Seumur hidupnya Mita tidak pernah menduga akan mengalami hal yang paling ia hindari. Mengecewakan kedua orang tuanya.
Ia adalah salah satu gadis yang begitu patuh kepada kedua orang tuanya. Gadis yang selalu mempunyai pilihan di setiap aturan atau keputusan yang diberikan Bagas dan Dewi.
Tapi tidak untuk kali ini. Saat ini gadis itu hanya bisa mengiyakan tanpa bisa menolak. Keputusan mutlak yang sudah diambil Dewi beberapa saat yang lalu tidak bisa diganggu gugat.
“APA YANG KALIAN LAKUKAN?!!!”
Suara menggelegar yang menggema di ruangan itu, membuat Riko dan Mita menarik diri dengan cepat. Keduanya mengalihkan pandangan ke arah pintu dimana seorang wanita paruh baya sedang menatap le arah mereka dengan tatapan nyalang. Riko dan Mita segera berdiri kaku di tempat.
“M-Mama ...”
“T-Tante ...”
Kedua manusia berbeda jenis kelamin itu mengeluarkan suara bersamaan. Keduanya meneguk ludah kasar. Tampak gugup dan salah tingkah.
Wanita paruh baya yang tak lain adalah Dewi, Mamanya Mita itu melangkah ke arah putri semata wayangnya. Meraih lengan Mita dengan sedikit sentakan. Tidak kasar tapi juga tidak lembut. Kedua bola matanya menyiratkan kemarahan yang ditujukan kepada Riko. Laki-laki yang telah berani mencium putri semata wayangnya.
“T-Tante ...”
Dewi mengangkat satu tangannya, mengisyaratkan agar Riko tak mengeluarkan suara.
“Kamu ada hubungan apa dengan putriku?” tanya Dewi to the point.
“Ma ?” rengek Mita.
“Diam.” bentak Dewi.
Gadis itu tertegun. Kedua matanya berkaca-kaca. Seumur hidupnya, Dewi tidak pernah mengeluarkan kata kasar atau bentakan kepadanya. Hatinya langsung merasa nyeri, lidahnya terasa kelu.
“Kamu tidak mau menjawab pertanyaanku?” tanya Dewi dengan nada menuntut.
Riko menghela nafas dalam sebelum mengatakan hal yang mampu membuat Mita nyaris tidak bernyawa lagi.
“Kami adalah sepasang kekasih.” ucap Riko yakin.
Dewi membelalakkan matanya terkejut. Tentu saja, ibu mana yang tidak syok mendapati anak kesayangan satu-satunya mempunyai kekasih tanpa sepengetahuannya.
“A-apa kamu bilang?” tanya Dewi meyakinkan.
“Kami adalah sepasang kekasih.” Ulang Riko.
Mita terkesiap mendengar pengakuan Riko yang juga mengejutkan dirinya. ‘Bagaimana bisa ia berkata seperti itu? Padahal yang sebenarnya terjadi tidak seperti yang ia katakan.’ pikirnya.
“K-kamu yakin?”
Riko mengangguk mantap. Dan untuk menambah keyakinan Dewi, Riko lantas menambahkan pernyataan yang membuat kedua perempuan beda usia tersebut nyaris pingsan.
“Saya berniat melamar Mita setelah acara pesta ini selesai. Tadi saya secara tidak langsung sudah mengklaim putri Tante menjadi ‘calon istri saya’. Dan seperti yang saja janjikan, besok saya akan membawa kedua orang tua saya melamar secara resmi kepada Om dan Tante.” ucap Riko yakin.
Mita meneguk ludahnya. Ia gugup. Semua yang dikatakan Riko seolah-olah laki-laki itu menginginkannya. Tapi menepis dugaan itu, ia takut ini hanya sebatas tanggung jawab karena laki-laki itu ketahuan mencium anak gadis orang.
“Saya dan Mita saling mencintai.” tambah Riko.
Sudah, kedua kaki Mita melemas. Kalau saja Riko tidak menyadarinya, gadis itu sudah tentu jatuh ke lantai.
Kini, gadis dua puluh satu tahun itu berada dalam gendongan Riko. Laki-laki yang baru saja menyatakan pernyataan konyol di depan Mamanya.
