“Bagaimana kabar papamu?” tanya Azlan saat bertemu dengan Ayana dan Deon di kafe. Mereka bertemu di kafe untuk makan siang bersama saat jam makan siang. Hyuna juga ikut serta di sana. “Sudah keluar dari rumah sakit kemarin. Sekarang aku minta Papa untuk tinggal di apartemenku sampai kami pindah,” jawab Ayana. Ayana memasukkan makanan ke mulut, mengobrol dengan Azlan sambil menikmati makan siang. “Mau tambah lagi? Biar Gery membuatkan lagi.” Deon menyela perbincangan Ayana dan Azlan karena melihat istrinya makan dengan lahap hingga makanan di piring hampir habis. “Tidak usah, ini saja cukup,” jawab Ayana sambil melebarkan senyum. “Syukurlah kalau sudah keluar rumah sakit. Semoga tidak ada masalah kesehatan lagi,” ujar Azlan kemudian. Ayana mengangguk-angguk mendengar ucapan Azlan. “Lalu, apa anak papamu itu sudah menerimamu? Bukankah dia sangat tidak menyukaimu?” tanya Hyuna ikut bicara. “Oh, bocah ingusan itu. Tenang saja, meski berulah dia tidak akan bisa melawanku,” jawab Ay
“Makan yang banyak, De. Mumpung ada yang sedang baik hati menyiapkan makan malam untuk kita,” ujar Ayana sedang meledek Alex.Deon dan Jonathan yang tak tahu menahu tentang makanan di meja pun bingung karena ucapan Ayana.Alex sendiri terus menggerutu dalam hati karena ledekan Ayana, sebab gengsinya yang sangat tinggi.Alex tadi mengelak jika membeli itu. Dia tetap kekeh mengatakan jika Andre yang membeli, meski asisten papanya itu sudah berkata jika tidak melakukan itu.“Kalian mau makan atau hanya mau menatap makanan di meja? Tenang saja, makanan di meja tidak beracun.” Alex bicara dengan nada tinggi seolah marah, padahal sebenarnya sedang menutup rasa malunya.Ayana langsung melipat bibir menahan tawa mendengar ucapan Alex. Dia pun lantas menyantap sup yang tersaji di mangkuk.Deon dan Jonathan pun memakan apa yang tersedia, hingga Deon merasa ada sesuatu di sup yang membuatnya merasa tak asing, hingga bola matanya membulat sempurna ketika menyadari apa itu.“Udang.” Deon syok meng
Deon duduk di samping ranjang Ayana, menunggu sampai istrinya itu sadar.Ayana mendapat penanganan cepat, sehingga kondisinya tak seburuk yang dikira. Dia langsung dipindah ke ruang inap begitu dokter berhasil mengeluarkan makanan pemicu alergi yang masuk ke tubuhnya. Ayana dirawat karena masih harus diobservasi lebih lanjut.Jonathan menatap Deon yang begitu cemas karena Ayana belum bangun, hingga dia menoleh Alex yang berdiri bersandar dinding dengan tatapan begitu cemas.Pria tua itu berdiri, lantas berjalan menghampiri Alex.“Ayo bicara di luar,” ajak Jonathan yang tak ingin mengganggu Deon menemani Ayana.Alex menatap Jonathan yang berjalan lebih dulu, hingga dia memandang Ayana yang masih terbaring, lantas memilih mengikuti langkah sang papa.Mereka duduk di kursi selasar yang ada di koridor rumah sakit. Alex hanya diam tak bersemangat karena merasa bersalah.“Kamu masih merasa bersalah dengan apa yang terjadi?” tanya Jonathan sambil memandang Alex.“Aku benar-benar tidak tahu d
“Bagaimana kondisimu? Mana yang masih sakit?” Jonathan langsung memastikan kondisi putrinya itu.“Sudah tidak apa-apa, hanya masih pusing sedikit,” jawab Ayana sambil tersenyum agar ayahnya tidak cemas.Jonathan bernapas lega melihat Ayana yang baik-baik saja, bahkan sudah bisa tersenyum.“Maafkan Alex karena tidak tahu kamu alergi udang,” ujar Jonathan sambil mengusap kepala Ayana.Ayana hanya mengangguk membalas ucapan sang papa. Hingga dia mencari keberadaan adiknya itu.“Di mana Alex?” tanya Ayana.Jonathan menoleh ke arah dirinya tadi datang, hingga melihat Alex muncul sebelum dia memanggil.Ayana masih berbaring, dia melihat Alex yang mendekat ke ranjang, lantas berdiri di samping Jonathan. Deon juga muncul, tapi suaminya itu pergi ke sofa seolah ingin memberi kesempatan Alex bicara dengannya.“Bicaralah baik-baik,” ujar Jonathan menepuk pundak Alex, kemudian memilih ikut bergabung dengan Deon.Alex bingung harus bagaimana. Dia mengusap tengkuk berulang kali karena bingung.Ayan
