Seumur hidupnya Mita tak pernah merasakan kegugupan saat berdekatan dengan orang lain. Terhitung sejak kejadian di halaman rumah Riko dua hari yang lalu, Mita merasa gugup dan gelisah jika dekat dengan laki-laki itu.
Seperti sekarang ini, Mita terfokus pada keadaan di luar jendela tempat ia duduk. Ia merasa mobil yang di kemudikan Riko berjalan sangat lambat. Padahal faktanya tidak seperti itu.
Mereka pergi bersama menuju ke Hotel Pandawa, tempat berlangsungnya resepsi pernikahan Rendy dan Melissa. Keduanya tampak larut dalam pikiran masing-masing. Hingga tak ada satu pun yang mengeluarkan suara.
Sebenarnya Riko sudah gatal ingin mengomentari penampilan gadis di sebelahnya ini. Hanya saja ia takut lepas kendali. Pasalnya keduanya tidak memiliki hubungan khusus. Dan cukup membuat laki-laki itu frustrasi. Sifat possesifnya tiba-tiba muncul begitu saja.
Memasuki pelataran hotel itu, Riko masuk ke area Basement . Ia berniat memakirkan mobilnya di sana. Laki-laki itu memilih tempat paling dekat dengan lift satu-satunya di sana. Setelah ia memarkirkan mobilnya dengan baik, laki-laki itu terdiam. Hal itu sontak membuat Mita mengernyit heran dengan tingkah laku Riko.
“Kak, buka pintunya. Mita mau turun.” Ucap gadis itu lembut.
Suara lembut gadis itu terdengar merdu di telinga Riko. Membuatnya seketika menegang. Sial!!! Riko menatap gadis itu dengan tatapan sulit di artikan.
Setelah Riko membuka kunci pintu mobilnya, Mita buru-buru turun dari mobil itu. Gadis itu perlu menyelamatkan jantungnya yang berdetak kencang karena tatapan Riko yang seakan membunuhnya. Ia memang tak pernah pacaran, tapi setidaknya dari film yang sering ia tonton membuatnya tahu bagaimana sikap laki-laki terhadap seorang perempuan.
Karena terlalu terburu-buru Mita hampir saja terjungkal. Highells yang di pakai saat ini terlalu tinggi dan dirinya kurang berhati-hati. Untung saja Riko sigap meraih tubuh Mita, kalau tidak pasti akan memalukan baginya.
“Kayaknya sandal kamu ini terlalu tinggi deh.” Cetus Riko.
Mita mengernyitkan dahinya. “Kenapa? Ada yang salah?”
“Hmm, itu membahayakan kamu.” Jawabnya santai.
Perkataan bernada perhatian itu mampu menimbulkan semburat merah di pipi Mita, membuat Riko menyeringai.
“Ini masih normal sih. Cuma Mita aja yang kurang hati-hati.” Sahut Mita gugup. Sial, berada di sekitar laki-laki ini membuat jantungnya berdisko ria.
“Lain kali kamu pake yang biasa saja. Lebih aman, iya kan?” Ucap Riko datar.
Mita memutar bola mata malas. Ia diam tak membalas apapun.
Ting
Lift terbuka. Mita dan Riko masuk dan laki-laki itu menekan angka empat. Saat lift berhenti di lantai dua, ada beberapa laki-laki yang berniat masuk. Riko langsung menarik Mita ke pojok. Tanpa laki-laki itu sadar, ia melingkarkan tangannya di pinggang Mita bak sepasang kekasih. Membuat laki-laki yang akan masuk itu menjaga jarak aman.
Perlakuan Riko yang tiba-tiba itu membuat nyawa Mita seakan melayang dari tubuhnya. Dalam benaknya, gadis itu berfikir ‘apa begini perlakuannya pada setiap wanita’. Tanpa sadar ia mendengus yang masih bisa ditangkap jelas oleh Riko, membuat laki-laki itu tersenyum samar.
Ting
Lift telah tiba di lantai empat. Mereka berdua keluar dari sana, masih dengan posisi Riko yang melingkarkan tangannya di pinggang Mita. Tentu saja membuat gadis itu gugup sekali. Apalagi saat ia merasakan remasan lembut di pinggangnya. Tidak pingsan saat itu juga merupakan prestasi baik bagi Mita.
