"Oh ya?"
Benar kan? Dominic sudah gila. Kenapa dia sangat bangga mendengar pengakuan gadis kecil itu? Mengapa rasanya sangat senang menjadi yang pertama menyicipi bibir tipisnya yang begitu memabukkan.
Iya. Memabukkan. Dom tidak munafik. Entah kapan dia terakhir berciuman. Mungkin saat pemberkatan pernikahan paksa nya dengan Reina? Ah, kalau itu termasuk dalam kategori ciuman, tapi kenapa dia sama sekali tidak merasakan seperti apa yang dia rasakan barusan? Getaran-getaran dan detak jantung yang meletup-letup saat lidah mereka saling terpaut.
Hawa panas menjalari tubuh Dom kala gadis itu menatapnya tajam penuh rasa kecewa. Dia merasa tertantang ingin mencoba lagi. Apalagi posisi tubuh Dom sekarang berada di atas gadis yang belum dia ketahui namanya itu.
"Jadi, bagaimana rasanya? Apa itu membuat kamu berdebar sama seperti saya sekarang?"
"E ... eh?"
Dominic menurunkan wajahnya lagi. Mencoba peruntungan apakah gadis itu masih mau dicium olehnya.
"O ... Om! Mau ngapain??" Gadis itu memalingkan wajahnya. Yahh, gagal deh, pikir Dom. Namun dia tidak menyerah. Dia tetap dalam posisinya.
"Siapa nama kamu?"
"OM NGGAK PERLU TAU YA! SAYA NGGAK MAU TERLIBAT DALAM RUMAH TANGGA OM!!"
"Heh, kamu itu! Siapa yang mau melibatkan kamu? Kan first kiss kamu sudah saya ambil. Saya mau bertanggung jawab."
"NGGAK USAH! SAYA MAU PULANG AJA!" Gadis itu ingin bangun. Tapi Dominic malah menjatuhkan tubuhnya sehingga mengurung tubuh kecil itu sepenuhnya.
"Sudah malam! Dasar keras kepala!!"
Dominic lagi-lagi mencuri kesempatan menyatukan bibit mereka. Persetan dengan penolakan. Kepalanya pusing melihat bibir mungil itu mengomel terus. Kini bagian terpenting dalam tubuhnya seperti bereaksi dengan segala hal yang diperbuat oleh gadis cantik itu.
Hah? Cantik?
"Hhmmmpphhh."
Posisi Dominic sudah mengunci gadis itu di semua titik. Yang terutama adalah bagian pinggulnya. Menahan supaya kaki jenjang itu tidak menendangnya ke sembarang arah. Membuat gadis itu merasakan sesuatu yang ada di dalam celana trainingnya.
"Aaaaaa!!! Lepas!! Om brengsek!! Om kurang ajar!! Benci benci benciiiii!!!" Setelah Dominic melepas ciuman panasnya, gadis itu memukulnya dengan membabi buta dengan mata yang berlinang. Rasanya seperti dilecehkan. Tapi anehnya dia tidak se-ingin itu untuk melepaskan diri. Rasa yang gila. Marah tapi suka. Rasa sukanya lebih mendominasi.
"Brengsek atau kurang ajar? Satu-satu dong? Muka kamu udah lecek, nanti makin lecek kalau nangis lagi."
"Hah???!" Tangisan itu pun berhenti mendengar ada yang berani mengatakan wajahnya lecek. Benarkah?? Apakah sedari tadi dia sudah berpenampilan jelek di depan laki-laki ini?
"Mau lihat?" Dominic bangkit dari posisinya. Melepaskan tawanan yang secepat kilat menghambur menuju cermin.
"AAAAKHHHHHHHHH!!!!!!" Jeritan keras pun lolos dari bibir gadis itu. Tidak menyangka kalau wajahnya sangat hancur sekarang. Bekas air mata yang berwarna hitam lantaran maskara luntur, lalu bedaknya yang sudah cemong sana sini akibat dia terlalu banyak menyeka air matanya tadi malam.
"AAAAKHHHHH!! KENAPA BISA HANCUR GINI??!! KENAPA OM NGGAK BILANG?!!"
"Memangnya kenapa? Kamu cantik begitu."
"BOHONG!!! MULUT LELAKI TIDAK ADA YANG BISA DIPERCAYA! MANA TASSSS? TAS AKU MANAAA??"
Dominic tidak bisa menahan tawa melihat gadis itu kelimpungan mencari tasnya. Tingkahnya lucu, apalagi suaranya yang tidak terkontrol, seperti anak singa yang selalu mengaum.
"MANA TAS AKU OM??!"
Dominic pun akhirnya ikut turun tangan mencari. Mungkin benda itu terlempar atau bagaimana. Mungkin juga gadis itu tidak membawanya.
