"Kamu ini, kalau memberi Mama informasi harusnya sudah betul-betul kamu pastikan. Kalau begini, Mama jadi malu karena malah tiba-tiba menghubunginya di jamnya mereka. Untung saja Mama tidak langsung menanyakan hal itu kepada Theo," gerutu Dania dengan kekesalan yang ia keluarkan lewat kalimat omelan itu.Amanda yang ada di sana pun hanya terdiam setelah menyaksikan hal itu. "Sialan, kenapa aku bisa salah. Biasanya aku tidak begini," umpat Amanda dalam batinnya.Dania yang melihat Amanda malah terdiam dengan pikiran kosong pun membuatnya semakin kesal."Lebih baik Mama sarapan saja daripada terus di sini. Sepertinya tadi juga Mama cuma mengomeli patung saja. Tak sedikitpun kamu mendengarkan apa yang Mama katakan," ungkap Dania. Lalu, Dania pun menuruni tangga -- meninggalkan Amanda yang masih terdiam dengan segala khayalnya. Ia yang merasa kecewa karena ternyata rencananya kali ini gagal total."Aku yakin yang aku dengar pagi itu pasti tentang Amilie. Mana mungkin aku bisa salah info
Sementara itu, di tempat lain. Seno dan Tirta melaporkan kabar buruk untuk Stephen. Dengan nafas terengah-engah, ia terpaksa harus menghadap bosnya itu."Mana Amilie? Kenapa kalian tidak membawanya kemari?!" tanya Stephen dengan nada kasar dan penuh amarah."Maaf Bos ... Kami tidak berhasil menangkapnya!" ujar Seno.Lanjut Tirta. "Benar. Dia dibawa seseorang dengan mobil. Entah siapa, tapi sepertinya laki-laki!""Laki-laki ...," Stephen mengulang perkataan terakhir Tirta sembari berpikir. "Apa itu Theo?" gumamnya, melangkah ke tiang. "Apa perlu kami mencarinya, Bos?" tanya Tirta.Stephen memutar tubuhnya sembilan puluh derajat hingga menghadap ke arah Tirta. "Siapa yang akan kalian cari? Mengejar seorang wanita saja tidak mampu!" celanya. Keduanya pun langsung menunduk. Mereka sadar akan ketidakmampuan mereka dalam melakukan hal itu."Dasar tidak berguna!" cacinya. Sementara itu, Amilie yang baru selesai diobati lukanya oleh dokter itu in kemudian berniat untuk langsung pulang sa
"Lalu, apa tujuan kamu selama ini juga sudah sirna?"Theo tak pernah melupakan apa yang telah Amilie katakan di hari itu. Setiap hari ia selalu mengingatnya. Tetapi kali ini, Theo merasakan sesuatu hal yang aneh. Yang membuat dirinya berprasangka terhadap larangan istrinya ini.Amilie mendongak. Ia menjelaskan langsung pada Theo. "Aku tidak lupa, hanya saja ...""Apa jangan-jangan kamu masih mencintainya, makanya tidak ingin melihat dia di penjara?"Amilie langsung terdiam. "Aku tidak tahu, tapi aku merasa tidak nyaman dan tidak siap saja kalau harus melakukan semua ini. Kak Manda akan menikah, aku tidak mau menjadi penghalang kebahagiaannya," katanya.Sampai kini Theo masih tidak paham betul dengan istrinya itu. Jalan pikiran yang rumit dan sangat tidak biasa. Ini jauh dari perkiraannya selama ini."Terserah apa kata kamu. Tapi, aku juga tidak bisa diam saja."Selepas mengatakan kalimat singkat itu, Theo pun kemudian melangkah pergi mendahului Amilie. Amilie hanya terdiam melihat sua
"Euuhh! Kenapa dia tidak mau jawab! Ayolah angkaat telponnya ...!" ucap Theo dengan pandangan terus menyapu sekitar.Karena berkali-kali teleponnya tak kunjung dijawab, Theo pun akhirnya memutuskan untuk mencari Amilie ke seluruh ruangan yang ada di rumah sakit itu.Sembari berjalan, ia juga menghubungi David untuk memotongnya."Hmm ... Akhirnya dia menghubungiku juga," ucapnya.David yang mendapat telepon dari Theo pun langsung menjawabnya. "Halo? Pasti istrimu belum ketemu, ya?" tanya David basa-basi."Sudah jangan bicara omong kosong. Sekarang cepat ke sini dan temui aku di depan rumah sakit Medika Utama!" pintanya kepada David."Baiklah, tunggu aku di sana!" "Cepatlah ke sini jangan lambat!" Tuut ... Tuut ... Tuutt ...Telepon pun dimatikan. Theo tidak bisa diam. Ia terus berjalan ke sana kemari sembari berharap dirinya dapat menemukan Amilie sesegera mungkin."Kenapa selalu saja ada masalah?!" umpatnya kesal.David yang mendapat telepon begitu pun membuat dirinya bergegas pergi
Setelah beberapa saat mengemudikan mobil, Amanda pun kemudian menepikan mobilnya di depan rumah Sanjaya.Perlahan, tangannya meraih pegangan untuk membuka mobil. Dirinya keluar dari sana. Dengan sebuah tas yang ia bawa di pergelangan tangannya, ia melangkah masuk ke dalam sana."Maaf, Nona. Anda mau bertemu siapa?" tanya penjaga rumah yang ada di sana.Amanda mengibaskan rambutnya dengan anggun. "Saya ada urusan dengan Theo. Jadi, jangan halangi aku masuk ke dalam sana!""Tunggu sebentar!" sahut salah seorang penjaga. Lalu, ia pun pergi dari sana menuju Sanjaya. Namun, saat sudah berada di pintu tiba-tiba dirinya bertemu dengan Rosalina. Tentu saja, wanita licik itu pun langsung menghentikannya seketika begitu melihat penjaga rumah yang tampak terburu-buru masuk ke dalam sana. Rosalina menduga bahwa ada sesuatu berita yang dibawa oleh penjaga tersebut."Tunggu sebentar! Kamu mau ke mana?" tanya Rosalina sembari menghalangi jalan penjaga itu untuk pergi."Maaf Nyonya, saya buru-buru!