Mendapati kegugupan Mita membuat Riko menyeringai puas. Ada kepuasan tersendiri bisa menggoda gadis mungil yang lucu menurutnya itu. Tapi, senyumnya luntur saat melihat siluet seorang wanita berbalut gaun merah panjang dengan belahan mencapai atas paha dan belahan dada yang terbuka. Laki-laki itu semakin meraih pinggang Mita mendekat kepadanya. Hal yang membuat Mita harus menahan nafas karena harum tubuh Riko masuk ke paru-parunya.
“Mau Kakak antar ke ruangannya?” bisik Riko lembut di telinga Mita.
Hembusan nafas Riko yang membelai daun telinganya membuat Mita meremang.
“M-Mita b-bisa kesana s-sendiri kok K-Kak.” Jawab Mita gugup. Gadis itu kehilangan sebagian konsentrasi otaknya karena pengaruh Riko di sampingnya.
“Kakak anter aja. Ayo!” sahut Riko cepat tanpa mau di bantah. Laki-laki itu dengan santainya mengantar Mita menuju ruangan di mana adiknya sedang di rias untuk pesta yang akan di langsungkan satu jam lagi.
Mita menguatkan dirinya yang kini menjadi pusat perhatian orang. Tak banyak memang, tapi itu membuatnya gugup. Apalagi saat ini ia di rangkul mesra oleh laki-laki. Ia menyadari tatapan tak suka yang terang-terangan di tunjukkan oleh salah satu tamu wanita yang sedang di gandeng oleh seorang laki-laki yang tidak Mita kenal.
Seharusnya tadi aku bareng Ayah dan Bunda saja
Kalau saja Kak Riko tidak memaksa aku,
Ish, lihat tatapan wanita itu
Mita yang terlalu larut dalam fikirannya membuat ia kaget saat wanita yang menatapnya tak suka menghampirinya.
“Selera kamu anak-anak banget Ri? Emang dia bisa ngimbangin kamu?” Tanya wanita bergaun merah dengan nada mengejek.
Riko menyeringai, “Lo nggak tau aja, dia bahkan lebih hebat dari wanita berumur tiga puluh tahun. Tentunya, lebih muda, lebih cantik dan patuh.” Riko menjeda perkataannya. “Ahh, dan satu lagi. Perempuan yang Lo bilang masih anak-anak ini mempunyai pendirian yang tak mudah goyah.” Ucap Riko telak.
Wanita bergaun merah itu meremas tas kecil yang ada digenggamannya. “Oh ya ... kamu yakin? Jangan-jangan dia hanya bisa menangis saat nanti kamu tinggalkan.” Ucapnya dengan nada sinis.
Ucapan wanita dengan nada sarkas itu mengusik ketenangan hati Mita. Ia merasa di permalukan oleh orang yang belum pernah di kenalnya. Gadis itu merasakan remasan lembut di pinggangnya ketika dirinya hampir saja meluapkan emosi yang kini bercokol di hatinya. Mita mengalihkan tatapannya ke Riko dan di balas senyum manis olehnya.
“Gue bukan Elo yang bisa meninggalkan begitu saja hanya karena mencari yang lebih baik. Dan ‘calon istri’ Gue ini punya pendirian yang teguh. Bukan seperti Lo, yang hanya mengejar kelebihan tanpa menerima kekurangan orang lain.” Ucap Riko santai.
Ucapan Riko membuat beberapa orang terkesiap dan membeku. Termasuk pria dan wanita paruh baya yang baru saja datang. Keduanya membeku di tempatnya berdiri.
“Ayo Sayang. Aku antar kamu ke dalam.” Ucap Riko lembut.
Mita tertegun mendengar ucapan Riko yang terkesan lugas dan terang-terangan itu. Kedua pipinya merona tanpa bisa di cegah. Siapapun yang melihatnya pasti akan menduga, mereka benar-benar sepasang kekasih yang lagi kasmaran.
Tak mendapat balasan dari Mita membuat Riko gusar. Tanpa aba-aba laki-laki itu semakin menarik Mita mendekat. Kedua hidung mereka nyaris menempel, bahkan sedikit saja salah satunya bergerak bibir mereka akan bersentuhan.
