Hujan deras disertai petir mengguyur Ibu Kota sejak pukul tiga dini hari. Curah hujan yang terlalu deras berpotensi menyebabkan banjir di beberapa sudut kota.
Di salah satu kamar di rumah mewah, gadis berusia dua puluh satu tahun itu tampak mengubur seluruh tubuhnya di dalam selimut.
Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas. Namun, Mita tak menunjukkan tanda-tanda akan segera bangun di Minggu pagi ini. Nafasnya tampak teratur dan masih pada posisi yang sama.
Bagas dan Dewi yang kini berada di meja makan, baru saja menyelesaikan sarapan paginya. Sudah menjadi agenda di hari Minggu dan hari libur lainnya, semua orang yang ada di rumah ini akan bangun lebih siang dari hari-hari biasanya. Tak terkecuali semua Asisten Rumah Tangga.
“Bagaimana persiapan untuk malam nanti, Ma?” tanya Bagas lembut.
Dewi menyunggingkan senyum, “Semua sudah Mama urus semalam. Nanti Bi Sari dan beberapa ART lainnya akan menyiapkan semuanya. Mama juga sudah menghubungi MUA dan pemilik butik. Mereka akan datang sore nanti.” Jawab Dewi tenang.
“Mama memang paling ‘The Best’.” puji Bagas.
Kedua pipi Dewi merona tanpa bisa dicegah. Pujian Bagas yang terkesan lugas itu sering membuatnya tersipu. Pasalnya, pria paruh baya itu sering memuji hal-hal kecil yang ia lakukan.
“Aduh, pipi Mama yang merah-merah gini bikin Papa gemes tahu. Pengin Papa kurung di kamar seharian.” Ucap Bagas blak-blakan.
“Pa?!” peringat Dewi dengan mata melotot. Bagas membalas dengan tawa renyahnya.
Beberapa Asisten Rumah Tangga yang kebetulan berada di dapur tersenyum geli melihat interaksi kedua majikannya yang begitu lucu di mata mereka.
Jika di Keluarga Winata tampak tenang-tenang saja dan seperti biasa, hal ini bertolak belakang dengan apa yang terjadi di Keluarga Firmansyah.
Kedua orang tua Riko Alfian Firmansyah yakni Hasan dan Sukma, mereka tampak berada bersama di meja makan dan Riko pun juga berada di sana. Suasana hening, hanya dentingan alat-alat makan yang terdengar sebagai pengisi kesunyian di pagi itu.
Biasanya mereka tidak akan sarapan sepagi itu pada hari Minggu ataupun hari libur lainnya. Tentu saja, karena hari ini mereka harus mempersiapkan keperluan untuk acara lamaran dadakan untuk malam nanti.
Pagi ini, Sukma masih mempertahankan rasa kecewanya kepada putra sulungnya. Wanita paruh baya itu berniat memberi pelajaran untuk Riko agar bersikap lebih baik nantinya .
Sebenarnya Riko merasa gusar sejak semalam. Membuat tidurnya menjadi gelisah. Kemarahan Sukma adalah pukulan terberat baginya. Karena seumur hidup, Riko tidak pernah sekalipun mengundang kemarahan sang Bunda. Ia adalah salah satu anak yang sangat berbakti dan paling menurut dengan Bundanya.
Apalagi Sukma tampak menghindarinya sejak pengakuannya semalam. Ini benar-benar akan menjadi pelajaran buat Riko agar mampu mengontrol dirinya.
Hasan tampak sudah menyelesaikan sarapannya. Ia menyesap kopi hitam buatan Sukma yang selalu menjadi favoritnya semenjak mereka mengenal dulu.
“Bagaimana persiapan kamu, Ri?” tanya Hasan tiba-tiba.
Riko yang baru saja menyelesaikan sarapannya, meneguk segelas air hangat yang telah disiapkan Sukma untuknya. Setidaknya Riko masih beruntung, walaupun wanita paruh baya itu kecewa padanya. Ia masih menyiapkan semua kebiasaan Riko di pagi hari.
“Semalam Riko sudah membuat perencanaan. Nanti Riko akan keluar untuk membeli beberapa barang untuk dibawa malam nanti.” Jawab Riko tenang.
