Jangan lupa komentarnya, biar aku semangat. Biar sehari bisa terus konsisten 3 bab sehari, biar kalian pusing karena digempur up, kwkwkwkw
Ayana memegangi kening mendengar ucapan Azlan. Tidak menyangka jika sang adik akan mengetahui tentang surat kontrak itu.Ayana berdiri kemudian berjalan menuju kamar Deon. Mengambil surat kontrak yang memang masih disimpan suaminya. Dia lantas berjalan ke dapur lagi, membakar kertas itu lantas membuangnya di washbak.Apa yang dilakukan Ayana tentu saja membuat Deon dan Azlan terkejut, belum lagi Ayana langsung pergi ke kamar dan menutup pintu begitu keras.Deon menghela napas kasar melihat Ayana marah. Dia lantas memandang Azlan yang hanya diam.“Seharusnya kamu bersyukur masih memiliki kakak yang peduli kepadamu, bukan malah menyakiti perasaannya seperti itu. Apa kamu menunggu kehilangannya, baru kamu akan merasa menyesal menyakitinya juga membutuhkannya.” Deon bicara sambil memandang Azlan yang berdiri di depan sofa.Setelah mengatakan itu, Deon melanjutkan memasak agar bisa segera matang lantas dia bisa bicara dengan Ayana.Azlan menghela napas kasar. Dia merasa bersalah sudah memb
“Kamu benar-benar menyukai Hyuna dan ingin mengejarnya?” tanya Deon sambil mengelap gelas yang baru saja dicuci Azlan.“Entah,” jawab Azlan sambil mengedikkan kedua bahu.Deon sendiri belum memberitahu apa yang disukai dan tidak disukai Hyuna, karena merasa Azlan tidak serius.“Kenapa entah?” tanya Deon bingung sendiri dengan sikap Azlan.“Ya, entah. Aku sudah bilang kalau hanya tertarik, soal suka memang belum yakin,” jawab Azlan sambil terus mencuci gelas kotor.Deon menaikkan satu sudut alis mendengar jawaban Azlan, merasa jika sang adik ipar memang plin-plan.“Kamu ini aneh. Semalam bertengkar dengan Ayana, hanya karena kamu suka Hyuna dan Ayana tidak. Lalu sekarang bilang kalau belum yakin. Aku tidak paham dengan jalan pikiranmu,” balas Deon kemudian.“Kalau gitu tidak usah dipahami. Biar semua berjalan apa adanya. Aku memang tertarik, tapi tidak yakin juga. Jadi, kucoba jalani apa yang ada saja,” ujar Azlan begitu tenang. Dia kemudian mematikan kran air.Deon mengerutkan alis. S
“Aku sudah bicara dengan Papa. Dia tidak setuju, tapi kamu bisa membantahnya jika memang benar-benar ingin di sini,” ucap Ayana lantas memasukkan makanan ke mulut.Azlan terkejut mendengar ucapan Ayana, tapi juga senang karena sang kakak bertindak cepat.“Tidak masalah Papa mau setuju atau tidak. Aku tidak mau balik ke sana. Aku akan di sini dan belajar hal selain bisnis. Aku ingin belajar sesuatu yang tak harus bersinggungan dengan tumpukan buku,” balas Azlan terlihat begitu semangat.Deon sendiri memperhatikan Ayana dan Azlan bicara. Dia menyimak sambil mengunyah makanannya.“Kamu sudah dewasa. Jika sudah mengambil keputusan ini, jangan pernah menyesalinya. Jangan sampai kamu berubah pikiran karena hidupnya banyak berubah. Sebab setelah ini kamu harus siap menghadapi segala kemungkinan yang akan terjadi. Kamu sadar jika Papa tidak mungkin tinggal diam, kan?” Ayana memperjelas agar Azlan tidak terkejut nantinya.“Ya, aku paham,” jawab Azlan.Azlan melirik Ayana, menatap sang kakak ya
“Kamu yakin tidak mau ke kafe dulu?” tanya Deon sambil menatap Azlan.Deon harus ke kampus menemui dosen pembimbingnya, tapi Azlan malah ikut seperti anak kecil membuntuti ibunya pergi.“Aku menunggu saja, sekalian lihat-lihat kampusmu,” jawab Azlan sambil mengedarkan pandangan.Deon menghela napas, hingga akhirnya membiarkan saja jika memang Azlan ingin di sana.“Jangan pergi jauh-jauh dan jangan berbuat aneh-aneh atau onar!” Deon memperingatkan sebelum meninggalkan Azlan untuk menemui dosen.Azlan mencebik mendengar ucapan Deon, hingga kemudian membalas, “Bawel.”Azlan memandang Deon yang pergi. Dia pun berpikir harus pergi ke mana dulu. Azlan akhirnya mengelilingi fakultas tempat Deon belajar, hingga akhirnya berakhir di sebuah kafe yang ada di dekat kampus.[Aku ada di Star Kafe yang ada di depan kampus.]Azlan mengirimkan pesan ke Deon agar kakak iparnya itu tidak cemas.Azlan berdiri di depan kasir, memilih minuman apa yang akan dibeli sambil menunggu Deon selesai bertemu dosen.