Beberapa tamu yang memperhatikan interaksi mereka menahan nafas, terutama pria dan wanita paruh baya yang saling bergandengan itu. Mereka tampak mengeratkan tangan.
Mita meneguk ludahnya. Sial, otaknya tiba saja tidak berfungsi dengan baik. Kedua tangannya yang berada di dada Riko bergetar.
“Kak,” cicit Mita.
“Ya?” sahut Riko cepat.
Mita menghela nafas dalam-dalam. “Antar Mita ke dalam Kak.”
Riko tersenyum puas. Pelan-pelan ia mengendurkan rengkuhannya. “Dengan senang hati.” Riko dengan sengaja mengecup pipi Mita. Dan tindakannya sukses membuat wanita bergaun merah itu merah padam. Perpaduan antara malu dan tidak suka.
Sedangkan Mita hanya terdiam kaku. Pun saat Riko menuntun dirinya masuk ke ruangan di mana sepasang pengantin dan beberapa Bridesmaid dan Growsman berada.
“Kamu ganti baju dulu sana. Habis itu nanti Kakak kesini lagi. Kakak mau ketemu Ayah dan Bunda dulu.” Riko mengusap pipi Mita lembut, membuat gadis itu tercekat. Dari kejauhan Melissa tersenyum penuh arti melihat drama romansa itu.
Setelah kepergian Riko, Mita mendapat sorakan beruntun dari semua orang yang berada di sana. Tak terkecuali Melissa. Gadis yang baru saja resmi menjadi Nyonya Pratama itu meledeknya habis-habisan. Pasalnya Mita sempat mengelak tentang kedekatannya dengan Riko.
“Please deh. Kepala gue udah pusing Mel. Jangan nambah-nambahin lagi ya?” Pinta Mita.
“Halah, akal-akalan Lo aja pasti. Kemarin-kemarin aja bilang nggak. Lha ini buktinya.” Melissa geleng-geleng kepala mendengar setiap kata pembelaan yang Mita ucapkan.
Mita merasa geram. Lalu dengan penuh keyakinan ia berkata, “Iya gue suka Kak Riko. Trus Lo mau apa coba?” ucapnya lantang.
Pernyataan itu jelas membuat Melissa terkesiap. “A-apa gue gak s-salah denger?” tanya Melissa memastikan.
“Enggak.” Jawabnya cepat.
Kedua mata Melissa berkaca-kaca. Wanita itu menghambur ke pelukan sahabatnya.
“Terima kasih.” Ucap Melissa.
Ucapan Melissa membuat Mita melongo. Apalagi pelukan eratnya kali ini mempunyai makna yang berbeda. Tak seperti biasanya. Mita merasakan aura di sekitarnya berubah menjadi aneh.
Ada apa sih? Pikirnya
Setelah tadi pagi Bunda Sukma,
Sekarang Meli pun ikut eror
Ah, Kak Riko malah lebih parah
Sebentar lagi ...
Mita merasakan jantungnya tak lagi berdetak. Bagaimana tidak, seharian ini ia sudah di kejutkan banyak hal. Dari kenyataan hingga dugaan. Dan kali ini ia takkan mampu mengelak jika kedua orang tuanya mengetahui kejadian yang baru saja terjadi. Tanpa ia tahu, kedua orang tuanya bahkan sudah melihatnya secara langsung.
*
Pesta pernikahan sedang berlangsung. Mita yang merasa letih memutuskan untuk kembali ke salah satu ruang istirahat. Ia memilih duduk di salah satu sofa yang ada disana.
“Capek?” cetus laki-laki yang saat ini berdiri di pintu ruangan itu.
Kedua mata Mita yang mulanya terpejam langsung membuka. “Hmm.” Jawabnya singkat. Ia kembali memejamkan matanya sejenak.
Pergerakan pelan laki-laki itu membuat Mita tak menyadari keberadaannya. Laki-laki itu mendaratkan bokongnya tepat di sebelah Mita. Pergerakan tiba-tiba itu membuat gadis itu terkejut.
“K-Kak Riko ngapain?” tanya Mita syok.
“Istirahat.” Jawabnya santai.
“K-kan bisa duduk disana?” Mita menunjuk sofa lain yang lebih kecil dari yang ia duduki.