“Bagus. Sisanya biar Ayah dan Bunda yang urus. Kamu urus saja apa yang menurutmu bisa kamu lakukan sendiri.” tambah Hasan.
“Baik, Yah. Kalau begitu Riko pamit dulu ya Yah, Bun.”
Seperti biasa Riko akan mencium tangan Hasan dan Sukma sebelum ia keluar. Dan beruntung juga, Sukma tidak menghindarinya. Riko memeluk Sukma dengan erat sebelum benar-benar beranjak dari sana.
“Maafin Riko, Bunda.” bisiknya lirih.
Setelah itu Riko mengusap punggung wanita paruh baya itu sebelum ia benar-benar beranjak dari sana.
Sukma menatap nanar punggung Riko yang telah menjauh darinya. Hatinya tak ingin mendiamkan putranya itu, namun ini harus ia lakukan agar Riko menjadi laki-laki yang sesuai dengan harapannya.
Hasan meraih salah satu tangan Sukma. Menggenggam lembut dan mengusap dengan jari tangannya agar istrinya sedikit lebih tenang.
“Apa Bunda sudah keterlaluan, Yah?” Ucap Sukma lirih.
Hasan menenangkan Sukma yang kini tampak muram. Ia beranjak, memeluk wanita yang sudah mendampinginya selama tiga puluh tahun itu.
“Enggak Bun. Yang Bunda lakukan tidak salah. Bunda benar, Riko memang harus diberi pelajaran agar ia tak melakukannya lagi. Lihat, ia kini bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri.” Hibur Hasan.
“Iya Yah. Tapi Bunda sebenarnya nggak tega mendiamkannya seperti ini.” Ucap Sukma lirih. Wanita paruh baya itu terisak dalam dekapan Hasan.
“Ya sudah. Nanti kalau Riko sudah pulang, sapa dia lagi. Bagaimana?” tawar Hasan.
Sukma mengangguk pelan di dekapan Hasan. “Iya, Yah.”
*
Malam ini menjadi hari yang paling mendebarkan bagi Mita. Ia masih tak percaya dengan apa yang akan terjadi saat ini.
Kini gadis dua puluh satu tahun itu tampak begitu cantik dengan riasan natural. Gaun panjang berbahan sutera terbaik dari salah satu Butik ternama membalut tubuh mungilnya. Dipadukan dengan high hells setinggi tujuh sentimeter.
“Sudah selesai, Mbak Mita.” Ucap Nina, MUA yang telah dipercaya Dewi untuk merias putrinya.
Mita tersenyum manis. “Sama-sama, Mbak Nina.”
“Kalau begitu saya pamit ya, Mbak. Soalnya malam ini saya harus ke Bali.”
“Iya Mbak. Sekali lagi terima kasih.”
Setelah kepergian MUA tersebut, Mita masih betah duduk di meja riasnya. Gadis itu mulai didera kegugupan yang luar biasa. Bagaimanapun juga acara ini akan merubah ritme kehidupannya ke depan.
Bagaimana jadinya ada pernikahan tanpa cinta?
Akankah aku bahagia? Atau sebaliknya?
Batin Mita
Mita yang terlalu larut dalam pikirannya tak menyadari saat Bi Sari mengetuk pintu kamarnya. Wanita paruh baya itu membuka pintu dan mendapati anak majikannya termenung di depan cermin.
“Non Mita?” panggil Bi Sari.
“Ah, Bibi. Kenapa? Tamunya sudah datang?” tanya Mita gugup.
“Iya, Non. Nona diminta turun sekarang oleh Tuan dan Nyonya.” ucap Bi Sari.
“Ehm, baik Bi. Bibi turun saja dulu. Nanti Mita menyusul.” jawabnya sopan.
Bi Sari pun keluar kamar sesuai pesan Mita. Dan kini Mita merasakan keringat dingin membasahi kedua telapak tangannya. Ia mencoba menghela nafas berkali-kali guna menetralkan debaran riuh didadanya.
Sepuluh menit kemudian ia bersiap turun menuju ruang keluarga yang tampak ramai.
Aku harus bagaimana nanti?
