Oerumi gadeukhi
Pieoissneun i garden
Gasituseongi
I moraeseonge nan nal maeeosseo
Dering ponsel Mita telah berdering untuk ketiga kalinya. Gadis yang mempunyai nama lengkap Tiffany Mita Winata ini masih mengubur seluruh tubuhnya di dalam selimut tebal, karena masih sangat mengantuk.
Mita beranjak malas mendapati ponselnya tak berhenti berdering. Ia menerima panggilan di ponsel tanpa melihat ID caller yang tertera di sana.
“Siapa sih? Pagi-pagi ganggu aja!” gerutu Mita.
“Ha ...”
Suara di seberang sana membuat Mita menjauhkan ponsel dari telinganya. Ia melihat ID caller di sana.
Pantes aja udah kayak emak-emak nagih utang. Gumam Mita dalam hati
>>“Jam segini Lo masih enak-enakan tidur? Kan semalem gue udah bilang kita mau fitting baju pagi hari. Kenapa Lo belum dateng juga sih?”
Mita memutar bola mata malas. “Iya. Sorry, semalem gue nonton film sampek jam dua pagi. Jadi gue ngantuk banget. Gue mandi dulu ya? Bye.”
Mita mematikan panggilan tanpa menunggu jawaban dari sahabatnya yang tambah bawel dan cerewet itu. Ia beranjak dari kasur dan menuju kamar mandi untuk segera mandi dan bersiap-siap.
Tiga puluh menit kemudian Mita telah selesai dengan kaos dan celana jeans kesayangannya. Ia memoleskan sedikit bedak dan lip tint beraroma strawberry.
Setelah mematut dirinya di depan cermin, ia menampilkan senyum termanis yang di milikinya. Menampilkan kedua lesung pipi yang menambah kadar kecantikannya.
“Siapa sih laki-laki yang tak tergoda dengan gadis secantik dan se-imut aku?” monolog Mita.
Mita meraih kunci mobil BMW M6 Cabrio miliknya. Ia harus segera berangkat ke Butik yang sudah di tunjuk oleh sahabat bawelnya di aplikasi pesan beberapa menit yang lalu.
Kini Mita mengendarai mobilnya dengan kecepatan yang lebih tinggi dari biasanya. Jalanan yang tampak sepi makin memuluskan laju mobilnya.
Lima belas menit kemudian, ia telah sampai di area butik yang tertulis di pesan sahabatnya. Gadis itu menoleh ke arah parkiran kosong yang berada tak jauh dari pintu masuk. Dengan gesit, ia berhasil memakirkan mobilnya dengan baik.
Ia merapikan penampilannya sebelum benar-benar keluar dari mobilnya. Mita meraih ransel kecil dan memeriksa isinya sesaat.
Dengan langkah pelan dan teratur ia masuk ke dalam butik. Dan di sana langsung di sambut oleh Bunda sahabatnya.
“Eh, ada Mita. Sini sayang. Lissa masih fitting gaun di dalam,” Sambut Sukma antusias.
“Iya Bunda. Maafin Mita telat datengnya,” ringis Mita.
“Nggak apa-apa kok. Lissa juga baru masuk belum lama,” ucap Sukma lembut.
Mita menatap takjub ke arah sahabatnya yang kini memakai gaun pengantin model mermaid dress. Gaun itu tampak indah dan begitu menyatu dengan aura calon pengantin baru itu.
“Mita kapan nyusul Lissa nikah?” bisik Sukma lirih.
“Ehm, b-belum tahu Bunda. M-Mita belum kepikiran ke sana,” jawabnya gugup.
“Sama Kakaknya Lissa aja gimana?” celetuk Sukma.
Perkataan Sukma membuat Mita meneguk ludah gugup. Pasalnya dari, orang yang di sebutkan wanita paruh baya itu menatap ke arahnya.
“Ah, B-Bunda bercanda nih!” ucap Mita gugup.