"Kamu nggak bawa tas pas saya tarik."
"HAHH??????? MAMPUS LAH!!!! HAPE AKU DI SANA OM!!"
"Sssttt ... kenapa sih harus teriak-teriak? Pita suara kamu bisa rusak!"
"OM SIH PAKAI ACARA NARIK-NARIK!! HANDPHONE, DOMPET, ID CARD AKU DI SANA SEMUA!!"
Dominic mendekat untuk menenangkan anak singa itu. Iya, dia memutuskan untuk menamai gadis kecil itu dengan sebutan anak singa. Karena kerjanya hanya mengaum terus.
"Saya cari ke luar sebentar. Kamu tunggu di sini. Di lemari itu ada kapas dan cleanser. Pakai itu dulu saja. Oke?"
Gadis itu terdiam mendengar suara lembut Dominic. Kedua bola matanya yang menggenang berubah tenang dan sayu. Ternyata om-om itu bisa lembut juga.
"Awas kalau hilang. Aku bakal tuntut Om."
"Memangnya kamu tau siapa saya makanya mau menuntut saya?"
Singa kecil itu menggeleng ragu.
"Saya Dominic. Pemilik tempat ini."
"APAAAAA????"
"Bisa tidak kamu berhenti teriak?? Awalnya saya suka teriakan kamu, tapi lama-lama telinga saya budek tau?"
"Aduhhh, telingaku kok dijewer sih???"
"Tunggu di sini! Pintunya saya kunci dari luar biar kamu nggak kabur!"
"Gimana mau kabur, barang-barang aku masih di bawah."
"Hm ... sana. Ke kamar mandi. Muka kamu sudah seperti kain pel. Jorok."
"Jorok-jorok tapi dicium terus sampai dua kali. Aneh!"
Dominic masih bisa mendengar gerutu anak singa itu saat akan keluar dari kamar. Senyum di bibirnya terkembang sambil melangkah menuju pintu.
*****
Dominic melangkah turun ke lantai dasar, dimana bar dan diskotiknya berada. Seperti yang dia katakan tadi, tempat ini adalah miliknya. Namun sudah cukup lama dia tidak menginjakkan kaki di sini, hingga masalahnya dengan Reina membuat kesabarannya habis.
Dominic bukanlah laki-laki yang berteman karib dengan dunia malam walau pun dia punya bisnis club. Dia hanya ingin menginvestasikan uangnya di segmen hiburan juga. Dia bosan berkutat dengan bisnis pulp and paper.
Manajer club menghampirinya dan menanyakan keperluannya. Dom hanya memberitahu sekilas. Ingat kan, dia tidak ingin memancing adanya gosip?
"Mari saya antar, Tuan ...." si manajer menemani Dom menuju meja bartender.
"Selamat malam, Tuan ...." petugas bartender yang tadi melayaninya memberi hormat. Tentu saja semua karyawan di sana mengenalnya, termasuk si pengantar kotak P3K tadi. Tuan Dom, si pemilik club.
"Kamu mengingat gadis yang duduk di samping saya tadi?"
"Iya, Tuan, apa ada masalah?"
"Apa dia meninggalkan tas?"
"Oh, ada, Tuan. Saya ambilkan sebentar."
Dominic tidak perlu menunggu lama. Tas itu kini sudah berada di tangannya. Tas berbentuk kotak, terbuat dari bahan kulit dan ada tali panjang yang berfungsi untuk disampirkan di bahu. Saat melihat brand tas tersebut, Dom sedikit terkejut. Itu brand mahal dan ori. Sepertinya anak kecil itu bukan orang biasa.
Dominic langsung kembali ke kamarnya setelah urusannya selesai. Dia tidak sabar ingin bertemu singa kecil yang tiba-tiba membuatnya merasa senang. Senang? Iya, senang. Entah bagaimana bisa anak kecil itu bisa membuat senyumnya tak kunjung berhenti.
Sebelum membuka pintu, Dominic tiba-tiba teringat sesuatu. Yes. Dia belum tau nama anak singa itu. Dia tidak yakin saat mereka akan berpisah nanti, anak singa itu akan mau memberi tahunya dengan jujur. Dom mengingat tadi dia mengatakan ada ID Card di dalam tasnya.
Membuka tas seseorang tanpa permisi bukan sebuah dosa kan? Tanya Dom dalam hati.
Dengan hati-hati dia membuka tas tersebut. Di dalam benda kecil berbentuk persegi itu ada sebuah Iphone keluaran terbaru dan card holder. Lagi, Iphone mahal itu menandakan gadis itu mungkin anak seorang konglomerat. Tapi siapa?