Dewi yang menyadari kehadiran putrinya segera berdiri menggandeng gadis itu untuk menyapa calon mertua dan calon suaminya. Wanita paruh baya itu mengisyaratkan Mita agar bersalaman dan menyapa kedua calon mertuanya.
“Selamat malam, A-Ayah.” sapa Mita.
“Selamat malam juga calon menantu, Ayah.” balas Hasan dengan tersenyum.
“Selamat malam, Bunda.” sapa Mita.
Sukma meraih tubuh mungil itu ke dalam pelukannya. “Malam juga anak cantiknya Bunda.” bisik Sukma lirih.
Bisikan Sukma membuat Mita mengeratkan pelukannya sesaat. Lalu gadis itu beralih pada ‘Calon Suaminya’ yang hanya menatapnya tanpa ekspresi.
Riko menahan mati-matian agar ia tidak lepas kendali ketika melihat penampilan Mita yang tampak lebih cantik dan anggun dari malam kemarin. Ia hanya melayangkan tatapan datar untuk menjaga benteng pertahanan dirinya.
Laki-laki itu sudah berjanji tidak akan melakukan kontak fisik berlebihan kepada gadis cantik yang kini berada di sampingnya. Harum tubuh Mita yang ikut terhirup oleh Riko, membuat laki-laki itu tersiksa dengan gejolak birahi yang tiba-tiba saja menguasainya.
Riko tak pernah menyangka bahwa dirinya akan bereaksi berlebihan seperti itu. Karena selama ia dekat dengan rekan wanita sekantor, Riko tak pernah merasa seperti saat ini.
Hanya duduk berdekatan saja sesuatu di dalam dirinya menggeliat bangun. Terasa sesak dan mendesak. Membuat tubuhnya terasa panas dingin.
Tapi reaksi Riko kala itu disalah artikan oleh Mita. Menurutnya laki-laki itu terpaksa melamarnya malam ini. Dan pernikahan yang dibicarakan malam ini hanya sebagian tanggung jawab semata.
“Bagaimana kalau tanggal dua puluh bulan depan, Mas Hasan?” cetus Bagas.
“Ehm, sepertinya boleh juga, Dik. Dengan begitu kita bisa punya waktu lebih banyak.” Jawab Hasan.
“Benar juga. Bagaimana menurut Mama dan Bu Sukma?” tanya Bagas.
“Kalau saya pribadi ikut saja.” jawab Sukma lembut.
Dewi pun menyunggingkan senyuman ke arah calon besannya itu. “Nanti kita persiapkan sama-sama ya , Mbak?” ucap Dewi antusias.
Kedua pihak orang tua di sana sudah saling menyetujui kapan pernikahan akan digelar. Mereka begitu antusias membicarakan hal-hal tentang pernikahan itu.
Tapi keantusiasan itu tak berlaku bagi Mita. Gadis itu tampak larut dalam pikirannya sendiri. Tanpa ia sadari, salah satu tangan Riko menggenggam erat tangannya yang berada di bawah meja. Laki-laki itu mengusap lembut dengan ibu jarinya tanpa mengalihkan tatapan datarnya dari keriuhan kedua orang tua mereka.
Perlakuan Riko jelas membuat tubuh Mita menegang. Gadis itu terang-terangan melirik ke arah Riko yang masih menatap ke arah orang tuanya. Ia meneguk ludah. Tak bisa dipungkiri, genggaman itu membuat hatinya lebih tenang. Namun juga mampu menimbulkan gejolak aneh di dalam hatinya.
P-perasaan apa ini?
T-tidak mungkin aku benar-benar jatuh cinta.
Batin Mita
Usai membicarakan hal-hal tentang pernikahan, kini mereka berada di meja makan untuk makan malam bersama.
Mita kembali duduk di sebelah Riko. Laki-laki itu tampak tenang, jarang bicara dan hanya menimpali pembicaraan para orang tua seadanya.
Mereka tampak menikmati hidangan yang sudah disiapkan Dewi bersama ART di rumahnya. Tapi tidak dengan gadis yang hanya menatap piring tanpa menyentuh makanan di sana.
