Malam harinya, Glen kembali secepatnya ke rumah demi Felicia. Ia pun sudah sampai di rumah mertuanya, Emily. Saat itu Ibu mertuanya masih sibuk dengan mesin jahitnya. Padahal Felicia dan Glen sudah menyarankan Emily untuk berhenti bekerja karena mereka sudah memenuhi semua kebutuhan Emily. Namun Emily memilih untuk tetap menjahit untuk menghabiskan waktunya. Waktu Emily diajak ke rumah Felicia pun, dia menolak. Katanya rumah ini penuh kenangan dengan suaminya jadi dia tidak bisa meninggalkannya. Bagi Emily, di rumah ini lah dia masih bisa merasakan kehadiran suaminya.
Hari itu pun tiba...Hari dimana Martha tak lagi bertahan. Hanya berselang tiga hari pasca operasi pengangkatan ginjalnya. Penurunan kesadaran serta meningkatnya tekanan darah wanita itu mengakibatkan pecahnya saraf di bagian kepalanya sehingga menyebabkan nyawanya tak lagi dapat diselamatkan setelah dua hari berada di masa kritis.
Perjalanan hidup memang terkadang tak sesuai ekspektasimu. Banyak rencana yang telah dibuat meski saat merealisasikannya akan sangat berbeda. Namun bukan berarti rencanamu buruk sehingga Tuhan mengubah perjalanan yang sudah kamu rencanakan, Tuhan hanya mengarahkanmu pada tujuan yang sesuai dengan apa yang sudah kamu lakukan selama ini.Tidak ada tujuan hidup yang menyakitkan. Semuanya pasti akan berakhir bahagia meski pada awalnya harus berurai air mata. Meski terkadang mungkin kamu menyesali jika ternyata semua itu tak
Tahun terakhir di kampus...Akhirnya Felicia kembali demi menyelesaikan kuliahnya. Setelah cuti satu semester alias setengah tahun untuk yang kedua kalinya karena harus mengumpulkan pundi-pundi rupiah untuk membayar tunggakan semesternya.Mahasiswi tua?Mahasiswi abadi?Si mahasiswi bodoh?Felicia sering mendengar bisikan itu disekitarnya. Apalagi ketika dosen menyebutkan namanya saat absen paling pertama, padahal abjad namanya bukan dari A. Membuat semua orang tau dia lebih tua dari angkatan itu.Malu? Tidak. Gengsi? Tidak. Toh mereka tidak akan membayarkan tunggakan semesternya. Demi menyelesaikan kuliahnya dan mendapat gelar, Felicia mengesampingkan semua hinaan itu. Baginya tidak terlalu penting, toh semua itu tidak benar. Apalagi soal mahasiswi bodoh, mereka tidak tau saja IPKnya diatas 3,5. Yang sebenarnya bisa menutup mulut-mulut nyinyir itu.
Felicia memperhatikan gedung kampusnya yang memiliki empat lantai ditambah satu gedung lagi khusus laboratorium dan penelitian. Ini adalah salah satu kampus swasta jurusan farmasi di Ibukota.Setelah cuti untuk kedua kalinya, Felicia akhirnya bisa membayar tunggakan untuk melanjutkan semester akhirnya. Walau di akhir semester ini ia masih harus mengambil beberapa mata kuliah yang belum sempat ia ambil dulu. Padahal selama tidak cuti gadis itu selalu mengambil mata kuliah yang banyak demi mencicil agar saat cuti nanti tidak terlalu banyak ketinggalan.Nyatanya tetap masih ada mata kuliah yang harus Felicia ambil di semester delapan ini. Selain sidang seminar proposal, penelitian dan skripsi. Harusnya saat semester akhir memang lebih santai, eh gak deh. Sibuk juga cuma sibuk karena penelitian dan skripsi aja. Harusnya udah gak disibukkan dengan mengambil mata kuliah.Mungkin agak keteteran nanti apalagi Felicia juga
"Tuh kan bener." Gumam Felicia pelan saat melihat papan tulis didepannya yang sudah siap menulis kelompok-kelompok untuk membuat proposal wirausaha yang berkaitan dengam bidang farmasi.Beberapa mahasiswa sudah menulis nama disana. Karena hanya proposal biasa tanpa di realisasikan, setiap kelompok hanya boleh berisi dua orang mahasiswa. Katanya sih biar semuanya kerja jadi gak ada tuh yang terima jadi atau asal bayar printannya.Felicia menelan ludahnya sendiri, memperhatikan sekitarnya yang hampir semuanya sudah mengisi nama di papan tulis. Sekilas ia melihat Jayden meliriknya tapi tak ia gubris. Masa iya hampir semua mata kuliah yang ia ambil semenjak selesai cuti pertama kali harus selalu berhubungan dengan pria itu. Ya walaupun Jayden mahasiswa, tapi dia termasuk mahasiswa yang rajin. Tapi dia suka ngejar target banget jadi suka bikin Felicia merasa diburu-buru. Padahal Felicia tipe mahasiswi yang suka ngumpulin tugas ngepas ke deadline.&n