“Ada apa Ma? Eh, ada Nak Riko dan putri Papa di sini?” tanya Bagas.
“Duduk dulu, Pa. Kita tunggu Mas Hasan dan Mbak Sukma dulu.” ajak Dewi.
Bagas mengernyit heran dengan pernyataan istrinya. “Menunggu Mas Hasan dan Mbak Sukma? Untuk apa?”
“Loh! Kok pada di sini? Ada apa ini?” tanya Hasan heran.
Hasan dan Sukma yang baru saja selesai menjamu tamu-tamu undangan yang hadir, tampak terkejut melihat Riko dan Mita serta kedua orang tua Mita sendiri.
“Ada apa Wi?” tanya Sukma lembut.
Dewi mendekat ke arah Sukma. Ia mengambil posisi di sebelah Sukma, sedangkan Hasan berada di dekat Bagas.
“Begini, Mbak. Aku rasa kita harus segera membicarakan hubungan kedua anak-anak kita sebelum terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.” ucap Dewi pelan.
“H-hubungan?” Beo Sukma.
Hasan dan Bagas masih diam. Menunggu pembicaraan kedua wanita itu.
“Iya, Mbak. Riko dan Mita sudah menjalin kasih tanpa kita tahu.” Dewi menghela nafas dalam-dalam sebelum menyampaikan kejadian yang membuatnya syok tadi kepada Sukma, Hasan dan Bagas.
“Tadi, aku memergoki mereka dalam ... dalam keadaan yang tidak seharusnya dilakukan sebelum ada ikatan pernikahan.” Tambah Dewi.
Sukma tak mampu menahan syok, mendengar pernyataan Dewi baru saja. Tidak hanya Sukma, Hasan dan Bagas pun tampak terkejut. Raut ketiganya tak terbaca, membuat Mita menundukkan kepalanya di samping Riko. Sedangkan Riko, tampak menghimpun persiapan sidang yang akan dilakukan kedua orang tuanya dan orang tua Mita.
“Benar begitu, Ri?” Hasan mengeluarkan suara.
“Iya, Yah.” Jawab Riko tenang.
Laki-laki itu dengan penuh pengertian menggenggam lembut tangan Mita. Seolah memberi kekuatan kepada gadis yang kini ketakutan.
“Jadi? Apa yang akan kamu lakukan?” tanya Bagas langsung.
“Saya akan melamar Mita. Dan saya akan segera menikahinya.” Jawab Riko yakin.
“Baiklah. Papa tunggu kamu sampai besok malam untuk datang ke rumah.” Ucap Bagas santai.
Dewi dan Sukma merasa lega dengan ucapan Bagas barusan. Kedua wanita paruh baya itu saling berpelukan dan tampak bahagia. Tapi tidak dengan Mita.
Gadis yang berada di sebelah Riko itu terkejut, ia memberanikan diri mengangkat wajahnya. Menatap ke arah Bagas dengan tatapan bersalah.
“Pa?” gumam Mita lirih.
Bagas tersenyum. “Papa akan merestui pilihan kamu. Apa pun itu. Yang penting bagi Papa dan Mama, kamu bahagia dengan pilihanmu sendiri.”
Gadis dua puluh satu tahun itu terharu. Ia terisak, dan kedua tangan hangat itu merengkuh tubuhnya erat. Seolah memberi tempat untuk bersandar dan mengadukan perasaan.
Setelah melewati masa penghakiman yang begitu manis bagi Riko dan Mita, kini dengan dalih tanggung jawab Riko mengantar Mita pulang ke rumah. Sedangkan kedua orang tua masing-masing sudah pulang dengan membawa mobilnya sendiri.
“Kak Riko serius menikahi Mita?” celetuk Mita.
Riko melirik sekilas, lalu kembali fokus ke jalan di depannya yang cukup padat. “Iya.” Jawabnya singkat.
“K-kenapa? A-apa k-karena rasa bersalah?” tanya Mita.
Riko diam. Ia belum menjawab pertanyaan Mita yang menuntut jawaban darinya. Melihat reaksi Riko membuat wajah Mita muram. Otaknya mempunyai persepsi negatif tentang Riko.
