Setelah mendengar pendapat dari salah satu anak buahnya, ia pun kemudian memutuskan sesuatu."Ya sudah, kalau begitu kamu boleh ke sana. Tapi, aku juga akan ikut untuk menemanimu di sana."Mendengar jawaban itu, Amilie pun refleks menyahut perkataan Stephen. "Loh kenapa?"Stephen mengernyitkan dahi, Amilie pun melihat bahwa mantan kekasihnya itu seolah tengah curiga kepadanya. "Maksudnya, aku tidak mungkin buang air ditemani sama kamu. Memangnya kamu mau mencium bau toilet?" Stephen pun menyeringai. "Kesempatanmu cuma satu kali. Jadi, mau atau tidak?"Amilie memalingkan wajahnya ke arah lain. Wajahnya begitu cemas dan tidak nyaman dengan keadaan sekarang. Itu membuatnya tertegun sejenak."Kalau dia ikut ke sana, pasti aku akan kesulitan untuk keluar dari sini. Tapi ... Mungkin saja di sana ada jendela yang bisa aku lewati," batin Amilie."Kenapa malah bengong? Ayo kita pergi ke toilet!" ajak Stephen.Untuk kali ini, dirinya tidak mau sampai kecolongan lagi yang membuat dirinya harus
Pikiran berkecamuk, Amilie terus dalam keadaan panik. Bahkan, jantungnya seolah berdetak dengan tidak normal. Lebih cepat dari biasanya. Mungkin, ini karena perasaannya yang dalam keadaan gelisah.Meskipun dirinya belum mendapat jawaban. Teleponnya belum terjawab oleh Theo. Tetapi, Amilie tak menyerah dengan itu."Ayo, Mas. Kalau kamu memang peduli padaku, harusnya kamu langsung menjawab telepon ini," gumamnya sembari terus mondar-mandir tanpa henti.Theo masih terdiam sembari memandangi ponselnya yang berkali-kali berdering. David yang melihat hal itu pun semakin greget. Ia pun meneguk air putih yang ada di hadapannya, lalu langsung merebut ponsel itu dari tangan Theo."Sini, biar aku saja yang menjawab!"Begitu ponsel itu sudah ada di tangannya, David pun langsung menjawabnya."Halo?"Amilie langsung terdiam. Dirinya yang tidak mengenal suara ini pun langsung bingung. "Maaf kamu siapa? Bisa tolong berikan ponsel ini pada pemiliknya!" pinta Amilie dengan nada tergesa-gesa. Lanta
"Kamu yang keluar sendiri atau aku yang akan mendobrak pintu ini, memaksamu untuk keluar!" kecam Stephen.Semenjak Amilie lama di toilet, Stephen sudah mulai curiga. Terlihat dari wajahnya yang tampak tidak nyaman saat Amilie tak kunjung keluar. Ia juga terlihat ketakutan. Dirinya tidak mau jika wanita itu berhasil kabur dan melaporkan perubahannya ini."Tidak boleh. Dia tidak boleh berhasil kabur dari sini!"Stephen pun kemudian berteriak."Seno! Tirta! Kemari kalian!" serunya dengan begitu jelas.Keduanya pun langsung bergegas pergi menghadap Stephen. "Ya, Bos. Kami di sini. Apa ada yang bisa kami lakukan untuk Anda?" tanya Seno dengan kepala menunduk dan kedua tangan di depan.Stephen pun menoleh kepada kedua anak buahnya tersebut. "Kalian cepat dobrak pintu ini!" "Baik, Bos!" jawab mereka serentak.Lantas, keduanya pun berjalan ke depan pintu toilet. Keduanya saling menatap satu sama lain, lalu mengangguk. Seolah isyarat untuk melakukan hal itu secara bersamaan.Namun, saat kedu
Theo yang dalam perjalanan itu pun terus menelusuri jalan mencari keberadaan Amilie saat ini. Hingga, kemudian ia menghentikan mobil. Ia menepi sejenak di depan sebuah salon. "Aku harus mencari ke mana lagi? Sudah pergi sejauh ini, tapi aku belum menemukan ciri-ciri tempat seperti yang disebutkan Amilie," gerutu Theo sembari melihat ke sekeliling.Namun, pada saat yang sama ia ponselnya berdering. Tanpa melihat terlebih dahulu siapa yang menghubunginya. Ia pun langsung menjawab begitu saja, karena ia sudah menduga bahwa itu David."Ada apa lagi? Amilie belum ditemukan, sekarang aku harus bagaimana?" celetuk Theo.Dirinya tidak memastikan terlebih dahulu bahwa itu bukan David. Dugaannya kali ini salah."Apa? Amilie tidak ada? Maksudnya bagaimana?" ujar Amanda.Theo yang mendengar suara wanita pun langsung terkaget-kaget. Ia melihat ke ponselnya dan ..."Amanda?" batin Theo.Dirinya pun kemudian semakin pusing karena tidak tahu bagaimana dirinya menjelaskan hal itu kepada mertuanya ji
