Ayana pergi bersama Kyle menuju ke tempat proyek pembangunan yang sedang digarap perusahaan Ayana. Dia masih bertanya-tanya, apa masalah yang terjadi, hingga membuat kliennya komplain.“Akhirnya kamu datang juga,” ucap klien Ayana yang langsung menyambut.Ayana menjabat tangan pria itu, kemudian memandang bangunan yang sudah 50 persen dibangun.“Ada apa sebenarnya, Pak?” tanya Ayana penasaran.“Mari, aku perlihatkan.” Pria itu mempersilakan Ayana berjalan lebih dulu.Ayana pun mengangguk. Dia, Kyle, dan rekan bisnis, juga asisten pria itu berjalan bersama.“Aku bisa saja langsung melaporkan masalah ini ke penanggung jawab perusahaanmu, tapi aku merasa itu akan menyia-nyiakan waktuku karena aku yakin jika pasti akan saja alasan yang diberikan. Jujur, aku tidak pernah percaya dengan bawahanmu,” ucap pria itu sambil berjalan.“Aku paham,” balas Ayana, “aku juga senang kamu mau langsung memberitahu kendala yang terjadi,” imbuh Ayana.Pria itu mengangguk, lantas mengajak Ayana memakai helm
Deon memandang Ayana dengan ekspresi bingung. Dia sampai menoleh ke Azlan yang duduk di sampingnya. Sang adik ipar itu pun menatap Ayana sama dengan Deon.Deon memiringkan kepala ke arah Azlan, hingga kemudian berbisik, “Apa dia pernah seperti ini?”Azlan ikut memiringkan kepala ke Deon, kemudian membalas, “Tidak. Dia aneh sekali, kenapa makan seperti orang kelaparan?”Deon dan Azlan bingung, kenapa Ayana makan begitu lahap sampai mengabaikan mereka.Deon memang pulang lebih awal dari kafe. Dia kemudian menyiapkan makanan untuk Ayana, sebab sang istri bilang kalau siang tadi masakan yang dibuatnya enak.Namun, Deon pun keheranan, kenapa cara makan Ayana berbeda dari biasanya.Ayana melirik suami dan adiknya yang hanya diam. Dia mengunyah makanan yang ada di mulut, sambil menatap kedua pria di hadapannya itu.“Kalian tidak makan?” tanya Ayana saat melihat suami dan adiknya malah terus memandang dirinya.“Makan,” jawab Azlan yang langsung memasukkan makanan ke mulut.Deon sendiri memili
Suara ketukan pintu terdengar. Ayana langsung mengalihkan pandangan dari berkas ke pintu. Dia pun mempersilakan masuk.Pintu terbuka, terlihat seorang pria berpakain rapi tersenyum kemudian berjalan masuk ke meja Ayana.Ayana menyandarkan punggung dengan kasar melihat siapa yang datang. Dia menatap pria yang sudah berani-berani korupsi dan merugikan perusahaan.“Bu Ayana mencari saya?” tanya pria itu.“Duduklah!” Ayana mempersilakan pria itu duduk.Pria itu pun duduk di depan meja Ayana, menunggu wanita itu membicarakan maksud memanggilnya ke ruangan itu.“Tolong jelaskan soal ini.” Ayana melempar stopmap berisi data barang-barang yang diselewengkan oleh karyawannya itu.Pria itu terkejut melihat Ayana membanting stopmap, hingga membuka dan terkejut melihat isinya.Ayana memperhatikan ekspresi wajah pria itu yang berubah jadi panik.“Ma-maksudnya apa ya, Bu?” tanya pria itu berpura tidak tahu.“Kamu sedang berusaha main-main dengan perusahaan? Kamu pikir aku tidak tahu itu? Akui sekar
“Semua sudah diurus. Tim penyidik kini sedang mencari kemungkinan keterlibatan staff lain atas kasus yang dilakukan Hendri,” ujar Kyle yang menemui Ayana di ruangannya.Ayana menyugar rambut ke belakang, suara helaan napas kasar terdengar begitu jelas dari bibir. Dia menyandarkan punggung dengan kasar, lantas menatap Kyle yang berdiri di depan mejanya.“Perintahkan ke tim investigasi untuk menindak semua staff entah itu dia terlibat hal kecil atau besar dalam kasus korupsi. Aku tidak bisa mentolelir perbuatan itu begitu saja. Jika mereka dibiarkan, meski hanya sepele maka itu akan berujung fatal nantinya,” ujar Ayana memberi instruksi.“Aku mengerti,” ucap Kyle sambil menatap Ayana.Kyle melihat Ayana yang terlihat begitu lelah, mungkin karena banyaknya pekerjaan masih ditambah masalah korupsi yang terjadi.“Mau kubuatkan sesuatu agar kamu lebih segar? Kulihat wajahmu sedikit pucat,” ujar Kyle yang cemas jika Ayana kurang istirahat.Ayana menangkup kedua sisi pipi denganm telapak tang
