ngamar 2

"Aku akan menangkap bas ah perbuatan kamu, Mas. Tunggu saja!" gumamku mantap.

Aku memasang masker dan tak lupa mengenakan helm yang memang masih nangkring di atas salah satu spion. Untung saja aku juga sudah menyiapkan jaket warna hitam di jemuran di luar rumah.

Aku mengikuti motor mas Dedi dengan membuat jarak sekitar seratus meter darinya.

Mas Dedi mengendarai motornya perlahan di jalanan beraspal dan aku mengikuti nya dengan jantung yang berdebar lebih kencang.

"Duh, apa yang akan kulakukan kalau mas Dedi benar-benar akan melakukan hal itu dengan perempuan lain? Apa aku memang harus menangkap bas ah mereka dan memanggil warga?" gumamku sambil tetap terfokus pada motor mas Dedi.

Aku menelan ludah dan menahan napas di dalam helm saat mas Dedi benar-benar berhenti warung kopi. Dan akupun segera menghentikan motor ku di depan toko kelontong di seberang jalan dari warung kopi itu.

'Loh, kok berhenti di warung kopi sih? Seharusnya kan dia ke rumah si Agus?' batinku. Aku mengedarkan pandangan ke area itu. Mayoritas bangunan adalah rumah penduduk dengan gerbang tertutup, karena memang sudah malam dan waktunya beristirahat.

Di seberang warkop, tampak toko kelontong, dan aku memutuskan untuk melajukan motor ku ke sana.

Aku turun dari motor dan pura - pura membe li lotion anti nyamuk dan air mineral di toko itu. Dan kulihat toko kelontong itu sepertinya bersiap - siap untuk tutup.

"Bu, warung nya mau tutup sekarang?" tanyaku kecewa. Sebenarnya aku berharap agar toko itu bisa buka agak lama, sehingga aku bisa sekalian menumpang untuk mengawasi mas Dedi.

"Iya, Mbak. Lagipula sudah malam kan?" sahut penjaga toko itu sambil tersenyum padaku seraya memberikan ua ng kembalian.

Aku hanya bisa menghela napas panjang dan kebingungan saat toko kelontong harapan terakhir untuk membantu penyelidikan ku benar-benar tutup.

Kuedarkan pandangan ke seluruh jalan. Tampak mushola mungil dengan gerbang terbuka agak jauh dari warung kopi itu. Tak ada pilihan lain. Akhirnya aku menuju ke mushola itu dan duduk terasnya.

Aku memang tidak bisa mengawasi gerak gerik mas Dedi dari sana. Tapi aku bisa melihat jika mas Dedi keluar dari warung kopi itu.

Beberapa nyamuk yang mendekat tak kuhiraukan, dan akhirnya kupakai lotion anti nyamuk yang telah kube li.

'Apa aku ketahuan telah mengu n t itnya, sehingga dia membatalkan pertemuan nya dengan Agus? Duh, seharusnya aku sadap saja WA mas Dedi, tapi aku nggak tahu caranya. Aku cuma terburu-buru dan lupa mengscreen shot dan mengirim kan nya sekalian dengan nomor HP si Agus ke nomor ku. Duh, Ratna, Ratna, kok bisa teledor sih!' batinku.

Aku punmeraih ponsel dan melihat angka yang tertera di layarnya. Jam 22.40, berarti cukup lama juga aku mengikuti mas Dedi. Akhirnya, kuputuskan untuk mengirim pesan padanya. Sekalian aku juga ingin apa jawaban mas Dedi.

[Seru, Mas, futsalnya? Aku di rumah enggak bisa tidur nih. Aku nunggu kamu datang sajalah.]

Centang biru!

Dengan hati berdebar, aku menunggu balasan chatnya.

[Aku seperti nya nggak jadi futsal. Teman-teman banyak yang nggak datang. Ya sudah, nunggu aku saja tidurnya. Aku sebentar lagi pulang kok.]

[Memang kamu sekarang ada dimana kalau nggak jadi futsal?]

Centang biru. Tapi mas Dedi belum juga membalas pesanku dan mendadak aku melihat mas Dedi keluar dari warkop dan menuju ke motornya.

"Astaghfirullah! Aku harus pulang juga!"

Segera kumasukkan ponselku ke saku jaket dan menaiki motor. Tapi rupanya mas Dedi melajukan motornya dengan ngebut sehingga aku yang ingin mendahului nya sehingga bisa lebih cepat sampai di rumah, kesulitan menyalip.

"Duh, bisa - bisa mas Dedi lebih dulu sampai di rumah dan aku ketahuan kalau sedang keluar nih. Mana nggak tahu jalan trabasan," gumamku panik seraya menaikkan kecepatan.

Dan rupa nya apa yang kukhawatirkan menjadi kenyataan saat mas Dedi tiba di rumah lebih dulu.

Mas Dedi melepas helm nya dan tersenyum aneh saat melihat ku masuk ke halaman gerbang rumah.

"Kamu... Darimana malam - malam begini, Rat? Kok nggak ijin pada ku dulu?!" tanya mas Dedi, membuatku ma tu kutu.

"Hm, itu Mas... Sebenarnya aku..."

Next?