Karena terlalu larut dalam pikirannya, Mita tak menyadari bahwa kini mobil itu berhenti di pinggir jalan yang sepi. Riko meneliti setiap inci wajah gadis berwajah murah di sampingnya ini.
Ia meraih seatbelt Mita untuk menyingkirkan benda itu. Pergerakan Riko membuat Mita tersadar dari lamunannya. Gadis itu hampir saja memekik kaget mendapati wajah Riko begitu dekat dengannya.
“Ka-Kakak mau apa?” tanya Mita gugup.
Riko menyeringai, “Kamu bertanya aku mau apa?”
Mita mengangguk ragu. Dan ia harus menahan nafas saat wajah Riko semakin mendekat ke arahnya. Kedua hidung mereka saling bersentuhan, seperti saat mereka di ruang istirahat tadi.
“Aku mau kamu.” Ucap Riko lirih.
Harum nafas Riko yang beraroma mint membuat Mita memejamkan mata. Menikmati aroma yang masuk ke indera penciumannya.
Riko menatap takjub kedua mata Mita yang kini memejam erat. Wajah berpoleskan make up natural itu membuatnya betah memandang lekat-lekat. Ia tak tahan untuk melarikan tangannya menyentuh bibir pink yang tampak menggoda dirinya. Gejolak dirinya bangkit saat ibu jarinya menyentuh bibir lembut yang sempat dirasakannya tadi. Dan kini menarik dirinya untuk merasai kembali bibir itu.
Dan itulah yang terjadi selanjutnya. Mengabaikan kesiap gadis mungil itu, Riko meredam pekikan Mita dalam ciuman dalam. Lumatan-lumatan yang diberikan Riko membuai Mita untuk membalasnya. Mita membalas lumatan-lumatan yang Riko berikan dengan gerakan kaku. Ia mengikuti instingnya saja.
Pergerakan kaku Mita membuat Riko tersentak. Laki-laki itu tersenyum dalam ciumannya. Riko menelusupkan lidahnya, menuntun Mita untuk menjulurkan lidahnya. Mencecap seluruh rasa manis di sana.
Entah berapa lama mereka berciuman, saling melumat dan bertukar saliva. Kini ciuman panas itu terurai. Keduanya berlomba-lomba menghirup oksigen untuk mengisi paru-parunya.
Riko tersenyum geli melihat bibir Mita yang tampak membengkak karena ulahnya. Ia mengusap sisa-sisa saliva yang berada di sekitar bibir Mita dengan ibu jarinya.
“Ini ...” Riko mengecup lembut bibir Mita “Milik aku.” Riko kembali melabuhkan kecupan kedua kalinya dengan waktu lebih lama.
Ada perasaan berbunga-bunga di hati Mita saat Riko menyematkan tanda kepemilikan pada dirinya. Tapi dari sudut hatinya yang lain ada perasaan cemas dan was-was yang begitu mengganggu.
“Sekarang aku antar kamu pulang.” ucap Riko.
Mita mengangguk. Selama perjalanan sampai ke rumahnya tak ada pembicaraan apa pun lagi. Apalagi setelah Mita turun dari mobil Riko. Laki-laki itu membiarkan dirinya turun tanpa mengucapkan kata-kata apa pun.
Mita menghela nafas dalam-dalam. Hatinya sedang berkecamuk. Dengan langkah gontai, ia masuk ke rumah menuju kamar dan segera membersihkan diri. Ia berharap semuanya akan baik-baik saja.
*
Riko mengemudikan mobilnya dengan kecepatan teratur setelah mengantarkan Mita pulang ke rumahnya. Senyum di bibirnya mengembang lebar mengingat insiden yang membawanya menjemput kebahagiaan.
Kini ia telah memarkirkan mobilnya di garasi. Laki-laki itu tampak bersiul riang saat memasuki rumah. Ia berniat langsung masuk ke kamar dan beristirahat. Tapi panggilan Hasan menghentikan langkahnya.
“Riko, Ayah dan Bunda ingin bicara denganmu.” titah Hasan tegas.
Riko berpaling mendapati kedua orang tuanya duduk di sofa ruang keluarga. Ia menghampiri keduanya, duduk di sofa yang berukuran lebih kecil.
“Ada apa, Yah?” tanya Riko.
