Dominic terdiam saat singa kecil itu memeluknya tanpa beban, alias karena kemauannya sendiri. Seluruh tubuh kecil mungil itu kini menempel padanya. Terutama gundukan yang sedari tadi menguji iman Dom. Pria itu menahan napasnya saat Chalondra merebahkan kepalanya di dada bidang Dom.
"Om yang semangat ya. Semoga masalahnya dengan istri cepat selesai. Ingat Om, mabuk-mabukan itu nggak baik untuk kesehatan. Jangan jadikan minum sebagai pelarian."
Dominic menyentuh bahu Chalondra dan sedikit mendorongnya agar dia bisa menatap wajah anak singa itu.
"Memangnya saya ngomong apa saja pas mabuk?"
"Om bilang istri Om selingkuh, terus ketahuan media dan reputasi Om jadi jelek. Memangnya Om orang terkenal ya?" tanya Cha polos.
"Menurut kamu tempat ini besar nggak?"
"Tempat ini? Club ini maksud Om?"
Dominic mengangguk.
"Iya. Kata temenku ini salah satu club terbesar dan terkenal di Jakarta."
"Kalau saya adalah yang punya club ini dan masih ada bisnis lain, apakah saya bisa dibilang orang terkenal?"
"Ya mana aku tau, Om. Kan banyak juga pengusaha kaya yang nggak terkenal. Maksudnya jarang disorot awak media. Om memangnya sering?"
Dominic mengangkat bahu. "Mungkin kau jarang menonton berita. Tapi ya sudahlah. Tidak perlu membahas rumah tangga saya. Sekarang mari kita bahas kenapa kamu bisa masuk ke sini? Saya sudah membuat peraturan ketat kalau anak di bawah dua puluh tahun dilarang masuk ke sini. Kalian kan masih delapan belas."
"Ngggg ... temen saya punya orang dalam, Om."
Dominic menggeram. Sepertinya dia harus menertibkan semua pegawainya lagi. Club ini hanya khusus untuk pengunjung 20 tahun ke atas. Dia tidak ingin gadis-gadis lugu seperti Chalondra akan jatuh ke tangan orang yang salah.
"Kamu tau kan ini tempat yang tidak baik untuk kalian? Memangnya kalian ada acara apa makanya harus main ke sini?"
"Perpisahan kelas, Om. Aku juga cuma ikut aja kok, Om. Diajak teman."
Pletak!!
"Ahhhh!! Ommm! Kok disentil lagi sih??!!!" Chalondra merengek sambil mengelus keningnya. Kali ini tidak sekeras tadi, tapi tetap saja sakit.
Dominic hanya bisa tersenyum.
"Jangan ikut-ikutan kalau yang beginian. Kalau diajak baca buku ke perpustakaan, itu baru bagus kamu ikut."
Chalondra memanyunkan bibirnya. "Kan kali ini doang."
"Iya. Untung yang mabuk itu saya. Kalau yang mabuk Om-Om hidung belang, gimana? Dilahap kamu, Cha."
"Memangnya Om bukan sejenis itu?"
"Enak aja. Mau kamu saya lahap!?"
Chalondra menggeleng sambil menyilangkan tangannya di dada.
"Tapi ini belum dipakein celana. Kerasa banget di saya." Dominic menggerakkan otot-otot pusakanya dan benda yang sedang menonjol itu membuat Chalondra sesak napas.
"Om, jangan digituin ...."
"Kenapa?" senang melihat reaksi Chalondra, Dom kini malah menggerakkan pinggulnya pelan.
"O-om..." Chalondra tiba-tiba mencengkeram pundak kekar Dominic. Napasnya tertahan begitu saja.
Dominic membiarkan Chalondra tersiksa dengan perbuatannya yang belum ada apa-apanya itu. Gadis ini benar-benar polos, pikir Dom.
Setelah itu dia pun menghentikan aksinya. Membuat Chalondra membuka kedua matanya yang sudah sempat terpejam.
"Ommm ... kenapa berhenti?"
"Kamu bisa jebol kalau saya lanjutin."
"Ta... tapi itu ... Itu ... enak, Om ...."
