“Makan yang banyak, De. Mumpung ada yang sedang baik hati menyiapkan makan malam untuk kita,” ujar Ayana sedang meledek Alex.Deon dan Jonathan yang tak tahu menahu tentang makanan di meja pun bingung karena ucapan Ayana.Alex sendiri terus menggerutu dalam hati karena ledekan Ayana, sebab gengsinya yang sangat tinggi.Alex tadi mengelak jika membeli itu. Dia tetap kekeh mengatakan jika Andre yang membeli, meski asisten papanya itu sudah berkata jika tidak melakukan itu.“Kalian mau makan atau hanya mau menatap makanan di meja? Tenang saja, makanan di meja tidak beracun.” Alex bicara dengan nada tinggi seolah marah, padahal sebenarnya sedang menutup rasa malunya.Ayana langsung melipat bibir menahan tawa mendengar ucapan Alex. Dia pun lantas menyantap sup yang tersaji di mangkuk.Deon dan Jonathan pun memakan apa yang tersedia, hingga Deon merasa ada sesuatu di sup yang membuatnya merasa tak asing, hingga bola matanya membulat sempurna ketika menyadari apa itu.“Udang.” Deon syok meng
Deon duduk di samping ranjang Ayana, menunggu sampai istrinya itu sadar.Ayana mendapat penanganan cepat, sehingga kondisinya tak seburuk yang dikira. Dia langsung dipindah ke ruang inap begitu dokter berhasil mengeluarkan makanan pemicu alergi yang masuk ke tubuhnya. Ayana dirawat karena masih harus diobservasi lebih lanjut.Jonathan menatap Deon yang begitu cemas karena Ayana belum bangun, hingga dia menoleh Alex yang berdiri bersandar dinding dengan tatapan begitu cemas.Pria tua itu berdiri, lantas berjalan menghampiri Alex.“Ayo bicara di luar,” ajak Jonathan yang tak ingin mengganggu Deon menemani Ayana.Alex menatap Jonathan yang berjalan lebih dulu, hingga dia memandang Ayana yang masih terbaring, lantas memilih mengikuti langkah sang papa.Mereka duduk di kursi selasar yang ada di koridor rumah sakit. Alex hanya diam tak bersemangat karena merasa bersalah.“Kamu masih merasa bersalah dengan apa yang terjadi?” tanya Jonathan sambil memandang Alex.“Aku benar-benar tidak tahu d
“Bagaimana kondisimu? Mana yang masih sakit?” Jonathan langsung memastikan kondisi putrinya itu.“Sudah tidak apa-apa, hanya masih pusing sedikit,” jawab Ayana sambil tersenyum agar ayahnya tidak cemas.Jonathan bernapas lega melihat Ayana yang baik-baik saja, bahkan sudah bisa tersenyum.“Maafkan Alex karena tidak tahu kamu alergi udang,” ujar Jonathan sambil mengusap kepala Ayana.Ayana hanya mengangguk membalas ucapan sang papa. Hingga dia mencari keberadaan adiknya itu.“Di mana Alex?” tanya Ayana.Jonathan menoleh ke arah dirinya tadi datang, hingga melihat Alex muncul sebelum dia memanggil.Ayana masih berbaring, dia melihat Alex yang mendekat ke ranjang, lantas berdiri di samping Jonathan. Deon juga muncul, tapi suaminya itu pergi ke sofa seolah ingin memberi kesempatan Alex bicara dengannya.“Bicaralah baik-baik,” ujar Jonathan menepuk pundak Alex, kemudian memilih ikut bergabung dengan Deon.Alex bingung harus bagaimana. Dia mengusap tengkuk berulang kali karena bingung.Ayan
“Aku tidak tahu buah apa yang kamu suka, jadi aku membeli beberapa sebagai pilihan. Kamu tidak alergi buah, kan?” Alex memperlihatkan kantong plastik berisi banyak jenis buah ke Ayana. Saat dalam perjalanan ke rumah sakit, dia menyempatkan diri membeli buah untuk Ayana. Ayana sendiri tidak menyangka jika Alex akan begitu perhatian kepadanya sampai membelikan buah. Bukankah ini bagus karena usahanya tak sia-sia. “Aku tidak alergi buah, semua buah aku bisa memakannya,” ujar Ayana membalas ucapan Alex. Alex terlihat senang mendengar ucapan Ayana, hingga kemudian kembali bertanya, “Buah apa yang paling kamu suka?” “Semangka,” jawab Ayana, padahal di sana tak ada semangka. “Semangka?” Alex sangat terkejut, hingga terlihat berpikir. “Harusnya tadi aku beli, tapi tidak beli karena belum ada yang dikemas dalam potongan.” Ayana tersenyum melihat adiknya itu tampak kecewa tak bisa membelikannya buah yang disukai. Namun, Ayana pun takkan memaksa atau menolak niat baik Alex. “Aku juga suka