“Bunda serius tahu. Anaknya Bunda masih jomblo loh. Alias belum punya pacar,” ucap Sukma geli.
“Mana mungkin Bun. Laki-laki setampan Kak Riko belum punya pacar. Ehm, palingan Kak Riko aja yang pemilih. Kalau menurut Mita, wanita mana yang nggak mau di jadiin pacar sama Kak Riko.”
“Kamu benar. Tapi andai saja Ayah dan Bunda maunya kamu gimana? Kamu mau?” tanya Sukma lirih.
Mita meneguk ludah. “Ehm, M-Mita masih terlalu kecil untuk Kak Riko, Bun.”
“Siapa bilang? Tuh, anaknya Bunda dari tadi melirik kamu terus kok,” ucap Sukma dengan nada jahil.
Wajah Mita memerah malu.
'Ehm, penampilan aku nggak aneh kan ya?' gumamnya lirih.
Mita mematut ke arah cermin besar di depannya. Dress mini di atas lutut berwarna soft pink melekat sempurna di tubuhnya. Dan kedua pundak dan punggung yang sedikit terbuka membuat kesan seksi dan memikat.
Di tambah dengan sepasang highells tujuh centi yang menunjang kedua kaki jenjangnya, menambah sentuhan kesempurnaan kecantikan gadis berusia dua puluh satu tahun itu.
Siapapun yang memandang dirinya pasti akan terpesona dan meneteskan air liur. Pasalnya, gadis dua puluh satu tahun ini jarang sekali memakai dress mini yang terbuka. Ia lebih menyukai kaos dan celana jeans panjang pas body.
Tampaknya sepasang mata elang menatap ke arah Mita tanpa kedip sejak sepuluh menit yang lalu. Mata itu tampak merekam keindahan yang terpampang di depannya ini.
Sebuah tepukan di pundak laki-laki yang mempunyai nama lengkap Riko Alfian Firmansyah itu menyadarkannya dari keterpanaan yang menggoda matanya.
“Ayah,” Gumam Riko.
“Kenapa ngelihatin Mita sampai melamun? Terpesona ya?” goda Hasan.
“A-ayah. Apaan sih? Riko cuma ,,, cuma nggak sengaja ngeliatin kok,” jawabnya gugup.
“Hahaha ,,, Riko, Riko. Ayah ini pernah muda. Walaupun jaman Ayah dulu enggak seperti sekarang, tapi Ayah bisa bedain orang terpesona dan ‘Cuma ngeliatin’ itu beda,” ucap pria paruh baya dengan nada geli.
“Ayah kebanyakan nonton sinetron sama Bunda. Jadi terbawa sampai ke kehidupan nyata 'kan jadinya,” bantah Riko menutupi kegugupannya.
Ya, sejak Mita memakai dress beberapa hari yang lalu saat berkunjung ke rumahnya, Riko merasa terpesona dengan gadis itu.
Apalagi saat penampilannya hari ini begitu terlihat seksi dan menggoda. Dress mini itu tampak menunjukkan beberapa lekukan tubuh gadis dua puluh satu tahun yang memiliki ukuran mungil cukup memuaskan bagi laki-laki. Termasuk Riko.
Berkali-kali Riko menatap diam-diam ke arah Mita. Entah saat gadis itu bicara dengan Bunda atau adiknya.
“Ya sudah. Ayah mau nemenin Bunda saja,” ucap Hasan.
Riko mengerjap tak percaya saat melihat Mita tampak menurunkan sedikit belahan dressnya. Membuat sepasang keindahan buah dada di sana tampak begitu menggairahkan di mata Riko.
Glek ....
Riko meneguk ludah kasar. Ada gejolak tak kasat mata yang menimbulkan desiran kehangatan di aliran darahnya. Meremangkan bulu roma yang seketika berdiri tegak.
'Ini bukan perasan cinta, bukan?' gumamnya dalam hati.