Dominic hampir tertawa. Benar-benar lugu. Dia tidak mungkin tega merusak gadis belia itu.
"Iya, Cha. Kamu pikir kenapa banyak yang hamil di luar nikah? Karena memang enak. Tapi akibatnya nggak nanggung-nanggung. Kalau belum menikah, dilarang melakukan yang seperti tadi. Paham?"
"Jadi Om sama istri Om, sering kayak gitu?"
Dom menggeleng, "Tadi kan saya sudah bilang. Kalau sama istri saya dia nggak mau bangun. Nggak tau sama kamu berdiri terus kayak gini, Cha."
"Oh jadi ....?"
"Jadi apa?"
"Jadi itu alasan istri Om selingkuh! Karena Om nggak bisa kasih nafkah batin sama dia."
Dominic membuka handuk yang ada di kepala Chalondra. Melemparkannya ke sofa yang ada di sebelah. Alih-alih merespon dugaan gadis itu, dia malah mengurus rambut basah itu. Merapikannya dengan mengurainya satu dari yang lain.
"Om nggak cinta sama istri Om?" Chalondra masih belum mau diam.
"Entah lah."
"Om sudah lama menikah?"
"Baru tiga tahun."
"Om nikah tua ya?? Hihihi ...."
"Sah sah aja, mau nikah umur berapa pun. Yang penting itu sudah siap lahir batin."
"Terus Om begini apa karena nikah tapi belum siap lahir batin?"
Kenapa anak kecil ini tidak bisa berhenti bertanya? Keluh Dominic di dalam hati. Tapi dia tidak memungkiri jika dia menyukai cara polos Chalondra menganalisa kehidupan rumah tangganya.
"Saya belum siap menikah, tapi dipaksa menikah karena usia. Saya dijodohkan, Cha. Saya tidak mencintai istri saya."
Chalondra bereaksi. Seperti terkejut tapi tidak terlalu ketara. Hanya mulutnya yang sedikit terbuka.
"Tapi kenapa bisa bertahan sampai tiga tahun?"
"Karena saya tidak ingin bercerai. Bagi saya pernikahan adalah ikatan suci yang harus dipertahankan apa pun rintangannya."
"Tapi kemarin pas Om mabuk, Om bilang supaya istri Om ceraikan Om aja."
"Iya. Asal jangan saya yang minta."
Chalondra kemudian menghela napas. Permasalahan orang dewasa begitu rumit. Dia jadi ingin tetap di usianya yang sekarang, dimana masalah terberat hanyalah ujian Matematika dan Fisika. Tidak ada yang lain.
"Om, aku kan masih anak kecil. Belum tau apa-apa soal urusan orang dewasa. Tapi yang aku tau, masalah itu harus diselesaikan, Om. Bukan dibiarkan. Kalau Om nggak mau cerai tapi nggak cinta sama istri Om, aku rasa itu nggak benar, Om. Istri Om kan cewek. Mana ada cewek yang mau digantung. Nikah iya, tapi berasa nggak punya suami. Wajar istri Om selingkuh. Kalau Om mau tetap pada pernikahan Om, harus mau belajar mencintai istri, Om."
Dominic tanpa sadar sudah mengelus bibir Chalondra yang sedang berbicara. Dia terhipnotis oleh kalimat-kalimat sederhana namun realistis yang diutarakan gadis kecil itu dengan berani. Dia tidak hanya bisa teriak-teriak tidak jelas, tapi bisa merangkai kata-kata indah juga.
"Tapi saya nggak bisa, Chalondra. Saya nggak bisa mencintai dia, apalagi saya sudah berulang kali melihat dia selingkuh. Memangnya saya ini apa? Saya nggak mau sama bekas orang lain."
"Tapi kalau Om bisa memenuhi kebutuhan dia pasti nggak selingkuh kan Om?"
"Kalau gitu saya selingkuh juga boleh?"
"Nggak boleh, Om ...."
"Sama kamu ...."
DEG!
DEG!
Seluruh darah Chalondra kocar-kacir mendengar dua kata terakhir yang terucap dari bibir pria dewasa itu. Astagaaaaaaa!! Kenapa jantungnya mendadak berdegup kencang begini??