“Aku tidak tahu buah apa yang kamu suka, jadi aku membeli beberapa sebagai pilihan. Kamu tidak alergi buah, kan?” Alex memperlihatkan kantong plastik berisi banyak jenis buah ke Ayana. Saat dalam perjalanan ke rumah sakit, dia menyempatkan diri membeli buah untuk Ayana. Ayana sendiri tidak menyangka jika Alex akan begitu perhatian kepadanya sampai membelikan buah. Bukankah ini bagus karena usahanya tak sia-sia. “Aku tidak alergi buah, semua buah aku bisa memakannya,” ujar Ayana membalas ucapan Alex. Alex terlihat senang mendengar ucapan Ayana, hingga kemudian kembali bertanya, “Buah apa yang paling kamu suka?” “Semangka,” jawab Ayana, padahal di sana tak ada semangka. “Semangka?” Alex sangat terkejut, hingga terlihat berpikir. “Harusnya tadi aku beli, tapi tidak beli karena belum ada yang dikemas dalam potongan.” Ayana tersenyum melihat adiknya itu tampak kecewa tak bisa membelikannya buah yang disukai. Namun, Ayana pun takkan memaksa atau menolak niat baik Alex. “Aku juga suka
“Sudah, kalian tidak usah berebut lagi. Kalian ini bikin aku pusing saja. Intinya kalian ini adiknya Ayana, adik iparku. Aku lebih kecil dari kalian, tapi jadi kakak ipar, tidak ada yang boleh protes!” Deon akhirnya buka suara karena pusing mendengar perdebatan antara Alex dan Azlan.Semua orang menatap Deon, mereka diam menatap pemuda itu.“Masalah adik ke berapa saja dijadikan bahan debat, kalian ini memang masih layak masuk taman kanak-kanan,” cibir Deon lagi yang merasa lebih dewasa dari Alex dan Azlan.Kedua pria itu langsung diam tak berkutik mendengar ucapan Deon.Ayana sendiri lega, akhirnya kedua adiknya itu tak lagi berdebat setelah mendengar bentakkan Deon.“Kalian sudah dengar apa yang dikatakan kakak ipar kalian, kan? Sekarang yang akur, aku tidak mau punya adik yang suka bertengkar,” ujar Ayana sambil menatap Alex dan Azlan bergantian.Alex dan Azlan hanya saling lirik, tingkah keduanya benar-benar seperti anak kecil, padahal mereka sudah dewasa.Akhirnya perdebatan itu
“Ibu harusnya tak usah repot-repot membawa makanan, Bu.”Ayana merasa tak enak karena sering sekali Mita menyempatkan membuat makanan untuknya. Bahkan makanan yang dibuat Mita, kemungkinan besar tak sering dimakan oleh wanita itu sendiri.“Tidak apa-apa. Ibu suka melakukan ini, yang penting kamu bisa makan dengan lahap,” ujar Mita sambil membuka rantang untuk menyiapkan makanan yang dibawanya.Ayana sangat terharu, ibu mertuanya itu selalu saja baik meski dalam kondisi keterbatasan finansial.Deon memperhatikan ibunya yang selalu menomorsatukan Ayana, bahkan dia sebagai anak saja merasa tersingkirkan dari perhatian sang ibu jika sudah menyangkut soal Ayana.“Kalian merasa saingan, kan? Tuh, lawan ibuku. Ayana lebih perhatian ke ibuku daripada kalian,” ledek Deon karena Azlan dan Alex terus saja berdebat soal Ayana.Alex dan Azlan diam mendengar ledekan kakak iparnya itu, jelas jika mereka takkan berani bersaing dengan seorang ibu.“Bagaimana rasanya sakit diperhatikan ibu?” tanya Alex
“Semuanya sudah dimasukkan ke tas?” tanya Ayana ke Deon yang sedang mengemas barang-barang karena har ini Ayana sudah diperbolehkan pulang.Deon mengecek ulang tas, takut ada yang tertinggal, sebelum kemudian menoleh Ayana.“Sudah semua.” Deon menjinjing tas menuju ranjang.Deon meletakkan tas itu di lantai, lantas berdiri di depan Ayana yang duduk di tepian ranjang. Dia menatap istrinya itu, lantas menangkup kedua pipi Ayana.“Semua sudah baik-baik saja, jangan melakukan hal nekat lagi,” ujar Deon mengingatkan.Deon hanya cemas jika Ayana kembali melakukan hal gila seperti sebelumnya. Sungguh dia tidak bisa membayangkan apa yang akan dilakukannya jika terjadi sesuatu dengan Ayana.“Iya, maaf sudah membuatmu cemas,” balas Ayana sambil menggenggam telapak tangan Deon.Deon mengangguk, lantas membantu Ayana turun dari ranjang perlahan. Mereka bersiap pergi, hingga Alex datang ke kamar.“Kalian sudah siap pulang?” Alex melihat tas di lantai, juga Ayana yang baru saja turun dari ranjang.