Seumur hidup Mita tidak pernah melakukan kontak fisik berlebihan dengan laki-laki manapun. Gadis ini terlalu patuh pada peraturan yang di berikan kedua orang tuanya. Bagas Ardian Winata dan Dewi Kirana.
Walaupun begitu, gadis dua puluh satu tahun ini tidak merasa terkekang dengan segala peraturan yang telah di tetapkan untuknya. Ia terkesan menikmati hari-harinya dengan menyibukkan diri. Melakukan hal-hal yang paling ia sukai, yaitu travelling.
Mita akan menghabiskan masa libur kuliahnya dengan berkunjung ke negara lain, sekedar mencari hiburan atau menikmati keindahan tempat yang di kunjunginya.
Meski ia pergi seorang diri, tentu ada pengawalan extra dari Bagas. Pria paruh baya itu menempatkan satu pengawal perempuan dua puluh enam tahun dan dua pengawal laki-laki. Tapi, mereka harus menjaga jarak agar Mita tidak merasa risih.
Awalnya Mita menolak pengawalan yang telah di siapkan, tapi setelah insiden di Bali dua tahun yang lalu, mau tak mau ia pun harus menerima.
Bagaimanapun juga, gadis mungil yang mempunyai paras cantik dan imut itu adalah satu-satunya pewaris Keluarga Winata. Dan Mita tidak bisa mengelak dari beban yang harus di tanggung di masa mendatang.
“Siang-siang jangan mesum, Please?”
Seruan lantang dari dalam rumah menyadarkan keheningan yang tercipta antara Riko dan Mita beberapa saat lalu.
Kini keduanya masih dalam posisi intim layaknya sepasang kekasih. Padahal bukan itu yang terjadi.
Mita mencoba melepaskan diri dari rengkuhan erat Riko. Karena laki-laki itu terlalu larut dalam pesona gadis di pelukannya, rengkuhan itu mengerat. Membuat Mita membelalakkan matanya.
“K-Kak Riko,” cicit Mita.
Suara halus yang keluar dari mulut Mita membuat Riko seperti berada di dunia lain. Ia seperti berada di hamparan taman bunga yang begitu indah di tambah dengan suara merdu seorang bidadari yang cantik dan mempesona.
Mita meneguk ludah. Ia kembali mencoba memanggil laki-laki itu dengan menaikkan intonasi suaranya.
“K-Kak Riko,” seru Mita.
Riko tersadar dari lamunannya. “Ya?”
Memalukan . Suara Riko begitu parau. Membuat Mita dan adik perempuan yang mendengar itu seketika menahan nafas.
“B-bisa lepasin Mita, Kak. Rengkuhan Kakak terlalu erat. M-Mita nggak bisa nafas,” ucap Mita susah payah.
Riko menurunkan pandangannya. Tapi, yang ada di pikirannya saat ini adalah kedua payudara Mita yang tampak menonjol waktu memakai dress mini sebagai seragam Bridesmaid di Butik tadi. Sial!!! Bayangan keindahan tubuh mungil Mita yang mempunyai lekukan di beberapa tempat yang sangat tepat membuat laki-laki itu berfantasi dengan otak mesumnya.
“Kakak?” seru Melissa.
Kali ini Riko benar-benar tertarik ke alam sadar yang sesungguhnya. Suara dengan intonasi berbeda. Riko jelas mengenal baik suara adik mungil yang selalu manja kepadanya.
“Ya,” sahut Riko.
“Kakak mau pelukin Mita sampai kapan? Sampai Ayah dan Bunda pulang? Trus biar di nikahin sekalian? Iya?” tanya Melissa beruntun.
Riko mengalihkan tatapannya kepada gadis yang berada di dalam pelukannya itu. Ia tertegun melihat wajah malu-malu itu tersenyum manis di mata Riko.
“Ehm, s-sorry,” cicit Riko dengan wajah memerah.
Riko melonggarkan pelukannya. Dan memastikan gadis yang terbebas dari rengkuhannya itu berdiri dengan benar.
“K-kamu nggak apa-apa kan? Gak ada yang sakit kan?” tanya Riko tiba-tiba .
