Setelah beberapa saat mengemudikan mobil, Amanda pun kemudian menepikan mobilnya di depan rumah Sanjaya.Perlahan, tangannya meraih pegangan untuk membuka mobil. Dirinya keluar dari sana. Dengan sebuah tas yang ia bawa di pergelangan tangannya, ia melangkah masuk ke dalam sana."Maaf, Nona. Anda mau bertemu siapa?" tanya penjaga rumah yang ada di sana.Amanda mengibaskan rambutnya dengan anggun. "Saya ada urusan dengan Theo. Jadi, jangan halangi aku masuk ke dalam sana!""Tunggu sebentar!" sahut salah seorang penjaga. Lalu, ia pun pergi dari sana menuju Sanjaya. Namun, saat sudah berada di pintu tiba-tiba dirinya bertemu dengan Rosalina. Tentu saja, wanita licik itu pun langsung menghentikannya seketika begitu melihat penjaga rumah yang tampak terburu-buru masuk ke dalam sana. Rosalina menduga bahwa ada sesuatu berita yang dibawa oleh penjaga tersebut."Tunggu sebentar! Kamu mau ke mana?" tanya Rosalina sembari menghalangi jalan penjaga itu untuk pergi."Maaf Nyonya, saya buru-buru!
Amanda langsung menoleh ke samping. "Oh, jadi Amilie tidak ada di sini? Terus di mana keberadaan mereka sekarang? Aku harus cari tahu," batinnya.Kedua penjaga yang sudah mendapat perintah untuk membawa Amanda pun kemudian langsung membawanya masuk ke dalam sebuah kamar tamu.Di belakang, Rosalina hendak berjalan menyusul Amanda tetapi sebelum itu ia meminta izin terlebih dahulu kepada Sanjaya."Tunggu sebentar ya, Pa. Aku mau melihat kondisi Amanda sebentar," ucapnya.Tuk Tuk Tuk...Rosalina pun melangkah masuk menuju kamar tamu tersebut. Ia memasuki kamar itu perlahan. Saat itu, kedua penjaga masih di sana menunggui Amanda yang terlihat kesakitan."Nyonya, karena sudah selesai. Jadi, kami pamit kembali ke tempat kami," ucap keduanya dengan kepala menunduk."Baik, pergilah."Perlahan, Rosalina duduk di sisi kasur. Ia melihat kondisi kaki Amanda yang tampak bengkak."Coba lepaskan sepatunya sebentar, biar Tante lihat," pinta Rosalina.Lantas, secara perlahan Amanda pun sedikit saja me
"Pa! Papa!" seru Rosalina sembari berjalan mencari ke setiap sudut ruangan di rumah itu.Hingga, Sanjaya yang tengah menikmati secangkir kopi di rooftop pun langsung menoleh begitu mendengar suara langkah kaki menuju dirinya."Tuan, Tuan! Nyonya sedang mencari Anda di bawah!" panggil pelayan rumah itu.Sanjaya menghentikan seruputannya dan menaruh gelas itu kembali di meja. Kopi yang baru ia seruput sekali itu pun harus ia tinggalkan begitu saja. "Mau apa dia sampai mencari-cariku begitu?" gumamnya.Pelayan rumahnya memberi jalan kepada Sanjaya. Sanjaya menuruni tangga untuk menemui istrinya. Pelayan rumahnya mengikuti dari belakang tanpa berani mendahului."Ada apa Mama memanggil-manggil Papa sampai begitu? Apa ada sesuatu hal yang penting?" tanya Sanjaya dari belakang Rosalina.Rosalina sontak memutar tubuhnya dan menghadap Sanjaya. Seperti biasa, ia selalu menampilkan senyum di wajahnya. "Benar, Pa. Ada sesuatu hal yang mau Mama tanyakan sama Papa. Tapi janji dulu, Papa jangan m
"Aaaaa saakiiiiitt!" rintih Amilie sembari memegangi bagian perut yang terasa sakit.Dokter yang ada di sana pun berusaha menenangkan. "Iya, saya tahu ini sakit. Biar saya periksa ya, Bu," ucap Dokter itu dengan nada lembut.Lalu, dokter itu pun mengeluarkan barangnya dan kemudian menggunakannya."Dok, tolong bayi yang ada di dalam kandungan saya. Saya tidak mau terjadi sesuatu kepadanya," kata Amilie."Iya, saya akan mencoba melakukan yang terbaik sebisa saya. Harap tenang ya, Bu."Lantas, dokter itu pun memerintahkan sesuatu kepada perawat yang ada di sampingnya."Tolong kamu bantu saya ambilkan semua peralatan penting yang ada di ruangan saya!" pinta dokter itu kepada perawatnya.Dengan sopan, perawat itu mengangguk seraya menyahut perkataannya. "Baik, dok. Segera saya ambilkan untuk Anda," katanya, lalu pergi meninggalkan ruangan itu.Ditemani dengan dokter itu, Amilie terus merintih kesakitan. Tak berapa lama kemudian, perawat itu kembali dengan membawa barang-barang yang dipe