Tanpa berlama-lama, Dominic membuka card holder dan mengambil KTP gadis kecil itu. Saat itu juga matanya terbelalak. Hanya satu orang yang dia kenal pemilik marga itu.
Chalondra Chalya Ellordi.
Jantung Dominic berdebar kencang. Ellordi. Ellordi yang itu kah? Chris Ellordi? Cakrawala Paper? Pesaing berat perusahaan mereka? Astaga!
Dominic melihat tanggal lahir Chalondra. Anak itu ternyata baru 18 tahun. Sepertinya baru lulus SMA. Dada Dominic bergemuruh. Apakah dia sudah bertindak cabul pada seorang anak kecil? Rasanya dia menjadi begitu berdosa sudah mencium gadis itu sebanyak dua kali.
Dominic menyudahi kegiatannya. Oke, namanya Chalondra Chalya Ellordi. Itu saja sudah cukup. Sekarang dia akan kembali masuk ke dalam dan menyerahkan dompet itu kepada yang empunya.
Dom membuka pintu tanpa beban apa pun. Tak menduga akan apa yang sedang terjadi di dalam. Dia langsung melihat seseorang di dalam sana yang terkejut setengah mati karen kedatangannya.
"OMM! KENAPA NGGAK KETUK DULUU!!"
Dominic sudah terpaku di tempatnya melihat pemandangan yang ada di hadapannya. Jangan salahkan dia kalau keputusan yang sudah dia buat barusan berubah 180 derajat berkat ulah singa kecil itu.
Tadinya, setelah tau Chalondra masih di bawah umur, dia tidak ingin melakukan apa pun terhadap anak singa itu. Kasihan. Namun melihat keberanian gadis itu mandi di waktu yang mepet saat dia keluar sebentar, lalu berkeliaran di dalam kamar hanya dengan mengenakan selembar handuk kecil menutupi tubuhnya yang tinggi dan ... berisi, membuat Dom meradang. Seluruh pundak putih juga setengah pahanya ke bawah terekspos dan itu terlihat sangat indah di mata seorang Dominic.
"Kenapa kamu marah? Saya kan sudah bilang pintunya saya kunci dari luar. Itu artinya supaya saya bisa masuk tanpa harus bilang ke kamu." Mata Dominic terpaku pada sepasang bola mata cantik yang sudah bersih dari maskara dan eye liner. Wajah polos singa kecil itu ternyata sangat cantik. Benar-benar daun muda.
"Ya sudah. Om berbalik dulu! Aku mau ganti baju!"
Astaga anak kecil ini! Tidak ada takutnya sama sekali. Dia sedang menguji imanku kah? Batin Dominic.
Dominic pun duduk di sofa. Tas Chalondra dia sembunyikan di belakang punggungnya.
"Sini kamu." Dia menepuk kedua pahanya. Membuat Chalondra menggeleng cepat, ketakutan.
"Sini! Kalau tidak tas kamu saya sita sama isi-isinya, Chalondra!"
"Dari mana Om tau nama saya?? Om buka tas saya ya??!!"
"Iya. Sebentar lagi pun saya akan buka handuk kamu kalau kamu nggak mau duduk di sini."
"NGGAK MAU! GILA YA MAKSA BANGET!!"
"Saya orang baik-baik, Chalondra. Kalau kamu nolak nanti saya bisa berubah jadi jahat. Mau kamu?"
Chalondra melangkah sambil memegang erat-erat simpul handuknya. Memang sih, kalau om itu adalah pria jahat, sudah sejak awal dia dilahap bukan?
Setelah dia persis berdiri di hadapan laki-laki itu, Dominic menarik satu pahanya agar berlutut di sofa, diikuti satu paha sisanya. Kemudian pria itu menuntun Chalondra duduk di atas miliknya. Uuuhhhhhhhhhhhh ... Dominic mengerang di dalam hati. Gadis kecil itu ternyata belum memakai apa-apa di balik handuk.
"Kamu tau kan ini tindakan berbahaya, Nona Kecil?" Dom meraba wajah Chalondra yang putih dan mulus. "Saya hanya keluar sebentar tapi kamu berani-beraninya mandi. Kamu mau menggoda saya?"
Chalondra hampir tidak fokus. Sejak dia menduduki pangkal paha pria itu, dia merasakan tonjolan milik om-om itu di miliknya. Geli. Rasanya aneh, tapi ... geli. Sepertinya punya om itu sangat besar, dia menebak asal.
"Cha!"
"E ...eh iya, Om!!"
"Kamu tidak mendengar saya? Apa yang sedang kamu pikirkan?"
"Punya Om gede ... upsss!!" Chalondra langsung menutup mulut dengan tangannya. Bodoh! Bisa-bisanya dia keceplosan.