“Aku suka di sini. Kalau di sana aku duduk sendiri.” Jawab Riko.
Mita meneguk ludah. Berdekatan dengan Riko bukan hal baik bagi kesehatan jantungnya. Kini ia seperti bisa mendengar dengan jelas debaran yang semakin riuh seiring terhirupnya aroma maskulin dari tubuh laki-laki itu.
“Kamu kenapa? Kok pipi kamu merah-merah? Kamu sakit?” Riko menempelkan tangannya ke dahi Mita kemudian turun ke pipi. Kedua tangannya menangkap kedua pipi Mita.
Berada dalam posisi seperti ini, tubuh Mita membeku. Ia terpaku saat kedua bola mata Riko menghujam kedua matanya.
Posisi seperti ini tak pernah Riko bayangkan sebelumnya. Sebenarnya sejak tadi ia sudah mengontrol dirinya sendiri agar tak lepas kendali. Namun ini terlihat sangat sulit. Kedua pipi yang merona dan bibir mungil yang dipoles lipstik itu seakan merayu dirinya untuk melabuhkan kecupan di sana.
Glek ...
Bertahan menjadi hal sulit bagi Riko. Memanfaatkan keterdiaman Mita, laki-laki yang terbawa suasana itu memiringkan kepalanya, untuk melabuhkan kecupan di bibir gadis berusia dua puluh satu tahun itu.
Cup ...
Kedua bibir itu bersentuhan. Tubuh Mita seketika menegang. Rasa panas menjalar ke seluruh tubuhnya. Begitu juga dengan Riko. Laki-laki itu merasakan sengatan dahsyat pada hatinya yang dingin. Tiba-tiba satu suara wanita paruh baya membuat mereka memalingkan wajah bersamaan.
“APA YANG KALIAN LAKUKAN?!!!!”
.
.
.
Bersambung ...
Seumur hidupnya Mita tidak pernah menduga akan mengalami hal yang paling ia hindari. Mengecewakan kedua orang tuanya. Ia adalah salah satu gadis yang begitu patuh kepada kedua orang tuanya. Gadis yang selalu mempunyai pilihan di setiap aturan atau keputusan yang diberikan Bagas dan Dewi. Tapi tidak untuk kali ini. Saat ini gadis itu hanya bisa mengiyakan tanpa bisa menolak. Keputusan mutlak yang sudah diambil Dewi beberapa saat yang lalu tidak bisa diganggu gugat. “APA YANG KALIAN LAKUKAN?!!!” Suara menggelegar yang menggema di ruangan itu, membuat Riko dan Mita menarik diri dengan cepat. Keduanya mengalihkan pandangan ke arah pintu dimana seorang wanita paruh baya sedang menatap le arah mereka dengan tatapan nyalang. Riko dan Mita segera berdiri kaku di tempat. “M-Mama ...” “T-Tante ...” Kedua manusia berbeda jenis kelamin itu mengeluarkan suara bersamaan. Keduany
Hujan deras disertai petir mengguyur Ibu Kota sejak pukul tiga dini hari. Curah hujan yang terlalu deras berpotensi menyebabkan banjir di beberapa sudut kota. Di salah satu kamar di rumah mewah, gadis berusia dua puluh satu tahun itu tampak mengubur seluruh tubuhnya di dalam selimut. Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas. Namun, Mita tak menunjukkan tanda-tanda akan segera bangun di Minggu pagi ini. Nafasnya tampak teratur dan masih pada posisi yang sama. Bagas dan Dewi yang kini berada di meja makan, baru saja menyelesaikan sarapan paginya. Sudah menjadi agenda di hari Minggu dan hari libur lainnya, semua orang yang ada di rumah ini akan bangun lebih siang dari hari-hari biasanya. Tak terkecuali semua Asisten Rumah Tangga. “Bagaimana persiapan untuk malam nanti, Ma?” tanya Bagas lembut. Dewi menyunggingkan senyum, “Semua sudah Mama urus semalam. Nanti Bi Sari dan beberapa ART lainnya akan menyiapkan semuanya. Mama juga sudah menghubungi