Riko memegang dadanya. Tiba-tiba ia merasakan debaran riuh yang sudah lama dirinya lupakan. Hampir kurang lebih sejak tujuh tahun yang lalu.
“Kak Riko?” seru Mita.
Suara lembut itu membuat tubuh Riko menegang. Kedua matanya menatap bola mata bening yang tampak berbinar-binar. Meresapi apakah getaran itu ada saat jarak di antara mereka semakin dekat.
“H-hai. Ada yang bisa Kakak bantu?” Riko mendekat ke arah Mita.
Gadis itu tersenyum. Satu jenis senyum yang mampu menggetarkan hati Riko yang telah lama beku.
“Kakak mau pulang bareng aku? Tadi Ayah dan Bunda mau ada urusan. Terus Meli sama Kak Rendy berdua. K-kakak mau bareng aku? Soalnya nanti aku mau nemenin Meli di rumah.”
“Ehm, nggak merepotkan kamu kalau Kakak bareng kamu?” Riko menggigit lidahnya. Sial! Bukan itu yang ingin ia katakan.
“Ya enggaklah. Aku ganti baju dulu ya, Kak,” ucapnya seraya tersenyum.
Setelah Mita beranjak dari sana, Riko menghela nafas dalam-dalam. Sejak tadi gairah Riko seakan melonjak, karena menghirup wangi tubuh gadis itu dari jarak dekat. Sial, sepertinya sifat mesum Riko keluar di saat yang tak tepat.
“Ayo Kak! Kita pulang sekarang,” ucap Mita lembut.
Tanpa sadar, Mita meraih salah satu lengan Riko. Membuat laki-laki itu panas dingin. Seumur hidup Riko belum pernah merasakan yang seperti ini. Bahkan dengan mantan kekasihnya dulu.
Beberapa pasang mata pria yang masuk ke butik melirih ke arah Mita dan langsung di beri tatapan tajam oleh Riko. Membuat pria-pria itu mengalihkan tatapannya.
“Sini kunci mobil kamu. Biar Kakak yang nyetir,” tawar Riko.
Mita mengambil kunci mobil di ranselnya dan memberikan pada laki-laki itu. Mereka masuk dan menyamankan dirinya masing-masing, setelah memasang safety belt dengan benar.
Riko mengemudikan mobil Mita dengan kecepatan teratur. Sesekali ia melirik ke arah gadis yang tampak terlihat tenang menatap ke samping. Ia kembali fokus ke jalan yang begitu sepi. Ia menambah sedikit kecepatan mobilnya.
Tanpa Riko tahu, Mita sebenarnya gugup luar biasa. Ia mengalihkan pandangan ke luar jendela karena saat ini dadanya berdebar-debar. Mita pernah merasakan debaran itu, tapi kali ini debaran yang berbeda. Terkesan menggebu-gebu dan tak sabaran.
Dua puluh menit kemudian mobil Mita masuk ke halaman rumah sahabatnya sekaligus tempat tinggal laki-laki yang saat ini di sampingnya.
Setelah mobil terparkir, keduanya kompak turun. Mereka berjalan beriringan. Tapi karena kurang hati-hati, Mita hampir saja tergelincir. Untung Riko dengan sigap meraih tubuh mungil Mita.
Posisi mereka kini begitu intim. Tangan Riko berada di pinggang Mita. Dan kedua tangan gadis itu mengalung di leher Riko karena refleks saat laki-laki itu meraih pinggangnya.
“Siang-siang jangan mesum, please!”
Jangan lupa tinggalkan komentar ya Kak, biar aku semangat melanjutkan cerita ini. Terima kasih. Ini adalah Sequel dari cerita pertamaku My Destiny.