Melihat tidak beres dengan putrinya, Bagas melirik Riko mengisyaratkan lewat tatapan mata agar menegur Mita yang hanya terdiam.
Tanpa diduga Riko menyadarkan sendok yang berisi nasi dari piringnya ke mulut Mita. Perlakuannya itu membuat semua orang di sana menahan nafas, mengira-ngira apa yang akan terjadi selanjutnya.
Mita terkejut dengan tindakan Riko yang menurutnya berani itu. Ia melirik Dewi sebelum kembali menatap calon suaminya yang masih menyadarkan sendok itu di depan mulutnya. Ketika Dewi mengangguk pelan, gadis itu pun menghela nafas. Ia membuka mulutnya, dan suapan itu masuk ke mulutnya.
“Lagi?” gumam Riko lirih.
Mita menelan pelan makanan yang baru saja ia kunyah beberapa saat. Gadis itu menggeleng. Tapi itu bukan yang diharapkan Riko.
Tanpa persetujuan Mita, Riko kembali memberikan suapan kedua, ketiga dan sampai ke sepuluh kali.
“Udah Kak. Mita sudah kenyang.” gumam Mita lirih.
Mita kembali dikejutkan saat Riko memberikan gelas berisi air putih ke depan mulutnya. Saat gadis itu menatap, Riko hanya menaikkan sebelah alisnya dan mengerjapkan mata sekali. Dengan patuh, gadis itu meneguk air di gelas itu sampai tandas.
Interaksi kedua calon pengantin itu menjadi tontonan gratis bagi kedua pasangan paruh baya di sana. Mereka saling melemparkan senyum kebahagiaan.
.
.
.
Bersambung ...
Pernikahan Riko dan Mita telah ditentukan semalam. Para orang tua sudah mendiskusikan tentang persiapan untuk menyambut hari bahagia itu.Dewi dengan antusias sudah mulai merealisasikan impian putri semata wayangnya tentang pernikahan. Ia benar-benar membuatnya seperti keinginan Mita. Mulai dari tempat, dekorasi, undangan dan lain-lain yang sudah mulai ia pesan.Untuk gaun pengantin pun, Dewi sudah memilih salah satu Butik yang sama dengan adik Riko. Wanita paruh baya itu tampak antusias menyambut hari pernikahan yang akan digelar pada tanggal dua puluh bulan depan. Terhitung tinggal dua puluh delapan hari lagi.Pagi ini, Mita yang masih mempunyai jadwal kuliah pun sudah bersiap sejak sepuluh menit yang lalu. Kaos pendek dan celana jeans pas body menjadi pilihannya.Gadis itu meraih ransel dan laptop setelah memakai sepatu kesayangannya. Ia menuruni tangga dengan santai, menuju meja makan.“Papa mana, Ma?” tanya Mita heran. Gadis itu se
Seumur hidup Riko tidak pernah mengira bahwa dirinya akan cemburu seperti ini kepada seorang wanita. Kilasan yang sempat ia lihat tadi membuat emosinya naik drastis tanpa bisa dikendalikan. Laki-laki itu tak ingin, tapi ia pun tak bisa mengendalikan kecemburuan yang tiba-tiba datang.Kini Riko terpana melihat Mita keluar dari ruang ganti dengan memakai gaun pengantin pilihan gadis itu sendiri.Riko meneguk ludah. Tiba-tiba saja gairahnya memuncak melihat penampilan calon istrinya yang terbalut gaun pengantin.Dengan langkah cepat, Riko langsung memeluk Mita dari belakang dengan nafas yang menderu. Ia melabuhkan kecupan dalam pada leher kanan Mita. Dan itu mampu membuat gadis itu meremang.“Kak!” Mita tercekat saat Riko tiba-tiba menghisap lehernya yang kemungkinan akan meninggalkan bekas kemerahan di sana.Dalam sekejap Riko membalikkan posisi Mita menghadap ke arahnya. Gerakan cepat Riko membuat Mita terkejut dan sempat memekik.