"Ng ... nggak m ... mau!"
"Kenapa?" Dominic tersenyum usil melihat Chalondra yang lagi-lagi salah tingkah.
"Nanti Om nggak ada bedanya sama istri Om. Selingkuh."
"Nggak apa-apa. Saya selingkuh sama yang lebih baik dari dia. Daripada dia, selingkuh dengan yang lebih buruk dari saya."
Maksud Dominic adalah status keluarga mereka. Sudah pasti Chalondra lebih unggul dari Reina yang berasal dari kalangan orang biasa. Istrinya itu adalah putri dari seorang mantan guru besar ayahnya sewaktu kuliah magister. Sedangkan Chalondra? Jangan ditanya. Siapa yang tidak kenal Fransisco Ellordi dan putranya Chris Ellordi?
Dominic menyesal baru mengetahui kalau pesaing bisnisnya itu punya anak gadis se-cantik Chalondra. Sejauh ini dia hanya tau Brandon, kakak sulung Chalondra, yang akan meneruskan tongkat estafet kepengurusan perusahaan. Nama Chalondra sama sekali tidak pernah muncul ke permukaan.
"Maksud Om apa sih? Saya masih anak-anak Om, nggak usah ngawur."
Dominic menarik dagu Chalondra sampai wajah mereka mendekat. Sangat dekat. Napas gadis kecil itu menerpa wajahnya dan Dominic bisa merasakan buku roma di sekujur tubuhnya berdiri.
"Saya mau kamu, Cha."
Chalondra tidak bisa mengelak saat Dominic menyentuh bibirnya lagi. Menyesap dua belahan merah jambu itu dengan lembut. Satu tangan pria beristri itu merayap di dalam handuknya. Sedangkan tangan satunya lagi menahan tengkuknya agar tidak lari dari ciuman yang ia tawarkan.
Tidak ada yang tau mengapa ciuman ini begitu memabukkan. Kepala Chalondra pusing seperti keliyengan. Dominic memperlakukannya dengan begitu lembut. Gerakan bibirnya, lidahnya, juga tangannya yang mulai menjalar ke bagian belakang Chalondra. Semuanya lembut, tanpa ada unsur pemaksaan. Gadis itu mendapat pengalaman ciuman pertama yang begitu spektakuler karena Om-om bernama Dominic ini.
Dominic melepaskan tautan bibir mereka. Tatapan matanya begitu lembut, bahkan lebih ke sayu. Dia tidak tau apa yang terjadi pada dirinya. Dia nyaman dengan ciuman mereka barusan. Malahan bisa dibilang sebenarnya dia sangat bergairah, hanya saja dia tidak ingin membuat Chalondra takut dengan kebuasannya.
"Mau ya? Jadi teman dekat saya?"
Chalondra membisu. Dia hanya menatap Dominic dengan napas yang masih memburu sisa dari ciuman panjang mereka tadi.
"Saya nggak tau kenapa kamu yang duduk di sebelah saya di bar tadi dan saya menarik kamu ke kamar ini. Tapi ... saya interest sama kamu. Saya pria dewasa dan menjelaskan kenapa saya interest sepertinya bukan hal yang penting. Yang pasti saya nyaman kamu di sini."
Chalondra masih membisu. Dia tidak pandai memilih kata yang tepat untuk menggambarkan perasaannya sekarang. Tapi bukan hanya Dominic yang nyaman. Dia pun merasakan hal yang sama. Kalau dia tidak nyaman, dia sudah berusaha kabur saat Dominic pergi tadi. Chalondra tidak se-polos itu sehingga mau ditawan oleh pria dewasa yang sama sekali tidak dia kenal.
Mereka beradu tatap cukup lama. Dom sangat betah memandang manik coklat Chalondra. Dia seakan tenggelam di sana. Wajah putih bersih, hidung mancung, alis tipis, bibir mungil, rambut setengah punggung dan dalam kondisi setengah basah. Bisakah Dominic mengajaknya ke kasur sekarang juga?