“Ayah selalu mengajarkan kamu menghormati seorang perempuan. Kenapa kamu melakukan hal yang tidak terpuji kepada putri Om Bagas?” Tersirat nada kekecewaan dalam pertanyaan Hasan.
“Maaf Yah. Riko tadi lepas kendali.” Jawab Riko lirih.
“Kamu lupa? Kamu mempunyai adik perempuan, Ri!? Kamu tidak ingat bagaimana adik kamu terluka karena perbuatan laki-laki itu?!!” Ada emosi yang tampak jelas di mata pria paruh baya itu.
“Maaf Yah. Riko berjanji tidak akan mengulanginya lagi.” Ucap Riko mantap.
“Bunda kecewa sama kamu!!” Sukma mengeluarkan kekecewaan yang ia tahan sejak tadi.
Riko tertegun. Seumur hidupnya baru kali ini ia mendapati perempuan pertama yang dicintainya kecewa padanya. Riko menghampiri Sukma dan berlutut di kaki wanita paruh baya itu. Ia menggenggam lembut kedua tangan wanita yang telah membesarkan dirinya selama dua puluh delapan tahun itu.
“Maafin Riko, Bunda. Riko sudah mengecewakan Bunda dan Ayah. Tadi Riko lepas kendali. Riko berjanji tidak akan mengulanginya lagi.” Ucap Riko dengan sungguh-sungguh.
Sukma menghela nafas dalam-dalam, meredakan emosi yang bercokol di hatinya. Ia tidak menyangka putranya akan melakukan hal yang tidak terpuji kepada seorang perempuan. Padahal ia selalu mendidiknya untuk menghormati wanita.
“Baiklah. Persiapkan diri kamu besok.” Sukma melepaskan tangannya dari tangan putranya. Ia beranjak menuju kamar disusul oleh Hasan.
Untuk beberapa saat, Riko termenung. Ia memang merasa bersalah tapi di satu sisi laki-laki itu merasa beruntung.
.
.
.
Bersambung ...
Hujan deras disertai petir mengguyur Ibu Kota sejak pukul tiga dini hari. Curah hujan yang terlalu deras berpotensi menyebabkan banjir di beberapa sudut kota. Di salah satu kamar di rumah mewah, gadis berusia dua puluh satu tahun itu tampak mengubur seluruh tubuhnya di dalam selimut. Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas. Namun, Mita tak menunjukkan tanda-tanda akan segera bangun di Minggu pagi ini. Nafasnya tampak teratur dan masih pada posisi yang sama. Bagas dan Dewi yang kini berada di meja makan, baru saja menyelesaikan sarapan paginya. Sudah menjadi agenda di hari Minggu dan hari libur lainnya, semua orang yang ada di rumah ini akan bangun lebih siang dari hari-hari biasanya. Tak terkecuali semua Asisten Rumah Tangga. “Bagaimana persiapan untuk malam nanti, Ma?” tanya Bagas lembut. Dewi menyunggingkan senyum, “Semua sudah Mama urus semalam. Nanti Bi Sari dan beberapa ART lainnya akan menyiapkan semuanya. Mama juga sudah menghubungi
Pernikahan Riko dan Mita telah ditentukan semalam. Para orang tua sudah mendiskusikan tentang persiapan untuk menyambut hari bahagia itu.Dewi dengan antusias sudah mulai merealisasikan impian putri semata wayangnya tentang pernikahan. Ia benar-benar membuatnya seperti keinginan Mita. Mulai dari tempat, dekorasi, undangan dan lain-lain yang sudah mulai ia pesan.Untuk gaun pengantin pun, Dewi sudah memilih salah satu Butik yang sama dengan adik Riko. Wanita paruh baya itu tampak antusias menyambut hari pernikahan yang akan digelar pada tanggal dua puluh bulan depan. Terhitung tinggal dua puluh delapan hari lagi.Pagi ini, Mita yang masih mempunyai jadwal kuliah pun sudah bersiap sejak sepuluh menit yang lalu. Kaos pendek dan celana jeans pas body menjadi pilihannya.Gadis itu meraih ransel dan laptop setelah memakai sepatu kesayangannya. Ia menuruni tangga dengan santai, menuju meja makan.“Papa mana, Ma?” tanya Mita heran. Gadis itu se
Seumur hidup Riko tidak pernah mengira bahwa dirinya akan cemburu seperti ini kepada seorang wanita. Kilasan yang sempat ia lihat tadi membuat emosinya naik drastis tanpa bisa dikendalikan. Laki-laki itu tak ingin, tapi ia pun tak bisa mengendalikan kecemburuan yang tiba-tiba datang.Kini Riko terpana melihat Mita keluar dari ruang ganti dengan memakai gaun pengantin pilihan gadis itu sendiri.Riko meneguk ludah. Tiba-tiba saja gairahnya memuncak melihat penampilan calon istrinya yang terbalut gaun pengantin.Dengan langkah cepat, Riko langsung memeluk Mita dari belakang dengan nafas yang menderu. Ia melabuhkan kecupan dalam pada leher kanan Mita. Dan itu mampu membuat gadis itu meremang.“Kak!” Mita tercekat saat Riko tiba-tiba menghisap lehernya yang kemungkinan akan meninggalkan bekas kemerahan di sana.Dalam sekejap Riko membalikkan posisi Mita menghadap ke arahnya. Gerakan cepat Riko membuat Mita terkejut dan sempat memekik.