Felicia melirik jam tangannya kemudian menghela nafas menyadari ini sudah tiga puluh menit ia menunggu didepan ruangan Bu Dinda yang berada di lantai dua laboratorium, dekat lab farmakologi. Karena bidang dosen itu memang tentang farmakologi. Beberapa mahasiswa lain yang tengah melakukan penelitian melewatinya dengan membawa berbagai alat dan hewan penelitian. Ada yang membawa organ- organ hewan, alat-alat dari gelas kaca mau pun sebuah baki berisi hewan penelitian yang masih hidup. Tentu baunya gak karuan. Felicia sampai mual. Padahal di lantai satu tidak terlalu tercium baunya tapi disini... astaga."Eh, Felicia ya?" Tanya dosen berkacamata dengan tubuh tinggi semampai itu. Dosen muda itu pun tersenyum pada Felicia yang duduk di kursi panjang depan lab farmakologi. Gadis itu langsung bangun dan menyalaminya." Maaf ya tadi makan siang dulu," ucapnya yang kemudian masuk ke ruangannya setelah membuka pintu dengan kunci yang dipegangnya lebih dahulu." Ayo
Usai bekerja di cafe, Felicia kembali ke rumahnya dengan menggunakan bus transjakarta yang kebetulan haltenya tak jauh dari lokasi cafe Matching Point. Cafe tempatnya bekerja setiap selesai jam kuliah.Felicia langsung masuk ke dalam bus yang membawanya menuju rumahnya. Lumayan jauh memang dari halte bus ke rumahnya, sekitar dua ratus meter. Tapi transportasi ini adalah yang termurah. Sehingga ia bisa irit ongkos.Sekitar 30 menit kemudian, Felicia sampai di halte bus terdekat dengan rumahnya. Ia pun turun dari sana dan keluar setelah tap kartu di pintu otomatis. Langkah kaki jenjangnya dengan santai berjalan menyusuri jalan besar lalu masuk ke sebuah gang. Tak jauh dari jalan masuk gang, di sebelah kanan terdapat gerbang kecil yang didalamnya sebuah bangunan kecil berdiri disana. Dengan dikelilingi pagar tanaman lalu beberapa pohon di sekelilingnya, seperti mengasingkan rumah itu dari keramaian. Walaupun rumah tetangga mereka cukup dekat, han
"Lah? Jayden? Lo ngapain disini?" tanya Felicia dengan alis tertaut. Ia baru saja akan selesai shift kerja tapi tiba- tiba rekannya meminta tolong untuk melayani pelanggan yang baru datang karena dia sedang melayani pelanggan lain. Siang itu kafe memang cukup ramai. Apalagi di weekend seperti ini. "Mau ngajak lo makan siang. Sini sini," Jayden malah menepuk- nepuk kursi kosong disampingnya.Felicia memutar bola matanya dengan malas, "gue serius. Gue mau balik nih mau ke kampus." "Ngapain? Kan sabtu sekarang." Jayden mengingat- ingat hari apa sekarang. Iya sabtu. Ia tak salah ingat. Tapi memang sih sabtu pun kampus tetap ramai. Ada beberapa mata kuliah dan beberapa praktikum yang membludak jadwalnya jika di weekday." Ke perpus. Ngerjain tugas proposal sama nyari materi penelitian," balas Felicia ogah- ogahan. "Yaudah yuk bareng gue." "Trus lo gak jadi pesen apa- apa
Perjalanan hidup memang terkadang tak sesuai ekspektasimu. Banyak rencana yang telah dibuat meski saat merealisasikannya akan sangat berbeda. Namun bukan berarti rencanamu buruk sehingga Tuhan mengubah perjalanan yang sudah kamu rencanakan, Tuhan hanya mengarahkanmu pada tujuan yang sesuai dengan apa yang sudah kamu lakukan selama ini.Tidak ada tujuan hidup yang menyakitkan. Semuanya pasti akan berakhir bahagia meski pada awalnya harus berurai air mata. Meski terkadang mungkin kamu menyesali jika ternyata semua itu tak
Hari itu pun tiba...Hari dimana Martha tak lagi bertahan. Hanya berselang tiga hari pasca operasi pengangkatan ginjalnya. Penurunan kesadaran serta meningkatnya tekanan darah wanita itu mengakibatkan pecahnya saraf di bagian kepalanya sehingga menyebabkan nyawanya tak lagi dapat diselamatkan setelah dua hari berada di masa kritis.