Amilie dan Dokter itu saling bertatapan satu sama lain dan mengangguk secara bersamaan. Stephen yang melihat Dokter Lusi pun langsung berjalan ke arahnya untuk mengetahui apa yang ditunggunya selama ini."Bagaimana hasilnya, Dok? Apa saya bisa melihatnua sekarang?" tanya Stephen dengan begitu antusias.Amilie yang baru saja melakukan pemeriksaan itu pun langsung bangun dari baringnya. Dirinya mencoba bergerak -- berjalan keluar dari kamar itu."Apa sekarang aku juga sudah boleh pergi?" tanya Amilie kepada Stephen yang sedang berdiri di sana.Stephen menoleh, ia langsung mencengkeram pergelangan tangan Amilie tanpa memberikan jawaban apapun kepada mantan kekasihnya itu."Jawab, Dok!" desak Stephen.Perlahan, dokter itu pun tersenyum. Dengan membawa barang bawaannya, ia pun menjelaskan semuanya dengan hati-hati kepada Stephen."Untuk saat ini, hasilnya tidak akan langsung keluar. Hasilnya akan keluar besok. Tenang saja, kalaupun Anda tidak datang kepada saya. Maka, saya akan mengirimka
"Aaarghhh!" Stephen refleks memegang tangannya yang digigit itu.Pada kesempatan tersebut, ia berlari ke arah pintu keluar dari rumah itu."Jangan biarkan dia kabur dari sini!" teriak Stephen memerintah kepada kedua anak buahnya.Lantas, keduanya pun langsung sigap mengejar Amilie. Saat itu, pintu sudah terbuka. Sehingga, tidak sulit baginya untuk pergi keluar. Kebetulan, sebelumnya ketika dokter itu keluar dari rumah tersebut. Tidak ada yang mengunci pintunya. Jadi, Amilie tidak perlu membuka pintu terlebih dahulu."Aku tidak akan pernah membiarkanmu lolos begitu saja!"Stephen membayangkan sekilas saat dirinya melihat Amilie yang tampak memegang ponsel."Dia harus ditemukan!" Walaupun tangannya masih terasa sakit, tetapi Stephen mengabaikan hal itu. Ia terus berlari mengejar Amilie.Amilie yang dalam keadaan cemas pun terus berlari terengah-engah tanpa alas kaki."Aku harus menghubungi Mas Theo, dia harus menemukanku supaya aku bisa pergi dengan selamat."Namun, hal itu hanya menj
Dania mengangkat kepalanya begitu selesai melewati tangga. Tetapi, melihat Amanda yang berlarian sembari memegang ponsel membuatnya penasaran."Ada apa kamu berlarian begitu?" tanya Dania.Sontak, Amanda pun menghentikan larinya. Dengan nafas terengah-engah ia hendak memberitahu Dania mengenai apa yang sempat di dengarnya."Ayo, sekarang mending kamu sarapan dulu! Lagi pula ini masih pagi, tapi kamu malah olahraga di dalam rumah," omelnya.Dania hendak berbalik dan kembali ke ruang makan. Tetapi, Amanda menarik baju sampingnya. "Tunggu dulu sebentar, Ma. Ada yang mau aku bicarakan," kata Amanda."Memangnya apa yang membuat kamu sampai seperti itu?"Amanda pun menarik nafas dan membuangnya perlahan."Tapi Mama jangan marah dulu sama aku," begitu katanya. "Aneh. Kenapa Mama harus marah kalau kamu tidak membuat kesalahan. Lagi pula, apa yang akan membuat Mama marah itu?" celetuk Dania yang merasa heran sekaligus penasaran dengan apa yang akan dikatakan oleh Amanda ini.Namun, Amanda ha
"Halo, Ma. Ada apa?" tanya Amilie.Amanda yang mendengar suara Amilie lewat telepon itu membuat dirinya langsung terkesiap. Ia menjadi malu dan ..."Kenapa Amilie bisa bersama Theo? Bukankah mereka ... Tadi pagi aku tidak mungkin salah dengar. Katanya, Amilie tidak ada. Apa artinya ini?" batin Amanda bingung.Dania yang mendengar suara Amilie di telepon dan membandingkannya dengan pernyataan dari Amanda. Itu membuatnya kesal."Tidak ada apa-apa. Mau cuma mau memastikan kalau kamu baik-baik di sana."Amilie memandang wajah Theo. "Aku baik-baik saja kok, Ma. Ya sudah, aku matikan dulu teleponnya karena mungkin Mas Theo masih ada pekerjaan."Begitu selesai mengatakan hal itu, Amilie pun langsung memastikan telepon tersebut. "Aku tidak mau kalau Mama berpikir yang tidak-tidak mengenai Mas Theo, karena aku juga ingin agar hubunganku dengannya baik-baik saja," batin Amilie.Lantas, Amilie pun lekas menyodorkan ponsel itu kepada Theo. "Sudah selesai?" tanya Theo."Nyonya, apa mau melakuka