"Kamu yang keluar sendiri atau aku yang akan mendobrak pintu ini, memaksamu untuk keluar!" kecam Stephen.Semenjak Amilie lama di toilet, Stephen sudah mulai curiga. Terlihat dari wajahnya yang tampak tidak nyaman saat Amilie tak kunjung keluar. Ia juga terlihat ketakutan. Dirinya tidak mau jika wanita itu berhasil kabur dan melaporkan perubahannya ini."Tidak boleh. Dia tidak boleh berhasil kabur dari sini!"Stephen pun kemudian berteriak."Seno! Tirta! Kemari kalian!" serunya dengan begitu jelas.Keduanya pun langsung bergegas pergi menghadap Stephen. "Ya, Bos. Kami di sini. Apa ada yang bisa kami lakukan untuk Anda?" tanya Seno dengan kepala menunduk dan kedua tangan di depan.Stephen pun menoleh kepada kedua anak buahnya tersebut. "Kalian cepat dobrak pintu ini!" "Baik, Bos!" jawab mereka serentak.Lantas, keduanya pun berjalan ke depan pintu toilet. Keduanya saling menatap satu sama lain, lalu mengangguk. Seolah isyarat untuk melakukan hal itu secara bersamaan.Namun, saat kedu
Theo yang dalam perjalanan itu pun terus menelusuri jalan mencari keberadaan Amilie saat ini. Hingga, kemudian ia menghentikan mobil. Ia menepi sejenak di depan sebuah salon. "Aku harus mencari ke mana lagi? Sudah pergi sejauh ini, tapi aku belum menemukan ciri-ciri tempat seperti yang disebutkan Amilie," gerutu Theo sembari melihat ke sekeliling.Namun, pada saat yang sama ia ponselnya berdering. Tanpa melihat terlebih dahulu siapa yang menghubunginya. Ia pun langsung menjawab begitu saja, karena ia sudah menduga bahwa itu David."Ada apa lagi? Amilie belum ditemukan, sekarang aku harus bagaimana?" celetuk Theo.Dirinya tidak memastikan terlebih dahulu bahwa itu bukan David. Dugaannya kali ini salah."Apa? Amilie tidak ada? Maksudnya bagaimana?" ujar Amanda.Theo yang mendengar suara wanita pun langsung terkaget-kaget. Ia melihat ke ponselnya dan ..."Amanda?" batin Theo.Dirinya pun kemudian semakin pusing karena tidak tahu bagaimana dirinya menjelaskan hal itu kepada mertuanya ji
Amilie dan Dokter itu saling bertatapan satu sama lain dan mengangguk secara bersamaan. Stephen yang melihat Dokter Lusi pun langsung berjalan ke arahnya untuk mengetahui apa yang ditunggunya selama ini."Bagaimana hasilnya, Dok? Apa saya bisa melihatnua sekarang?" tanya Stephen dengan begitu antusias.Amilie yang baru saja melakukan pemeriksaan itu pun langsung bangun dari baringnya. Dirinya mencoba bergerak -- berjalan keluar dari kamar itu."Apa sekarang aku juga sudah boleh pergi?" tanya Amilie kepada Stephen yang sedang berdiri di sana.Stephen menoleh, ia langsung mencengkeram pergelangan tangan Amilie tanpa memberikan jawaban apapun kepada mantan kekasihnya itu."Jawab, Dok!" desak Stephen.Perlahan, dokter itu pun tersenyum. Dengan membawa barang bawaannya, ia pun menjelaskan semuanya dengan hati-hati kepada Stephen."Untuk saat ini, hasilnya tidak akan langsung keluar. Hasilnya akan keluar besok. Tenang saja, kalaupun Anda tidak datang kepada saya. Maka, saya akan mengirimka
"Aaarghhh!" Stephen refleks memegang tangannya yang digigit itu.Pada kesempatan tersebut, ia berlari ke arah pintu keluar dari rumah itu."Jangan biarkan dia kabur dari sini!" teriak Stephen memerintah kepada kedua anak buahnya.Lantas, keduanya pun langsung sigap mengejar Amilie. Saat itu, pintu sudah terbuka. Sehingga, tidak sulit baginya untuk pergi keluar. Kebetulan, sebelumnya ketika dokter itu keluar dari rumah tersebut. Tidak ada yang mengunci pintunya. Jadi, Amilie tidak perlu membuka pintu terlebih dahulu."Aku tidak akan pernah membiarkanmu lolos begitu saja!"Stephen membayangkan sekilas saat dirinya melihat Amilie yang tampak memegang ponsel."Dia harus ditemukan!" Walaupun tangannya masih terasa sakit, tetapi Stephen mengabaikan hal itu. Ia terus berlari mengejar Amilie.Amilie yang dalam keadaan cemas pun terus berlari terengah-engah tanpa alas kaki."Aku harus menghubungi Mas Theo, dia harus menemukanku supaya aku bisa pergi dengan selamat."Namun, hal itu hanya menj
