku pilih." Arbian menatap lekat Boram dan wajahnya yang hanya terpoles sapuan make-up tipis tapi justru di matanya Boram semakin cantik. "Mas bisa mencari wanita lain di luaran sana bukannya malah menunggu wanita yang sudah memilih orang lain.""Apa yang membuatku kalah dengannya?" tanya Arbian langsung. "Kenapa kamu lebih memilih cowok yang masih labil seperti dia dibandingkan aku yang bisa dikatakan matang dan mapan?" Boram terdiam. "Aku sangat penasaran dengan jawabannya?""Aku—" Boram bingung menjawabnya. "Dia membuatku kembali bisa merasakan apa yang dulu pernah aku rasakan untuk Mas Kelana.""Mengabaikan fakta kalau cowok itu masih terlalu muda dan belum mapan?" "Dia pekerja keras. Kamu bisa melihatnya sendiri.""Tapi dia masih bocah belasan tahun yang mencoba terlihat dewasa. Kamu seharusnya memikirkan kenyamanan hidupmu ke depannya bukannya malah bersed
Sam menyanyikan lagi Ed Sheeran yang merupakan request dari salah satu pengunjung cafe sambil menatap kesibukan Boram di balik meja kasir. Apa tidak ada yang menyadari kecantikan wanita yang saat ini tengah tersenyum untuk pelanggan lelaki yang sibuk dengan kartu kredit di tangannya? Ah tidak. Lebih baik tidak ada yang menyadarinya jadi hanya dia saja yang bisa memiliki senyuman itu. Ada Om-Om yang tidak bisa menerima kalah dari bocah sepertinya saja sudah sangat merepotkan jadi dia tidak perlu tambahan lelaki lain yang mengejar wanita-nya.Tell me that you turned down the manWho asked for your hand'Cause you're waiting for meAnd I know, you're gonna be away a whileBut I've got no plans at all to leaveSam tersenyum saat tatapan mereka bertemu setelah lelaki yang tadi berlalu. Boram menundukkan sedikit wajahnya dan mengalihkannya ke arah lain tapi Sam bisa melihat jelas senyuman balasan miliknya di wajah itu. Seketika perasaan resah karena kedatangan Arbian tadi menghilang. Ny
Ratu tidak bisa menerima begitu saja perbedaan yang dia rasakan saat ini terlebih tentang sosok yang selama bertahun-tahun sebelumnya selalu ada untuknya. Dulu ketika dia membuka mata setelah beberapa hari pingsan karena penyakitnya akan selalu ada Sam yang menyambutnya dan mengatakan selamat datang di sertai senyuman lebar yang seakan tidak bisa dipisahkan dalam hidupnya. Ratu lebih hapal dengan sebentuk senyuman hangat milik Sam dari pada miliknya sendiri.Saat dalam keadaan tidak sadar, dia selalu menguatkan dirinya sendiri dengan mengatakan kalau dia harus bangun dan kembali melihat dunia bagaimanapun caranya karena dia tahu ada Sam yang menunggunya. Entah sambil tidur, bersenandung pelan, mencoret-coret buku matematikanya atau hanya diam saja tanpa melakukan apa-apa.Bagi Ratu, sosok Sam ada untuk menguatkannya.Tapi sekarang berbeda."Hai, Queen." Ratu menangkap senyuman milik orang lain saat dia membuka mata. Mencoba mengabaikan rasa berdenyut di kepalanya. "Aku tahu kalau kamu
"Kerjakan tugas yang Ibu tulis di papan tulis tanpa melihat rumusnya di buku cetak kalian."Boram berdiri dari duduknya, mengedarkan pandangan ke seluruh area kelas yang ribut berbisik-bisik menggumamkan tentang tugas tambahan yang diberikannya meski hanya lima soal."Setiap pertemuan sampai nanti ujian akhir, akan ada lima soal berbeda seperti ini yang harus kalian kerjakan. Ibu mau lihat sejauh mana ingatan kalian tentang soal-soal yang sebelumnya sudah di bahas. Apa rumusnya masih ingat atau sudah lupa.""Aduh Bu. Sudah disuruh latihan soal dari ujian sebelumnya eh ditambah tugas beginian lagi," Agam memberi komentar. "Nggak boleh ngintip-ngintip sedikit kah?" lalu mengacak rambutnya seraya memperhatikan kertas di tangannya dengan tatapan horor."Sama aja bohong dong kalau Ibu memperbolehkan kalian membuka materinya. Kalian tinggal lihat rumusnya dan menyalinnya tapi tidak diingat. Nanti kalau ujian mana boleh bawa buku."Boram melangkah pelan menuju ke bangku deretan depan. Sejak
"Sam—" Adela menghentikan langkah kaki Sam yang sudah berdiri di ambang pintu. Sam menoleh dengan tatapan heran. "Kenapa Ma?""Mama mau bicara sebentar sama kamu." Adela beranjak ke ruang tamu dan duduk di sofa panjang lalu menepuk-nepuk tempat di sebelahnya supaya Sam ikut duduk bersamanya.Sam bergeming, menatap sekilas jam tangan dan hampir melihat jarum jam bergerak ke angka delapan. Sebentar lagi shift Boram akan habis dan Sam yang hari ini memang bukan jadwalnya menyanyi di cafe memilih pergi ke sana sebelum Boram pulang. Dia tadi sudah pinjam motor dan mencucinya. Mamanya memang baru saja pulang dari membantu tetangganya yang sedang mengadakan acara syukuran.Mau tidak mau, Sam masuk lagi ke dalam seraya meletakkan helm besarnya di dekat pintu dan duduk di samping Mamanya."Kenapa Ma?"Adela menatap lekat penampilan Sam yang rapi. Kalau anak lelakinya itu sudah meminjam motor itu artinya ada hal istimewa yang akan dia lakukan. Tidak perlu bertanya karena pasti dugaannya benar