"Atau kamu mau saya antar pulang sekarang? Barangkali kamu nggak nyaman ada di sini."
Chalondra meneguk ludah. Tubuhnya bergetar. Keputusan gila baru saja melintas dalam benaknya.
CUP!!!
Di mencium Dominic duluan. Membenamkan bibirnya cukup lama di atas bibir tebal pria tersebut. Dia memang sudah kehilangan akal. Tapi dia tidak setuju saat Dom bilang akan mengantarnya pulang sekarang. Setelah dia merasa nyaman? Oh jangan.
Karena Dominic tidak bereaksi, gadis nakal itu bergerak dari posisinya. Bertumpu pada lututnya dan memposisikan tubuhnya sedikit lebih tinggi dari Dominic. Ditangkupnya kedua sisi wajah laki-laki itu dan membuat pria itu menengadah padanya.
"What do you want, Chalondra?" Tangan nakal Dominic merayap lagi di dalam handuk gadis itu. Meremas bagian belakangnya yang tidak dilapisi apa pun. Sedikit saja jari kelingkingnya terpeleset ke dalam sela-sela paha gadis itu, habis sudah.
"Mau nge-kiss."
"Setelah itu? Kamu belum jawab pertanyaan saya."
"Nggak mau. Walau pun Om bilang jadi teman dekat, tetap aja artinya selingkuhan. Aku nggak mau jadi selingkuhan alias pelakor, Om."
"Mau jadi pacar aja?"
Chalondra lagi-lagi menggeleng. Tangannya kini mengelus brewok tipis pria matang itu. Ngomong-ngomong, laki-laki setampan ini kenapa bisa diselingkuhin sih? Istrinya bukannya berusaha mengambil hatinya dan dibuat jatuh cinta, kok malah selingkuh, batin Chalondra.
"Nggak mau juga, Om. Tapi nggak apa-apa kayak gini sampai jam lima pagi. Sampai Om antar aku pulang. Habis itu kita harus melupakan malam ini. Oke?"
*****
Dua minggu berselang setelah peristiwa aneh itu terjadi, Chalondra berusaha menjalani hidupnya seperti biasa. Layaknya anak yang baru lulus SMA dan sedang giat-giatnya ikut les sebelum mengikuti tes masuk ke perguruan tinggi. Walau pun berasal dari keluarga yang berada, ibunya selalu mengajarkan mereka kesederhanaan. Seperti tetap ikut jalur umum untuk masuk ke universitas. Namun Chalondra tidak bisa menyangkal bahwa ada yang kosong di dalam dirinya. Mungkin hatinya? Entah lah. Bayang-bayang kejadian malam itu masih selalu terlintas di pikirannya. Ciuman pertamanya yang sudah dicuri seorang laki-laki beristri dan sentuhan-sentuhan mematikan itu. Semuanya masih menari-nari dalam ingatannya, bahkan segala rasanya pun masih bisa dia rasakan, seperti baru terjadi kemarin. Terlalu nyata untuk sesuatu yang sudah berlalu hampir dua minggu lamanya. Gadis polos seperti Chalondra, yang belum pernah mengenal cinta, atau ketertarikan dengan lawan je
EPS 6. FIRST TOUCH. Begitulah kesepakatan mereka terjadi. Chalondra, gadis kecil yang baru pertama kali merasakan getaran aneh terhadap lawan jenis itu membuat sebuah keputusan yang cukup berani, yaitu menjadi Sugar Baby seorang om-om beristri seperti Dominic. Jika ditanya kenapa dia mau? Chalondra akan menjawab untuk saat ini dia memang nyaman saat bersama pria dewasa itu. Tidak menutup kemungkinan jika suatu hari nanti dia bosan, mengingat sifatnya yang masih labil, dia akan melepaskan diri dari Dominic. Jadi dia tidak terlalu ambil pusing. "Jadi, bagaimana perjanjiannya? Aku harus ngapain, Om?" "Tugas pertama kamu sebagai sugar baby saya, temani saya tidur sebentar. Saya capek, Cha. Kamu tau nggak setiap hari saya datang ke sini dari jam tujuh sampai jam sebelas malam cuma untuk nungguin kamu ..." Dominic masih menggendong Cha di atas pahanya. Tapi itu tidak membuatnya kesusahan untuk menggeser posisi mereka ke tengah-tengah kasur. Dominic merebahkan tubuh