Malam harinya, Glen kembali secepatnya ke rumah demi Felicia. Ia pun sudah sampai di rumah mertuanya, Emily. Saat itu Ibu mertuanya masih sibuk dengan mesin jahitnya. Padahal Felicia dan Glen sudah menyarankan Emily untuk berhenti bekerja karena mereka sudah memenuhi semua kebutuhan Emily. Namun Emily memilih untuk tetap menjahit untuk menghabiskan waktunya. Waktu Emily diajak ke rumah Felicia pun, dia menolak. Katanya rumah ini penuh kenangan dengan suaminya jadi dia tidak bisa meninggalkannya. Bagi Emily, di rumah ini lah dia masih bisa merasakan kehadiran suaminya.
"Mulai sekarang, kamu harus lebih berhati-hati lagi. Karena sekarang ada anak kita di dalam sini," ucap Glen sembari mengusap perut Felicia yang masih rata. Mereka baru sampai di rumah beberapa menit yang lalu. Istrinya sempat mual-mual lagi tapi sudah reda setelah meminum obat anti mual yang diresepkan oleh Brenda. Glen juga sudah menyiapkan teh hangat untuk istrinya demi mereda rasa mualnya.Felicia mengangguk lemah dari atas ranjangnya. Dari matanya terpancar kebahagiaan atas kehadiran calon
Saat operasi telah selesai dan Martha dibawa ke ruang perawatan selagi menunggu wanita itu sadarkan diri, Glen masih berdiri di samping brankar tempat wanita itu berbaring kini. Entah apa yang ia lakukan disini, seakan setia menunggu wanita itu terbangun. Padahal jam sudah menunjukkan pukul satu pagi. Ia seharusnya segera pulang karena Felicia sendirian di rumah. Bukan malah memandangi mantan kekasihnya begini.Farel, salah satu teman kampus Glen saat menempuh kuliah kedokteran dulu jelas memahami kegelisahan pria itu. Ia tahu
Bulan madu, meski terasa singkat tapi sangat membekas dalam benak Felicia. Wanita itu semakin terlihat ceria dan sering tersenyum. Membuat rekan-rekannya di apotek jadi ikut tertular kebahagiaannya."Yang abis bulan madu, bahagia bener. Cieeee," ledek Sani yang sedang menyiapkan obat-obat untuk pasien rawat jalan siang itu.
Setelah lelah dengan perjalanan di hari pertama mereka, Felicia dan Glen memutuskan untuk makan siang di dalam cottage sekaligus beristirahat. Siang telah menjelang tapi cuaca di Dieng selalu terasa sejuk. Bahkan meski kelelahan sekalipun, Felicia sama sekali tidak berkeringat. Membuat wanita itu ingin bergelut di dalam selimut tebal dan rebahan."Wajahmu pucat," ucap Felicia yang khawatir saat melihat Glen yang berbaring di sampingnya tampak melenguh seperti menahan rasa sakit. Ia pun mengulurkan tangannya dan menyentuh
Keesokan harinya, Felicia sudah sibuk memastikan jika bawaannya tidak ada yang lupa. Sally pun sibuk menyiapkan bekal untuk perjalanan Felicia dan Glen nanti."Udah kayak anak TK yang mau jalan-jalan aja sampai dibuatkan bekal segala, Mah," cibir Gladys sembari mencicipi bitterballen buatan Sally.
Keesokan harinya, beberapa rekan dokter di rumah sakit tempat Glen dan Felicia bekerja tampak senyam senyum saat melihat Glen masuk ke ruangan tempat para dokter berkumpul saat pagi hari. Beberapa dokter yang seumuran Glen atau lebih tua hanya beberapa tahun darinya bahkan terang-terangan menarik kerah baju Glen dengan gaya bercanda."Nikah udah tiga bulan tapi tandanya baru kelihatan sekarang. Kemaren-kemaren ditandain dimana?" ledek Abbas, salah satu dokter spesialis bedah dengan wajah khas timur tengah itu.