Amanda langsung menoleh ke samping. "Oh, jadi Amilie tidak ada di sini? Terus di mana keberadaan mereka sekarang? Aku harus cari tahu," batinnya.Kedua penjaga yang sudah mendapat perintah untuk membawa Amanda pun kemudian langsung membawanya masuk ke dalam sebuah kamar tamu.Di belakang, Rosalina hendak berjalan menyusul Amanda tetapi sebelum itu ia meminta izin terlebih dahulu kepada Sanjaya."Tunggu sebentar ya, Pa. Aku mau melihat kondisi Amanda sebentar," ucapnya.Tuk Tuk Tuk...Rosalina pun melangkah masuk menuju kamar tamu tersebut. Ia memasuki kamar itu perlahan. Saat itu, kedua penjaga masih di sana menunggui Amanda yang terlihat kesakitan."Nyonya, karena sudah selesai. Jadi, kami pamit kembali ke tempat kami," ucap keduanya dengan kepala menunduk."Baik, pergilah."Perlahan, Rosalina duduk di sisi kasur. Ia melihat kondisi kaki Amanda yang tampak bengkak."Coba lepaskan sepatunya sebentar, biar Tante lihat," pinta Rosalina.Lantas, secara perlahan Amanda pun sedikit saja me
"Pa! Papa!" seru Rosalina sembari berjalan mencari ke setiap sudut ruangan di rumah itu.Hingga, Sanjaya yang tengah menikmati secangkir kopi di rooftop pun langsung menoleh begitu mendengar suara langkah kaki menuju dirinya."Tuan, Tuan! Nyonya sedang mencari Anda di bawah!" panggil pelayan rumah itu.Sanjaya menghentikan seruputannya dan menaruh gelas itu kembali di meja. Kopi yang baru ia seruput sekali itu pun harus ia tinggalkan begitu saja. "Mau apa dia sampai mencari-cariku begitu?" gumamnya.Pelayan rumahnya memberi jalan kepada Sanjaya. Sanjaya menuruni tangga untuk menemui istrinya. Pelayan rumahnya mengikuti dari belakang tanpa berani mendahului."Ada apa Mama memanggil-manggil Papa sampai begitu? Apa ada sesuatu hal yang penting?" tanya Sanjaya dari belakang Rosalina.Rosalina sontak memutar tubuhnya dan menghadap Sanjaya. Seperti biasa, ia selalu menampilkan senyum di wajahnya. "Benar, Pa. Ada sesuatu hal yang mau Mama tanyakan sama Papa. Tapi janji dulu, Papa jangan m
"Aaaaa saakiiiiitt!" rintih Amilie sembari memegangi bagian perut yang terasa sakit.Dokter yang ada di sana pun berusaha menenangkan. "Iya, saya tahu ini sakit. Biar saya periksa ya, Bu," ucap Dokter itu dengan nada lembut.Lalu, dokter itu pun mengeluarkan barangnya dan kemudian menggunakannya."Dok, tolong bayi yang ada di dalam kandungan saya. Saya tidak mau terjadi sesuatu kepadanya," kata Amilie."Iya, saya akan mencoba melakukan yang terbaik sebisa saya. Harap tenang ya, Bu."Lantas, dokter itu pun memerintahkan sesuatu kepada perawat yang ada di sampingnya."Tolong kamu bantu saya ambilkan semua peralatan penting yang ada di ruangan saya!" pinta dokter itu kepada perawatnya.Dengan sopan, perawat itu mengangguk seraya menyahut perkataannya. "Baik, dok. Segera saya ambilkan untuk Anda," katanya, lalu pergi meninggalkan ruangan itu.Ditemani dengan dokter itu, Amilie terus merintih kesakitan. Tak berapa lama kemudian, perawat itu kembali dengan membawa barang-barang yang dipe