Pertanyaan spontan Riko membuat gadis itu tersenyum malu-malu. Gadis itu menggeleng.
“Terima kasih Kakak nolongin aku tadi. Kalau enggak pasti tadi aku jatuh,” ucap Mita tulus.
“Ah ,,, itu. Ehm, nggak apa-apa. Sudah sewajarnya aku nolongin kamu. Bener kamu nggak ada yang luka,” sahut Riko sedikit gugup.
“E-eng-Enggak apa-apa kok Kak,” ucap gadis itu lagi.
Sedangkan gadis yang berada di teras itu melongo. Ia bingung dengan situasi kedua orang yang baru saja berpelukan mesra di depan matanya itu.
“Ayo masuk!” ajak Riko.
Mita meneguk ludah. Ia tampak salah tingkah saat mendapati Riko meraih tangannya. Ada perasaan aneh yang seketika memenuhi relung hatinya.
Debaran di dadanya pun semakin riuh dan menggebu-gebu. Tak lain halnya dengan Riko. Laki-laki itu merasakan perasaan yang sama.
“Eh, ada adik Kakak yang paling cantik di sini,” celetuk Riko.
Ucapan Riko barusan membuat Melissa membelalakkan matanya tak percaya. Glek ,,,
Aku di sini dari tadi, tapi Kakak baru sadar kalau ada aku
Ada yang tidak beres
Atau jangan-jangan
Nggak mungkin, Mita nggak mungkin suka Kak Riko
Dan Kak Riko nggak mungkin suka sama Mita
Tapi ...
Siapa yang tahu kalau ternyata keduanya...
“Kok melamun sih, Dek? Ada apa?” Tanya Riko.
“Kakak suka dengan Mita?” Celetuk Melissa.
Entah dari banyaknya pertanyaan yang ada di otak cantiknya, pertanyaan itu yang begitu saja ia tanyakan.
Riko tertegun. Mendapati pertanyaan seperti itu membuatnya salah tingkah. Dan itu tertangkap jelas oleh Melissa. Membuat gadis itu semakin memicingkan matanya.
“A-apaan sih Dek. Kamu itu ada-ada saja,” Jawab Riko kaku.
Tanpa Riko sadari, jawaban yang laki-laki itu ucapkan menggores hati gadis di sampingnya. Gadis yang tangannya berada dalam genggaman Riko.
“Trus itu apa?” Melissa menunjuk ke arah kedua tangan yang saling bertaut dengan dagu.
Dengan gerakan cepat ia menatap tangannya yang menggenggam lembut gadis di sampingnya ini.
Glek ...
K-kenapa rasanya kayak tepat banget ya?
I-ini bukan...
Arghhhh
Riko menatap lembut kedua bola mata bening yang kini juga menatapnya. Tatapan itu membuat senyum malu-malu Mita terbit tanpa bisa di kendalikan.
“M-maaf ya. Kakak nggak sengaja tadi. Kakak takut kamu tergelincir lagi. Jadi Kakak gandeng kamu masuk ke rumah,” Ucap Riko gugup.
Pernyataan Riko barusan membuat Mita menjadi tersipu. Tanpa sadar semburat merah jambu menghiasi kedua pipinya yang putih mulus. Membuatnya semakin terlihat cantik. Dan tentu saja membuat laki-laki di hadapannya ini terpesona untuk ke sekian kali.
Kenapa dia yang kayak gini bisa bikin aku bernafsu?
Pasti otak aku udah konslet
Ini gara-gara aku kelamaan jomblo kali ya
Perlahan Riko melonggarkan genggaman tangannya. Membuat hati Mita mencelos tak rela. Tangan keduanya terurai.
Melissa menatap keduanya dengan mata memicing. Gadis itu merasakan aura yang tidak lazim pada Kakak dan sahabat baiknya itu. Dengan gerakan cepat, Melissa menghampiri Mita. Menarik gadis itu untuk masuk ke rumah. Dan masuk ke dalam kamarnya untuk mulai menginterogasi layaknya tersangka.
Sedangkan Riko menatap punggung gadis mungil itu dengan senyum penuh arti.
Tanpa basa-basi Melissa langsung mengunci kamar dan mulai menginterogasi sahabatnya itu.
