Theo yang dalam perjalanan itu pun terus menelusuri jalan mencari keberadaan Amilie saat ini. Hingga, kemudian ia menghentikan mobil. Ia menepi sejenak di depan sebuah salon. "Aku harus mencari ke mana lagi? Sudah pergi sejauh ini, tapi aku belum menemukan ciri-ciri tempat seperti yang disebutkan Amilie," gerutu Theo sembari melihat ke sekeliling.Namun, pada saat yang sama ia ponselnya berdering. Tanpa melihat terlebih dahulu siapa yang menghubunginya. Ia pun langsung menjawab begitu saja, karena ia sudah menduga bahwa itu David."Ada apa lagi? Amilie belum ditemukan, sekarang aku harus bagaimana?" celetuk Theo.Dirinya tidak memastikan terlebih dahulu bahwa itu bukan David. Dugaannya kali ini salah."Apa? Amilie tidak ada? Maksudnya bagaimana?" ujar Amanda.Theo yang mendengar suara wanita pun langsung terkaget-kaget. Ia melihat ke ponselnya dan ..."Amanda?" batin Theo.Dirinya pun kemudian semakin pusing karena tidak tahu bagaimana dirinya menjelaskan hal itu kepada mertuanya ji
Amilie dan Dokter itu saling bertatapan satu sama lain dan mengangguk secara bersamaan. Stephen yang melihat Dokter Lusi pun langsung berjalan ke arahnya untuk mengetahui apa yang ditunggunya selama ini."Bagaimana hasilnya, Dok? Apa saya bisa melihatnua sekarang?" tanya Stephen dengan begitu antusias.Amilie yang baru saja melakukan pemeriksaan itu pun langsung bangun dari baringnya. Dirinya mencoba bergerak -- berjalan keluar dari kamar itu."Apa sekarang aku juga sudah boleh pergi?" tanya Amilie kepada Stephen yang sedang berdiri di sana.Stephen menoleh, ia langsung mencengkeram pergelangan tangan Amilie tanpa memberikan jawaban apapun kepada mantan kekasihnya itu."Jawab, Dok!" desak Stephen.Perlahan, dokter itu pun tersenyum. Dengan membawa barang bawaannya, ia pun menjelaskan semuanya dengan hati-hati kepada Stephen."Untuk saat ini, hasilnya tidak akan langsung keluar. Hasilnya akan keluar besok. Tenang saja, kalaupun Anda tidak datang kepada saya. Maka, saya akan mengirimka
"Aaarghhh!" Stephen refleks memegang tangannya yang digigit itu.Pada kesempatan tersebut, ia berlari ke arah pintu keluar dari rumah itu."Jangan biarkan dia kabur dari sini!" teriak Stephen memerintah kepada kedua anak buahnya.Lantas, keduanya pun langsung sigap mengejar Amilie. Saat itu, pintu sudah terbuka. Sehingga, tidak sulit baginya untuk pergi keluar. Kebetulan, sebelumnya ketika dokter itu keluar dari rumah tersebut. Tidak ada yang mengunci pintunya. Jadi, Amilie tidak perlu membuka pintu terlebih dahulu."Aku tidak akan pernah membiarkanmu lolos begitu saja!"Stephen membayangkan sekilas saat dirinya melihat Amilie yang tampak memegang ponsel."Dia harus ditemukan!" Walaupun tangannya masih terasa sakit, tetapi Stephen mengabaikan hal itu. Ia terus berlari mengejar Amilie.Amilie yang dalam keadaan cemas pun terus berlari terengah-engah tanpa alas kaki."Aku harus menghubungi Mas Theo, dia harus menemukanku supaya aku bisa pergi dengan selamat."Namun, hal itu hanya menj