Pernikahan Riko dan Mita telah ditentukan semalam. Para orang tua sudah mendiskusikan tentang persiapan untuk menyambut hari bahagia itu.Dewi dengan antusias sudah mulai merealisasikan impian putri semata wayangnya tentang pernikahan. Ia benar-benar membuatnya seperti keinginan Mita. Mulai dari tempat, dekorasi, undangan dan lain-lain yang sudah mulai ia pesan.Untuk gaun pengantin pun, Dewi sudah memilih salah satu Butik yang sama dengan adik Riko. Wanita paruh baya itu tampak antusias menyambut hari pernikahan yang akan digelar pada tanggal dua puluh bulan depan. Terhitung tinggal dua puluh delapan hari lagi.Pagi ini, Mita yang masih mempunyai jadwal kuliah pun sudah bersiap sejak sepuluh menit yang lalu. Kaos pendek dan celana jeans pas body menjadi pilihannya.Gadis itu meraih ransel dan laptop setelah memakai sepatu kesayangannya. Ia menuruni tangga dengan santai, menuju meja makan.“Papa mana, Ma?” tanya Mita heran. Gadis itu se
Seumur hidup Riko tidak pernah mengira bahwa dirinya akan cemburu seperti ini kepada seorang wanita. Kilasan yang sempat ia lihat tadi membuat emosinya naik drastis tanpa bisa dikendalikan. Laki-laki itu tak ingin, tapi ia pun tak bisa mengendalikan kecemburuan yang tiba-tiba datang.Kini Riko terpana melihat Mita keluar dari ruang ganti dengan memakai gaun pengantin pilihan gadis itu sendiri.Riko meneguk ludah. Tiba-tiba saja gairahnya memuncak melihat penampilan calon istrinya yang terbalut gaun pengantin.Dengan langkah cepat, Riko langsung memeluk Mita dari belakang dengan nafas yang menderu. Ia melabuhkan kecupan dalam pada leher kanan Mita. Dan itu mampu membuat gadis itu meremang.“Kak!” Mita tercekat saat Riko tiba-tiba menghisap lehernya yang kemungkinan akan meninggalkan bekas kemerahan di sana.Dalam sekejap Riko membalikkan posisi Mita menghadap ke arahnya. Gerakan cepat Riko membuat Mita terkejut dan sempat memekik.
“Non Mita lagi ngapain?”Mita yang sedang meracik biji kopi ke dalam alat pembuat kopi menoleh ke arah belakang. “Eh, Bibi. Mita lagi mau buatin kopi buat Kak Riko.”“Mau Bibi bantu?”Mita menggeleng. “Enggak usah, Bik. Mita bisa sendiri kok.”Bik Sari mengangguk dan mengerjakan pekerjaannya sendiri.Walaupun Mita adalah anak tunggal, gadis itu bukanlah seperti anak tunggal yang manja. Ia sering membantu Bik Sari di dapur ketika libur kuliah. Dan setiap hari Minggu, ia pun akan membersihkan kamarnya sendiri.Tanpa kesulitan Mita menghidupkan alat pembuat kopi untuk mulai membuat biji-biji kopi menjadi secangkir kopi panas. Gadis itu tampak lincah karena memang ia sering membuatkan untuk Papanya.“Selesai,” gumamnya lirih.Tanpa Mita sadari ada beberapa tetes air di lantai yang bisa membuatnya tergelincir. Benar saja, sementara kemudian saat ia akan melangkah tiba-tiba