“Lo beneran suka sama Kakak gue?” Cecar Melissa.
Mita memutar bola mata malas. “Nggak!” Jawabnya singkat.
“Tapi yang gue lihat sebaliknya,” Ucap Melissa tak terima.
“Serah Lo deh! Gue nggak mau ngabisin tenaga buat ngeladenin pertanyaan konyol itu,” Cetus Mita.
Mita menjawab seadanya karena ia sendiri belum pasti dengan perasaannya saat ini.
“Pake nggak mau ngaku lagi. Apaan tadi udah peluk-pelukan. Lo udah udah jadian ya? Kapan? Kok gue nggak tahu? Lo nggak takut Kakak gue terlalu tua ?” Tanya Melissa beruntun.
“Please deh Mel. Lo jangan mengada-ada,” Pinta Mita.
“Kayak yang gue percaya aja,” Balas Melissa dengan mata memicing.
Mita memijit pelipisnya yang terasa pening. Pasalnya sahabat bawelnya ini mengajak berdebat hanya karena Riko.
Mita sendiri heran dengan perasaannya saat ini. Tapi ia tak mau berharap terlalu banyak. Bisa jadi debaran itu sama artinya seperti yang pernah ia rasakan untuk Kakak kelasnya.
“Kamu ada jadwal kuliah nggak Sayang?” tanya Dewi. Setelah beberapa detik berlalu, pertanyaan Dewi tak kunjung mendapat jawaban. Membuat wanita paruh baya itu mengernyit heran. Pasalnya, ia tak pernah mendapati putri semata wayangnya dalam mode seperti ini. “Mita?" Dewi mengerutkan dahi heran. Tak biasanya Putri semata wayangnya melamun. "Tiffany Mita Winata?” Seru Dewi. Gadis dua puluh satu tahun itu mendongak. Menatap ke arah sang Mama yang mengernyit heran ke arahnya. “A-apa Ma?” tanya Mita gugup. Dewi memicingkan matanya. “Kamu kenapa? Sakit?” Mita menggeleng. “Mita baik-baik aja kok Ma.” Dewi semakin mengernyitkan dahinya. “Kamu yakin?” Gadis itu mengangguk. “Yakin seribu persen Ma.” Mita menampilkan senyum termanis yang ia punya, membuat Dewi menghela nafas lega. Tapi ada keanehan dalam nada suara dan perilakunya putrinya pagi ini. Dewi yakin itu. “Jadi, kamu ada kuliah nggak hari ini?” tanya
Pagi ini Mita merasakan tubuhnya terasa lebih segar. Efek dari obat pereda sakit kepala yang di konsumsinya semalam. Gadis itu segera beranjak dan merengangkan otot-otot tubuhnya sebelum ia ke kamar mandi untuk melakukan ritual paginya. Ia menyempatkan diri menghubungkan kabel pengisi daya ke ponsel dan segera ke kamar mandi. Empat puluh menit kemudian, Mita tampak lebih segar. Tentu saja, ia baru saja mandi dan keramas. Tak lupa gosok gigi dan ritual pagi yang selalu ia lakukan. Mita mengambil hair dryer dan mulai mengeringkan rambutnya yang basah. Setelahnya ia memoles sedikit krim perawatan wajah dan sedikit bedak. Kalau biasanya ia memulas liptint pada bibirnya, pagi ini pilihannya jatuh pada lipgloss beraroma strawberry. Agar bibirnya terlihat mengkilap dan basah. Kebiasaan pagi ini tentu berbeda dengan biasanya. Hari ini ia akan menjadi salah satu Bridesmaid di pernikahan sahabatnya. Ia memilih memakai kemeja pendek dan rok jeans selutu
Seumur hidupnya Mita tak pernah merasakan kegugupan saat berdekatan dengan orang lain. Terhitung sejak kejadian di halaman rumah Riko dua hari yang lalu, Mita merasa gugup dan gelisah jika dekat dengan laki-laki itu. Seperti sekarang ini, Mita terfokus pada keadaan di luar jendela tempat ia duduk. Ia merasa mobil yang di kemudikan Riko berjalan sangat lambat. Padahal faktanya tidak seperti itu. Mereka pergi bersama menuju ke Hotel Pandawa, tempat berlangsungnya resepsi pernikahan Rendy dan Melissa. Keduanya tampak larut dalam pikiran masing-masing. Hingga tak ada satu pun yang mengeluarkan suara. Sebenarnya Riko sudah gatal ingin mengomentari penampilan gadis di sebelahnya ini. Hanya saja ia takut lepas kendali. Pasalnya keduanya tidak memiliki hubungan khusus. Dan cukup membuat laki-laki itu frustrasi. Sifat possesifnya tiba-tiba muncul begitu saja. Memasuki pelataran hotel itu, Riko masuk ke area Basement . Ia berniat memakirkan mobilnya di sa