Dania mengangkat kepalanya begitu selesai melewati tangga. Tetapi, melihat Amanda yang berlarian sembari memegang ponsel membuatnya penasaran."Ada apa kamu berlarian begitu?" tanya Dania.Sontak, Amanda pun menghentikan larinya. Dengan nafas terengah-engah ia hendak memberitahu Dania mengenai apa yang sempat di dengarnya."Ayo, sekarang mending kamu sarapan dulu! Lagi pula ini masih pagi, tapi kamu malah olahraga di dalam rumah," omelnya.Dania hendak berbalik dan kembali ke ruang makan. Tetapi, Amanda menarik baju sampingnya. "Tunggu dulu sebentar, Ma. Ada yang mau aku bicarakan," kata Amanda."Memangnya apa yang membuat kamu sampai seperti itu?"Amanda pun menarik nafas dan membuangnya perlahan."Tapi Mama jangan marah dulu sama aku," begitu katanya. "Aneh. Kenapa Mama harus marah kalau kamu tidak membuat kesalahan. Lagi pula, apa yang akan membuat Mama marah itu?" celetuk Dania yang merasa heran sekaligus penasaran dengan apa yang akan dikatakan oleh Amanda ini.Namun, Amanda ha
"Halo, Ma. Ada apa?" tanya Amilie.Amanda yang mendengar suara Amilie lewat telepon itu membuat dirinya langsung terkesiap. Ia menjadi malu dan ..."Kenapa Amilie bisa bersama Theo? Bukankah mereka ... Tadi pagi aku tidak mungkin salah dengar. Katanya, Amilie tidak ada. Apa artinya ini?" batin Amanda bingung.Dania yang mendengar suara Amilie di telepon dan membandingkannya dengan pernyataan dari Amanda. Itu membuatnya kesal."Tidak ada apa-apa. Mau cuma mau memastikan kalau kamu baik-baik di sana."Amilie memandang wajah Theo. "Aku baik-baik saja kok, Ma. Ya sudah, aku matikan dulu teleponnya karena mungkin Mas Theo masih ada pekerjaan."Begitu selesai mengatakan hal itu, Amilie pun langsung memastikan telepon tersebut. "Aku tidak mau kalau Mama berpikir yang tidak-tidak mengenai Mas Theo, karena aku juga ingin agar hubunganku dengannya baik-baik saja," batin Amilie.Lantas, Amilie pun lekas menyodorkan ponsel itu kepada Theo. "Sudah selesai?" tanya Theo."Nyonya, apa mau melakuka
"Kamu ini, kalau memberi Mama informasi harusnya sudah betul-betul kamu pastikan. Kalau begini, Mama jadi malu karena malah tiba-tiba menghubunginya di jamnya mereka. Untung saja Mama tidak langsung menanyakan hal itu kepada Theo," gerutu Dania dengan kekesalan yang ia keluarkan lewat kalimat omelan itu.Amanda yang ada di sana pun hanya terdiam setelah menyaksikan hal itu. "Sialan, kenapa aku bisa salah. Biasanya aku tidak begini," umpat Amanda dalam batinnya.Dania yang melihat Amanda malah terdiam dengan pikiran kosong pun membuatnya semakin kesal."Lebih baik Mama sarapan saja daripada terus di sini. Sepertinya tadi juga Mama cuma mengomeli patung saja. Tak sedikitpun kamu mendengarkan apa yang Mama katakan," ungkap Dania. Lalu, Dania pun menuruni tangga -- meninggalkan Amanda yang masih terdiam dengan segala khayalnya. Ia yang merasa kecewa karena ternyata rencananya kali ini gagal total."Aku yakin yang aku dengar pagi itu pasti tentang Amilie. Mana mungkin aku bisa salah info
Sementara itu, di tempat lain. Seno dan Tirta melaporkan kabar buruk untuk Stephen. Dengan nafas terengah-engah, ia terpaksa harus menghadap bosnya itu."Mana Amilie? Kenapa kalian tidak membawanya kemari?!" tanya Stephen dengan nada kasar dan penuh amarah."Maaf Bos ... Kami tidak berhasil menangkapnya!" ujar Seno.Lanjut Tirta. "Benar. Dia dibawa seseorang dengan mobil. Entah siapa, tapi sepertinya laki-laki!""Laki-laki ...," Stephen mengulang perkataan terakhir Tirta sembari berpikir. "Apa itu Theo?" gumamnya, melangkah ke tiang. "Apa perlu kami mencarinya, Bos?" tanya Tirta.Stephen memutar tubuhnya sembilan puluh derajat hingga menghadap ke arah Tirta. "Siapa yang akan kalian cari? Mengejar seorang wanita saja tidak mampu!" celanya. Keduanya pun langsung menunduk. Mereka sadar akan ketidakmampuan mereka dalam melakukan hal itu."Dasar tidak berguna!" cacinya. Sementara itu, Amilie yang baru selesai diobati lukanya oleh dokter itu in kemudian berniat untuk langsung pulang sa