Sedangkan Dominic tidak bisa menahan wajahnya agar tidak bersemu merah. Barusan gadis itu memuji miliknya besar. Pusakanya. Bukankah itu sebuah kebanggan?
"Saya juga heran, sama kamu dia bisa begini. Kalau sama istri saya boro-boro dia mau bangun. Makanya kamu sebenarnya lagi dalam situasi bahaya di sini. Malah pakai acara mandi. Makin berdiri kan dia."
Lidah Chalondra kelu. Apakah om-om ini gila? Bisa-bisanya memberitahu hal sensitif tentang dia dan istrinya dengan gamblang begitu.
"Kamu masih muda, Chalondra. Delapan belas tahun. Kalau saya melahap kamu sekarang itu sama seperti saya meniduri anak saya sendiri." Dominic meremas bahu kecil Chalondra. Kulit gadis itu sungguh lembut. Dom harus sekuat tenaga menahan dirinya.
"Me ... memangnya Om sekarang umur berapa?" Chalondra merasa Dominic ini memang benar pria baik-baik. Kalimatnya barusan membuat seluruh benteng pertahanan dan kuda-kuda Chalondra melonggar.
"Saat kamu baru lahir, saya sudah kuliah tingkat dua. Dua puluh tahun. Jadi kalau saya macam-macamin kamu sekarang, itu seperti seorang anak kuliah macam-macamin bayi yang baru lahir. Jatuhnya kayak seorang pedofil dan mungkin orang gila."
Chalondra semakin lega. Dia aman.
"Ya sudah. Siniin tas aku, Om."
Dominic mengambil tas itu dari belakang tubuhnya, menyerahkan benda kecil itu ke atas telapak tangan Chalondra yang mungil.
"Berpakaian lah. Besok jam lima pagi saya antar kamu."
Chalondra sudah tidak mendengar Dom. Tangannya sudah sibuk membuka gawai yang di dalamnya sudah banyak chat baru dan panggilan tak terjawab.
"Aduh kannn, teman-teman aku pada nyariin ..." Dia menggumam tanpa melihat Dominic. Jangan lupakan, dia masih berada si atas milik om-om itu.
"Orangtua kamu juga?"
Chalondra menggeleng. "Tadi sudah pamit mau nginap di rumah temen aku, Om."
"Ohhh, jadi tadi kamu bohong kalau mama papa kamu bakal nyariin?" Dominic mencubit pipi gembul itu dan sedikit menariknya.
"Aaa iya iya iya. Tadi lagi panik, jadi lupa."
Dominic menikmati pemandangan di hadapannya. Chalondra sepertinya sudah tidak canggung dengan posisi mereka. Gadis itu sedang membalas chat-chat temannya di pangkuannya. Sungguh anak kecil yang aneh!
"Cha, boleh saya memanggil kamu seperti itu?"
Wajah Chalondra terangkat. Mengangguk sebentar, kemudian menunduk lagi.
"Kalau saya mau peluk kamu, juga boleh?"
"NGGAK!!"
"Ah, kamu galak. Nggak asik. Ya sudah, turun. Saya mau tidur lagi."
Chalondra bergeming.
"Heh, turun!" Dominic pura-pura menegaskan suaranya. Tapi itu adalah sebuah tameng untuk menutupi harapannya agar gadis itu tidak turun dari pangkuannya.
"Kalau nggak mau gimana?!!" Eh, anak kecil itu malah menantang. Kocak memang. Katakan lah Chalondra sudah gila. Tapi entah kenapa dia justru tidak ingin turun dari ... benda empuk itu.
"Harus peluk."
"Ya udah ...."
Buk!!!!
Dominic membeku. Chalondra memeluknya!!!