“Non Mita lagi ngapain?”Mita yang sedang meracik biji kopi ke dalam alat pembuat kopi menoleh ke arah belakang. “Eh, Bibi. Mita lagi mau buatin kopi buat Kak Riko.”“Mau Bibi bantu?”Mita menggeleng. “Enggak usah, Bik. Mita bisa sendiri kok.”Bik Sari mengangguk dan mengerjakan pekerjaannya sendiri.Walaupun Mita adalah anak tunggal, gadis itu bukanlah seperti anak tunggal yang manja. Ia sering membantu Bik Sari di dapur ketika libur kuliah. Dan setiap hari Minggu, ia pun akan membersihkan kamarnya sendiri.Tanpa kesulitan Mita menghidupkan alat pembuat kopi untuk mulai membuat biji-biji kopi menjadi secangkir kopi panas. Gadis itu tampak lincah karena memang ia sering membuatkan untuk Papanya.“Selesai,” gumamnya lirih.Tanpa Mita sadari ada beberapa tetes air di lantai yang bisa membuatnya tergelincir. Benar saja, sementara kemudian saat ia akan melangkah tiba-tiba
“Ehem .... udah ada yang rapi nih,” sindir Dewi dengan nada jahil saat Mita yang sudah memakai setelan rok mini mendekati meja makan.Bagas melebarkan senyuman mendengar Dewi terang-terangan menyindir putri semata wayangnya.“Ah, kalau mau kencan sih, dunia jadi milik berdua. Yang lainnya mengontrak. Iya nggak, Pa?” goda Dewi yang belum puas menggoda Mita.Bagas hanya mengangguk.“Apalagi kalau udah jadi pengantin baru, pasti dikekepin mulu di kamar,”Uhuk ... uhuk ....Sial! Mendengar godaan sang Mama yang terakhir membuat Mita tersedak susu yang membuat tenggorokannya terasa sakit.“Hati-hati, Sayang,” peringat Bagas.Mita masih meredakan tenggorokannya yang terasa sakit. Dewi yang berada di samping Mita, memberikan tepukan lembut di punggung Mita untuk membantu meringankan sakitnya.“Mama sih! Kalau ngomong suka sembarangan. Mana udah bahas nikah melulu lagi,&rdquo
“Ahh .... Kak ... i- ini geli,” rengek Mita yang merasakan geli luar biasa karena Riko menggelitik area pinggangnya dengan sepuluh jemarinya.“Siapa yang ngajarin gigit lidah kayak tadi?” tanya Riko yang kini mendekap erat tubuh Mita.“Nggak ada,”“Yakin?”Mita mengangguk dalam pelukan Riko.“Kalau kamu gigit kayak tadi,” Riko menjeda ucapannya, membuat Mita mendongak. Riko mendekatkan wajahnya, hingga hidung mereka bersentuhan. “Aku bakalan bikin bibir kamu lebih bengkak dari sekarang.”Hembusan nafas Riko meremangkan Mita. Gadis yang kini terpaku oleh ketampanan Riko, menatap tanpa kedip. Dan entah keberanian dari mana, Mita memiringkan wajahnya untuk menyapa kelembutan bibir Riko, yang membuatnya menjadi candu.Mita sendiri tidak tahu kapan tepatnya, yang pasti mulai saat ini ia selalu tertarik untuk menyapa bibir Riko.Perlahan Mita menggerakkan bibirnya, insting
Mita merasakan kedua pipinya kembali merona. Mirip seperti kepiting rebus, merah sempurna.Kegundahan dalam hatinya yang sejak beberapa hari ini mengusiknya kini terpecah berkeping-keping. Pernyataan Riko yang baru saja diucapkan membuatnya senang sekaligus malu.Bukankah pertanyaannya tadi secara tidak langsung mendesak meminta pernyataan cinta? Bagaimana ia bisa melakukan tindakan memalukan seperti itu?Dan kini Mita harus menahan sekuat tenaga untuk tak mengembangkan senyumannya lebih lebar, saat Riko menatapnya penuh cinta.Cinta? Ya, Mita tahu arti tatapan Riko hari ini padanya. Tatapan yang sering Mita lihat di drama Korea yang sering ia tonton bersama sahabatnya, Melissa.Bahkan Mita merutuki kebodohannya terpancing oleh pertanyaan Melissa yang membuatnya kini harus menanggung malu.Riko memindai seluruh wajahnya dan tak segan-segan memberikan elusan lembut di kedua pipinya.“Sejak kapan Kakak menginginkan Mita?” Mita membe