“Sudah, kalian tidak usah berebut lagi. Kalian ini bikin aku pusing saja. Intinya kalian ini adiknya Ayana, adik iparku. Aku lebih kecil dari kalian, tapi jadi kakak ipar, tidak ada yang boleh protes!” Deon akhirnya buka suara karena pusing mendengar perdebatan antara Alex dan Azlan.Semua orang menatap Deon, mereka diam menatap pemuda itu.“Masalah adik ke berapa saja dijadikan bahan debat, kalian ini memang masih layak masuk taman kanak-kanan,” cibir Deon lagi yang merasa lebih dewasa dari Alex dan Azlan.Kedua pria itu langsung diam tak berkutik mendengar ucapan Deon.Ayana sendiri lega, akhirnya kedua adiknya itu tak lagi berdebat setelah mendengar bentakkan Deon.“Kalian sudah dengar apa yang dikatakan kakak ipar kalian, kan? Sekarang yang akur, aku tidak mau punya adik yang suka bertengkar,” ujar Ayana sambil menatap Alex dan Azlan bergantian.Alex dan Azlan hanya saling lirik, tingkah keduanya benar-benar seperti anak kecil, padahal mereka sudah dewasa.Akhirnya perdebatan itu
“Ibu harusnya tak usah repot-repot membawa makanan, Bu.”Ayana merasa tak enak karena sering sekali Mita menyempatkan membuat makanan untuknya. Bahkan makanan yang dibuat Mita, kemungkinan besar tak sering dimakan oleh wanita itu sendiri.“Tidak apa-apa. Ibu suka melakukan ini, yang penting kamu bisa makan dengan lahap,” ujar Mita sambil membuka rantang untuk menyiapkan makanan yang dibawanya.Ayana sangat terharu, ibu mertuanya itu selalu saja baik meski dalam kondisi keterbatasan finansial.Deon memperhatikan ibunya yang selalu menomorsatukan Ayana, bahkan dia sebagai anak saja merasa tersingkirkan dari perhatian sang ibu jika sudah menyangkut soal Ayana.“Kalian merasa saingan, kan? Tuh, lawan ibuku. Ayana lebih perhatian ke ibuku daripada kalian,” ledek Deon karena Azlan dan Alex terus saja berdebat soal Ayana.Alex dan Azlan diam mendengar ledekan kakak iparnya itu, jelas jika mereka takkan berani bersaing dengan seorang ibu.“Bagaimana rasanya sakit diperhatikan ibu?” tanya Alex
“Semuanya sudah dimasukkan ke tas?” tanya Ayana ke Deon yang sedang mengemas barang-barang karena har ini Ayana sudah diperbolehkan pulang.Deon mengecek ulang tas, takut ada yang tertinggal, sebelum kemudian menoleh Ayana.“Sudah semua.” Deon menjinjing tas menuju ranjang.Deon meletakkan tas itu di lantai, lantas berdiri di depan Ayana yang duduk di tepian ranjang. Dia menatap istrinya itu, lantas menangkup kedua pipi Ayana.“Semua sudah baik-baik saja, jangan melakukan hal nekat lagi,” ujar Deon mengingatkan.Deon hanya cemas jika Ayana kembali melakukan hal gila seperti sebelumnya. Sungguh dia tidak bisa membayangkan apa yang akan dilakukannya jika terjadi sesuatu dengan Ayana.“Iya, maaf sudah membuatmu cemas,” balas Ayana sambil menggenggam telapak tangan Deon.Deon mengangguk, lantas membantu Ayana turun dari ranjang perlahan. Mereka bersiap pergi, hingga Alex datang ke kamar.“Kalian sudah siap pulang?” Alex melihat tas di lantai, juga Ayana yang baru saja turun dari ranjang.