*****
Dominic terdiam saat singa kecil itu memeluknya tanpa beban, alias karena kemauannya sendiri. Seluruh tubuh kecil mungil itu kini menempel padanya. Terutama gundukan yang sedari tadi menguji iman Dom. Pria itu menahan napasnya saat Chalondra merebahkan kepalanya di dada bidang Dom. "Om yang semangat ya. Semoga masalahnya dengan istri cepat selesai. Ingat Om, mabuk-mabukan itu nggak baik untuk kesehatan. Jangan jadikan minum sebagai pelarian." Dominic menyentuh bahu Chalondra dan sedikit mendorongnya agar dia bisa menatap wajah anak singa itu. "Memangnya saya ngomong apa saja pas mabuk?" "Om bilang istri Om selingkuh, terus ketahuan media dan reputasi Om jadi jelek. Memangnya Om orang terkenal ya?" tanya Cha polos. "Menurut kamu tempat ini besar nggak?" "Tempat ini? Club ini maksud Om?" Dominic mengangguk. "Iya. Kata temenku ini salah satu club terbesar dan terkenal di Jakarta." "Kalau saya adalah yang punya club
Dua minggu berselang setelah peristiwa aneh itu terjadi, Chalondra berusaha menjalani hidupnya seperti biasa. Layaknya anak yang baru lulus SMA dan sedang giat-giatnya ikut les sebelum mengikuti tes masuk ke perguruan tinggi. Walau pun berasal dari keluarga yang berada, ibunya selalu mengajarkan mereka kesederhanaan. Seperti tetap ikut jalur umum untuk masuk ke universitas. Namun Chalondra tidak bisa menyangkal bahwa ada yang kosong di dalam dirinya. Mungkin hatinya? Entah lah. Bayang-bayang kejadian malam itu masih selalu terlintas di pikirannya. Ciuman pertamanya yang sudah dicuri seorang laki-laki beristri dan sentuhan-sentuhan mematikan itu. Semuanya masih menari-nari dalam ingatannya, bahkan segala rasanya pun masih bisa dia rasakan, seperti baru terjadi kemarin. Terlalu nyata untuk sesuatu yang sudah berlalu hampir dua minggu lamanya. Gadis polos seperti Chalondra, yang belum pernah mengenal cinta, atau ketertarikan dengan lawan je
EPS 6. FIRST TOUCH. Begitulah kesepakatan mereka terjadi. Chalondra, gadis kecil yang baru pertama kali merasakan getaran aneh terhadap lawan jenis itu membuat sebuah keputusan yang cukup berani, yaitu menjadi Sugar Baby seorang om-om beristri seperti Dominic. Jika ditanya kenapa dia mau? Chalondra akan menjawab untuk saat ini dia memang nyaman saat bersama pria dewasa itu. Tidak menutup kemungkinan jika suatu hari nanti dia bosan, mengingat sifatnya yang masih labil, dia akan melepaskan diri dari Dominic. Jadi dia tidak terlalu ambil pusing. "Jadi, bagaimana perjanjiannya? Aku harus ngapain, Om?" "Tugas pertama kamu sebagai sugar baby saya, temani saya tidur sebentar. Saya capek, Cha. Kamu tau nggak setiap hari saya datang ke sini dari jam tujuh sampai jam sebelas malam cuma untuk nungguin kamu ..." Dominic masih menggendong Cha di atas pahanya. Tapi itu tidak membuatnya kesusahan untuk menggeser posisi mereka ke tengah-tengah kasur. Dominic merebahkan tubuh
Pertemuan kedua Chalondra dengan sang sugar daddy mengubah hidupnya seratus delapan puluh derajat. Dia seakan mendapat asupan energi seratus kali lipat yang membuat dirinya kembali bersemangat. Padahal sebulan terkahir dia persis mayat hidup yang seakan mati segan hidup tak mau. Malam itu mereka tidur bersama untuk yang kedua kalinya. Gadis itu memang sudah ijin ke ibunya akan menginap di rumah sahabatnya, Heidy. Ibunya sama sekali tidak khawatir karena Heidy juga lumayan dekat dengan keluarga mereka. Chalondra diantar Dominic ke rumah Heidy tepat jam lima pagi, seperti bulan yang lalu. Mereka melewati malam yang sangat panjang. Bertukar cerita untuk saling mengenal satu sama lain. Sesekali berciuman panjang dan saling menggoda dengan sentuhan-sentuhan yang intim. Tentu saja masih dalam batas yang wajar. "Jadi fix ya, Rabu malam, dan Sabtu malam. Saya akan kabari tempatnya..." Dominic mengingatkan kembali kesepakatan mereka sebelum Chalondra turun dari mobil
Chalondra dan Dominic saling melempar tatapan sekilas. Hanya beberapa detik. Kemudian Chalondra ikut tersenyum mendengar ucapan ibunya terhadap Reina. "Ini suamiku, Tan. Tante belum pernah ketemu kan?" Reina menarik Dominic untuk dikenalkan pada Amber. Amber dan Chris memang tidak hadir di acara pernikahan putri temannya itu. Waktu itu mereka ada keperluan di luar negeri. Dan di hari-hari berikutnya pun mereka belum pernah bertemu lagi. Reina pun bisa dibilang hampir tidak pernah ikut arisan. Sangat jarang. Mungkin bukan kebiasaannya. Dominic tentu tau apa yang harus dia lakukan. Memberi salam pada wanita yang jelas sekali sudah dia kenal. Dia adalah istri pengusaha Chris Ellordi, ibu dari gadis kecil yang saat ini sedang berusaha menghindari tatapannya, Chalondra. "Dominic, Tante..." "Wahh, kamu tampan sekali. Kalian pasangan yang serasi." Amber memuji. Tanpa sadar, gadis kecil yang ada di sebelahnya semakin patah hati mendengar pujian ibunya.