//Kak RikoAku berangkat ya, Sayang Jadwal penerbangan dimajukan menjadi pagi tadi karena ada pertemuan mendadak.Maaf ya, aku nggak menepati janji untuk pamitan langsung sama kamu.Aku akan pulang segera, begitu urusan pekerjaanku selesai.Jangan lupa makan teratur dan jangan ceroboh!Tunggu aku pulang.Mita menatap layar ponsel yang memperlihatkan sederet pesan dari Riko, satu jam yang lalu. Kedua matanya berkaca-kaca karena merasa dibohongi oleh calon suaminya.Bukankah dia bisa menelepon? Kenapa hanya sederet pesan yang tidak berguna yang dikirimkan?Begitulah pertanyaan-pertanyaan yang mengganggu Mita sejak tadi. Gadis itu merasa Riko membohonginya semalam, agar ia tak merasa cemas.‘Apa hak kamu Mita? Bahkan yang terjadi di antara kalian hanya
Rintihan Mita mengalun. Tubuhnya menggeliat dalam dorongan hasrat yang kini sedang menjamah kedua payudaranya. Siapa lagi pelakunya jika bukan sang suami, Riko.Pria bermanik kecokelatan itu mengisap salah satu puting payudara Mita dengan intens, seolah ia akan bertahan hidup jika melakukannya. Sedangkan satu tangannya meremas-remas bagian yang lain dengan gerakan sensual.“Oh ... Kak. Mi-mita sudah tak tahan lagi, Kak,” rintih Mita ke sekian kalinya. Namun, Riko seolah tuli, dan terus melancarkan aksi menyusu hingga kedua bagian itu mendapatkan perhatian yang sama.Sungguh! Ini menyiksa, tapi nikmat. Dan Mita tak memiliki daya untuk menunggu kejantanan Riko kembali memasukinya.“Mita mohon, Kak.” Ia menggeleng saat jari-jari Riko yang menggoda klit-nya dengan gesekan dan tekanan lembut. Riko menggeram. Rasa basah yang menyapa menyulut gairahnya. Dan tanpa aba-aba, ia membalikkan tubuh sang istri dengan cepat.“Kak,” protes Mita kesal. Bagaimana mungkin pria ini mempermainkannya den
Wajah Mita memerah malu saat sang ayah memergoki dirinya dan sang suami sedang bermesraan. Apalagi dalam keadaan yang tidak pantas dilihat.Berbeda dengan Riko yang seolah menganggap itu adalah hal biasa. Dan saat ini, bermodalkan izin dari sang ayah mertua, pria itu mengantarkan istrinya pulang.“Kakak mau ke kantor lagi?” tanya Mita setelah ia berhasil turun, disambut oleh kedua tangan Riko. Alih-alih menjawab, Riko malah memberikan kecupan di bibir Mita hingga si empunya memekik.“Kak?” Mita memberikan tatapan peringatan.Oh, Tuhan! Bagaimana bisa suaminya ini menjadi tak tahu tempat begini? Belum cukup terpergok oleh Papa Bagas tadi?Akan tetapi, Riko seolah acuh, dan tak menghiraukan sama sekali. Malahan, ia sengaja untuk menggoda sang istri hingga wanita itu kesal.“Mau ke mana?” tanya Riko menahan lengan sang istri yang terburu-buru masuk ke dalam rumah.“Mita lelah, mau istirahat,” jawab Mita dengan ketus. Rupanya emosi telah merasuki dirinya sehingga tak bisa mengontrol diri
