Nalini memasuki gerbang rumah kontrakannya lagi, baru saja mendorong pintu untuk masuk ke rumah, seseorang mencegahnya masuk. "Nalini," panggil Pandu yang berjalan mendekat."Oh. Mas pandu. Apa apa, mas?" Tanya Nalini sambil beralih menghadap ke lawan bicaranya. "Aku melihatmu bersama pak Megantara barusan," kata Pandu sambil menunjuk luar gerbang. Nalini salah tingkah, "Oh." Dia hanya bisa merespon demikian. "Kau menjalin hubungan dengannya?" Tanya Pandu langsung pada intinya. Nalini hanya menunduk dan malu. Bingung harus menjawab apa. Dia sudah ketahuan. Salahnya karena tetap menemui Megantara dan mengobrol di mobil. Tidak mengajak ke tempat lain. Hatinya sedang kalut sehingga otaknya tak bisa berpikir jernih sedari tadi. "Kau tidak takut?" Tanya Pandu lagi karena tak mendapat respon. "Takut? Apa yang harus kutakutkan?" Nalini penasaran dengan apa yang dimaksud oleh Pandu. "Menjalin hubungan dengan orang sepertinya. Kaya raya. Berstatus sosial tinggi dan dia sudah memiliki a
"Aku tidak apa-apa. Hanya luka ringan," kilah Nalini. "Kemarikan tanganmu. Aku ingin melihatnya," kata Megantara sambil mengulurkan tangannya. mencoba meraih tangan Nalini. Nalini berusaha menolak namun akhirnya Megantara memaksa. Kini tangannya sudah diraih oleh Megantara. Megantara mengamati luka di punggung tangan Nalini. "Terkena panas? Mengapa bisa terjadi?" Tanya Megantara menelisik. "Aku yang ceroboh," jawab Nalini sambil menunduk. "Tidak biasanya kau bersikap ceroboh? Kau pasti sedang memikirkan sesuatu sehingga kau tidak fokus?" Megantara tau betul keprofesionalan kekasihnya saat di dapur. Nalini tak menjawab. Dia masih saja tetap menunduk. "Duduklah!," perintah Megantara sambil menuntun Nalini untuk duduk. Megantara bergegas mencari kotak obat di kantornya. Sepertinya sekretarisnya pernah menyiapkan seperangkat alat untuk pertolongan pertama. Tapi karena tidak pernah memakainya, Megantara agak kesulitan mencarinya. Nalini hanya diam mengamati gerak-gerik kekasihnya.
Nalini membalas pelukan Megantara dengan sama eratnya. Pelukannya menyiratkan bahwa Nalini tak ingin berpisah dari Megantara. Megantara melepas pelukan Nalini dan menatap ke dalam kornea mata Nalini. Dia menunggu Nalini untuk menjawab rentetan pertanyaan yang baru saja ia bisikkan di telinga Nalini. Nalini membalas tatapan Megantara secara mendalam. Matanya berkaca-kaca. Bisa sedekat ini dengan pria yang ia cintai benar-benar sebuah anugrah. Mendapatkan perhatian semacam ini adalah pengalaman tak terlupakan dalam hidupnya. Lagi-lagi Nalini merasa takut jika suatu saat dia akan kehilangan semua itu. Detik berikutnya Nalini mencondongkan tubuhnya. Mengikis jarak diantara mereka. Menempelkan material lembut berwarna merah meronanya di bibir milik Megantara. Megantara terkejut dengan inisiatif Nalini menciumnya terlebih dahulu. Tapi dia tidak berniat melepaskan tautan itu. Justru Megantara membalasnya dengan menggerakkan bibirnya. Nalini memejamkan matanya. Dia tak ingin menjauh dari
"Kau punya rencana apa setelah ini?" Tanya Bobby pada Starla. Starla menyeringai, "Aku harus mengatur strategi terlebih dahulu."Bobby mendesah, "Sebenarnya kau tak perlu repot-repot bekerja keras seperti ini jika mau menerima cintaku. Aku akan menjadikanmu ratu. Kau tidak akan kekurangan kasih sayang jika bersamaku.""Hentikan rayuan gombalmu. Aku sudah muak," Starla masih saja ketus. Sedangkan Bobby masih dengan kepercayaan dirinya.Pikiran Bobby menerawang jauh. Dia tak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini. Intensitas pertemuannya dengan Starla meningkat semenjak gadis itu meminta bantuannya, jadi dia akan berusaha membuat gadis itu jatuh hati padanya dan melupakan pria bernama Megantara yang sejak dulu memang tak pernah menoleh ke arah Starla. Cinta Starla pada Megantara terlalu buta sehingga dia tak menyadari bahwa semua cara dan upayanya hanyalah percuma. ***"Bu Nalini," panggil Sivia sambil berlari kecil ke arah Nalini yang sedang berdiri di dekat ruang guru. Nalini menoleh