“Ehem .... udah ada yang rapi nih,” sindir Dewi dengan nada jahil saat Mita yang sudah memakai setelan rok mini mendekati meja makan.Bagas melebarkan senyuman mendengar Dewi terang-terangan menyindir putri semata wayangnya.“Ah, kalau mau kencan sih, dunia jadi milik berdua. Yang lainnya mengontrak. Iya nggak, Pa?” goda Dewi yang belum puas menggoda Mita.Bagas hanya mengangguk.“Apalagi kalau udah jadi pengantin baru, pasti dikekepin mulu di kamar,”Uhuk ... uhuk ....Sial! Mendengar godaan sang Mama yang terakhir membuat Mita tersedak susu yang membuat tenggorokannya terasa sakit.“Hati-hati, Sayang,” peringat Bagas.Mita masih meredakan tenggorokannya yang terasa sakit. Dewi yang berada di samping Mita, memberikan tepukan lembut di punggung Mita untuk membantu meringankan sakitnya.“Mama sih! Kalau ngomong suka sembarangan. Mana udah bahas nikah melulu lagi,&rdquo
“Ahh .... Kak ... i- ini geli,” rengek Mita yang merasakan geli luar biasa karena Riko menggelitik area pinggangnya dengan sepuluh jemarinya.“Siapa yang ngajarin gigit lidah kayak tadi?” tanya Riko yang kini mendekap erat tubuh Mita.“Nggak ada,”“Yakin?”Mita mengangguk dalam pelukan Riko.“Kalau kamu gigit kayak tadi,” Riko menjeda ucapannya, membuat Mita mendongak. Riko mendekatkan wajahnya, hingga hidung mereka bersentuhan. “Aku bakalan bikin bibir kamu lebih bengkak dari sekarang.”Hembusan nafas Riko meremangkan Mita. Gadis yang kini terpaku oleh ketampanan Riko, menatap tanpa kedip. Dan entah keberanian dari mana, Mita memiringkan wajahnya untuk menyapa kelembutan bibir Riko, yang membuatnya menjadi candu.Mita sendiri tidak tahu kapan tepatnya, yang pasti mulai saat ini ia selalu tertarik untuk menyapa bibir Riko.Perlahan Mita menggerakkan bibirnya, insting
Mita merasakan kedua pipinya kembali merona. Mirip seperti kepiting rebus, merah sempurna.Kegundahan dalam hatinya yang sejak beberapa hari ini mengusiknya kini terpecah berkeping-keping. Pernyataan Riko yang baru saja diucapkan membuatnya senang sekaligus malu.Bukankah pertanyaannya tadi secara tidak langsung mendesak meminta pernyataan cinta? Bagaimana ia bisa melakukan tindakan memalukan seperti itu?Dan kini Mita harus menahan sekuat tenaga untuk tak mengembangkan senyumannya lebih lebar, saat Riko menatapnya penuh cinta.Cinta? Ya, Mita tahu arti tatapan Riko hari ini padanya. Tatapan yang sering Mita lihat di drama Korea yang sering ia tonton bersama sahabatnya, Melissa.Bahkan Mita merutuki kebodohannya terpancing oleh pertanyaan Melissa yang membuatnya kini harus menanggung malu.Riko memindai seluruh wajahnya dan tak segan-segan memberikan elusan lembut di kedua pipinya.“Sejak kapan Kakak menginginkan Mita?” Mita membe
Rintihan Mita mengalun. Tubuhnya menggeliat dalam dorongan hasrat yang kini sedang menjamah kedua payudaranya. Siapa lagi pelakunya jika bukan sang suami, Riko.Pria bermanik kecokelatan itu mengisap salah satu puting payudara Mita dengan intens, seolah ia akan bertahan hidup jika melakukannya. Sedangkan satu tangannya meremas-remas bagian yang lain dengan gerakan sensual.“Oh ... Kak. Mi-mita sudah tak tahan lagi, Kak,” rintih Mita ke sekian kalinya. Namun, Riko seolah tuli, dan terus melancarkan aksi menyusu hingga kedua bagian itu mendapatkan perhatian yang sama.Sungguh! Ini menyiksa, tapi nikmat. Dan Mita tak memiliki daya untuk menunggu kejantanan Riko kembali memasukinya.“Mita mohon, Kak.” Ia menggeleng saat jari-jari Riko yang menggoda klit-nya dengan gesekan dan tekanan lembut. Riko menggeram. Rasa basah yang menyapa menyulut gairahnya. Dan tanpa aba-aba, ia membalikkan tubuh sang istri dengan cepat.“Kak,” protes Mita kesal. Bagaimana mungkin pria ini mempermainkannya den