"Lalu, apa tujuan kamu selama ini juga sudah sirna?"Theo tak pernah melupakan apa yang telah Amilie katakan di hari itu. Setiap hari ia selalu mengingatnya. Tetapi kali ini, Theo merasakan sesuatu hal yang aneh. Yang membuat dirinya berprasangka terhadap larangan istrinya ini.Amilie mendongak. Ia menjelaskan langsung pada Theo. "Aku tidak lupa, hanya saja ...""Apa jangan-jangan kamu masih mencintainya, makanya tidak ingin melihat dia di penjara?"Amilie langsung terdiam. "Aku tidak tahu, tapi aku merasa tidak nyaman dan tidak siap saja kalau harus melakukan semua ini. Kak Manda akan menikah, aku tidak mau menjadi penghalang kebahagiaannya," katanya.Sampai kini Theo masih tidak paham betul dengan istrinya itu. Jalan pikiran yang rumit dan sangat tidak biasa. Ini jauh dari perkiraannya selama ini."Terserah apa kata kamu. Tapi, aku juga tidak bisa diam saja."Selepas mengatakan kalimat singkat itu, Theo pun kemudian melangkah pergi mendahului Amilie. Amilie hanya terdiam melihat sua
Drap Drap Drap!Theo berjalan menuju mobil itu dengan Santoso. Santoso mendekat dan tampaknya ia ingin menanyakan sesuatu. Tetapi, entah angin apa yang membuatnya mengurungkan niat tersebut.Pada akhirnya, ia hanya bicara mengenai sesuatu yang mendasar saja."Nak, biar Papa saja yang mengemudi! Papa lihat, kondisi kamu sedang kurang baik!" ujar Santoso meminta kunci mobil yang ada di tangan menantunya tersebut.Dengan wajah tampak kusut, Theo menoleh lalu memberikan kunci mobil. "Terima kasih, Pa," ucapnya dengan singkat. "Apa yang terjadi? Sepertinya dia tengah memikirkan sesuatu dengan serius? Apa ada masalah yang begitu memberatkan pikirannya?" batin Santoso sembari menatap wajah Theo."Terima kasih buat apa?" tanya Santoso sembari memasuki mobil. Begitu juga dengan Theo yang masuk ke dalam mobil tersebut. Tetapi, kali ini mereka pindah posisi, karena yang mengemudikan mobil itu saat ini adalah Santoso."Terima kasih karena Papa sudah mengerti keadaan saya," sahutnya, singkat.San
"Papa habiskan dulu sarapannya!" ujar Dania kepada Santoso yang langsung bangkit. Padahal, saat itu ia hanya baru makan dua sendok saja.Santoso pun menoleh ke arah Dania. "Papa harus pergi ke suatu tempat dulu!" Ia pun kemudian berjalan keluar dari sana. "Ayo, Nak! Kita harus pergi sekarang!"Awalnya, Theo terdiam. Ia bingung dengan maksud Santoso. Sebelumnya ia bahkan tidak diberitahu kemana dirinya akan diajak pergi. Tetapi, kemudian ia ikut dengan ajakan tersebut."Mas, kamu mau pergi ke mana?" tanya Amilie yang juga penasaran dengan itu. Sedangkan Amanda, ia hanya terdiam.Setelah sekian lama dirinya sendiri, ia pun akhirnya sadar dan tak lagi mengganggu rumah tangga adiknya. Dirinya tidak mau jika di masa depan, ada seorang pengganggu dalam rumah tangga yang nanti akan dibangunnya tersebut."Aku harus pergi dulu. Kamu jaga diri baik-baik ya, sayang~"Theo mengecup dahi Amilie, lalu melangkah pergi dari ruangan itu.Tanpa tahu menahu apa yang akan dilakukan oleh Santoso dengan