“Non Mita lagi ngapain?”Mita yang sedang meracik biji kopi ke dalam alat pembuat kopi menoleh ke arah belakang. “Eh, Bibi. Mita lagi mau buatin kopi buat Kak Riko.”“Mau Bibi bantu?”Mita menggeleng. “Enggak usah, Bik. Mita bisa sendiri kok.”Bik Sari mengangguk dan mengerjakan pekerjaannya sendiri.Walaupun Mita adalah anak tunggal, gadis itu bukanlah seperti anak tunggal yang manja. Ia sering membantu Bik Sari di dapur ketika libur kuliah. Dan setiap hari Minggu, ia pun akan membersihkan kamarnya sendiri.Tanpa kesulitan Mita menghidupkan alat pembuat kopi untuk mulai membuat biji-biji kopi menjadi secangkir kopi panas. Gadis itu tampak lincah karena memang ia sering membuatkan untuk Papanya.“Selesai,” gumamnya lirih.Tanpa Mita sadari ada beberapa tetes air di lantai yang bisa membuatnya tergelincir. Benar saja, sementara kemudian saat ia akan melangkah tiba-tiba
“Ehem .... udah ada yang rapi nih,” sindir Dewi dengan nada jahil saat Mita yang sudah memakai setelan rok mini mendekati meja makan.Bagas melebarkan senyuman mendengar Dewi terang-terangan menyindir putri semata wayangnya.“Ah, kalau mau kencan sih, dunia jadi milik berdua. Yang lainnya mengontrak. Iya nggak, Pa?” goda Dewi yang belum puas menggoda Mita.Bagas hanya mengangguk.“Apalagi kalau udah jadi pengantin baru, pasti dikekepin mulu di kamar,”Uhuk ... uhuk ....Sial! Mendengar godaan sang Mama yang terakhir membuat Mita tersedak susu yang membuat tenggorokannya terasa sakit.“Hati-hati, Sayang,” peringat Bagas.Mita masih meredakan tenggorokannya yang terasa sakit. Dewi yang berada di samping Mita, memberikan tepukan lembut di punggung Mita untuk membantu meringankan sakitnya.“Mama sih! Kalau ngomong suka sembarangan. Mana udah bahas nikah melulu lagi,&rdquo
“Ahh .... Kak ... i- ini geli,” rengek Mita yang merasakan geli luar biasa karena Riko menggelitik area pinggangnya dengan sepuluh jemarinya.“Siapa yang ngajarin gigit lidah kayak tadi?” tanya Riko yang kini mendekap erat tubuh Mita.“Nggak ada,”“Yakin?”Mita mengangguk dalam pelukan Riko.“Kalau kamu gigit kayak tadi,” Riko menjeda ucapannya, membuat Mita mendongak. Riko mendekatkan wajahnya, hingga hidung mereka bersentuhan. “Aku bakalan bikin bibir kamu lebih bengkak dari sekarang.”Hembusan nafas Riko meremangkan Mita. Gadis yang kini terpaku oleh ketampanan Riko, menatap tanpa kedip. Dan entah keberanian dari mana, Mita memiringkan wajahnya untuk menyapa kelembutan bibir Riko, yang membuatnya menjadi candu.Mita sendiri tidak tahu kapan tepatnya, yang pasti mulai saat ini ia selalu tertarik untuk menyapa bibir Riko.Perlahan Mita menggerakkan bibirnya, insting
Mita merasakan kedua pipinya kembali merona. Mirip seperti kepiting rebus, merah sempurna.Kegundahan dalam hatinya yang sejak beberapa hari ini mengusiknya kini terpecah berkeping-keping. Pernyataan Riko yang baru saja diucapkan membuatnya senang sekaligus malu.Bukankah pertanyaannya tadi secara tidak langsung mendesak meminta pernyataan cinta? Bagaimana ia bisa melakukan tindakan memalukan seperti itu?Dan kini Mita harus menahan sekuat tenaga untuk tak mengembangkan senyumannya lebih lebar, saat Riko menatapnya penuh cinta.Cinta? Ya, Mita tahu arti tatapan Riko hari ini padanya. Tatapan yang sering Mita lihat di drama Korea yang sering ia tonton bersama sahabatnya, Melissa.Bahkan Mita merutuki kebodohannya terpancing oleh pertanyaan Melissa yang membuatnya kini harus menanggung malu.Riko memindai seluruh wajahnya dan tak segan-segan memberikan elusan lembut di kedua pipinya.“Sejak kapan Kakak menginginkan Mita?” Mita membe