Wajah Mita memerah malu saat sang ayah memergoki dirinya dan sang suami sedang bermesraan. Apalagi dalam keadaan yang tidak pantas dilihat.Berbeda dengan Riko yang seolah menganggap itu adalah hal biasa. Dan saat ini, bermodalkan izin dari sang ayah mertua, pria itu mengantarkan istrinya pulang.“Kakak mau ke kantor lagi?” tanya Mita setelah ia berhasil turun, disambut oleh kedua tangan Riko. Alih-alih menjawab, Riko malah memberikan kecupan di bibir Mita hingga si empunya memekik.“Kak?” Mita memberikan tatapan peringatan.Oh, Tuhan! Bagaimana bisa suaminya ini menjadi tak tahu tempat begini? Belum cukup terpergok oleh Papa Bagas tadi?Akan tetapi, Riko seolah acuh, dan tak menghiraukan sama sekali. Malahan, ia sengaja untuk menggoda sang istri hingga wanita itu kesal.“Mau ke mana?” tanya Riko menahan lengan sang istri yang terburu-buru masuk ke dalam rumah.“Mita lelah, mau istirahat,” jawab Mita dengan ketus. Rupanya emosi telah merasuki dirinya sehingga tak bisa mengontrol diri
Emosi wanita dua puluh satu tahun itu bertakhta tatkala melihat sederet pesan yang baru saja masuk ke ponselnya. Ia menggeram dan secepat kilat mencari kunci mobil di laci.“Awas saja dia gangguin suamiku lagi. Aku akan jambak rambutnya dan melemparnya ke lantai,” sungut Mita kesal. Tanpa memperhatikan anak tangga dengan baik, ia tergesa-gesa turun ke lantai satu.Rupanya emosi karena kehadiran wanita lain membuat akal sehat Mita tergadaikan. Ia yang biasanya ramah, imut, dan pendiam bisa berubah menjadi seekor serigala betina.“Non Mita mau ke mana?” seru Bik Sari yang baru saja keluar dari salah satu kamar di lantai bawah. Namun, seruannya diabaikan oleh anak sang majikan.“Aduh, mana Ibu lagi nggak di rumah lagi.” Bik Sari panik. Ia segera mencari nomor ponsel Dewi dan memberitahukan keadaan Mita.Sepanjang perjalanan menuju kantor, Mita mengemudikan mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata. Bahkan ia mener
Riko meletakkan ponselnya yang perlahan berubah menjadi gelap. Sudah ia pastikan jika wanita di seberang sana merajuk karenanya. Dan ini akan menjadi satu tantangan tersendiri di saat ia pulang nanti.Ah, hanya membayangkan saja Riko ingin segera pulang untuk mendekap istri manisnya itu.“Kamu itu lucu sekali, Sayang.” Riko membuka satu dokumen yang tertumpuk di mejanya. Tak ada pilihan lain, selain menyelesaikan pekerjaannya terlebih dulu sebelum pulang.Namun, di saat ia sedang berkonsentrasi menelaah isi dari dokumen itu, satu suara pintu ruangannya dibuka dengan paksa.“Maaf, Pak. Bu –““Ri!”Riko menatap wanita yang menerobos masuk ke ruangannya tanpa kedip.“Maaf, Pak. Bu Alyssa memaksa masuk,” ucap Shakila.“Kamu bisa kembali ke tempatmu, Shakila,” titah Riko kemudian.“Baik, Pak.” Sekretaris itu pun keluar tanpa menutup pintu.