Seumur hidupnya Mita tidak pernah menduga akan mengalami hal yang paling ia hindari. Mengecewakan kedua orang tuanya. Ia adalah salah satu gadis yang begitu patuh kepada kedua orang tuanya. Gadis yang selalu mempunyai pilihan di setiap aturan atau keputusan yang diberikan Bagas dan Dewi. Tapi tidak untuk kali ini. Saat ini gadis itu hanya bisa mengiyakan tanpa bisa menolak. Keputusan mutlak yang sudah diambil Dewi beberapa saat yang lalu tidak bisa diganggu gugat. “APA YANG KALIAN LAKUKAN?!!!” Suara menggelegar yang menggema di ruangan itu, membuat Riko dan Mita menarik diri dengan cepat. Keduanya mengalihkan pandangan ke arah pintu dimana seorang wanita paruh baya sedang menatap le arah mereka dengan tatapan nyalang. Riko dan Mita segera berdiri kaku di tempat. “M-Mama ...” “T-Tante ...” Kedua manusia berbeda jenis kelamin itu mengeluarkan suara bersamaan. Keduany
Hujan deras disertai petir mengguyur Ibu Kota sejak pukul tiga dini hari. Curah hujan yang terlalu deras berpotensi menyebabkan banjir di beberapa sudut kota. Di salah satu kamar di rumah mewah, gadis berusia dua puluh satu tahun itu tampak mengubur seluruh tubuhnya di dalam selimut. Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas. Namun, Mita tak menunjukkan tanda-tanda akan segera bangun di Minggu pagi ini. Nafasnya tampak teratur dan masih pada posisi yang sama. Bagas dan Dewi yang kini berada di meja makan, baru saja menyelesaikan sarapan paginya. Sudah menjadi agenda di hari Minggu dan hari libur lainnya, semua orang yang ada di rumah ini akan bangun lebih siang dari hari-hari biasanya. Tak terkecuali semua Asisten Rumah Tangga. “Bagaimana persiapan untuk malam nanti, Ma?” tanya Bagas lembut. Dewi menyunggingkan senyum, “Semua sudah Mama urus semalam. Nanti Bi Sari dan beberapa ART lainnya akan menyiapkan semuanya. Mama juga sudah menghubungi
Pernikahan Riko dan Mita telah ditentukan semalam. Para orang tua sudah mendiskusikan tentang persiapan untuk menyambut hari bahagia itu.Dewi dengan antusias sudah mulai merealisasikan impian putri semata wayangnya tentang pernikahan. Ia benar-benar membuatnya seperti keinginan Mita. Mulai dari tempat, dekorasi, undangan dan lain-lain yang sudah mulai ia pesan.Untuk gaun pengantin pun, Dewi sudah memilih salah satu Butik yang sama dengan adik Riko. Wanita paruh baya itu tampak antusias menyambut hari pernikahan yang akan digelar pada tanggal dua puluh bulan depan. Terhitung tinggal dua puluh delapan hari lagi.Pagi ini, Mita yang masih mempunyai jadwal kuliah pun sudah bersiap sejak sepuluh menit yang lalu. Kaos pendek dan celana jeans pas body menjadi pilihannya.Gadis itu meraih ransel dan laptop setelah memakai sepatu kesayangannya. Ia menuruni tangga dengan santai, menuju meja makan.“Papa mana, Ma?” tanya Mita heran. Gadis itu se
Seumur hidup Riko tidak pernah mengira bahwa dirinya akan cemburu seperti ini kepada seorang wanita. Kilasan yang sempat ia lihat tadi membuat emosinya naik drastis tanpa bisa dikendalikan. Laki-laki itu tak ingin, tapi ia pun tak bisa mengendalikan kecemburuan yang tiba-tiba datang.Kini Riko terpana melihat Mita keluar dari ruang ganti dengan memakai gaun pengantin pilihan gadis itu sendiri.Riko meneguk ludah. Tiba-tiba saja gairahnya memuncak melihat penampilan calon istrinya yang terbalut gaun pengantin.Dengan langkah cepat, Riko langsung memeluk Mita dari belakang dengan nafas yang menderu. Ia melabuhkan kecupan dalam pada leher kanan Mita. Dan itu mampu membuat gadis itu meremang.“Kak!” Mita tercekat saat Riko tiba-tiba menghisap lehernya yang kemungkinan akan meninggalkan bekas kemerahan di sana.Dalam sekejap Riko membalikkan posisi Mita menghadap ke arahnya. Gerakan cepat Riko membuat Mita terkejut dan sempat memekik.