Pertemuan kedua Chalondra dengan sang sugar daddy mengubah hidupnya seratus delapan puluh derajat. Dia seakan mendapat asupan energi seratus kali lipat yang membuat dirinya kembali bersemangat. Padahal sebulan terkahir dia persis mayat hidup yang seakan mati segan hidup tak mau. Malam itu mereka tidur bersama untuk yang kedua kalinya. Gadis itu memang sudah ijin ke ibunya akan menginap di rumah sahabatnya, Heidy. Ibunya sama sekali tidak khawatir karena Heidy juga lumayan dekat dengan keluarga mereka. Chalondra diantar Dominic ke rumah Heidy tepat jam lima pagi, seperti bulan yang lalu. Mereka melewati malam yang sangat panjang. Bertukar cerita untuk saling mengenal satu sama lain. Sesekali berciuman panjang dan saling menggoda dengan sentuhan-sentuhan yang intim. Tentu saja masih dalam batas yang wajar. "Jadi fix ya, Rabu malam, dan Sabtu malam. Saya akan kabari tempatnya..." Dominic mengingatkan kembali kesepakatan mereka sebelum Chalondra turun dari mobil
Chalondra dan Dominic saling melempar tatapan sekilas. Hanya beberapa detik. Kemudian Chalondra ikut tersenyum mendengar ucapan ibunya terhadap Reina. "Ini suamiku, Tan. Tante belum pernah ketemu kan?" Reina menarik Dominic untuk dikenalkan pada Amber. Amber dan Chris memang tidak hadir di acara pernikahan putri temannya itu. Waktu itu mereka ada keperluan di luar negeri. Dan di hari-hari berikutnya pun mereka belum pernah bertemu lagi. Reina pun bisa dibilang hampir tidak pernah ikut arisan. Sangat jarang. Mungkin bukan kebiasaannya. Dominic tentu tau apa yang harus dia lakukan. Memberi salam pada wanita yang jelas sekali sudah dia kenal. Dia adalah istri pengusaha Chris Ellordi, ibu dari gadis kecil yang saat ini sedang berusaha menghindari tatapannya, Chalondra. "Dominic, Tante..." "Wahh, kamu tampan sekali. Kalian pasangan yang serasi." Amber memuji. Tanpa sadar, gadis kecil yang ada di sebelahnya semakin patah hati mendengar pujian ibunya.
Sampai hari ini, Dominic masih memandangi tangan kanannya seperti orang bodoh. Tangan lebar dan besar yang sudah dijadikan Chalondra sebagai objek pemuas nafsunya kemarin siang. Haaaahhh, bisa-bisanya gadis kecil itu memanfaatkannya untuk mencari kepuasan sendiri? Tidak melibatkan Dominic, sama sekali! Juniornya merasa terlecehkan! Bisa-bisanya kalah sama tangan!"Ddd... dad..." Dominic masih mengingat jelas raut wajah dan tatapan sendu Chalondra saat gadis itu mencapai klimaksnya sendiri dengan menggesek-gesekkan miliknya di tangan Dominic. Sangat seksi dan membuat gairah pria itu naik ."Apa, Chalondra? Enak?" ejek Dominic yang mengetahui ini adalah hal baru bagi sang sugar baby. Lihatlah, bibir seksinya itu sedikit digigit, minta ditarik saja."Daddd... jangan ngejek. Aku kan masih baru kayak gini.""Iya, Chalondra, Sayang. Saya ngerti kok. Makanya saya tanya, enak?"Chalondra mengangguk pelan. Kedua tangannya masih menggantung di leher Do
Hanya berbekal nomor ponsel Chalondra, teman Dominic yang ahli di bidang IT bisa melacak keberadaan gadis kecil itu lewat GPS ponselnya. Dominic sudah berganti pakaian menjadi setelan santai, berupa kaos putih oblong dan jogger pants. Tidak lupa dia memakai topi untuk menutupi setengah wajahnya.Dia mendatangi mall tempat Chalondra dan Heidy shopping. Tadi dia pamit kepada Marcus dan terang-terangan mengatakan ingin kencan. Dia dan Marcus memang dekat. Tidak ada rahasia di antara mereka. Tapi kali ini Dominic masih ingin merahasiakan identitas Chalondra, mengingat gadis itu adalah putri kompetitor terbesar mereka. Dominic tidak ingin terjadi hal-hal yang tidak penting."Dasar Head Manager tidak tau diri." Marcus mengejek anaknya saat berpamitan."Papa mau pengganti Reina kan? Jangan protes.""Kau selalu bilang Reina selingkuh. Nyatanya kau juga, Nak. Papa tidak pernah mengajarimu berbuat curang seperti itu."Dominic menarik napas kecil.