Seumur hidup Mita tidak pernah melakukan kontak fisik berlebihan dengan laki-laki manapun. Gadis ini terlalu patuh pada peraturan yang di berikan kedua orang tuanya. Bagas Ardian Winata dan Dewi Kirana. Walaupun begitu, gadis dua puluh satu tahun ini tidak merasa terkekang dengan segala peraturan yang telah di tetapkan untuknya. Ia terkesan menikmati hari-harinya dengan menyibukkan diri. Melakukan hal-hal yang paling ia sukai, yaitu travelling. Mita akan menghabiskan masa libur kuliahnya dengan berkunjung ke negara lain, sekedar mencari hiburan atau menikmati keindahan tempat yang di kunjunginya. Meski ia pergi seorang diri, tentu ada pengawalan extra dari Bagas. Pria paruh baya itu menempatkan satu pengawal perempuan dua puluh enam tahun dan dua pengawal laki-laki. Tapi, mereka harus menjaga jarak agar Mita tidak merasa risih. Awalnya Mita menolak pengawalan yang telah di siapkan, tapi setelah insiden di Bali dua tahun yang lalu, mau tak mau ia pun h
“Kamu ada jadwal kuliah nggak Sayang?” tanya Dewi. Setelah beberapa detik berlalu, pertanyaan Dewi tak kunjung mendapat jawaban. Membuat wanita paruh baya itu mengernyit heran. Pasalnya, ia tak pernah mendapati putri semata wayangnya dalam mode seperti ini. “Mita?" Dewi mengerutkan dahi heran. Tak biasanya Putri semata wayangnya melamun. "Tiffany Mita Winata?” Seru Dewi. Gadis dua puluh satu tahun itu mendongak. Menatap ke arah sang Mama yang mengernyit heran ke arahnya. “A-apa Ma?” tanya Mita gugup. Dewi memicingkan matanya. “Kamu kenapa? Sakit?” Mita menggeleng. “Mita baik-baik aja kok Ma.” Dewi semakin mengernyitkan dahinya. “Kamu yakin?” Gadis itu mengangguk. “Yakin seribu persen Ma.” Mita menampilkan senyum termanis yang ia punya, membuat Dewi menghela nafas lega. Tapi ada keanehan dalam nada suara dan perilakunya putrinya pagi ini. Dewi yakin itu. “Jadi, kamu ada kuliah nggak hari ini?” tanya
Pagi ini Mita merasakan tubuhnya terasa lebih segar. Efek dari obat pereda sakit kepala yang di konsumsinya semalam. Gadis itu segera beranjak dan merengangkan otot-otot tubuhnya sebelum ia ke kamar mandi untuk melakukan ritual paginya. Ia menyempatkan diri menghubungkan kabel pengisi daya ke ponsel dan segera ke kamar mandi. Empat puluh menit kemudian, Mita tampak lebih segar. Tentu saja, ia baru saja mandi dan keramas. Tak lupa gosok gigi dan ritual pagi yang selalu ia lakukan. Mita mengambil hair dryer dan mulai mengeringkan rambutnya yang basah. Setelahnya ia memoles sedikit krim perawatan wajah dan sedikit bedak. Kalau biasanya ia memulas liptint pada bibirnya, pagi ini pilihannya jatuh pada lipgloss beraroma strawberry. Agar bibirnya terlihat mengkilap dan basah. Kebiasaan pagi ini tentu berbeda dengan biasanya. Hari ini ia akan menjadi salah satu Bridesmaid di pernikahan sahabatnya. Ia memilih memakai kemeja pendek dan rok jeans selutu