“Non Mita lagi ngapain?”Mita yang sedang meracik biji kopi ke dalam alat pembuat kopi menoleh ke arah belakang. “Eh, Bibi. Mita lagi mau buatin kopi buat Kak Riko.”“Mau Bibi bantu?”Mita menggeleng. “Enggak usah, Bik. Mita bisa sendiri kok.”Bik Sari mengangguk dan mengerjakan pekerjaannya sendiri.Walaupun Mita adalah anak tunggal, gadis itu bukanlah seperti anak tunggal yang manja. Ia sering membantu Bik Sari di dapur ketika libur kuliah. Dan setiap hari Minggu, ia pun akan membersihkan kamarnya sendiri.Tanpa kesulitan Mita menghidupkan alat pembuat kopi untuk mulai membuat biji-biji kopi menjadi secangkir kopi panas. Gadis itu tampak lincah karena memang ia sering membuatkan untuk Papanya.“Selesai,” gumamnya lirih.Tanpa Mita sadari ada beberapa tetes air di lantai yang bisa membuatnya tergelincir. Benar saja, sementara kemudian saat ia akan melangkah tiba-tiba
Rintihan Mita mengalun. Tubuhnya menggeliat dalam dorongan hasrat yang kini sedang menjamah kedua payudaranya. Siapa lagi pelakunya jika bukan sang suami, Riko.Pria bermanik kecokelatan itu mengisap salah satu puting payudara Mita dengan intens, seolah ia akan bertahan hidup jika melakukannya. Sedangkan satu tangannya meremas-remas bagian yang lain dengan gerakan sensual.“Oh ... Kak. Mi-mita sudah tak tahan lagi, Kak,” rintih Mita ke sekian kalinya. Namun, Riko seolah tuli, dan terus melancarkan aksi menyusu hingga kedua bagian itu mendapatkan perhatian yang sama.Sungguh! Ini menyiksa, tapi nikmat. Dan Mita tak memiliki daya untuk menunggu kejantanan Riko kembali memasukinya.“Mita mohon, Kak.” Ia menggeleng saat jari-jari Riko yang menggoda klit-nya dengan gesekan dan tekanan lembut. Riko menggeram. Rasa basah yang menyapa menyulut gairahnya. Dan tanpa aba-aba, ia membalikkan tubuh sang istri dengan cepat.“Kak,” protes Mita kesal. Bagaimana mungkin pria ini mempermainkannya den
Wajah Mita memerah malu saat sang ayah memergoki dirinya dan sang suami sedang bermesraan. Apalagi dalam keadaan yang tidak pantas dilihat.Berbeda dengan Riko yang seolah menganggap itu adalah hal biasa. Dan saat ini, bermodalkan izin dari sang ayah mertua, pria itu mengantarkan istrinya pulang.“Kakak mau ke kantor lagi?” tanya Mita setelah ia berhasil turun, disambut oleh kedua tangan Riko. Alih-alih menjawab, Riko malah memberikan kecupan di bibir Mita hingga si empunya memekik.“Kak?” Mita memberikan tatapan peringatan.Oh, Tuhan! Bagaimana bisa suaminya ini menjadi tak tahu tempat begini? Belum cukup terpergok oleh Papa Bagas tadi?Akan tetapi, Riko seolah acuh, dan tak menghiraukan sama sekali. Malahan, ia sengaja untuk menggoda sang istri hingga wanita itu kesal.“Mau ke mana?” tanya Riko menahan lengan sang istri yang terburu-buru masuk ke dalam rumah.“Mita lelah, mau istirahat,” jawab Mita dengan ketus. Rupanya emosi telah merasuki dirinya sehingga tak bisa mengontrol diri