//Kak RikoAku berangkat ya, Sayang Jadwal penerbangan dimajukan menjadi pagi tadi karena ada pertemuan mendadak.Maaf ya, aku nggak menepati janji untuk pamitan langsung sama kamu.Aku akan pulang segera, begitu urusan pekerjaanku selesai.Jangan lupa makan teratur dan jangan ceroboh!Tunggu aku pulang.Mita menatap layar ponsel yang memperlihatkan sederet pesan dari Riko, satu jam yang lalu. Kedua matanya berkaca-kaca karena merasa dibohongi oleh calon suaminya.Bukankah dia bisa menelepon? Kenapa hanya sederet pesan yang tidak berguna yang dikirimkan?Begitulah pertanyaan-pertanyaan yang mengganggu Mita sejak tadi. Gadis itu merasa Riko membohonginya semalam, agar ia tak merasa cemas.‘Apa hak kamu Mita? Bahkan yang terjadi di antara kalian hanya
Dada Mita terasa sesak mengingat pesan yang beberapa jam lalu ia terima. Niatnya untuk menenangkan hati menjadi ambyar seketika.Bagaimana bisa dia pergi dengan wanita yang lain, di saat sudah melamar seorang gadis? Apakah keberangkatan mendadak pagi ini karena wanita itu? Mengapa memberikan harapan jika tak benar-benar menginginkan?“BRENGSEK!!!” umpat Mita ke sekian kali di dalam kamarnya.Mita memilih pulang lebih awal dari rencana yang ia susun sejak pagi. Bahkan ia tadi makan malam bersama dengan kedua orang tuanya di rumah.Dewi yang merasakan keanehan tak mengeluarkan godaannya. Ia memilih diam, membiarkan putrinya yang akan berbicara sendiri padanya. Namun, hingga makan malam selesai pun, putri semata wayangnya hanya diam.Tiba-tiba satu ide gila terbersit di otak Mita. Gadis itu beringsut mengambil pakaian mini yang ia beli dari salah satu pusat perbelanjaan tadi dan memakainya.Pakaian yang Mita kenakan benar-benar mini
Rintihan Mita mengalun. Tubuhnya menggeliat dalam dorongan hasrat yang kini sedang menjamah kedua payudaranya. Siapa lagi pelakunya jika bukan sang suami, Riko.Pria bermanik kecokelatan itu mengisap salah satu puting payudara Mita dengan intens, seolah ia akan bertahan hidup jika melakukannya. Sedangkan satu tangannya meremas-remas bagian yang lain dengan gerakan sensual.“Oh ... Kak. Mi-mita sudah tak tahan lagi, Kak,” rintih Mita ke sekian kalinya. Namun, Riko seolah tuli, dan terus melancarkan aksi menyusu hingga kedua bagian itu mendapatkan perhatian yang sama.Sungguh! Ini menyiksa, tapi nikmat. Dan Mita tak memiliki daya untuk menunggu kejantanan Riko kembali memasukinya.“Mita mohon, Kak.” Ia menggeleng saat jari-jari Riko yang menggoda klit-nya dengan gesekan dan tekanan lembut. Riko menggeram. Rasa basah yang menyapa menyulut gairahnya. Dan tanpa aba-aba, ia membalikkan tubuh sang istri dengan cepat.“Kak,” protes Mita kesal. Bagaimana mungkin pria ini mempermainkannya den