Seumur hidupnya Mita tak pernah merasakan kegugupan saat berdekatan dengan orang lain. Terhitung sejak kejadian di halaman rumah Riko dua hari yang lalu, Mita merasa gugup dan gelisah jika dekat dengan laki-laki itu. Seperti sekarang ini, Mita terfokus pada keadaan di luar jendela tempat ia duduk. Ia merasa mobil yang di kemudikan Riko berjalan sangat lambat. Padahal faktanya tidak seperti itu. Mereka pergi bersama menuju ke Hotel Pandawa, tempat berlangsungnya resepsi pernikahan Rendy dan Melissa. Keduanya tampak larut dalam pikiran masing-masing. Hingga tak ada satu pun yang mengeluarkan suara. Sebenarnya Riko sudah gatal ingin mengomentari penampilan gadis di sebelahnya ini. Hanya saja ia takut lepas kendali. Pasalnya keduanya tidak memiliki hubungan khusus. Dan cukup membuat laki-laki itu frustrasi. Sifat possesifnya tiba-tiba muncul begitu saja. Memasuki pelataran hotel itu, Riko masuk ke area Basement . Ia berniat memakirkan mobilnya di sa
Seumur hidupnya Mita tidak pernah menduga akan mengalami hal yang paling ia hindari. Mengecewakan kedua orang tuanya. Ia adalah salah satu gadis yang begitu patuh kepada kedua orang tuanya. Gadis yang selalu mempunyai pilihan di setiap aturan atau keputusan yang diberikan Bagas dan Dewi. Tapi tidak untuk kali ini. Saat ini gadis itu hanya bisa mengiyakan tanpa bisa menolak. Keputusan mutlak yang sudah diambil Dewi beberapa saat yang lalu tidak bisa diganggu gugat. “APA YANG KALIAN LAKUKAN?!!!” Suara menggelegar yang menggema di ruangan itu, membuat Riko dan Mita menarik diri dengan cepat. Keduanya mengalihkan pandangan ke arah pintu dimana seorang wanita paruh baya sedang menatap le arah mereka dengan tatapan nyalang. Riko dan Mita segera berdiri kaku di tempat. “M-Mama ...” “T-Tante ...” Kedua manusia berbeda jenis kelamin itu mengeluarkan suara bersamaan. Keduany
Hujan deras disertai petir mengguyur Ibu Kota sejak pukul tiga dini hari. Curah hujan yang terlalu deras berpotensi menyebabkan banjir di beberapa sudut kota. Di salah satu kamar di rumah mewah, gadis berusia dua puluh satu tahun itu tampak mengubur seluruh tubuhnya di dalam selimut. Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas. Namun, Mita tak menunjukkan tanda-tanda akan segera bangun di Minggu pagi ini. Nafasnya tampak teratur dan masih pada posisi yang sama. Bagas dan Dewi yang kini berada di meja makan, baru saja menyelesaikan sarapan paginya. Sudah menjadi agenda di hari Minggu dan hari libur lainnya, semua orang yang ada di rumah ini akan bangun lebih siang dari hari-hari biasanya. Tak terkecuali semua Asisten Rumah Tangga. “Bagaimana persiapan untuk malam nanti, Ma?” tanya Bagas lembut. Dewi menyunggingkan senyum, “Semua sudah Mama urus semalam. Nanti Bi Sari dan beberapa ART lainnya akan menyiapkan semuanya. Mama juga sudah menghubungi
Pernikahan Riko dan Mita telah ditentukan semalam. Para orang tua sudah mendiskusikan tentang persiapan untuk menyambut hari bahagia itu.Dewi dengan antusias sudah mulai merealisasikan impian putri semata wayangnya tentang pernikahan. Ia benar-benar membuatnya seperti keinginan Mita. Mulai dari tempat, dekorasi, undangan dan lain-lain yang sudah mulai ia pesan.Untuk gaun pengantin pun, Dewi sudah memilih salah satu Butik yang sama dengan adik Riko. Wanita paruh baya itu tampak antusias menyambut hari pernikahan yang akan digelar pada tanggal dua puluh bulan depan. Terhitung tinggal dua puluh delapan hari lagi.Pagi ini, Mita yang masih mempunyai jadwal kuliah pun sudah bersiap sejak sepuluh menit yang lalu. Kaos pendek dan celana jeans pas body menjadi pilihannya.Gadis itu meraih ransel dan laptop setelah memakai sepatu kesayangannya. Ia menuruni tangga dengan santai, menuju meja makan.“Papa mana, Ma?” tanya Mita heran. Gadis itu se