Kepala Dominic nyut-nyutan. Dia hanya bisa memijit pelipisnya sambil mengawasi dua anak remaja tanggung yang duduk di sebuah meja yang tidak jauh dari mejanya sendiri. Ternyata niat untuk memperkenalkan Chalondra pada juniornya tadi harus dia pasrahkan berujung pada penyesalan.Chalondra... si singa kecil itu. Akhh! Dia terlalu licik. Dominic sangat yakin gadis itu terlalu pintar untuk tidak belajar tentang anatomi tubuh manusia di mata pelajaran Biologi. Tapi gadis kecil itu berpura-pura polos dan membuat Dominic menderita dengan ulah tangannya. Bukannya merasakan gairah, Dom malah dibikin sengsara.Sekarang si singa kecil itu sudah kembali bersama sahabatnya, Heidy. Tadi Dom mengembalikan gadis itu ke studio semula persis sebelum film selesai. Heidy pun katanya belum bangun. Tapi Chalondra meminta Dom tetap mengikutinya dari kejauhan, sampai acara jalan-jalan mereka selesai. Heidy benar-benar tidak tahu apa yang terjadi selama dia tidur dan sekarang pun dia
Cakrawala Paper and Pulp…Brandon James Ellordi, saudara laki-laki Chalondra Chalya Ellordi yang saat ini dipercaya oleh ayahnya menjabat sebagai Marketing National Manager yang bertanggungjawab untuk mengontrol pemasaran produk-produk mereka di dalam dan luar negeri. Produk kertas dan duplek dengan brand ‘Eagle’ milik mereka baru genap berusia lima belas tahun sejak Chris Ellordi merintis bisnis tersebut, namun sudah berhasil menduduki peringkat kedua sebagai brand kertas dengan kualitas terbaik di seluruh Nusantara. Dengan peringkat pertama sudah pasti ditempati oleh Flamingo, milik PT. Inti Global Paper.Sebelumnya Brandon bekerja di Amerika lantaran tidak ingin bekerja di perusahaan ayahnya, namun satu tahun belakangan dia kembali ke Indonesia karena Chris Ellordi sudah terlalu lelah mengurusi semua anak perusahaan Cakrawala Group. Pria paruh baya itu meminta Brandon menangani Cakrawala Paper sementara Chris tetap fokus di Cakrawala Hospital. Brandon yang memang suda
(Yokk nangis berjamaah duluu hahahaaa.)HAHHH! FINALLYYY TAMAT JUGAAAAAAAAAA. AKU MEWEK NIHH NULISNYA HIKSSSSSSSS :( :(Nggak kerasa M.P.S.D ini sudah menemani kita selama 7 bulan yaaa (Mei-November 2021). Ahhhh, time fliessss.Masih ingat awal-awal aku ngerencanain novel ini, nggak ada persiapan yang matang sama sekali. Cuma mau cek ombak Goodnovel sambil nulis di aplikasi hijau (K.B.M). Karakter Dom dan Cha ini bahkan aku bikin ngalir aja, nggak ngarep banyak. Cover juga hasil crop foto random dari G**gle.TAPI SAMPAI SE-BOOMING INI, hikssss. Aku gak nyangka M.P.S.D sudah membawaku ke tahap ini. Bisa kasih penghasilan, buat namaku sedikit dikenal juga. Bisa bertemu dengan banyak pembaca yang sekarang udah aku anggap kayak saudara :( :(..GAIISSSS MAKASIH YAAAAAAA.WITHOUT YOU I'M NOTHINGGGG. ASLIII.Itu IG-ku yang Ootbaho baru berisi setelah ada Dom-Cha. F