Sampai hari ini, Dominic masih memandangi tangan kanannya seperti orang bodoh. Tangan lebar dan besar yang sudah dijadikan Chalondra sebagai objek pemuas nafsunya kemarin siang. Haaaahhh, bisa-bisanya gadis kecil itu memanfaatkannya untuk mencari kepuasan sendiri? Tidak melibatkan Dominic, sama sekali! Juniornya merasa terlecehkan! Bisa-bisanya kalah sama tangan!"Ddd... dad..." Dominic masih mengingat jelas raut wajah dan tatapan sendu Chalondra saat gadis itu mencapai klimaksnya sendiri dengan menggesek-gesekkan miliknya di tangan Dominic. Sangat seksi dan membuat gairah pria itu naik ."Apa, Chalondra? Enak?" ejek Dominic yang mengetahui ini adalah hal baru bagi sang sugar baby. Lihatlah, bibir seksinya itu sedikit digigit, minta ditarik saja."Daddd... jangan ngejek. Aku kan masih baru kayak gini.""Iya, Chalondra, Sayang. Saya ngerti kok. Makanya saya tanya, enak?"Chalondra mengangguk pelan. Kedua tangannya masih menggantung di leher Do
Hanya berbekal nomor ponsel Chalondra, teman Dominic yang ahli di bidang IT bisa melacak keberadaan gadis kecil itu lewat GPS ponselnya. Dominic sudah berganti pakaian menjadi setelan santai, berupa kaos putih oblong dan jogger pants. Tidak lupa dia memakai topi untuk menutupi setengah wajahnya.Dia mendatangi mall tempat Chalondra dan Heidy shopping. Tadi dia pamit kepada Marcus dan terang-terangan mengatakan ingin kencan. Dia dan Marcus memang dekat. Tidak ada rahasia di antara mereka. Tapi kali ini Dominic masih ingin merahasiakan identitas Chalondra, mengingat gadis itu adalah putri kompetitor terbesar mereka. Dominic tidak ingin terjadi hal-hal yang tidak penting."Dasar Head Manager tidak tau diri." Marcus mengejek anaknya saat berpamitan."Papa mau pengganti Reina kan? Jangan protes.""Kau selalu bilang Reina selingkuh. Nyatanya kau juga, Nak. Papa tidak pernah mengajarimu berbuat curang seperti itu."Dominic menarik napas kecil.
Kepala Dominic nyut-nyutan. Dia hanya bisa memijit pelipisnya sambil mengawasi dua anak remaja tanggung yang duduk di sebuah meja yang tidak jauh dari mejanya sendiri. Ternyata niat untuk memperkenalkan Chalondra pada juniornya tadi harus dia pasrahkan berujung pada penyesalan.Chalondra... si singa kecil itu. Akhh! Dia terlalu licik. Dominic sangat yakin gadis itu terlalu pintar untuk tidak belajar tentang anatomi tubuh manusia di mata pelajaran Biologi. Tapi gadis kecil itu berpura-pura polos dan membuat Dominic menderita dengan ulah tangannya. Bukannya merasakan gairah, Dom malah dibikin sengsara.Sekarang si singa kecil itu sudah kembali bersama sahabatnya, Heidy. Tadi Dom mengembalikan gadis itu ke studio semula persis sebelum film selesai. Heidy pun katanya belum bangun. Tapi Chalondra meminta Dom tetap mengikutinya dari kejauhan, sampai acara jalan-jalan mereka selesai. Heidy benar-benar tidak tahu apa yang terjadi selama dia tidur dan sekarang pun dia
(Yokk nangis berjamaah duluu hahahaaa.)HAHHH! FINALLYYY TAMAT JUGAAAAAAAAAA. AKU MEWEK NIHH NULISNYA HIKSSSSSSSS :( :(Nggak kerasa M.P.S.D ini sudah menemani kita selama 7 bulan yaaa (Mei-November 2021). Ahhhh, time fliessss.Masih ingat awal-awal aku ngerencanain novel ini, nggak ada persiapan yang matang sama sekali. Cuma mau cek ombak Goodnovel sambil nulis di aplikasi hijau (K.B.M). Karakter Dom dan Cha ini bahkan aku bikin ngalir aja, nggak ngarep banyak. Cover juga hasil crop foto random dari G**gle.TAPI SAMPAI SE-BOOMING INI, hikssss. Aku gak nyangka M.P.S.D sudah membawaku ke tahap ini. Bisa kasih penghasilan, buat namaku sedikit dikenal juga. Bisa bertemu dengan banyak pembaca yang sekarang udah aku anggap kayak saudara :( :(..GAIISSSS MAKASIH YAAAAAAA.WITHOUT YOU I'M NOTHINGGGG. ASLIII.Itu IG-ku yang Ootbaho baru berisi setelah ada Dom-Cha. F
"Buruan, B! Pesawat kita sudah mau berangkat!!""Don't push me, J! Siapa suruh kau tidak membangunkan aku!" Setelah menikah, Brandon jadi terbiasa memanggil istrinya dengan sebutan 'J' saja, sama seperti Janice yang memanggilnya dengan 'B'."Siapa suruh kau begadang? Sudah tau kita harus flight pagi!""Shiitt!" Brandon memaki dirinya sendiri yang bisa-bisanya menganggap sepele jam terbang mereka. Berharap tangan dan kakinya bisa bergerak dua kali lebih cepat sekarang. Janice pasti akan menggorok lehernya jika mereka ketinggalan pesawat. Dia tidak ingin diceramahi dua SKS jika tiket mereka hangus dan jika mereka harus beli tiket on the spot yang tentunya jauh lebih mahal.Sepanjang perjalanan Janice hanya diam karena pikirannya tidak tenang. Pergerakan mobil yang sudah sangat maksimal di dini hari tetap terasa begitu lambat baginya. Kenapa di saat genting seperti ini supir pribadi Brandon terkesan tidak lihai dalam membawa mobil?"J, kita tidak akan