Satu keinginan diiringi sebuah hasrat yang menggebu tentu menjadi pemicu terciptanya percintaan singkat. Karena memang tidak ada pilihan, selain menyelesaikannya dengan cepat.Tiga puluh menit merupakan rekor tercepat bagi pasangan muda itu mendapatkan pelepasan. Dan sebagai akibatnya salah satu di antara mereka harus segera membersihkan diri. Ada tugas yang belum ia selesaikan di kantor.“Sini Mita pasangkan dasinya.” Wanita yang sudah memakai dres rumahan itu beranjak mendekati sang suami. Dengan telaten ia membenarkan simpul dasi yang tampak berantakan.“Mungkin ada beberapa pekerjaan yang akan menyita waktu siang ini,” ucap Riko dengan kedua mata yang masih menutup. Ia tak sanggup melihat penampilan sang istri yang semakin seksi di matanya. “Jadi ... mungkin aku akan pulang terlambat.”Tangan Mita yang sempat berhenti sesaat kini menepuk pelan dada suaminya. Lalu, mulai merapikan jas dan kemejanya agar terlihat lebi
Riko memadamkan laptopnya dan segera bangkit meraih jas miliknya. Sesuai jadwal yang telah sekretarisnya bacakan bahwa ada meeting penting pagi ini. Dan sebelum itu, ia harus menemui papa mertuanya terlebih dahulu.“Permisi, Pak.”“Ada apa Shakila?”“Pak Rama sudah tiba di lobi dan sekarang sedang menuju ruang meeting. Asisten pribadi beliau baru saja mengabarkan,” jawab Shakila.Riko mengernyit bingung. “Sudah datang?”Shakila mengangguk. “Iya, Pak. Beliau datang lebih awal dari jadwal yang telah disepakati. Tadi saya juga sudah memberitahu sekretaris Direktur Utama tentang hal ini.”“Baiklah. Kalau begitu kamu ikut saya, karena saya tidak akan kembali ke ruangan sebelum jam makan siang berakhir.”“Baik, Pak. Mari,” Shakila menyilakan Riko berjalan lebih dulu.Riko diikuti Shakila berjalan menuju ruang meeting nomor delapan, sesuai dengan jadwa
Telat di pagi hari karena hasrat yang tak bisa ditahan? Ehm, sepertinya itu wajar bagi pasangan pengantin baru. Mengingat semua itu berhubungan dengan permintaan para orang tua yang sudah mendambakan kehadiran calon anggota baru. Dan membahas keterlambatan, tentu saja tak ada yang akan menyalahkan mereka. Termasuk Bagas dan Dewi. Bukankah mereka pernah muda dan pernah berada pada posisi yang sama? Akan tetapi, semua itu tak lantas menjadikan Riko dan Mita tenang. Terutama Riko. Ada perasaan tak enak mengingat ia adalah seorang menantu. “Sepertinya Papa sudah berangkat, Kak.” Riko mengelus lengan istrinya. “Tak apa. Biar aku yang menjelaskan jika mereka bertanya.” Mita mengangguk dan mempersilakan suaminya duduk. Dengan cekatan, ia mulai mengisi piring Riko dengan sarapan yang sudah tersedia. Pun dengan piringnya sendiri. Mereka tampak fokus pada sarapan di hadapannya. Riko yang telah selesai melirik ke arah jam di tanga
Entah mengapa Mita merasa berdebar saat tatapan Riko memaku kedua matanya. Padahal, setiap ada kesempatan atau waktu hanya berdua sang suami tak berhenti menatapnya. Namun, kali ini semuanya berbeda.Rasanya sulit dijelaskan dengan kata-kata yang sering Mita pakai untuk mendefinisikan sebuah arti.Dan saat pertanyaan lirih disertai sentuhan lembut di dagunya, Mita terkesiap karena kegugupan yang melanda.“Mau dengar?”Nyatanya, hanya satu pertanyaan sederhana itu mampu membuat debaran di dada Mita semakin menggila. Dan untuk menuntaskan rasa penasarannya, ia mengangguk polos.Namun, semua itu tak bertahan lama tatkala Riko membisikkan kata-kata lirih tepat di depan wajahnya.“Ayah dan Bunda pengin cucu secepatnya.”Blush ...Seketika wajah Mita merona dengan tubuh yang membeku. Ditambah ajakan yang terkesan tak tahu malu yang Riko ucapkan semakin menambah warna merah hingga ke leher.“Bagaim
“Jadi ... kamu sudah memutuskan dengan baik-baik?” tanya Dewi yang sejak tadi menunggu putrinya masih enggan berbicara.Mita yang sedari tadi menunduk dengan dua tangan yang saling bertaut, mendongak.“Atau ... kamu masih bimbang?”“Bukan begitu, Ma.”“Lalu?” Dewi meletakkan majalah di tangannya.Lantas Mita memberanikan diri menatap kedua bola mata wanita yang telah melahirkan dan merawatnya hingga saat ini. Ada setitik harapan yang terpancar di sana. Menguatkan hati, Mita mencoba menghela nafas sebelum kembali berkata.“Mita berniat menarik kembali ucapan kemarin.”Lega. Itulah yang Mita rasakan di dalam hatinya. Meskipun rasa sakit itu masih ada, ia berusaha sekuat tenaga mempertahankan pernikahan. Mengingat semalam, suaminya juga mengatakan akan memperbaiki diri.“Bagus. Memang seharusnya seperti itu.”Mita menatap tak percaya dengan jawaba