Emosi wanita dua puluh satu tahun itu bertakhta tatkala melihat sederet pesan yang baru saja masuk ke ponselnya. Ia menggeram dan secepat kilat mencari kunci mobil di laci.“Awas saja dia gangguin suamiku lagi. Aku akan jambak rambutnya dan melemparnya ke lantai,” sungut Mita kesal. Tanpa memperhatikan anak tangga dengan baik, ia tergesa-gesa turun ke lantai satu.Rupanya emosi karena kehadiran wanita lain membuat akal sehat Mita tergadaikan. Ia yang biasanya ramah, imut, dan pendiam bisa berubah menjadi seekor serigala betina.“Non Mita mau ke mana?” seru Bik Sari yang baru saja keluar dari salah satu kamar di lantai bawah. Namun, seruannya diabaikan oleh anak sang majikan.“Aduh, mana Ibu lagi nggak di rumah lagi.” Bik Sari panik. Ia segera mencari nomor ponsel Dewi dan memberitahukan keadaan Mita.Sepanjang perjalanan menuju kantor, Mita mengemudikan mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata. Bahkan ia mener
Riko meletakkan ponselnya yang perlahan berubah menjadi gelap. Sudah ia pastikan jika wanita di seberang sana merajuk karenanya. Dan ini akan menjadi satu tantangan tersendiri di saat ia pulang nanti.Ah, hanya membayangkan saja Riko ingin segera pulang untuk mendekap istri manisnya itu.“Kamu itu lucu sekali, Sayang.” Riko membuka satu dokumen yang tertumpuk di mejanya. Tak ada pilihan lain, selain menyelesaikan pekerjaannya terlebih dulu sebelum pulang.Namun, di saat ia sedang berkonsentrasi menelaah isi dari dokumen itu, satu suara pintu ruangannya dibuka dengan paksa.“Maaf, Pak. Bu –““Ri!”Riko menatap wanita yang menerobos masuk ke ruangannya tanpa kedip.“Maaf, Pak. Bu Alyssa memaksa masuk,” ucap Shakila.“Kamu bisa kembali ke tempatmu, Shakila,” titah Riko kemudian.“Baik, Pak.” Sekretaris itu pun keluar tanpa menutup pintu.
Satu keinginan diiringi sebuah hasrat yang menggebu tentu menjadi pemicu terciptanya percintaan singkat. Karena memang tidak ada pilihan, selain menyelesaikannya dengan cepat.Tiga puluh menit merupakan rekor tercepat bagi pasangan muda itu mendapatkan pelepasan. Dan sebagai akibatnya salah satu di antara mereka harus segera membersihkan diri. Ada tugas yang belum ia selesaikan di kantor.“Sini Mita pasangkan dasinya.” Wanita yang sudah memakai dres rumahan itu beranjak mendekati sang suami. Dengan telaten ia membenarkan simpul dasi yang tampak berantakan.“Mungkin ada beberapa pekerjaan yang akan menyita waktu siang ini,” ucap Riko dengan kedua mata yang masih menutup. Ia tak sanggup melihat penampilan sang istri yang semakin seksi di matanya. “Jadi ... mungkin aku akan pulang terlambat.”Tangan Mita yang sempat berhenti sesaat kini menepuk pelan dada suaminya. Lalu, mulai merapikan jas dan kemejanya agar terlihat lebi
Riko memadamkan laptopnya dan segera bangkit meraih jas miliknya. Sesuai jadwal yang telah sekretarisnya bacakan bahwa ada meeting penting pagi ini. Dan sebelum itu, ia harus menemui papa mertuanya terlebih dahulu.“Permisi, Pak.”“Ada apa Shakila?”“Pak Rama sudah tiba di lobi dan sekarang sedang menuju ruang meeting. Asisten pribadi beliau baru saja mengabarkan,” jawab Shakila.Riko mengernyit bingung. “Sudah datang?”Shakila mengangguk. “Iya, Pak. Beliau datang lebih awal dari jadwal yang telah disepakati. Tadi saya juga sudah memberitahu sekretaris Direktur Utama tentang hal ini.”“Baiklah. Kalau begitu kamu ikut saya, karena saya tidak akan kembali ke ruangan sebelum jam makan siang berakhir.”“Baik, Pak. Mari,” Shakila menyilakan Riko berjalan lebih dulu.Riko diikuti Shakila berjalan menuju ruang meeting nomor delapan, sesuai dengan jadwa