Seumur hidup Riko tidak pernah mengira bahwa dirinya akan cemburu seperti ini kepada seorang wanita. Kilasan yang sempat ia lihat tadi membuat emosinya naik drastis tanpa bisa dikendalikan. Laki-laki itu tak ingin, tapi ia pun tak bisa mengendalikan kecemburuan yang tiba-tiba datang.Kini Riko terpana melihat Mita keluar dari ruang ganti dengan memakai gaun pengantin pilihan gadis itu sendiri.Riko meneguk ludah. Tiba-tiba saja gairahnya memuncak melihat penampilan calon istrinya yang terbalut gaun pengantin.Dengan langkah cepat, Riko langsung memeluk Mita dari belakang dengan nafas yang menderu. Ia melabuhkan kecupan dalam pada leher kanan Mita. Dan itu mampu membuat gadis itu meremang.“Kak!” Mita tercekat saat Riko tiba-tiba menghisap lehernya yang kemungkinan akan meninggalkan bekas kemerahan di sana.Dalam sekejap Riko membalikkan posisi Mita menghadap ke arahnya. Gerakan cepat Riko membuat Mita terkejut dan sempat memekik.
Rintihan Mita mengalun. Tubuhnya menggeliat dalam dorongan hasrat yang kini sedang menjamah kedua payudaranya. Siapa lagi pelakunya jika bukan sang suami, Riko.Pria bermanik kecokelatan itu mengisap salah satu puting payudara Mita dengan intens, seolah ia akan bertahan hidup jika melakukannya. Sedangkan satu tangannya meremas-remas bagian yang lain dengan gerakan sensual.“Oh ... Kak. Mi-mita sudah tak tahan lagi, Kak,” rintih Mita ke sekian kalinya. Namun, Riko seolah tuli, dan terus melancarkan aksi menyusu hingga kedua bagian itu mendapatkan perhatian yang sama.Sungguh! Ini menyiksa, tapi nikmat. Dan Mita tak memiliki daya untuk menunggu kejantanan Riko kembali memasukinya.“Mita mohon, Kak.” Ia menggeleng saat jari-jari Riko yang menggoda klit-nya dengan gesekan dan tekanan lembut. Riko menggeram. Rasa basah yang menyapa menyulut gairahnya. Dan tanpa aba-aba, ia membalikkan tubuh sang istri dengan cepat.“Kak,” protes Mita kesal. Bagaimana mungkin pria ini mempermainkannya den
Wajah Mita memerah malu saat sang ayah memergoki dirinya dan sang suami sedang bermesraan. Apalagi dalam keadaan yang tidak pantas dilihat.Berbeda dengan Riko yang seolah menganggap itu adalah hal biasa. Dan saat ini, bermodalkan izin dari sang ayah mertua, pria itu mengantarkan istrinya pulang.“Kakak mau ke kantor lagi?” tanya Mita setelah ia berhasil turun, disambut oleh kedua tangan Riko. Alih-alih menjawab, Riko malah memberikan kecupan di bibir Mita hingga si empunya memekik.“Kak?” Mita memberikan tatapan peringatan.Oh, Tuhan! Bagaimana bisa suaminya ini menjadi tak tahu tempat begini? Belum cukup terpergok oleh Papa Bagas tadi?Akan tetapi, Riko seolah acuh, dan tak menghiraukan sama sekali. Malahan, ia sengaja untuk menggoda sang istri hingga wanita itu kesal.“Mau ke mana?” tanya Riko menahan lengan sang istri yang terburu-buru masuk ke dalam rumah.“Mita lelah, mau istirahat,” jawab Mita dengan ketus. Rupanya emosi telah merasuki dirinya sehingga tak bisa mengontrol diri