Wajah Mita memerah malu saat sang ayah memergoki dirinya dan sang suami sedang bermesraan. Apalagi dalam keadaan yang tidak pantas dilihat.Berbeda dengan Riko yang seolah menganggap itu adalah hal biasa. Dan saat ini, bermodalkan izin dari sang ayah mertua, pria itu mengantarkan istrinya pulang.“Kakak mau ke kantor lagi?” tanya Mita setelah ia berhasil turun, disambut oleh kedua tangan Riko. Alih-alih menjawab, Riko malah memberikan kecupan di bibir Mita hingga si empunya memekik.“Kak?” Mita memberikan tatapan peringatan.Oh, Tuhan! Bagaimana bisa suaminya ini menjadi tak tahu tempat begini? Belum cukup terpergok oleh Papa Bagas tadi?Akan tetapi, Riko seolah acuh, dan tak menghiraukan sama sekali. Malahan, ia sengaja untuk menggoda sang istri hingga wanita itu kesal.“Mau ke mana?” tanya Riko menahan lengan sang istri yang terburu-buru masuk ke dalam rumah.“Mita lelah, mau istirahat,” jawab Mita dengan ketus. Rupanya emosi telah merasuki dirinya sehingga tak bisa mengontrol diri
Emosi wanita dua puluh satu tahun itu bertakhta tatkala melihat sederet pesan yang baru saja masuk ke ponselnya. Ia menggeram dan secepat kilat mencari kunci mobil di laci.“Awas saja dia gangguin suamiku lagi. Aku akan jambak rambutnya dan melemparnya ke lantai,” sungut Mita kesal. Tanpa memperhatikan anak tangga dengan baik, ia tergesa-gesa turun ke lantai satu.Rupanya emosi karena kehadiran wanita lain membuat akal sehat Mita tergadaikan. Ia yang biasanya ramah, imut, dan pendiam bisa berubah menjadi seekor serigala betina.“Non Mita mau ke mana?” seru Bik Sari yang baru saja keluar dari salah satu kamar di lantai bawah. Namun, seruannya diabaikan oleh anak sang majikan.“Aduh, mana Ibu lagi nggak di rumah lagi.” Bik Sari panik. Ia segera mencari nomor ponsel Dewi dan memberitahukan keadaan Mita.Sepanjang perjalanan menuju kantor, Mita mengemudikan mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata. Bahkan ia mener
Riko meletakkan ponselnya yang perlahan berubah menjadi gelap. Sudah ia pastikan jika wanita di seberang sana merajuk karenanya. Dan ini akan menjadi satu tantangan tersendiri di saat ia pulang nanti.Ah, hanya membayangkan saja Riko ingin segera pulang untuk mendekap istri manisnya itu.“Kamu itu lucu sekali, Sayang.” Riko membuka satu dokumen yang tertumpuk di mejanya. Tak ada pilihan lain, selain menyelesaikan pekerjaannya terlebih dulu sebelum pulang.Namun, di saat ia sedang berkonsentrasi menelaah isi dari dokumen itu, satu suara pintu ruangannya dibuka dengan paksa.“Maaf, Pak. Bu –““Ri!”Riko menatap wanita yang menerobos masuk ke ruangannya tanpa kedip.“Maaf, Pak. Bu Alyssa memaksa masuk,” ucap Shakila.“Kamu bisa kembali ke tempatmu, Shakila,” titah Riko kemudian.“Baik, Pak.” Sekretaris itu pun keluar tanpa menutup pintu.
Satu keinginan diiringi sebuah hasrat yang menggebu tentu menjadi pemicu terciptanya percintaan singkat. Karena memang tidak ada pilihan, selain menyelesaikannya dengan cepat.Tiga puluh menit merupakan rekor tercepat bagi pasangan muda itu mendapatkan pelepasan. Dan sebagai akibatnya salah satu di antara mereka harus segera membersihkan diri. Ada tugas yang belum ia selesaikan di kantor.“Sini Mita pasangkan dasinya.” Wanita yang sudah memakai dres rumahan itu beranjak mendekati sang suami. Dengan telaten ia membenarkan simpul dasi yang tampak berantakan.“Mungkin ada beberapa pekerjaan yang akan menyita waktu siang ini,” ucap Riko dengan kedua mata yang masih menutup. Ia tak sanggup melihat penampilan sang istri yang semakin seksi di matanya. “Jadi ... mungkin aku akan pulang terlambat.”Tangan Mita yang sempat berhenti sesaat kini menepuk pelan dada suaminya. Lalu, mulai merapikan jas dan kemejanya agar terlihat lebi
