“Semua sudah diurus. Tim penyidik kini sedang mencari kemungkinan keterlibatan staff lain atas kasus yang dilakukan Hendri,” ujar Kyle yang menemui Ayana di ruangannya.Ayana menyugar rambut ke belakang, suara helaan napas kasar terdengar begitu jelas dari bibir. Dia menyandarkan punggung dengan kasar, lantas menatap Kyle yang berdiri di depan mejanya.“Perintahkan ke tim investigasi untuk menindak semua staff entah itu dia terlibat hal kecil atau besar dalam kasus korupsi. Aku tidak bisa mentolelir perbuatan itu begitu saja. Jika mereka dibiarkan, meski hanya sepele maka itu akan berujung fatal nantinya,” ujar Ayana memberi instruksi.“Aku mengerti,” ucap Kyle sambil menatap Ayana.Kyle melihat Ayana yang terlihat begitu lelah, mungkin karena banyaknya pekerjaan masih ditambah masalah korupsi yang terjadi.“Mau kubuatkan sesuatu agar kamu lebih segar? Kulihat wajahmu sedikit pucat,” ujar Kyle yang cemas jika Ayana kurang istirahat.Ayana menangkup kedua sisi pipi denganm telapak tang
Hyuna terkejut mendengar suara teriakan Azlan. Dia menoleh ke kanan dan baru menyadari jika ada bus melaju ke arahnya.Azlan yang sudah dekat dengan Hyuna, lantas mengulurkan tangan, meraih Hyuna dan menarik gadis itu ke arahnya.Keduanya terjatuh di trotoar, tepat saat bus lewat. Bus itu sudah memperlambat laju ketika melihat Hyuna, tapi tetap akan menabrak jika Hyuna tak ditarik Azlan lebih dulu.“Kamu kalau jalan lihat-lihat! Mau mati!” geram Azlan karena panik dan terkejut.Hyuna masih begitu syok, bahkan napasnya tersengal karena begitu terkejut.Azlan menatap Hyuna yang ada di hadapannya. Dia kemudian melepas tangan gadis itu dan membantunya berdiri.“Kamu tidak apa-apa?” tanya Azlan yang sadar jika tadi membentak karena terkejut.Tubuh Hyuna gemetar. Dia sampai menunduk karena masih terkejut.“Ada apa? Kalian baik-baik saja?” Gery langsung menghampiri karena melihat kejadian itu.“Ajak dia masuk dulu,” kata Azlan.Gery mengajak Hyuna ke kafe. Orang-orang yang melihat kejadian i
“Akh … akh ….” Azlan meringis kesakitan saat tangannya diobati Gery, ketika kafe sudah sedikit sepi.“Tadi bilang ga papa, sekarang meringis kesakitan.”Gery benar-benar merasa aneh dengan Azlan. Tadi pria itu terlihat biasa saja, bahkan masih melayani pelanggan dengan baik. Namun, sekarang malah kesakitan saat diobati luka tangannya.“Tadi banyak orang, mana bisa aku mengeluh. Memalukan,” ujar Azlan mengelak.“Memangnya aku bukan orang, sampai kamu ga malu ngeluh dihadapanku?” tanya Gery keheranan.“Ya … itu beda. Yang jelas, aku tidak mau mengeluh di depan orang yang aku tolong. Ntar dikira aku lemah,” balas Azlan yang malu meringis atau mengeluh di depan Hyuna.“Hm … alasan saja.” Gery membersihkan luka Azlan, lantas memberinya obat merah.“Pelan-pelan, itu sakit!’ Azlan merasa lengannya perih.“Kamu ini, sok kuat di depan gadis, jatah ga ada orangnya kamu merengek!”Azlan mencebik disindir Gery, tapi luka itu memang sakit baginya. Dia yang selalu dijaga, tidak boleh lecet sedikit
Azlan sangat terkejut mendengar ucapan Ayana. Dia tidak menyangka sang kakak akan berkata demikian. “Kenapa? Kenapa kamu tiba-tiba berkata seperti itu? Kamu mengusirku?” Azlan tidak terima mendengar semua ucapan Ayana. Dia menatap kesal dan marah ke sang kakak. “Tidak ada yang mengusirmu. Aku hanya ingin kamu paham,” ujar Ayana dengan suara tegas. “Paham apa? Kenapa kamu melarangku menyukainya, dengan dalih aku akan kembali ke San Fransisco? Jika aku tidak mau kembali, kamu bisa apa?” Azlan berteriak dengan keras menentang ucapan sang kakak. Deon yang sejak tadi berdiri mendengarkan pun terkejut dengan bentakkan Azlan. “Azlan!” bentak Ayana karena sang adik berani bicara keras kepadanya. “Apa? Lama-lama kamu seperti Papa! Aku membencimu!” Azlan berdiri dan pergi begitu saja. Azlan berlari ke pintu dan keluar dari apartemen, merajuk layaknya anak kecil saat mendapat teguran. “Azlan!” teriak Ayana karena sang adik marah dan pergi. Ayana ingin pergi mengejar, tapi ditahan Deon.