Emosi wanita dua puluh satu tahun itu bertakhta tatkala melihat sederet pesan yang baru saja masuk ke ponselnya. Ia menggeram dan secepat kilat mencari kunci mobil di laci.“Awas saja dia gangguin suamiku lagi. Aku akan jambak rambutnya dan melemparnya ke lantai,” sungut Mita kesal. Tanpa memperhatikan anak tangga dengan baik, ia tergesa-gesa turun ke lantai satu.Rupanya emosi karena kehadiran wanita lain membuat akal sehat Mita tergadaikan. Ia yang biasanya ramah, imut, dan pendiam bisa berubah menjadi seekor serigala betina.“Non Mita mau ke mana?” seru Bik Sari yang baru saja keluar dari salah satu kamar di lantai bawah. Namun, seruannya diabaikan oleh anak sang majikan.“Aduh, mana Ibu lagi nggak di rumah lagi.” Bik Sari panik. Ia segera mencari nomor ponsel Dewi dan memberitahukan keadaan Mita.Sepanjang perjalanan menuju kantor, Mita mengemudikan mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata. Bahkan ia mener
Riko meletakkan ponselnya yang perlahan berubah menjadi gelap. Sudah ia pastikan jika wanita di seberang sana merajuk karenanya. Dan ini akan menjadi satu tantangan tersendiri di saat ia pulang nanti.Ah, hanya membayangkan saja Riko ingin segera pulang untuk mendekap istri manisnya itu.“Kamu itu lucu sekali, Sayang.” Riko membuka satu dokumen yang tertumpuk di mejanya. Tak ada pilihan lain, selain menyelesaikan pekerjaannya terlebih dulu sebelum pulang.Namun, di saat ia sedang berkonsentrasi menelaah isi dari dokumen itu, satu suara pintu ruangannya dibuka dengan paksa.“Maaf, Pak. Bu –““Ri!”Riko menatap wanita yang menerobos masuk ke ruangannya tanpa kedip.“Maaf, Pak. Bu Alyssa memaksa masuk,” ucap Shakila.“Kamu bisa kembali ke tempatmu, Shakila,” titah Riko kemudian.“Baik, Pak.” Sekretaris itu pun keluar tanpa menutup pintu.
Satu keinginan diiringi sebuah hasrat yang menggebu tentu menjadi pemicu terciptanya percintaan singkat. Karena memang tidak ada pilihan, selain menyelesaikannya dengan cepat.Tiga puluh menit merupakan rekor tercepat bagi pasangan muda itu mendapatkan pelepasan. Dan sebagai akibatnya salah satu di antara mereka harus segera membersihkan diri. Ada tugas yang belum ia selesaikan di kantor.“Sini Mita pasangkan dasinya.” Wanita yang sudah memakai dres rumahan itu beranjak mendekati sang suami. Dengan telaten ia membenarkan simpul dasi yang tampak berantakan.“Mungkin ada beberapa pekerjaan yang akan menyita waktu siang ini,” ucap Riko dengan kedua mata yang masih menutup. Ia tak sanggup melihat penampilan sang istri yang semakin seksi di matanya. “Jadi ... mungkin aku akan pulang terlambat.”Tangan Mita yang sempat berhenti sesaat kini menepuk pelan dada suaminya. Lalu, mulai merapikan jas dan kemejanya agar terlihat lebi
