“Bagaimana kondisimu? Mana yang masih sakit?” Jonathan langsung memastikan kondisi putrinya itu.“Sudah tidak apa-apa, hanya masih pusing sedikit,” jawab Ayana sambil tersenyum agar ayahnya tidak cemas.Jonathan bernapas lega melihat Ayana yang baik-baik saja, bahkan sudah bisa tersenyum.“Maafkan Alex karena tidak tahu kamu alergi udang,” ujar Jonathan sambil mengusap kepala Ayana.Ayana hanya mengangguk membalas ucapan sang papa. Hingga dia mencari keberadaan adiknya itu.“Di mana Alex?” tanya Ayana.Jonathan menoleh ke arah dirinya tadi datang, hingga melihat Alex muncul sebelum dia memanggil.Ayana masih berbaring, dia melihat Alex yang mendekat ke ranjang, lantas berdiri di samping Jonathan. Deon juga muncul, tapi suaminya itu pergi ke sofa seolah ingin memberi kesempatan Alex bicara dengannya.“Bicaralah baik-baik,” ujar Jonathan menepuk pundak Alex, kemudian memilih ikut bergabung dengan Deon.Alex bingung harus bagaimana. Dia mengusap tengkuk berulang kali karena bingung.Ayan
“Aku tidak tahu buah apa yang kamu suka, jadi aku membeli beberapa sebagai pilihan. Kamu tidak alergi buah, kan?” Alex memperlihatkan kantong plastik berisi banyak jenis buah ke Ayana. Saat dalam perjalanan ke rumah sakit, dia menyempatkan diri membeli buah untuk Ayana. Ayana sendiri tidak menyangka jika Alex akan begitu perhatian kepadanya sampai membelikan buah. Bukankah ini bagus karena usahanya tak sia-sia. “Aku tidak alergi buah, semua buah aku bisa memakannya,” ujar Ayana membalas ucapan Alex. Alex terlihat senang mendengar ucapan Ayana, hingga kemudian kembali bertanya, “Buah apa yang paling kamu suka?” “Semangka,” jawab Ayana, padahal di sana tak ada semangka. “Semangka?” Alex sangat terkejut, hingga terlihat berpikir. “Harusnya tadi aku beli, tapi tidak beli karena belum ada yang dikemas dalam potongan.” Ayana tersenyum melihat adiknya itu tampak kecewa tak bisa membelikannya buah yang disukai. Namun, Ayana pun takkan memaksa atau menolak niat baik Alex. “Aku juga suka
“Sudah, kalian tidak usah berebut lagi. Kalian ini bikin aku pusing saja. Intinya kalian ini adiknya Ayana, adik iparku. Aku lebih kecil dari kalian, tapi jadi kakak ipar, tidak ada yang boleh protes!” Deon akhirnya buka suara karena pusing mendengar perdebatan antara Alex dan Azlan.Semua orang menatap Deon, mereka diam menatap pemuda itu.“Masalah adik ke berapa saja dijadikan bahan debat, kalian ini memang masih layak masuk taman kanak-kanan,” cibir Deon lagi yang merasa lebih dewasa dari Alex dan Azlan.Kedua pria itu langsung diam tak berkutik mendengar ucapan Deon.Ayana sendiri lega, akhirnya kedua adiknya itu tak lagi berdebat setelah mendengar bentakkan Deon.“Kalian sudah dengar apa yang dikatakan kakak ipar kalian, kan? Sekarang yang akur, aku tidak mau punya adik yang suka bertengkar,” ujar Ayana sambil menatap Alex dan Azlan bergantian.Alex dan Azlan hanya saling lirik, tingkah keduanya benar-benar seperti anak kecil, padahal mereka sudah dewasa.Akhirnya perdebatan itu
“Ibu harusnya tak usah repot-repot membawa makanan, Bu.”Ayana merasa tak enak karena sering sekali Mita menyempatkan membuat makanan untuknya. Bahkan makanan yang dibuat Mita, kemungkinan besar tak sering dimakan oleh wanita itu sendiri.“Tidak apa-apa. Ibu suka melakukan ini, yang penting kamu bisa makan dengan lahap,” ujar Mita sambil membuka rantang untuk menyiapkan makanan yang dibawanya.Ayana sangat terharu, ibu mertuanya itu selalu saja baik meski dalam kondisi keterbatasan finansial.Deon memperhatikan ibunya yang selalu menomorsatukan Ayana, bahkan dia sebagai anak saja merasa tersingkirkan dari perhatian sang ibu jika sudah menyangkut soal Ayana.“Kalian merasa saingan, kan? Tuh, lawan ibuku. Ayana lebih perhatian ke ibuku daripada kalian,” ledek Deon karena Azlan dan Alex terus saja berdebat soal Ayana.Alex dan Azlan diam mendengar ledekan kakak iparnya itu, jelas jika mereka takkan berani bersaing dengan seorang ibu.“Bagaimana rasanya sakit diperhatikan ibu?” tanya Alex
“Semuanya sudah dimasukkan ke tas?” tanya Ayana ke Deon yang sedang mengemas barang-barang karena har ini Ayana sudah diperbolehkan pulang.Deon mengecek ulang tas, takut ada yang tertinggal, sebelum kemudian menoleh Ayana.“Sudah semua.” Deon menjinjing tas menuju ranjang.Deon meletakkan tas itu di lantai, lantas berdiri di depan Ayana yang duduk di tepian ranjang. Dia menatap istrinya itu, lantas menangkup kedua pipi Ayana.“Semua sudah baik-baik saja, jangan melakukan hal nekat lagi,” ujar Deon mengingatkan.Deon hanya cemas jika Ayana kembali melakukan hal gila seperti sebelumnya. Sungguh dia tidak bisa membayangkan apa yang akan dilakukannya jika terjadi sesuatu dengan Ayana.“Iya, maaf sudah membuatmu cemas,” balas Ayana sambil menggenggam telapak tangan Deon.Deon mengangguk, lantas membantu Ayana turun dari ranjang perlahan. Mereka bersiap pergi, hingga Alex datang ke kamar.“Kalian sudah siap pulang?” Alex melihat tas di lantai, juga Ayana yang baru saja turun dari ranjang.