Ayana benar-benar terkejut dan masih tidak percaya dengan yang dilihatnya. Dia pun membaca berulang berkas proposal milik perusahaannya dengan milik Rey secara bergantian. “Bu Ayana. Sekarang Anda bisa menjelaskannya?” tanya tim lelang. Ayana panik tapi berusaha dengan tenang. Dia menoleh Amel, melihat sekretarisnya itu juga panik. “Ini pasti ada kesalahan. Proposal ini perusahaan kami yang menyusunnya, bahkan saya mengawasi tim yang bertanggung jawab secara langsung.” Ayana mencoba meyakinkan jika proposal yang diajukan memang milik perusahaannya. “Tapi di sana tertulis jelas jika proposal kalian sama. Bahkan sembilan puluh sembilan persen mirip. Tidak mungkin bisa sangat mirip, bahkan untuk desain bangunan, struktur, dan anggaran saja sama,” ujar salah satu staff. Ayana mencoba bersikap tenang. Dalam situasi ini dia tidak bisa bertindak gegabah melakukan pembelaan yang bisa membuatnya malah terlihat sedang melakukan kesalahan. “AG group mengirimkan proposal lebih awal dari peru
“Kenapa tidak masuk?” Azlan sangat terkejut mendengar suara Amel, bahkan Ayana dan Kyle juga terkejut hingga memandang ke pintu dan melihat Azlan di sana. “Azlan.” Ayana terkejut sampai berdiri, takut kalau sang adik mendengar pembicaraannya dengan Kyle. Azlan menatap Amel yang bingung saat memandangnya. Dia pun melebarkan senyum sambil membuka pintu ruangan Ayana. “Baru mau masuk, tapi kamu mengejutkanku,” elak Azlan takut ketahuan menguping. Amel hanya mengangguk-angguk percaya, meski sejak tadi melihat Azlan berdiri di sana. Azlan masih tersenyum saat melihat Amel pergi, tapi kemudian dia bernapas lega. “Lan, kenapa di sini?” tanya Ayana sedikit cemas. Azlan menoleh ke sang kakak, lantas memperlihatkan paper bag yang dibawa. “Deon memintaku membawakan makan siang untukmu.” Azlan memperlihatkan paper bag yang dibawa. Kyle pun pamit keluar dari ruangan Ayana. Azlan berjalan ke arah sofa diikuti Ayana, keduanya pun duduk bersama. “Gery masih libur, jadi Deon ga bisa ke sini
Ayana mengemudikan mobil menuju apartemen. Sesekali dia mengguyar kasar rambut ke belakang, pikirannya masih penuh dengan tebakan siapa yang sudah berani mengkhianati perusahaannya. Ayana sendiri tidak habis pikir, kenapa masalah terus datang bertubi saat dia sedang merasakan arti kebahagiaan. Ayana menyetir sambil melamun, hingga tidak sadar jika lampu lalu lintas di perempatan jalan berwarna merah. Ayana terkejut dan langsung menginjak pedal rem saat mobil depannya berhenti. Namun, tabrakan tidak bisa dihindari. Mobil depan Ayana menabrak bamper belakang mobil yang ada di depannya. “Ya Tuhan!” Ayana panik dan buru-buru melepas seat belt untuk bertanggung jawab. Saat akan membuka pintu mobil, Ayana melihat pemilik mobil yang ditabraknya keluar, membuatnya urung untuk turun dan memilih tepat berada di dalam. Pemilik mobil yang ditabrak Ayana ternyata Rey. Dia keluar dari mobil karena marah ada yang menabraknya. Abigail juga bersama pria itu dan ikut turun untuk melihat kondisi mo
Hyuna membalikkan badan, lantas menatap Ayana yang sedang melepas kacamata hitam.“Sudah kubilang, tidak usah berterima kasih atau salah paham. Aku membantumu, bukan berarti menyukaimu,” ujar Hyuna sebelum Ayana bicara.“Aku tidak akan berterima kasih. Hanya mau minta kamu mengantarku. Itu pun kalau kamu mau, akan aku bayar. Anggap saja ongkos taksi,” balas Ayana tidak mungkin mau merendah ke Hyuna.Hyuna gemas mendengar ucapan Ayana.“Cih … sombong sekali. Tidak ada kata minta tolong, tapi malah memerintah, itu pun menganggapku sopir taksi,” gerutu Hyuna kesal dengan sikap Ayana yang seperti sekarang.“Naiklah!” Meski Hyuna terlihat kesal, tapi pada kenyataannya dia tetap mau membantu Ayana.Ayana mengambil tas dan ponselnya yang ada di mobil setelah menepikan mobil itu. Dia pun menghubungi bengkel langganannya untuk mengangkut mobilnya yang rusak bagian depan. Ayana tidak mau mengemudikan mobil yang rusak, meski sebenarnya mobilnya masih bisa jalan.Hyuna pun mengemudikan mobil sete