Mita masih sesenggukan, Haikal sendiri begitu syok sampai wajahnya begitu pucat.Ayana duduk di samping Mita, terus mengusap punggung mertuanya itu agar lebih tenang.“Minum dulu, Bu, Yah.” Deon memberikan minum ke Mita dan Haikal.Ayana pun membantu Mita minum dengan penuh perhatian. Dia cemas melihat mertuanya seperti ini.Alex hanya jadi penonton, meski bisa saja pergi mengabaikan, nyatanya pria itu malah penasaran dengan apa yang terjadi. Alex bisa berbahasa Indonesia, jadi tentunya akan paham dengan apa yang diucapkan Mita dan Haikal.Ayana dan Deon menunggu sampai dua orang tua itu tenang. Sebelum mereka menanyakan kejelasan atas kejadian yang terjadi.“Bagaimana ceritanya Ibu dan Ayah bisa diusir?” tanya Deon pelan-pelan.Haikal menatap Deon yang duduk di singel sofa sebelahnya, hingga kemudian menjawab, “Satria kemarin mencuri sertifikat rumah, lalu pagi ini datang beberapa orang preman mengusir kami keluar.”Deon sangat terkejut mendengar cerita Haikal. Dia semakin geram kare
“Dia cantik sekali,” ucap Ayana sambil menggendong bayi mungil Ive. Bayi berjenis kelamin perempuan itu sehat dengan pipi chubby yang menggemaskan. “Tentu saja cantik, apalagi ayahnya tampan seperti ini,” balas Alex menanggapi ucapan Ayana. Ayana langsung memicingkan mata mendengar adiknya yang terlalu percaya diri. “Yang benar itu dia cantik seperti ibunya, bukan karena ayahnya,” ucap Ayana sewot sendiri karena ucapan Alex. Ive hanya menahan tawa mendengar balasan Ayana, sedangkan Alex langsung mendekat kemudian ikut memandang putrinya. “Lihat saja, alisnya tebal seperti milikku. Bibirnya kecil sepertiku. Lihat hidungnya yang mancung, sama sepertiku juga,” ucap Alex membandingkan wajah bayinya dengan dirinya. “Semua mirip kamu, terus Ive hanya dapat hikmahnya gitu,” balas Ayana karena Alex makin mengada-ada. Alex melebarkan senyum, lantas membalas, “Iya, kan bibitnya dariku.” Ayana gemas mendengar ucapan Alex hingga langsung memukul lengan adiknya itu. “Kepedean!” seloroh Ay
“Ive, kamu baik-baik saja?” tanya Ayana saat melihat wajah Ive yang pucat.Ive terkejut mendengar pertanyaan Ayana karena sedang tak berkonsentrasi. Dia melihat, Ayana dan yang lain kini sedang memandangnya.“Wajahmu sangat pucat, Ive. Apa kamu sakit?” tanya Jonathan.Alex langsung menyentuh kening Ive. Dia merasakan kulit wajah Ive yang sangat dingin.“Ive, kamu baik-baik saja?” tanya Alex yang cemas.“Sebenarnya sejak semalam perutku terasa mulas, tapi tidak bisa ke kamar mandi. Ini juga rasanya tidak nyaman,” jawab Ive yang menahan sakit dari kemarin sore sampai pagi tanpa memberitahu siapa pun.Ayana terkejut mendengar jawaban Ive. Dia langsung berdiri, lantas menyentuhkan tangan di kening Ive.“Kita ke rumah sakit, ya. Aku takut kamu sudah kontraksi tapi tidak paham,” ujar Ayana yang cemas.Semua orang pun terkejut mendengar ucapan Ayana. Alex langsung berdiri untuk membantu Ive berdiri.“Ayo, Ive. Kita ke rumah sakit untuk memastikan kondisimu,” kata Alex yang tak bisa membiarka