Hyuna terkejut mendengar suara teriakan Azlan. Dia menoleh ke kanan dan baru menyadari jika ada bus melaju ke arahnya.Azlan yang sudah dekat dengan Hyuna, lantas mengulurkan tangan, meraih Hyuna dan menarik gadis itu ke arahnya.Keduanya terjatuh di trotoar, tepat saat bus lewat. Bus itu sudah memperlambat laju ketika melihat Hyuna, tapi tetap akan menabrak jika Hyuna tak ditarik Azlan lebih dulu.“Kamu kalau jalan lihat-lihat! Mau mati!” geram Azlan karena panik dan terkejut.Hyuna masih begitu syok, bahkan napasnya tersengal karena begitu terkejut.Azlan menatap Hyuna yang ada di hadapannya. Dia kemudian melepas tangan gadis itu dan membantunya berdiri.“Kamu tidak apa-apa?” tanya Azlan yang sadar jika tadi membentak karena terkejut.Tubuh Hyuna gemetar. Dia sampai menunduk karena masih terkejut.“Ada apa? Kalian baik-baik saja?” Gery langsung menghampiri karena melihat kejadian itu.“Ajak dia masuk dulu,” kata Azlan.Gery mengajak Hyuna ke kafe. Orang-orang yang melihat kejadian i
“Akh … akh ….” Azlan meringis kesakitan saat tangannya diobati Gery, ketika kafe sudah sedikit sepi.“Tadi bilang ga papa, sekarang meringis kesakitan.”Gery benar-benar merasa aneh dengan Azlan. Tadi pria itu terlihat biasa saja, bahkan masih melayani pelanggan dengan baik. Namun, sekarang malah kesakitan saat diobati luka tangannya.“Tadi banyak orang, mana bisa aku mengeluh. Memalukan,” ujar Azlan mengelak.“Memangnya aku bukan orang, sampai kamu ga malu ngeluh dihadapanku?” tanya Gery keheranan.“Ya … itu beda. Yang jelas, aku tidak mau mengeluh di depan orang yang aku tolong. Ntar dikira aku lemah,” balas Azlan yang malu meringis atau mengeluh di depan Hyuna.“Hm … alasan saja.” Gery membersihkan luka Azlan, lantas memberinya obat merah.“Pelan-pelan, itu sakit!’ Azlan merasa lengannya perih.“Kamu ini, sok kuat di depan gadis, jatah ga ada orangnya kamu merengek!”Azlan mencebik disindir Gery, tapi luka itu memang sakit baginya. Dia yang selalu dijaga, tidak boleh lecet sedikit
Azlan sangat terkejut mendengar ucapan Ayana. Dia tidak menyangka sang kakak akan berkata demikian. “Kenapa? Kenapa kamu tiba-tiba berkata seperti itu? Kamu mengusirku?” Azlan tidak terima mendengar semua ucapan Ayana. Dia menatap kesal dan marah ke sang kakak. “Tidak ada yang mengusirmu. Aku hanya ingin kamu paham,” ujar Ayana dengan suara tegas. “Paham apa? Kenapa kamu melarangku menyukainya, dengan dalih aku akan kembali ke San Fransisco? Jika aku tidak mau kembali, kamu bisa apa?” Azlan berteriak dengan keras menentang ucapan sang kakak. Deon yang sejak tadi berdiri mendengarkan pun terkejut dengan bentakkan Azlan. “Azlan!” bentak Ayana karena sang adik berani bicara keras kepadanya. “Apa? Lama-lama kamu seperti Papa! Aku membencimu!” Azlan berdiri dan pergi begitu saja. Azlan berlari ke pintu dan keluar dari apartemen, merajuk layaknya anak kecil saat mendapat teguran. “Azlan!” teriak Ayana karena sang adik marah dan pergi. Ayana ingin pergi mengejar, tapi ditahan Deon.
Ayana memegangi kening mendengar ucapan Azlan. Tidak menyangka jika sang adik akan mengetahui tentang surat kontrak itu.Ayana berdiri kemudian berjalan menuju kamar Deon. Mengambil surat kontrak yang memang masih disimpan suaminya. Dia lantas berjalan ke dapur lagi, membakar kertas itu lantas membuangnya di washbak.Apa yang dilakukan Ayana tentu saja membuat Deon dan Azlan terkejut, belum lagi Ayana langsung pergi ke kamar dan menutup pintu begitu keras.Deon menghela napas kasar melihat Ayana marah. Dia lantas memandang Azlan yang hanya diam.“Seharusnya kamu bersyukur masih memiliki kakak yang peduli kepadamu, bukan malah menyakiti perasaannya seperti itu. Apa kamu menunggu kehilangannya, baru kamu akan merasa menyesal menyakitinya juga membutuhkannya.” Deon bicara sambil memandang Azlan yang berdiri di depan sofa.Setelah mengatakan itu, Deon melanjutkan memasak agar bisa segera matang lantas dia bisa bicara dengan Ayana.Azlan menghela napas kasar. Dia merasa bersalah sudah memb