Keesokan harinya, kedua insan yang sedang dimabuk asmara itu menghabiskan waktu seharian di hotel. Mereka bercinta, makan, tidur and repeat. Benar-benar menikmati hidup tanpa beban. Tanpa ada gangguan dari pihak manapun. Baik keluarga maupun pekerjaan.Satu hari ini Janice merasa begitu dimanja oleh Brandon. Laki-laki itu sangat lembut baik dari tutur kata maupun caranya memperlakukan Janice. Sebaliknya, Brandon pun tidak ingin lepas atau jauh-jauh darinya. Persis seperti anak bayi yang ingin selalu berada di samping sang ibu.“I love you.”“I love you too, B. Sudah seratus kali loh ya. Aku bosan mendengarnya.”“What? Berani-beraninya?!” Bukannya tersinggung, Brandon malah menghujani pipi Janice dengan kecupan yang bertubi-tubi. Dia sepertinya sedang merasakan pelipatgandaan cinta setelah mereka resmi menjadi suami dan istri. Bagi Brandon, Janice adalah wanita sempurna yang membuat hidupnya lengkap, utuh dan bahagia. Di
Warning 21+ Yang fanatik agama tolong menyingkir, karena bab ini akan membuat anda pusing dang mual. Daripada lapor-lapor, mending sadar diri untuk out. Saya menulis bukan untuk tabungan saya di surga kelak. Paham ya? Buat yang udah nungguin belah duren manten baru, happy reading!! ***** Hari H pernikahan Brandon dan Janice sudah di depan mata. Gedung tempat diselenggarakannya pesta resepsi sudah dipenuhi oleh teman-teman sejawat Brandon dan rekanan bisnis semua keluarga. Keluarga Ellordi, keluarga Richard, keluarga Alexander. Janice dan Brandon benar-benar menjadi raja dan ratu sehari yang tidak berhenti menyapa semua tamu yang datang. Setelah kedua mempelai selesai berdansa, Janice mengganti sepatu pengantinnya dengan sepatu sneakers dengan sol sedikit tebal saat akan turun menyapa para tamu. Setidaknya tinggi tubuhnya bisa mengimbangi tinggi Brandon. Mereka menyapa teman satu sekolah yang memang diundan
"Brandon! Your hand!" Janice bolak-balik geram karena selama proses berganti di dalam kamar, Brandon seperti tidak sabaran ingin memijit betisnya. Sejak pulang dari konferensi pers tadi, pria itu kelihatannya sudah gatal ingin menyentuh tubuh calon istrinya.Brandon tidak perduli pekikan Janice. Dia menarik wanita itu ke atas kasur. Dress mahalnya sudah luluh ke lantai dan memang Brandon sengaja menunggu momen dimana dia hanya mengenakan sepasang pakaian dalamnya."B!""What?!" Brandon membalas seraya menaiki tubuh Janice dengan cara yang seksi."Wajahku masih penuh make-up! Aku mandi dulu, baru lakukan apa yang kau mau!""Tapi ada yang sudah mendesak ingin berdekatan dengan belahan jiwanya. Melihat kharisma mu di sepanjang acara tadi, jiwaku jadi meronta-ronta, Janice.""Kharisma yang bagaimana yang bisa membuat jiwa seseorang meronta-ronta? Aw! Brandon!" Janice memekik lantaran pria itu tanpa permisi menurunkan segitiga pengaman Janice. Da
Konferensi pers yang tadinya digelar hanya untuk klarifikasi hubungan antara Brandon dan Chelsea, nyatanya berubah menjadi konferensi pers besar-besaran karena Richard memutuskan untuk ikut tampil di depan media. Malahan setting tempat yang tadinya direncanakan di Cakrawala, kini berpindah ke kantor Richard, yaitu Rich Textile. Brandon dan Janice langsung saling beradu pandang lewat dinding kaca saat pesan dari Chris masuk ke ponsel mereka berdua, yang menyuruh keduanya untuk segera meninggalkan kantor dan hadir di konferensi pers. “Opa sepertinya ingin mengumumkan kamu sebagai penerus perusahaan.” Brandon menebak saat mereka sedang dalam perjalanan menuju perusahaan Richard. “Aku … dengan tampilan yang seperti ini?” Janice langsung panik karena sekarang dia hanya memakai celana jins berwarna hitam dan kemeja biru muda. Itu juga lengan pendek. Jelek sekali! “It’s oke. Kita ketemu opa dulu. Siapa tau mereka sudah mempersiapkan yang terbaik untukmu.”
