Amilie dan Dokter itu saling bertatapan satu sama lain dan mengangguk secara bersamaan. Stephen yang melihat Dokter Lusi pun langsung berjalan ke arahnya untuk mengetahui apa yang ditunggunya selama ini."Bagaimana hasilnya, Dok? Apa saya bisa melihatnua sekarang?" tanya Stephen dengan begitu antusias.Amilie yang baru saja melakukan pemeriksaan itu pun langsung bangun dari baringnya. Dirinya mencoba bergerak -- berjalan keluar dari kamar itu."Apa sekarang aku juga sudah boleh pergi?" tanya Amilie kepada Stephen yang sedang berdiri di sana.Stephen menoleh, ia langsung mencengkeram pergelangan tangan Amilie tanpa memberikan jawaban apapun kepada mantan kekasihnya itu."Jawab, Dok!" desak Stephen.Perlahan, dokter itu pun tersenyum. Dengan membawa barang bawaannya, ia pun menjelaskan semuanya dengan hati-hati kepada Stephen."Untuk saat ini, hasilnya tidak akan langsung keluar. Hasilnya akan keluar besok. Tenang saja, kalaupun Anda tidak datang kepada saya. Maka, saya akan mengirimka
"Aaarghhh!" Stephen refleks memegang tangannya yang digigit itu.Pada kesempatan tersebut, ia berlari ke arah pintu keluar dari rumah itu."Jangan biarkan dia kabur dari sini!" teriak Stephen memerintah kepada kedua anak buahnya.Lantas, keduanya pun langsung sigap mengejar Amilie. Saat itu, pintu sudah terbuka. Sehingga, tidak sulit baginya untuk pergi keluar. Kebetulan, sebelumnya ketika dokter itu keluar dari rumah tersebut. Tidak ada yang mengunci pintunya. Jadi, Amilie tidak perlu membuka pintu terlebih dahulu."Aku tidak akan pernah membiarkanmu lolos begitu saja!"Stephen membayangkan sekilas saat dirinya melihat Amilie yang tampak memegang ponsel."Dia harus ditemukan!" Walaupun tangannya masih terasa sakit, tetapi Stephen mengabaikan hal itu. Ia terus berlari mengejar Amilie.Amilie yang dalam keadaan cemas pun terus berlari terengah-engah tanpa alas kaki."Aku harus menghubungi Mas Theo, dia harus menemukanku supaya aku bisa pergi dengan selamat."Namun, hal itu hanya menj
Dania mengangkat kepalanya begitu selesai melewati tangga. Tetapi, melihat Amanda yang berlarian sembari memegang ponsel membuatnya penasaran."Ada apa kamu berlarian begitu?" tanya Dania.Sontak, Amanda pun menghentikan larinya. Dengan nafas terengah-engah ia hendak memberitahu Dania mengenai apa yang sempat di dengarnya."Ayo, sekarang mending kamu sarapan dulu! Lagi pula ini masih pagi, tapi kamu malah olahraga di dalam rumah," omelnya.Dania hendak berbalik dan kembali ke ruang makan. Tetapi, Amanda menarik baju sampingnya. "Tunggu dulu sebentar, Ma. Ada yang mau aku bicarakan," kata Amanda."Memangnya apa yang membuat kamu sampai seperti itu?"Amanda pun menarik nafas dan membuangnya perlahan."Tapi Mama jangan marah dulu sama aku," begitu katanya. "Aneh. Kenapa Mama harus marah kalau kamu tidak membuat kesalahan. Lagi pula, apa yang akan membuat Mama marah itu?" celetuk Dania yang merasa heran sekaligus penasaran dengan apa yang akan dikatakan oleh Amanda ini.Namun, Amanda ha
"Halo, Ma. Ada apa?" tanya Amilie.Amanda yang mendengar suara Amilie lewat telepon itu membuat dirinya langsung terkesiap. Ia menjadi malu dan ..."Kenapa Amilie bisa bersama Theo? Bukankah mereka ... Tadi pagi aku tidak mungkin salah dengar. Katanya, Amilie tidak ada. Apa artinya ini?" batin Amanda bingung.Dania yang mendengar suara Amilie di telepon dan membandingkannya dengan pernyataan dari Amanda. Itu membuatnya kesal."Tidak ada apa-apa. Mau cuma mau memastikan kalau kamu baik-baik di sana."Amilie memandang wajah Theo. "Aku baik-baik saja kok, Ma. Ya sudah, aku matikan dulu teleponnya karena mungkin Mas Theo masih ada pekerjaan."Begitu selesai mengatakan hal itu, Amilie pun langsung memastikan telepon tersebut. "Aku tidak mau kalau Mama berpikir yang tidak-tidak mengenai Mas Theo, karena aku juga ingin agar hubunganku dengannya baik-baik saja," batin Amilie.Lantas, Amilie pun lekas menyodorkan ponsel itu kepada Theo. "Sudah selesai?" tanya Theo."Nyonya, apa mau melakuka