Telat di pagi hari karena hasrat yang tak bisa ditahan? Ehm, sepertinya itu wajar bagi pasangan pengantin baru. Mengingat semua itu berhubungan dengan permintaan para orang tua yang sudah mendambakan kehadiran calon anggota baru. Dan membahas keterlambatan, tentu saja tak ada yang akan menyalahkan mereka. Termasuk Bagas dan Dewi. Bukankah mereka pernah muda dan pernah berada pada posisi yang sama? Akan tetapi, semua itu tak lantas menjadikan Riko dan Mita tenang. Terutama Riko. Ada perasaan tak enak mengingat ia adalah seorang menantu. “Sepertinya Papa sudah berangkat, Kak.” Riko mengelus lengan istrinya. “Tak apa. Biar aku yang menjelaskan jika mereka bertanya.” Mita mengangguk dan mempersilakan suaminya duduk. Dengan cekatan, ia mulai mengisi piring Riko dengan sarapan yang sudah tersedia. Pun dengan piringnya sendiri. Mereka tampak fokus pada sarapan di hadapannya. Riko yang telah selesai melirik ke arah jam di tanga
Entah mengapa Mita merasa berdebar saat tatapan Riko memaku kedua matanya. Padahal, setiap ada kesempatan atau waktu hanya berdua sang suami tak berhenti menatapnya. Namun, kali ini semuanya berbeda.Rasanya sulit dijelaskan dengan kata-kata yang sering Mita pakai untuk mendefinisikan sebuah arti.Dan saat pertanyaan lirih disertai sentuhan lembut di dagunya, Mita terkesiap karena kegugupan yang melanda.“Mau dengar?”Nyatanya, hanya satu pertanyaan sederhana itu mampu membuat debaran di dada Mita semakin menggila. Dan untuk menuntaskan rasa penasarannya, ia mengangguk polos.Namun, semua itu tak bertahan lama tatkala Riko membisikkan kata-kata lirih tepat di depan wajahnya.“Ayah dan Bunda pengin cucu secepatnya.”Blush ...Seketika wajah Mita merona dengan tubuh yang membeku. Ditambah ajakan yang terkesan tak tahu malu yang Riko ucapkan semakin menambah warna merah hingga ke leher.“Bagaim
“Jadi ... kamu sudah memutuskan dengan baik-baik?” tanya Dewi yang sejak tadi menunggu putrinya masih enggan berbicara.Mita yang sedari tadi menunduk dengan dua tangan yang saling bertaut, mendongak.“Atau ... kamu masih bimbang?”“Bukan begitu, Ma.”“Lalu?” Dewi meletakkan majalah di tangannya.Lantas Mita memberanikan diri menatap kedua bola mata wanita yang telah melahirkan dan merawatnya hingga saat ini. Ada setitik harapan yang terpancar di sana. Menguatkan hati, Mita mencoba menghela nafas sebelum kembali berkata.“Mita berniat menarik kembali ucapan kemarin.”Lega. Itulah yang Mita rasakan di dalam hatinya. Meskipun rasa sakit itu masih ada, ia berusaha sekuat tenaga mempertahankan pernikahan. Mengingat semalam, suaminya juga mengatakan akan memperbaiki diri.“Bagus. Memang seharusnya seperti itu.”Mita menatap tak percaya dengan jawaba