Janice menghembuskan napasnya ke udara bebas. Dia sedang berdiri di balkon dan menikmati udara pukul dua dini hari. Dia tidak bisa tidur. Di antara mereka, hanya Brandon lah yang berhasil terlelap satu jam yang lalu. Dia tidak bisa berhenti memikirkan semua hal. Pernikahan dan tanggung jawab yang baru saja dia emban sebagai penerus keluarga Richard. Dia sempat bertanya secara diam-diam kepada opa-nya, kenapa bukan Dion saja yang mengelola perusahaan? Tapi Richard menjawab kalau Dion sudah mendapat hak-nya, yaitu perusahaan yang ada di Jepang. Dan Dion sendiri yang meminta demikian, karena dia tidak ingin menetap di Indonesia. Sebentar lagi hidup Janice tidak akan sama lagi. Menikah dengan Brandon saja sudah akan membuat statusnya berbeda dengan rekan-rekan di kantornya, apalagi menjadi penerus Richard. Janice tidak tau apakah ini sebuah berkat atau malah sebuah petaka yang akan membawanya ke kehidupan yang serba rumit. "Kau belum tidur?" Tiba-tiba sua
Notes : Bab ini berisi Brandon-Janice, dan sampai tamat juga akan tentang mereka. Kisah Dom-Cha udah selesai ya gaes, di ige -ku juga udah aku info kalau ekstra part hanya untuk BJ, karena aku ga jadi bikin buku khusus mereka. Kalaupun aku bikin Dom-Cha sesekali, itu buat selingan aja. Jadi, yang ga suka Brandon-Janice, skip aja yaa, thank youu. Happy reading. ***** “Janice … wake up.” Janice merasakan pipinya ditepuk seseorang. Sayup-sayup juga dia mendengar namanya disebut dan orang tersebut menyuruhnya bangun sekarang. Itu suara Brandon. Kedua kelopak mata Janice terbuka dan didapatinya Brandon sedang duduk di tepi kasur. Sudah dengan celana boxer pendek yang menutupi bagian bawahnya. “Sudah sore, Sayang. Kau harus mandi,” ucap Brandon seraya tersenyum manis. “Om dan tante sudah pulang?” “Belum. Mereka sudah langsung ke rumah opa Richard. Dan kita disuruh ke sana sekarang.” Janice spontan terduduk. Selimut ya
"Kenapa kau sangat perhatian kepada Chelsea?" tanya Janice dengan nada yang sedikit curiga. Matanya memicing kepada Brandon yang duduk di sebelahnya. "What?" Pria itu pun tidak kalah kaget mendengar pertanyaan tunangannya. "Aku tidak salah dengar?" "Hm-m. Kenapa kau sepertinya begitu khawatir akan Chelsea?" ulang Janice seraya menatap Brandon yang sempat sesekali menoleh kepadanya. "Kau cemburu?" "Jelas. Aku tidak suka kau memikirkan wanita lain sampai sebegitunya. Apalagi sampai memikirkan nasib hubungan pertunangannya." Brandon langsung tergelak mendengar Janice yang tidak malu berterus terang. Gadis itu jelas-jelas sedang cemburu buta kepadanya. Ha-ha-ha. Menggemaskan sekali. Padahal tidak ada sedikitpun maksud tersembunyi di balik kekhawatiran Brandon kepada Chelsea. Murni hanya sudut pandang dia sebagai seorang laki-laki yang gentleman. "Maafkan aku. Aku tidak bermaksud apa-apa. Aku hanya melihat ini dari sudut pandang seorang pri