Tak terasa sudah enam bulan berlalu, kini usia kandungan Ive sudah memasuki usia delapan bulan. Ive sendiri mulai kesulitan melakukan aktivitasnya karena perutnya yang besar.“Kamu mau buah, Ive?” tanya Ayana saat melihat adik iparnya itu datang ke dapur.“Iya, Kak.” Ive menjawab sambil berjalan mendekat. Dia lantas duduk di kursi samping stroller Ansel.Ayana menoleh sekilas ke Ive sambil tersenyum, lantas mengambilkan buah yang biasa dimakan Ive.“Kamu sudah minum susu?” tanya Ive mengajak bicara Ansel yang kini berumur 9 bulan.Ive memberikan telunjuknya agar digenggam Ansel. Dia sangat suka dengan keponakannya yang lucu dan menggemaskan itu.“Hari ini kamu jatah cek kandungan? Tadi Alex memperingatkanku untuk mengantarmu karena dia ada rapat penting pagi ini?” tanya Ayana sambil mengupas apel.Ive menoleh Ayana, kemudian menjawab, “Iya, Kak. Dokternya baru datang jam sepuluh, jadi ke sana jam sembilan ambil antrian tidak masalah.”Ayana menghampiri Ive sambil membawa apel yang sud
Hyuna sangat terkejut dengan jawaban Azlan, bagaimana bisa calon suaminya itu melupakan cincin pernikahan mereka.Azlan menoleh Ayana, memberikan mimik wajah sedih karena cincinnya dan Hyuna tertinggal.“Kenapa dia?” tanya Alex keheranan melihat Azlan yang bingung.Azlan memberi isyarat dengan menggerakkan jemarinya, membuat Alex dan Ayana langsung paham.“Dasar, ceroboh sekali dia,” gerutu Alex.Alex melepas cincin pernikahannya, lantas meminta Ive melepas cincinnya juga. Dia kemudian pergi ke altar untuk memberikan cincinnya agar dipakai Azlan lebih dulu.Ayana dan yang lain terkejut dengan apa yang dilakukan Alex, tapi hal itu juga membuat bangga karena Alex mau membantu kepanikan Azlan.“Pakai ini! Tapi kamu harus membayar bantuanku,” ucap Alex dengan nada candaan.Meski Alex terkadang menyebalkan, tapi nyatanya dia perhatian hingga membuat Azlan hanya menganggukkan kepala.Alex kembali ke kursinya, hingga langsung mendapat pujian dari Ayana.Prosesi pernikahan itu pun kembali ber
Alex begitu terkejut sampai mundur karena melihat siapa yang baru saja menepuk bahunya. Dia memegang dada karena terkejut melihat wanita tua sedang menatapnya.“Mau apa tengok-tengok rumah?” tanya wanita berumur 70 an tahun itu.“Maaf. Saya hanya ingin meminta mangga muda, kalau tidak boleh diminta ya saya beli,” kata Alex berusaha sopan ke wanita tua itu, apalagi sudah menjadi kebiasaan di negara itu jika harus sopan ke orang yang lebih tua.“Mangga muda?” Wanita tua itu mungkin keheranan karena Alex malah minta mangga muda.“Ah … ya. Istri saya sedang hamil. Dia katanya ingin makan mangga muda itu,” ujar Alex menjelaskan sambil menunjuk ke mobil lantas ke pohon mangga.“Oh … bilang dari tadi. Aku pikir mau maling atau sales menawari barang,” balas wanita tua itu dengan entengnya kemudian mengeluarkan kunci mobil dari saku baju yang dipakai.Alex terkejut karena dikira sales barang, tapi demi Ive dia harus menahan diri agar tidak tersinggung.Wanita tua itu membuka gerbang, lantas me
“Kita mau ke mana?” tanya Ive bingung karena Alex mengajaknya pergi keluar padahal baru saja sampai rumah.“Aku ingin mengajakmu tadi siang, tapi karena siang tadi pekerjaanku sangat banyak, jadi baru bisa sekarang. Aku tidak mau menundanya, jadi meski sore aku tetap ingin mengajakmu ke sana,” jawab Alex sambil menoleh Ive dengan senyum di wajah.Ive mengerutkan dahi mendengar jawaban Alex. Dia benar-benar penasaran ke mana suaminya itu akan mengajak pergi.Ive memperhatikan jalanan yang mereka lewati, hingga mobil yang ditumpangi masuk ke area perumahan yang sedang dibangun. Sudah ada beberapa rumah berdiri megah, tapi ada pula yang sedang dalam proses pembangunan.“Mau apa ke sini?” tanya Ive bingung. Dia pun memperhatikan sekitar.Alex menoleh Ive sekilas, lantas sedikit memperlambat laju mobilnya.“Melihat hadiah yang diberikan Ayana. Dia memberi kita hadiah, tapi aku belum sempat melihatnya langsung,” jawab Alex.Dahi Ive semakin berkerut halus mendengar jawaban Alex. Dia pun kem