Ayana memegangi kening mendengar ucapan Azlan. Tidak menyangka jika sang adik akan mengetahui tentang surat kontrak itu.Ayana berdiri kemudian berjalan menuju kamar Deon. Mengambil surat kontrak yang memang masih disimpan suaminya. Dia lantas berjalan ke dapur lagi, membakar kertas itu lantas membuangnya di washbak.Apa yang dilakukan Ayana tentu saja membuat Deon dan Azlan terkejut, belum lagi Ayana langsung pergi ke kamar dan menutup pintu begitu keras.Deon menghela napas kasar melihat Ayana marah. Dia lantas memandang Azlan yang hanya diam.“Seharusnya kamu bersyukur masih memiliki kakak yang peduli kepadamu, bukan malah menyakiti perasaannya seperti itu. Apa kamu menunggu kehilangannya, baru kamu akan merasa menyesal menyakitinya juga membutuhkannya.” Deon bicara sambil memandang Azlan yang berdiri di depan sofa.Setelah mengatakan itu, Deon melanjutkan memasak agar bisa segera matang lantas dia bisa bicara dengan Ayana.Azlan menghela napas kasar. Dia merasa bersalah sudah memb
“Kamu benar-benar menyukai Hyuna dan ingin mengejarnya?” tanya Deon sambil mengelap gelas yang baru saja dicuci Azlan.“Entah,” jawab Azlan sambil mengedikkan kedua bahu.Deon sendiri belum memberitahu apa yang disukai dan tidak disukai Hyuna, karena merasa Azlan tidak serius.“Kenapa entah?” tanya Deon bingung sendiri dengan sikap Azlan.“Ya, entah. Aku sudah bilang kalau hanya tertarik, soal suka memang belum yakin,” jawab Azlan sambil terus mencuci gelas kotor.Deon menaikkan satu sudut alis mendengar jawaban Azlan, merasa jika sang adik ipar memang plin-plan.“Kamu ini aneh. Semalam bertengkar dengan Ayana, hanya karena kamu suka Hyuna dan Ayana tidak. Lalu sekarang bilang kalau belum yakin. Aku tidak paham dengan jalan pikiranmu,” balas Deon kemudian.“Kalau gitu tidak usah dipahami. Biar semua berjalan apa adanya. Aku memang tertarik, tapi tidak yakin juga. Jadi, kucoba jalani apa yang ada saja,” ujar Azlan begitu tenang. Dia kemudian mematikan kran air.Deon mengerutkan alis. S
“Aku sudah bicara dengan Papa. Dia tidak setuju, tapi kamu bisa membantahnya jika memang benar-benar ingin di sini,” ucap Ayana lantas memasukkan makanan ke mulut.Azlan terkejut mendengar ucapan Ayana, tapi juga senang karena sang kakak bertindak cepat.“Tidak masalah Papa mau setuju atau tidak. Aku tidak mau balik ke sana. Aku akan di sini dan belajar hal selain bisnis. Aku ingin belajar sesuatu yang tak harus bersinggungan dengan tumpukan buku,” balas Azlan terlihat begitu semangat.Deon sendiri memperhatikan Ayana dan Azlan bicara. Dia menyimak sambil mengunyah makanannya.“Kamu sudah dewasa. Jika sudah mengambil keputusan ini, jangan pernah menyesalinya. Jangan sampai kamu berubah pikiran karena hidupnya banyak berubah. Sebab setelah ini kamu harus siap menghadapi segala kemungkinan yang akan terjadi. Kamu sadar jika Papa tidak mungkin tinggal diam, kan?” Ayana memperjelas agar Azlan tidak terkejut nantinya.“Ya, aku paham,” jawab Azlan.Azlan melirik Ayana, menatap sang kakak ya
“Kamu yakin tidak mau ke kafe dulu?” tanya Deon sambil menatap Azlan.Deon harus ke kampus menemui dosen pembimbingnya, tapi Azlan malah ikut seperti anak kecil membuntuti ibunya pergi.“Aku menunggu saja, sekalian lihat-lihat kampusmu,” jawab Azlan sambil mengedarkan pandangan.Deon menghela napas, hingga akhirnya membiarkan saja jika memang Azlan ingin di sana.“Jangan pergi jauh-jauh dan jangan berbuat aneh-aneh atau onar!” Deon memperingatkan sebelum meninggalkan Azlan untuk menemui dosen.Azlan mencebik mendengar ucapan Deon, hingga kemudian membalas, “Bawel.”Azlan memandang Deon yang pergi. Dia pun berpikir harus pergi ke mana dulu. Azlan akhirnya mengelilingi fakultas tempat Deon belajar, hingga akhirnya berakhir di sebuah kafe yang ada di dekat kampus.[Aku ada di Star Kafe yang ada di depan kampus.]Azlan mengirimkan pesan ke Deon agar kakak iparnya itu tidak cemas.Azlan berdiri di depan kasir, memilih minuman apa yang akan dibeli sambil menunggu Deon selesai bertemu dosen.