Riko memadamkan laptopnya dan segera bangkit meraih jas miliknya. Sesuai jadwal yang telah sekretarisnya bacakan bahwa ada meeting penting pagi ini. Dan sebelum itu, ia harus menemui papa mertuanya terlebih dahulu.“Permisi, Pak.”“Ada apa Shakila?”“Pak Rama sudah tiba di lobi dan sekarang sedang menuju ruang meeting. Asisten pribadi beliau baru saja mengabarkan,” jawab Shakila.Riko mengernyit bingung. “Sudah datang?”Shakila mengangguk. “Iya, Pak. Beliau datang lebih awal dari jadwal yang telah disepakati. Tadi saya juga sudah memberitahu sekretaris Direktur Utama tentang hal ini.”“Baiklah. Kalau begitu kamu ikut saya, karena saya tidak akan kembali ke ruangan sebelum jam makan siang berakhir.”“Baik, Pak. Mari,” Shakila menyilakan Riko berjalan lebih dulu.Riko diikuti Shakila berjalan menuju ruang meeting nomor delapan, sesuai dengan jadwa
Telat di pagi hari karena hasrat yang tak bisa ditahan? Ehm, sepertinya itu wajar bagi pasangan pengantin baru. Mengingat semua itu berhubungan dengan permintaan para orang tua yang sudah mendambakan kehadiran calon anggota baru. Dan membahas keterlambatan, tentu saja tak ada yang akan menyalahkan mereka. Termasuk Bagas dan Dewi. Bukankah mereka pernah muda dan pernah berada pada posisi yang sama? Akan tetapi, semua itu tak lantas menjadikan Riko dan Mita tenang. Terutama Riko. Ada perasaan tak enak mengingat ia adalah seorang menantu. “Sepertinya Papa sudah berangkat, Kak.” Riko mengelus lengan istrinya. “Tak apa. Biar aku yang menjelaskan jika mereka bertanya.” Mita mengangguk dan mempersilakan suaminya duduk. Dengan cekatan, ia mulai mengisi piring Riko dengan sarapan yang sudah tersedia. Pun dengan piringnya sendiri. Mereka tampak fokus pada sarapan di hadapannya. Riko yang telah selesai melirik ke arah jam di tanga
Entah mengapa Mita merasa berdebar saat tatapan Riko memaku kedua matanya. Padahal, setiap ada kesempatan atau waktu hanya berdua sang suami tak berhenti menatapnya. Namun, kali ini semuanya berbeda.Rasanya sulit dijelaskan dengan kata-kata yang sering Mita pakai untuk mendefinisikan sebuah arti.Dan saat pertanyaan lirih disertai sentuhan lembut di dagunya, Mita terkesiap karena kegugupan yang melanda.“Mau dengar?”Nyatanya, hanya satu pertanyaan sederhana itu mampu membuat debaran di dada Mita semakin menggila. Dan untuk menuntaskan rasa penasarannya, ia mengangguk polos.Namun, semua itu tak bertahan lama tatkala Riko membisikkan kata-kata lirih tepat di depan wajahnya.“Ayah dan Bunda pengin cucu secepatnya.”Blush ...Seketika wajah Mita merona dengan tubuh yang membeku. Ditambah ajakan yang terkesan tak tahu malu yang Riko ucapkan semakin menambah warna merah hingga ke leher.“Bagaim
“Jadi ... kamu sudah memutuskan dengan baik-baik?” tanya Dewi yang sejak tadi menunggu putrinya masih enggan berbicara.Mita yang sedari tadi menunduk dengan dua tangan yang saling bertaut, mendongak.“Atau ... kamu masih bimbang?”“Bukan begitu, Ma.”“Lalu?” Dewi meletakkan majalah di tangannya.Lantas Mita memberanikan diri menatap kedua bola mata wanita yang telah melahirkan dan merawatnya hingga saat ini. Ada setitik harapan yang terpancar di sana. Menguatkan hati, Mita mencoba menghela nafas sebelum kembali berkata.“Mita berniat menarik kembali ucapan kemarin.”Lega. Itulah yang Mita rasakan di dalam hatinya. Meskipun rasa sakit itu masih ada, ia berusaha sekuat tenaga mempertahankan pernikahan. Mengingat semalam, suaminya juga mengatakan akan memperbaiki diri.“Bagus. Memang seharusnya seperti itu.”Mita menatap tak percaya dengan jawaba