Riko memadamkan laptopnya dan segera bangkit meraih jas miliknya. Sesuai jadwal yang telah sekretarisnya bacakan bahwa ada meeting penting pagi ini. Dan sebelum itu, ia harus menemui papa mertuanya terlebih dahulu.“Permisi, Pak.”“Ada apa Shakila?”“Pak Rama sudah tiba di lobi dan sekarang sedang menuju ruang meeting. Asisten pribadi beliau baru saja mengabarkan,” jawab Shakila.Riko mengernyit bingung. “Sudah datang?”Shakila mengangguk. “Iya, Pak. Beliau datang lebih awal dari jadwal yang telah disepakati. Tadi saya juga sudah memberitahu sekretaris Direktur Utama tentang hal ini.”“Baiklah. Kalau begitu kamu ikut saya, karena saya tidak akan kembali ke ruangan sebelum jam makan siang berakhir.”“Baik, Pak. Mari,” Shakila menyilakan Riko berjalan lebih dulu.Riko diikuti Shakila berjalan menuju ruang meeting nomor delapan, sesuai dengan jadwa
Telat di pagi hari karena hasrat yang tak bisa ditahan? Ehm, sepertinya itu wajar bagi pasangan pengantin baru. Mengingat semua itu berhubungan dengan permintaan para orang tua yang sudah mendambakan kehadiran calon anggota baru. Dan membahas keterlambatan, tentu saja tak ada yang akan menyalahkan mereka. Termasuk Bagas dan Dewi. Bukankah mereka pernah muda dan pernah berada pada posisi yang sama? Akan tetapi, semua itu tak lantas menjadikan Riko dan Mita tenang. Terutama Riko. Ada perasaan tak enak mengingat ia adalah seorang menantu. “Sepertinya Papa sudah berangkat, Kak.” Riko mengelus lengan istrinya. “Tak apa. Biar aku yang menjelaskan jika mereka bertanya.” Mita mengangguk dan mempersilakan suaminya duduk. Dengan cekatan, ia mulai mengisi piring Riko dengan sarapan yang sudah tersedia. Pun dengan piringnya sendiri. Mereka tampak fokus pada sarapan di hadapannya. Riko yang telah selesai melirik ke arah jam di tanga
Entah mengapa Mita merasa berdebar saat tatapan Riko memaku kedua matanya. Padahal, setiap ada kesempatan atau waktu hanya berdua sang suami tak berhenti menatapnya. Namun, kali ini semuanya berbeda.Rasanya sulit dijelaskan dengan kata-kata yang sering Mita pakai untuk mendefinisikan sebuah arti.Dan saat pertanyaan lirih disertai sentuhan lembut di dagunya, Mita terkesiap karena kegugupan yang melanda.“Mau dengar?”Nyatanya, hanya satu pertanyaan sederhana itu mampu membuat debaran di dada Mita semakin menggila. Dan untuk menuntaskan rasa penasarannya, ia mengangguk polos.Namun, semua itu tak bertahan lama tatkala Riko membisikkan kata-kata lirih tepat di depan wajahnya.“Ayah dan Bunda pengin cucu secepatnya.”Blush ...Seketika wajah Mita merona dengan tubuh yang membeku. Ditambah ajakan yang terkesan tak tahu malu yang Riko ucapkan semakin menambah warna merah hingga ke leher.“Bagaim
“Jadi ... kamu sudah memutuskan dengan baik-baik?” tanya Dewi yang sejak tadi menunggu putrinya masih enggan berbicara.Mita yang sedari tadi menunduk dengan dua tangan yang saling bertaut, mendongak.“Atau ... kamu masih bimbang?”“Bukan begitu, Ma.”“Lalu?” Dewi meletakkan majalah di tangannya.Lantas Mita memberanikan diri menatap kedua bola mata wanita yang telah melahirkan dan merawatnya hingga saat ini. Ada setitik harapan yang terpancar di sana. Menguatkan hati, Mita mencoba menghela nafas sebelum kembali berkata.“Mita berniat menarik kembali ucapan kemarin.”Lega. Itulah yang Mita rasakan di dalam hatinya. Meskipun rasa sakit itu masih ada, ia berusaha sekuat tenaga mempertahankan pernikahan. Mengingat semalam, suaminya juga mengatakan akan memperbaiki diri.“Bagus. Memang seharusnya seperti itu.”Mita menatap tak percaya dengan jawaba