"Kamu ini, kalau memberi Mama informasi harusnya sudah betul-betul kamu pastikan. Kalau begini, Mama jadi malu karena malah tiba-tiba menghubunginya di jamnya mereka. Untung saja Mama tidak langsung menanyakan hal itu kepada Theo," gerutu Dania dengan kekesalan yang ia keluarkan lewat kalimat omelan itu.Amanda yang ada di sana pun hanya terdiam setelah menyaksikan hal itu. "Sialan, kenapa aku bisa salah. Biasanya aku tidak begini," umpat Amanda dalam batinnya.Dania yang melihat Amanda malah terdiam dengan pikiran kosong pun membuatnya semakin kesal."Lebih baik Mama sarapan saja daripada terus di sini. Sepertinya tadi juga Mama cuma mengomeli patung saja. Tak sedikitpun kamu mendengarkan apa yang Mama katakan," ungkap Dania. Lalu, Dania pun menuruni tangga -- meninggalkan Amanda yang masih terdiam dengan segala khayalnya. Ia yang merasa kecewa karena ternyata rencananya kali ini gagal total."Aku yakin yang aku dengar pagi itu pasti tentang Amilie. Mana mungkin aku bisa salah info
Sementara itu, di tempat lain. Seno dan Tirta melaporkan kabar buruk untuk Stephen. Dengan nafas terengah-engah, ia terpaksa harus menghadap bosnya itu."Mana Amilie? Kenapa kalian tidak membawanya kemari?!" tanya Stephen dengan nada kasar dan penuh amarah."Maaf Bos ... Kami tidak berhasil menangkapnya!" ujar Seno.Lanjut Tirta. "Benar. Dia dibawa seseorang dengan mobil. Entah siapa, tapi sepertinya laki-laki!""Laki-laki ...," Stephen mengulang perkataan terakhir Tirta sembari berpikir. "Apa itu Theo?" gumamnya, melangkah ke tiang. "Apa perlu kami mencarinya, Bos?" tanya Tirta.Stephen memutar tubuhnya sembilan puluh derajat hingga menghadap ke arah Tirta. "Siapa yang akan kalian cari? Mengejar seorang wanita saja tidak mampu!" celanya. Keduanya pun langsung menunduk. Mereka sadar akan ketidakmampuan mereka dalam melakukan hal itu."Dasar tidak berguna!" cacinya. Sementara itu, Amilie yang baru selesai diobati lukanya oleh dokter itu in kemudian berniat untuk langsung pulang sa
"Lalu, apa tujuan kamu selama ini juga sudah sirna?"Theo tak pernah melupakan apa yang telah Amilie katakan di hari itu. Setiap hari ia selalu mengingatnya. Tetapi kali ini, Theo merasakan sesuatu hal yang aneh. Yang membuat dirinya berprasangka terhadap larangan istrinya ini.Amilie mendongak. Ia menjelaskan langsung pada Theo. "Aku tidak lupa, hanya saja ...""Apa jangan-jangan kamu masih mencintainya, makanya tidak ingin melihat dia di penjara?"Amilie langsung terdiam. "Aku tidak tahu, tapi aku merasa tidak nyaman dan tidak siap saja kalau harus melakukan semua ini. Kak Manda akan menikah, aku tidak mau menjadi penghalang kebahagiaannya," katanya.Sampai kini Theo masih tidak paham betul dengan istrinya itu. Jalan pikiran yang rumit dan sangat tidak biasa. Ini jauh dari perkiraannya selama ini."Terserah apa kata kamu. Tapi, aku juga tidak bisa diam saja."Selepas mengatakan kalimat singkat itu, Theo pun kemudian melangkah pergi mendahului Amilie. Amilie hanya terdiam melihat sua
"Euuhh! Kenapa dia tidak mau jawab! Ayolah angkaat telponnya ...!" ucap Theo dengan pandangan terus menyapu sekitar.Karena berkali-kali teleponnya tak kunjung dijawab, Theo pun akhirnya memutuskan untuk mencari Amilie ke seluruh ruangan yang ada di rumah sakit itu.Sembari berjalan, ia juga menghubungi David untuk memotongnya."Hmm ... Akhirnya dia menghubungiku juga," ucapnya.David yang mendapat telepon dari Theo pun langsung menjawabnya. "Halo? Pasti istrimu belum ketemu, ya?" tanya David basa-basi."Sudah jangan bicara omong kosong. Sekarang cepat ke sini dan temui aku di depan rumah sakit Medika Utama!" pintanya kepada David."Baiklah, tunggu aku di sana!" "Cepatlah ke sini jangan lambat!" Tuut ... Tuut ... Tuutt ...Telepon pun dimatikan. Theo tidak bisa diam. Ia terus berjalan ke sana kemari sembari berharap dirinya dapat menemukan Amilie sesegera mungkin."Kenapa selalu saja ada masalah?!" umpatnya kesal.David yang mendapat telepon begitu pun membuat dirinya bergegas pergi