"AWAAAASS!!!" Teriak Rosalina kepada sopir yang terlihat tidak berkendara dengan baik.Namun, Rosalina tidak tahu jika sopir itu ternyata mengantuk hingga kehilangan fokus saat mengemudikan mobil.BRAAKK! DUAAAARRR!Mobil taksi menghantam keras mobil lainnya yang sedang berkendara dengan kecepatan yang tinggi. Hingga membuat kedua mobil tersebut penyok dan parahnya. Para pengendara termasuk penumpang di sana mobil itu harus mengalami luka yang begitu hebat."Aaarghhh!" Rosalina meringis kesakitan. Ia memegang kepalanya dan dirinya langsung syok begitu melihat banyaknya darah dalam kepalanya tersebut.Rosalina melihat ke sana kemari sembari memegang sebuah tas yang berisi uang.Orang-orang, termasuk para polisi yang ada di sana pun langsung menghampiri ke arah mobil yang mengalami tabrakan hebat tersebut.Tidak mau keberadaannya diketahui oleh para polisi, ia pun bermaksud kabur sebelum para polisi itu sampai pada mobil tersebut."Aku harus melarikan diri dari sini!" gumamnya sembari
Pagi ini, cuaca tampak cerah dengan kicauan burung yang semakin melengkapi pagi mereka. Dengan senyum bahagia, mereka mempersiapkan segalanya untuk kepulangan mereka hari ini. Namun ...Tok Tok Tok!Suara ketukan pintu membuat keduanya menoleh secara bersamaan ke arah suara itu berasal. Ada rasa penasaran dalam benaknya."Siapa, Mas?" tanya Amilie ke arah Theo.Theo mengangkat kedua bahunya. "Tidak tahu, sayang. Mungkin itu Papa," jawab Theo, ngasal. Karena yang ada di pikiran Theo saat itu hanya Ayah mertuanya yang kemarin banyak bertanya kepada dirinya."Masuk saja!" sahut Theo sembari menoleh ke arah pintu. Klek! Pintu terbuka.Seorang pria datang ke ruangan itu dengan sopan. Lalu, ia berdiri di hadapan Amilie dan Theo. Theo yang melihat pria yang ia pikir membeli restoran itu ada di hadapannya membuat dirinya langsung tercengang kaget "Bukannya kamu yang waktu itu ...!" Theo mengingatnya, bahwa orang itu merupakan orang yang membeli restorannya kala itu."Benar. Kita pernah ber
Di dalam sebuah ruangan rumah sakit tersebut, Amilie duduk sembari melihat ke arah jendela. Ia menunggu kedatangan suaminya yang sampai kini pun belum kembali."Mas, kamu dimana? Kamu baik-baik saja, 'kan?" ucap Amilie. Ia terus berbicara sendiri.Klek! Pintu pun terbuka.Theo datang ke rumah sakit itu dengan bayi yang ada di dalam pelukannya. Suara tangisan bayi itu semakin terdengar nyaring. Hal ini membuat Amilie langsung berlari menuju Theo. "Mas, berikan dia padaku, aku yakin dia merasa lapar ...!" pinta Amilie kepada suaminya yang masih memeluk erat bayi itu.Perlahan, Theo pun memberikan bayi itu kepada Amilie. Ia memeluknya dengan penuh cinta, lalu berjalan menuju ranjang sana. Dirinya duduk, lalu memberikan asi kepada bayinya."Mas, tidak terjadi sesuatu sama kamu, 'kan?" tanya Amilie sembari menyusui."Tidak ada, sayang. Aku baik-baik saja," jawabnya.Tetapi, wajahnya seolah menahan rasa sakit. Sayangnya, saat itu Amilie tidak menyadari keadaan suaminya. Yang ia paling ped
"Cepat lemparkan tas itu sekarang!" teriak seseorang yang datang terakhir itu. Lantas, Theo pun kemudian melemparkan tas itu ke wajahnya. Pada saat yang bersamaan, seorang pria datang ke tempat itu dan mendahului mengambil has tersebut.Theo pun dibuat heran dengan sosok tak dikenalnya itu. Lalu, secara beruntun yang lainnya datang ke tempat itu dan melawan ketiga penjahat tersebut.Rosalina dalam balutan topeng di wajahnya itu dibuat syok. "Hah! Siapa mereka?" gumamnya dengan melirik ke setiap orang yang datang dan seolah hendak membantu Theo.Tetapi, di sisi lain Theo merasa senang karena sepertinya mereka akan membantunya dari orang-orang jahat tersebut.Di sana mereka bersiap melawan para penjahat. Begitu pun, para penjahat yang seolah tidak takut dengan mereka.Namun, tak berselang lama setelah itu, kini para polisi datang ke tempat itu bersama para bodyguard Santoso. Hingga, tempat itu terkepung. "Serahkan bayi itu sekarang!"Alih-alih menyerah, Rosalina malah menggunakan bay