"Buruan, B! Pesawat kita sudah mau berangkat!!""Don't push me, J! Siapa suruh kau tidak membangunkan aku!" Setelah menikah, Brandon jadi terbiasa memanggil istrinya dengan sebutan 'J' saja, sama seperti Janice yang memanggilnya dengan 'B'."Siapa suruh kau begadang? Sudah tau kita harus flight pagi!""Shiitt!" Brandon memaki dirinya sendiri yang bisa-bisanya menganggap sepele jam terbang mereka. Berharap tangan dan kakinya bisa bergerak dua kali lebih cepat sekarang. Janice pasti akan menggorok lehernya jika mereka ketinggalan pesawat. Dia tidak ingin diceramahi dua SKS jika tiket mereka hangus dan jika mereka harus beli tiket on the spot yang tentunya jauh lebih mahal.Sepanjang perjalanan Janice hanya diam karena pikirannya tidak tenang. Pergerakan mobil yang sudah sangat maksimal di dini hari tetap terasa begitu lambat baginya. Kenapa di saat genting seperti ini supir pribadi Brandon terkesan tidak lihai dalam membawa mobil?"J, kita tidak akan
Keesokan harinya, kedua insan yang sedang dimabuk asmara itu menghabiskan waktu seharian di hotel. Mereka bercinta, makan, tidur and repeat. Benar-benar menikmati hidup tanpa beban. Tanpa ada gangguan dari pihak manapun. Baik keluarga maupun pekerjaan.Satu hari ini Janice merasa begitu dimanja oleh Brandon. Laki-laki itu sangat lembut baik dari tutur kata maupun caranya memperlakukan Janice. Sebaliknya, Brandon pun tidak ingin lepas atau jauh-jauh darinya. Persis seperti anak bayi yang ingin selalu berada di samping sang ibu.“I love you.”“I love you too, B. Sudah seratus kali loh ya. Aku bosan mendengarnya.”“What? Berani-beraninya?!” Bukannya tersinggung, Brandon malah menghujani pipi Janice dengan kecupan yang bertubi-tubi. Dia sepertinya sedang merasakan pelipatgandaan cinta setelah mereka resmi menjadi suami dan istri. Bagi Brandon, Janice adalah wanita sempurna yang membuat hidupnya lengkap, utuh dan bahagia. Di
Warning 21+ Yang fanatik agama tolong menyingkir, karena bab ini akan membuat anda pusing dang mual. Daripada lapor-lapor, mending sadar diri untuk out. Saya menulis bukan untuk tabungan saya di surga kelak. Paham ya? Buat yang udah nungguin belah duren manten baru, happy reading!! ***** Hari H pernikahan Brandon dan Janice sudah di depan mata. Gedung tempat diselenggarakannya pesta resepsi sudah dipenuhi oleh teman-teman sejawat Brandon dan rekanan bisnis semua keluarga. Keluarga Ellordi, keluarga Richard, keluarga Alexander. Janice dan Brandon benar-benar menjadi raja dan ratu sehari yang tidak berhenti menyapa semua tamu yang datang. Setelah kedua mempelai selesai berdansa, Janice mengganti sepatu pengantinnya dengan sepatu sneakers dengan sol sedikit tebal saat akan turun menyapa para tamu. Setidaknya tinggi tubuhnya bisa mengimbangi tinggi Brandon. Mereka menyapa teman satu sekolah yang memang diundan
"Brandon! Your hand!" Janice bolak-balik geram karena selama proses berganti di dalam kamar, Brandon seperti tidak sabaran ingin memijit betisnya. Sejak pulang dari konferensi pers tadi, pria itu kelihatannya sudah gatal ingin menyentuh tubuh calon istrinya.Brandon tidak perduli pekikan Janice. Dia menarik wanita itu ke atas kasur. Dress mahalnya sudah luluh ke lantai dan memang Brandon sengaja menunggu momen dimana dia hanya mengenakan sepasang pakaian dalamnya."B!""What?!" Brandon membalas seraya menaiki tubuh Janice dengan cara yang seksi."Wajahku masih penuh make-up! Aku mandi dulu, baru lakukan apa yang kau mau!""Tapi ada yang sudah mendesak ingin berdekatan dengan belahan jiwanya. Melihat kharisma mu di sepanjang acara tadi, jiwaku jadi meronta-ronta, Janice.""Kharisma yang bagaimana yang bisa membuat jiwa seseorang meronta-ronta? Aw! Brandon!" Janice memekik lantaran pria itu tanpa permisi menurunkan segitiga pengaman Janice. Da