"Aku tidak boleh melewatkan waktu yang berharga ini karena mungkin esok hari aku akan sibuk. Lagi pula, aku harus memastikan semuanya, bahwa yang dikatakan oleh Tante Ros itu memang benar adanya," ucap Amanda sembari mengemudi.Tangannya meraih secarik kertas itu dan membaca kembali alamat yang tertera dalam karta tersebut. Ia melihat ke samping dan melihat nomor rumah yang terpasang di depan sebuah pagar rumah."Sepertinya memang ini alamat rumahnya. Tidak mungkin Om San salah memberikanku alamat."Amanda pun menghentikan mobilnya. Ia membuka pintu mobil itu untuk kemudian keluar.Walaupun rasa sakit masih terasa, tetapi itu tidak menjadi halangan baginya untuk tidak menemukan jawaban dari rasa penasarannya tersebut."Kalau mereka memang bersama, artinya mereka pun pasti bersama jika sedang ada di rumah ini."Perlahan, Amanda memandangi rumah. Satu persatu sudutnya ia lihat."Rumahnya tidak terlalu besar. Kenapa dia mau tinggal di tempat semacam ini? Padahal, rumahnya jauh lebih enak
Langkah kakinya kembali berlanjut. Entah kenapa ia melangkah ke arah sana. Perasaannya membawanya pada sebuah luar ruangan yang tak begitu jauh dari ruangan sebelumnya."Aaarghhh!" rintih Amilie. "Semoga bisa berjalan dari sini, Theo pasti mencariku," ucapnya.Satu rintihan sebelumnya ternyata sampai terdengar ke telinga Theo yang baru saja melewati ruangan itu. Kakinya langsung berhenti dengan kepala yang ikut menoleh ke jendela. Jendela ruangan yang terbuka, membuat dirinya melihat sosok wanita yang sepertinya ia kenal. Kedua alisnya saling bertautan. "Amilie," gumamnya.Perlahan, ia membuka pintu ruangan itu dan langsung masuk ke dalamnya.Dokter yang melihat Theo masuk ke dalam sana pun langsung mengikuti. "Amilie?" ujarnya saat melihat sosok Amilie yang kini ada di hadapannya tersebut.Amilie mengangkat wajahnya, melihat suaminya yang tiba-tiba ada di sana. "Bagaimana mungkin kamu bisa menemukan aku di sini?" ucapnya.Theo mendekat dan terus melangkah untuk menghampiri Amilie.
Dengan wajah malas, Amilie hanya terdiam. Sebab, dirinya pun menyimpan sedikit kekesalan dalam benaknya tersebut."Aku mau pulang, Mas. Aku sudah tidak betah berada di sini. Emmhh! Di sini bau obat!" umpatnya sembari menutup hidung dengan jarinya."Tunggu saja sampai beberapa hari. Lagi pula, di rumah pun sama saja. Kamu hanya diam dan tidak melakukan apapun," balas Theo. Nada bicaranya langsung berubah, tidak semanis sebelumnya."Ya sudah, kalau begitu kamu pulang saja ke rumah. Apalagi aku tahu, kamu pasti banyak pekerjaan sekarang-sekarang ini," kata Amilie.Theo tidak menyahut, ia hanya menoleh sebentar dan kemudian duduk di sofa."Eh, aku mau keluar sebentar. Nanti kembali lagi," ujar Theo berpamitan.Setelah meminta izin kepada Amilie, ia pun melangkah keluar dari ruang rawat inap itu. Dirinya terus fokus melangkah.Amilie yang tidak tahu suaminya akan pergi ke mana, membuatnya langsung mengomel dalam hati."Baru saja aku bilang buat pulang, dia malah pergi. Ah ... Ya sudahlah,
"Sayang, kamu lapar, ya? Sini, aku bawakan makanan yang enak untukmu. Makanan kesukaanmu~!" ucap Theo tiba-tiba datang dengan membawa plastik putih yang tampaknya ada dua box makanan. Aromanya belum sampai ke hidung. Tetapi, Amilie melihatnya dengan antusias seolah sudah tahu apa yang dibawa oleh suaminya itu."Mas, kamu bawa makanan? Jadi, tadi itu ..." "Iya, aku pergi untuk membeli makanan. Kebetulan, aku juga belum makan dari tadi pagi. Jadi, aku beli saja sekalian sama kamu," lanjutnya.Amilie mendekat. Tetapi, Theo melarang. "Kamu cukup duduk cantik saja di kursi, biar aku yang menyiapkan semuanya untuk kamu," kata Theo.Begitu baiknya Theo pada Amilie. Amilie kembali memandang kagum suaminya. Walau dirinya masih berpikir apakah pernikahan ini akan bertahan lama. Sedangkan saja, sebelumnya niat Theo menikahinya hanya agar Stephen menyesal dan menyelamatkan dirinya dari bunuh diri. "Aku tidak menyangka kalau dia sampai memikirkan hal seperti ini. Aku pikir ... Ah, ternyata dia