Theo terus mengemudi dan mengemudikan mobilnya ke tempat yang telah disebutkan itu. Tetapi, dirinya tak menemukan tempat yang disebutkan tersebut. Hingga, pada akhirnya ia turun dari mobil untuk menanyakan alamat itu kepada orang sekitar.Dengan membawa sebuah tas yang berisi uang, ia pun kemudian berjalan kepada seorang penjaga kios yang ada di sana."Permisi, apa boleh saya tanya?" ucap Theo.Penjaga kios itu menghentikan pekerjaannya sejenak, lalu menoleh ke arah Theo. "Boleh. Mau tanya apa?" sahutnya dengan nada datar."Apa kamu tahu dimana letak sebuah rumah tua yang ada di dekat kontrakan sekitar sini?" tanya Theo lagi."Oh, kalau itu ... Dari sini kamu berjalan lurus. Sekitar lima langkah dari sini ada sebuah gang kecil, kamu jalan yang itu terus saja ikuti gangnya. Nah, setelah itu kamu sampai!" jelasnya."Kalau begitu, terima kasih," ucap Theo kepada orang itu.Sembari tersenyum, penjaga kios itu pun menyahutnya. "Iya, sama-sama. Mau minum kopi dulu, Pak?" tanyanya basa-basi
"Mas, kita bahkan tidak punya uang sebanyak itu? Dari mana kita mendapatkannya?" lirih Amilie sembari menangis.Lalu, kemudian ia mengingat sesuatu yang membuat dirinya menyeka air matanya segera dan langsung mengambil ponsel."Kamu mau apa, sayang?" "Mau harus minta tolong sama Papa, Mas. Untuk uang sebanyak itu, aku yakin tidak sulit untuk Papa memberikannya!" sahut Amilie dengan serius.Theo pun kemudian terdiam, ia tak lagi menyahut apa yang Amilie katakan. Lantas, Theo pun kemudian mencoba untuk menghubungi beberapa rekannya dengan menawarkan restoran miliknya. Tetapi, tak satupun dari mereka yang tertarik dengan itu."Sepertinya aku masih memiliki foto itu!" batin Theo.Amilie yang mencoba menghubungi Santoso pun terus melakukannya sampai sang Ayah menjawab telepon darinya."Kenapa Papa tak menjawab telepon dariku?" umpat Amilie kesal.Ia mencobanya lagi dan tau menyerah sebelum dirinya mendapatkan kepastian akan hal itu."Sayang, lebih baik kamu urungkan niat kamu untuk meng
"Berhenti di sini saja, Pak!" pinta Rosalina kepada taksi itu.Rosalina pun membayar ongkosnya, lalu bergegas pergi memasuki gang kecil menuju rumahnya. Di gang kecil itu, ia langsung melepas kacamata dan masker yang sempat menutupi serta menyamarkan wajahnya.Sesekali ia melihat ke belakang, memastikan bahwa tidak ada orang lain yang mengikutinya."Aku harus segera masuk ke dalam rumah! Tak seorang pun yang boleh tahu kalau akulah pembunuh itu!"Meskipun, saat ini dirinya selamat dan belum ada yang mengetahui akan apa yang dilakukan sebelumnya terhadap seorang perawat wanita. Tetap saja, hatinya tidak bisa dibohongi.Brakk! Rosalina menutup pintu itu dengan keras. Dirinya pun langsung meletakkan bayi itu di sana. Namun, tiba-tiba saja bayi itu menangis karena merasa lapar dan butuh asupan ke dalam tubuhnya."Mana bayinya malah nangis! Apa yang harus aku lakukan sekarang?!" batinnya.Rosalina mengambil kembali bayi itu dan mencoba menimang-nimangnya agar tidak menangis. Namun sayang,