“Ternyata benar, nabung.” Azlan langsung meledek Alex yang baru saja datang bergabung dengannya, Ayana, dan Ive. Ayana melirik Ive, lantas memberi isyarat untuk menyingkir daripada mendengarkan perdebatan Azlan dan Alex. Alex bingung mendengar ucapan Azlan, hingga dia melihat Ayana dan Ive yang pergi. “Apanya nabung? Kalau punya uang, ya pasti nabung,” balas Alex masih tak paham dengan maksud ucapan Azlan. “Pura-pura tidak paham. Pantas saja kamu ngebet mau nikah, bahkan berani mendahuluiku, ternyata sudah bikin Ive hamil dulu,” ledek Azlan sambil memicingkan mata. Alex sedang minum saat Azlan bicara, hingga dia tersedak karena terkejut mendengar ucapan Azlan, sampai-sampai air yang baru saja masuk ke kerongkongan langsung menyembur keluar. “Sikapmu saja ini sudah cukup membuktikan kalau ucapanku benar. Kamu sudah bikin Ive hamil dulu, lalu mendesak minta nikah biar ga ada yang curiga kalau Ive hamil,” ucap Azlan memperjelas maksudnya agar Alex tak mengelak. Alex mengusap permu
Ive dan Alex pergi bersama Jonathan untuk mengurus proses balik nama sertifikat rumah mendiang ayah Ive.Ive benar-benar masih seperti mimpi bisa memiliki rumah itu, meski sebenarnya dia merasa sangat berat jika diminta meninggalinya. Ada kenangan pahit dan manis yang bersamaan dirasakan tatkala menginjak rumah itu.“Kamu mau tinggal di sini?” tanya Alex sambil menatap Ive.Ive sedang diam, memandangi setiap sudut ruangan, dinding, juga langit-langit kamar itu. Mengingat ada tawa saat bersama ayah dan ibu yang merawatnya, tapi juga ada kepedihan ketika ditindas Carisa.“Entahlah, aku masih bingung. Selain kenangan manis bersama Mama, di rumah ini juga penuh kenangan menyakitkan,” jawab Ive sambil mengedarkan pandangan.Alex melihat bola mata Ive yang berkaca-kaca, hingga dia pun menautkan jemari mereka.“Tidak usah dipaksa jika tak ingin. Ini hadiah dari Papa, kita terima meski tak ditinggali,” ucap Alex a
“Karena membantuku, kamu jadi ikut celaka,” ucap Ive penuh penyesalan begitu bertemu dengan Damian.Ive dan Damian sudah keluar dari rumah sakit, mereka kini berada di rumah Jonathan.Ive menatap perban yang terpasang di pelipis karena hantaman dari orang yang menyerang kakaknya itu.“Tidak apa, kamu jangan terlalu memikirkan ini,” balas Damian, “dulu aku tidak bisa melindungimu, jadi sekarang aku harus melindungimu, meski nyawaku taruhannya,” ucap Damian sambil memulas senyum manis di wajah.Tetap saja Ive merasa bersalah meski Damian berkata jika tak masalah terluka untuk melindunginya.“Bagaimana proses hukum Emanuel dan Eric?” tanya Damian sambil menatap Alex yang duduk di seberangnya.“Polisi sedang memprosesnya, kemungkinan berkas perkaranya akan segera naik ke kejaksaan mengingat bukti-bukti yang kita miliki sangat kuat. Nantinya baik aku, kamu, atau Ive tetap harus menghadiri sida