Emosi wanita dua puluh satu tahun itu bertakhta tatkala melihat sederet pesan yang baru saja masuk ke ponselnya. Ia menggeram dan secepat kilat mencari kunci mobil di laci.“Awas saja dia gangguin suamiku lagi. Aku akan jambak rambutnya dan melemparnya ke lantai,” sungut Mita kesal. Tanpa memperhatikan anak tangga dengan baik, ia tergesa-gesa turun ke lantai satu.Rupanya emosi karena kehadiran wanita lain membuat akal sehat Mita tergadaikan. Ia yang biasanya ramah, imut, dan pendiam bisa berubah menjadi seekor serigala betina.“Non Mita mau ke mana?” seru Bik Sari yang baru saja keluar dari salah satu kamar di lantai bawah. Namun, seruannya diabaikan oleh anak sang majikan.“Aduh, mana Ibu lagi nggak di rumah lagi.” Bik Sari panik. Ia segera mencari nomor ponsel Dewi dan memberitahukan keadaan Mita.Sepanjang perjalanan menuju kantor, Mita mengemudikan mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata. Bahkan ia mener
Riko meletakkan ponselnya yang perlahan berubah menjadi gelap. Sudah ia pastikan jika wanita di seberang sana merajuk karenanya. Dan ini akan menjadi satu tantangan tersendiri di saat ia pulang nanti.Ah, hanya membayangkan saja Riko ingin segera pulang untuk mendekap istri manisnya itu.“Kamu itu lucu sekali, Sayang.” Riko membuka satu dokumen yang tertumpuk di mejanya. Tak ada pilihan lain, selain menyelesaikan pekerjaannya terlebih dulu sebelum pulang.Namun, di saat ia sedang berkonsentrasi menelaah isi dari dokumen itu, satu suara pintu ruangannya dibuka dengan paksa.“Maaf, Pak. Bu –““Ri!”Riko menatap wanita yang menerobos masuk ke ruangannya tanpa kedip.“Maaf, Pak. Bu Alyssa memaksa masuk,” ucap Shakila.“Kamu bisa kembali ke tempatmu, Shakila,” titah Riko kemudian.“Baik, Pak.” Sekretaris itu pun keluar tanpa menutup pintu.
Satu keinginan diiringi sebuah hasrat yang menggebu tentu menjadi pemicu terciptanya percintaan singkat. Karena memang tidak ada pilihan, selain menyelesaikannya dengan cepat.Tiga puluh menit merupakan rekor tercepat bagi pasangan muda itu mendapatkan pelepasan. Dan sebagai akibatnya salah satu di antara mereka harus segera membersihkan diri. Ada tugas yang belum ia selesaikan di kantor.“Sini Mita pasangkan dasinya.” Wanita yang sudah memakai dres rumahan itu beranjak mendekati sang suami. Dengan telaten ia membenarkan simpul dasi yang tampak berantakan.“Mungkin ada beberapa pekerjaan yang akan menyita waktu siang ini,” ucap Riko dengan kedua mata yang masih menutup. Ia tak sanggup melihat penampilan sang istri yang semakin seksi di matanya. “Jadi ... mungkin aku akan pulang terlambat.”Tangan Mita yang sempat berhenti sesaat kini menepuk pelan dada suaminya. Lalu, mulai merapikan jas dan kemejanya agar terlihat lebi