Dania mengangkat kepalanya begitu selesai melewati tangga. Tetapi, melihat Amanda yang berlarian sembari memegang ponsel membuatnya penasaran."Ada apa kamu berlarian begitu?" tanya Dania.Sontak, Amanda pun menghentikan larinya. Dengan nafas terengah-engah ia hendak memberitahu Dania mengenai apa yang sempat di dengarnya."Ayo, sekarang mending kamu sarapan dulu! Lagi pula ini masih pagi, tapi kamu malah olahraga di dalam rumah," omelnya.Dania hendak berbalik dan kembali ke ruang makan. Tetapi, Amanda menarik baju sampingnya. "Tunggu dulu sebentar, Ma. Ada yang mau aku bicarakan," kata Amanda."Memangnya apa yang membuat kamu sampai seperti itu?"Amanda pun menarik nafas dan membuangnya perlahan."Tapi Mama jangan marah dulu sama aku," begitu katanya. "Aneh. Kenapa Mama harus marah kalau kamu tidak membuat kesalahan. Lagi pula, apa yang akan membuat Mama marah itu?" celetuk Dania yang merasa heran sekaligus penasaran dengan apa yang akan dikatakan oleh Amanda ini.Namun, Amanda ha
"Halo, Ma. Ada apa?" tanya Amilie.Amanda yang mendengar suara Amilie lewat telepon itu membuat dirinya langsung terkesiap. Ia menjadi malu dan ..."Kenapa Amilie bisa bersama Theo? Bukankah mereka ... Tadi pagi aku tidak mungkin salah dengar. Katanya, Amilie tidak ada. Apa artinya ini?" batin Amanda bingung.Dania yang mendengar suara Amilie di telepon dan membandingkannya dengan pernyataan dari Amanda. Itu membuatnya kesal."Tidak ada apa-apa. Mau cuma mau memastikan kalau kamu baik-baik di sana."Amilie memandang wajah Theo. "Aku baik-baik saja kok, Ma. Ya sudah, aku matikan dulu teleponnya karena mungkin Mas Theo masih ada pekerjaan."Begitu selesai mengatakan hal itu, Amilie pun langsung memastikan telepon tersebut. "Aku tidak mau kalau Mama berpikir yang tidak-tidak mengenai Mas Theo, karena aku juga ingin agar hubunganku dengannya baik-baik saja," batin Amilie.Lantas, Amilie pun lekas menyodorkan ponsel itu kepada Theo. "Sudah selesai?" tanya Theo."Nyonya, apa mau melakuka
"Kamu ini, kalau memberi Mama informasi harusnya sudah betul-betul kamu pastikan. Kalau begini, Mama jadi malu karena malah tiba-tiba menghubunginya di jamnya mereka. Untung saja Mama tidak langsung menanyakan hal itu kepada Theo," gerutu Dania dengan kekesalan yang ia keluarkan lewat kalimat omelan itu.Amanda yang ada di sana pun hanya terdiam setelah menyaksikan hal itu. "Sialan, kenapa aku bisa salah. Biasanya aku tidak begini," umpat Amanda dalam batinnya.Dania yang melihat Amanda malah terdiam dengan pikiran kosong pun membuatnya semakin kesal."Lebih baik Mama sarapan saja daripada terus di sini. Sepertinya tadi juga Mama cuma mengomeli patung saja. Tak sedikitpun kamu mendengarkan apa yang Mama katakan," ungkap Dania. Lalu, Dania pun menuruni tangga -- meninggalkan Amanda yang masih terdiam dengan segala khayalnya. Ia yang merasa kecewa karena ternyata rencananya kali ini gagal total."Aku yakin yang aku dengar pagi itu pasti tentang Amilie. Mana mungkin aku bisa salah info
Sementara itu, di tempat lain. Seno dan Tirta melaporkan kabar buruk untuk Stephen. Dengan nafas terengah-engah, ia terpaksa harus menghadap bosnya itu."Mana Amilie? Kenapa kalian tidak membawanya kemari?!" tanya Stephen dengan nada kasar dan penuh amarah."Maaf Bos ... Kami tidak berhasil menangkapnya!" ujar Seno.Lanjut Tirta. "Benar. Dia dibawa seseorang dengan mobil. Entah siapa, tapi sepertinya laki-laki!""Laki-laki ...," Stephen mengulang perkataan terakhir Tirta sembari berpikir. "Apa itu Theo?" gumamnya, melangkah ke tiang. "Apa perlu kami mencarinya, Bos?" tanya Tirta.Stephen memutar tubuhnya sembilan puluh derajat hingga menghadap ke arah Tirta. "Siapa yang akan kalian cari? Mengejar seorang wanita saja tidak mampu!" celanya. Keduanya pun langsung menunduk. Mereka sadar akan ketidakmampuan mereka dalam melakukan hal itu."Dasar tidak berguna!" cacinya. Sementara itu, Amilie yang baru selesai diobati lukanya oleh dokter itu in kemudian berniat untuk langsung pulang sa