Mita masih sesenggukan, Haikal sendiri begitu syok sampai wajahnya begitu pucat.Ayana duduk di samping Mita, terus mengusap punggung mertuanya itu agar lebih tenang.“Minum dulu, Bu, Yah.” Deon memberikan minum ke Mita dan Haikal.Ayana pun membantu Mita minum dengan penuh perhatian. Dia cemas melihat mertuanya seperti ini.Alex hanya jadi penonton, meski bisa saja pergi mengabaikan, nyatanya pria itu malah penasaran dengan apa yang terjadi. Alex bisa berbahasa Indonesia, jadi tentunya akan paham dengan apa yang diucapkan Mita dan Haikal.Ayana dan Deon menunggu sampai dua orang tua itu tenang. Sebelum mereka menanyakan kejelasan atas kejadian yang terjadi.“Bagaimana ceritanya Ibu dan Ayah bisa diusir?” tanya Deon pelan-pelan.Haikal menatap Deon yang duduk di singel sofa sebelahnya, hingga kemudian menjawab, “Satria kemarin mencuri sertifikat rumah, lalu pagi ini datang beberapa orang preman mengusir kami keluar.”Deon sangat terkejut mendengar cerita Haikal. Dia semakin geram kare
“Kamu terlalu keras ke Ibu dan Ayah, De.”Ayana dan Deon berada di kamar. Mereka baru saja menemani Mita dan Haikal membuat laporan di kantor polisi.Deon membalikkan badan, lantas menatap Ayana yang berdiri memandangnya. Dia pun mendekat ke sang istri, lantas mengusap perut Ayana sebelum membalas ucapan istrinya itu.“Bukannya aku keras tanpa alasan, Ay. Kamu tahu sendiri kalau Satria memang sudah keterlaluan,” ujar Deon yang benar-benar sudah tak bisa memaafkan perbuatan kakaknya itu.“Iya, aku paham.” Ayana mengusap lengan Deon agar tak emosi.“Seperti kamu sendiri. Kamu juga bersikap tegas dan keras ke orang tuamu, itu juga demi kebaikan bersama, kan.” Deon kembali bicara sambil memandang Ayana.Ayana mengangguk mendengar ucapan suaminya. Ya, memang sikap mereka sama ke orang tua masing-masing meski dengan cara yang berbeda.“Semoga polisi segera bisa menangani kasus ini, agar Ibu dan Ayah lega,” ucap Ayana kemudian.Deon mengembuskan napas kasar, hingga kemudian mengangguk.“Ya,
“Selamat, akhirnya kalian benar-benar akan maju ke jenjang selanjutnya,” ucap Ayana saat memberi selamat ke Azlan dan Hyuna. Acara pertunangan Hyuna dan Azlan berjalan lancar. Para tamu undangan kini sedang menikmati hidangan serta sajian musik yang dihadirkan. “Terima kasih,” ucap Hyuna terlihat bahagia. “Kapan rencana pernikahan kalian?” tanya Deon kemudian. Azlan dan Hyuna saling tatap, hingga Hyuna yang menjawab, “Sebenarnya kami belum tahu. Mungkin akan ikut para orang tua saja bagaimana keputusan mereka.” “Lagi pula, baik aku dan Hyuna masih bergantung dengan orang tua. Jadi ya kami ikut saja,” timpal Azlan. Ayana dan Deon mengangguk-angguk mendengar ucapan Azlan juga Hyuna. “Tidak masalah, kalian juga masih belajar bekerja. Soal menikah bisa dibahas nanti, yang penting kalian sudah saling memiliki. Ingat untuk saling memercayai karena tinggal selangkah lagi kalian bersama,” ujar Ayana menegaskan karena takut Hyuna dan Azlan hanya menjadikan hubungan keduanya sebagai sebu