Riko memadamkan laptopnya dan segera bangkit meraih jas miliknya. Sesuai jadwal yang telah sekretarisnya bacakan bahwa ada meeting penting pagi ini. Dan sebelum itu, ia harus menemui papa mertuanya terlebih dahulu.“Permisi, Pak.”“Ada apa Shakila?”“Pak Rama sudah tiba di lobi dan sekarang sedang menuju ruang meeting. Asisten pribadi beliau baru saja mengabarkan,” jawab Shakila.Riko mengernyit bingung. “Sudah datang?”Shakila mengangguk. “Iya, Pak. Beliau datang lebih awal dari jadwal yang telah disepakati. Tadi saya juga sudah memberitahu sekretaris Direktur Utama tentang hal ini.”“Baiklah. Kalau begitu kamu ikut saya, karena saya tidak akan kembali ke ruangan sebelum jam makan siang berakhir.”“Baik, Pak. Mari,” Shakila menyilakan Riko berjalan lebih dulu.Riko diikuti Shakila berjalan menuju ruang meeting nomor delapan, sesuai dengan jadwa
Telat di pagi hari karena hasrat yang tak bisa ditahan? Ehm, sepertinya itu wajar bagi pasangan pengantin baru. Mengingat semua itu berhubungan dengan permintaan para orang tua yang sudah mendambakan kehadiran calon anggota baru. Dan membahas keterlambatan, tentu saja tak ada yang akan menyalahkan mereka. Termasuk Bagas dan Dewi. Bukankah mereka pernah muda dan pernah berada pada posisi yang sama? Akan tetapi, semua itu tak lantas menjadikan Riko dan Mita tenang. Terutama Riko. Ada perasaan tak enak mengingat ia adalah seorang menantu. “Sepertinya Papa sudah berangkat, Kak.” Riko mengelus lengan istrinya. “Tak apa. Biar aku yang menjelaskan jika mereka bertanya.” Mita mengangguk dan mempersilakan suaminya duduk. Dengan cekatan, ia mulai mengisi piring Riko dengan sarapan yang sudah tersedia. Pun dengan piringnya sendiri. Mereka tampak fokus pada sarapan di hadapannya. Riko yang telah selesai melirik ke arah jam di tanga
Entah mengapa Mita merasa berdebar saat tatapan Riko memaku kedua matanya. Padahal, setiap ada kesempatan atau waktu hanya berdua sang suami tak berhenti menatapnya. Namun, kali ini semuanya berbeda.Rasanya sulit dijelaskan dengan kata-kata yang sering Mita pakai untuk mendefinisikan sebuah arti.Dan saat pertanyaan lirih disertai sentuhan lembut di dagunya, Mita terkesiap karena kegugupan yang melanda.“Mau dengar?”Nyatanya, hanya satu pertanyaan sederhana itu mampu membuat debaran di dada Mita semakin menggila. Dan untuk menuntaskan rasa penasarannya, ia mengangguk polos.Namun, semua itu tak bertahan lama tatkala Riko membisikkan kata-kata lirih tepat di depan wajahnya.“Ayah dan Bunda pengin cucu secepatnya.”Blush ...Seketika wajah Mita merona dengan tubuh yang membeku. Ditambah ajakan yang terkesan tak tahu malu yang Riko ucapkan semakin menambah warna merah hingga ke leher.“Bagaim
“Jadi ... kamu sudah memutuskan dengan baik-baik?” tanya Dewi yang sejak tadi menunggu putrinya masih enggan berbicara.Mita yang sedari tadi menunduk dengan dua tangan yang saling bertaut, mendongak.“Atau ... kamu masih bimbang?”“Bukan begitu, Ma.”“Lalu?” Dewi meletakkan majalah di tangannya.Lantas Mita memberanikan diri menatap kedua bola mata wanita yang telah melahirkan dan merawatnya hingga saat ini. Ada setitik harapan yang terpancar di sana. Menguatkan hati, Mita mencoba menghela nafas sebelum kembali berkata.“Mita berniat menarik kembali ucapan kemarin.”Lega. Itulah yang Mita rasakan di dalam hatinya. Meskipun rasa sakit itu masih ada, ia berusaha sekuat tenaga mempertahankan pernikahan. Mengingat semalam, suaminya juga mengatakan akan memperbaiki diri.“Bagus. Memang seharusnya seperti itu.”Mita menatap tak percaya dengan jawaba