Mela tersenyum penuh arti di hadapan Nalini dan Megantara. Megantara salah tingkah dan hanya bisa menggaruk tengkuknya yang tak gatal sedangkan Nalini tersenyum kikuk. "Sudah malam, sepertinya aku harus segera pulang. Aku pulang dulu," kata Megantara. "Ya. Hati-hati di jalan," jawab Nalini. Megantara tersenyum ke arah Mela dan beranjak dari hadapan dua gadis tersebut. Setelah Megantara hilang dari pandangan, Mela berusaha keras untuk tidak berteriak girang, "Yaaaakkkkk.. kau beruntung sekali. Lelaki itu sangat tampan. Berkelas. Dan dan tipe ideal para wanita." Nalini menyunggingkan senyumnya lebar. Dia menyetujui pendapat Mela. Dia benar-benar beruntung. Meskipun dia bisa saja merasa minder karena di luar sana banyak gadis yang lebih sempurna dibandingkan dengan dia. "Sepertinya hubunganmu dengannya sudah semakin berkembang. Apakah akan ada yang menikah dalam waktu dekat ini?" Tanya Mela bersemangat. Nalini menggeleng cepat, "Kami belum memikirkan sampai sejauh itu. Hubungan ka
"Aku tau kau menyukai Nalini, bukan?" tanya Starla blak-blakan. Pandu mulai berpikir kemana arah pembicaraan lawan bicaranya ini. Pasti tentang hubungan Nalini dan Megantara. "Dan kau sangat menyukai Pak Megantara kan? Lalu apa? Kau ingin bekerjasama denganku untuk menghancurkan hubungan mereka?" Pandu tersenyum tipis lalu berkata lagi, "Maaf Nona. Aku bukan orang yang menghalalkan segala cara hanya untuk kepentinganku sendiri.""Munafik, di dunia ini seseorang harusnya berjuang untuk apa yang ia mau. Jangan hanya diam dan pasrah. Atau kau akan dicap sebagai seorang pengecut," kata Starla sarkas. "Terserah Anda ingin menilaiku seperti apa. Aku tidak mempedulikannya. Tapi perlu Anda ingat karena aku teman baik Nalini, aku tidak akan membiarkan seseorang berbuat buruk padanya termasuk Anda," ancam Pandu. "Siapa kau, berani berkata seperti itu? Kau tidak tau siapa aku?" Mata Starla membelalak. Dia tidak terima karena di ancam oleh pria dengan level lebih rendah dibandingkan dia. "Jus
Pria yang menyapa Megantara melirik ke arah Nalini dan menyadari sesuatu. "Kau, bukankah kau chef yang dulu bekerja dengan kakakku?" Pria bule itu menunjuk Nalini. Sudah terlanjur dikenali, Nalini hanya tersenyum kaku. Megantara justru tak menyangka jika mereka saling mengenal. "Dia kekasihmu?" tanya Pria itu pada Megantara. Tatapan pria itu tampak meremehkan. Megantara merasa risih. "Ya. Dia kekasihku," kata Megantara sambil merangkul pinggang Nalini. "Kau gadis yang pandai mencari mangsa rupanya. Gagal menggoda kakak iparku, kau bisa mendapatkan seorang pria sukses. Wow," pria itu bertepuk tangan pelan. "Jangan sembarangan berbicara. Aku tau jika saat itu situasinya penuh dengan kesalahpahaman. Aku percaya dengan kekasihku bahwa dia bukan orang yang suka menggoda suami orang," Megantara membela. Dia tidak suka temannya menyudutkan Nalini. Nalini memberikan isyarat untuk tidak semakin memicu keributan. Bagaiamanapun juga mereka adalah teman. Nalini tidak mau hanya gara-gara di
"Mana imbalanku?" Tanya Bobby. "Bukankah kau meminta secangkir teh?" Starla balik bertanya. "Ya. Memang, tapi tentu saja bukan hanya itu," Bobby menginginkan hal lain. Starla memutar bola matanya jengah. Tapi biarlah hari ini Bobby senang. Dia sudah bekerja dengan baik. Tak ada salahnya Starla memberikannya sedikit hadiah. Starla mendekatkan diri pada Bobby dan berinisiatif untuk mencium Bobby terlebih dahulu. Tentu saja Bobby menerima dengan senang hati dan membalasnya dengan menggebu-gebu. Starla yang tadinya ragu dan melakukannya dengan terpaksa lama-lama juga terlena dengan tiap sentuhan yang Bobby lakukan pada tubuhnya. ***"Chef Nalini, tolong kau buatkan cake berukuran kecil dan masukkan ini di dalamnya," perintah dari kepala chef sambil menyodorkan kotak berukuran kecil yang semua orang bisa tebak apa isinya. Nalini membuka kotak tersebut dan melihat cincin yang indah di dalamnya. Wajahnya terperangah. Kilauan dari berliannya begitu menyilaukan mata. "Nanti sore akan a