Konferensi pers yang tadinya digelar hanya untuk klarifikasi hubungan antara Brandon dan Chelsea, nyatanya berubah menjadi konferensi pers besar-besaran karena Richard memutuskan untuk ikut tampil di depan media. Malahan setting tempat yang tadinya direncanakan di Cakrawala, kini berpindah ke kantor Richard, yaitu Rich Textile. Brandon dan Janice langsung saling beradu pandang lewat dinding kaca saat pesan dari Chris masuk ke ponsel mereka berdua, yang menyuruh keduanya untuk segera meninggalkan kantor dan hadir di konferensi pers. “Opa sepertinya ingin mengumumkan kamu sebagai penerus perusahaan.” Brandon menebak saat mereka sedang dalam perjalanan menuju perusahaan Richard. “Aku … dengan tampilan yang seperti ini?” Janice langsung panik karena sekarang dia hanya memakai celana jins berwarna hitam dan kemeja biru muda. Itu juga lengan pendek. Jelek sekali! “It’s oke. Kita ketemu opa dulu. Siapa tau mereka sudah mempersiapkan yang terbaik untukmu.”
Janice menghembuskan napasnya ke udara bebas. Dia sedang berdiri di balkon dan menikmati udara pukul dua dini hari. Dia tidak bisa tidur. Di antara mereka, hanya Brandon lah yang berhasil terlelap satu jam yang lalu. Dia tidak bisa berhenti memikirkan semua hal. Pernikahan dan tanggung jawab yang baru saja dia emban sebagai penerus keluarga Richard. Dia sempat bertanya secara diam-diam kepada opa-nya, kenapa bukan Dion saja yang mengelola perusahaan? Tapi Richard menjawab kalau Dion sudah mendapat hak-nya, yaitu perusahaan yang ada di Jepang. Dan Dion sendiri yang meminta demikian, karena dia tidak ingin menetap di Indonesia. Sebentar lagi hidup Janice tidak akan sama lagi. Menikah dengan Brandon saja sudah akan membuat statusnya berbeda dengan rekan-rekan di kantornya, apalagi menjadi penerus Richard. Janice tidak tau apakah ini sebuah berkat atau malah sebuah petaka yang akan membawanya ke kehidupan yang serba rumit. "Kau belum tidur?" Tiba-tiba sua
Notes : Bab ini berisi Brandon-Janice, dan sampai tamat juga akan tentang mereka. Kisah Dom-Cha udah selesai ya gaes, di ige -ku juga udah aku info kalau ekstra part hanya untuk BJ, karena aku ga jadi bikin buku khusus mereka. Kalaupun aku bikin Dom-Cha sesekali, itu buat selingan aja. Jadi, yang ga suka Brandon-Janice, skip aja yaa, thank youu. Happy reading. ***** “Janice … wake up.” Janice merasakan pipinya ditepuk seseorang. Sayup-sayup juga dia mendengar namanya disebut dan orang tersebut menyuruhnya bangun sekarang. Itu suara Brandon. Kedua kelopak mata Janice terbuka dan didapatinya Brandon sedang duduk di tepi kasur. Sudah dengan celana boxer pendek yang menutupi bagian bawahnya. “Sudah sore, Sayang. Kau harus mandi,” ucap Brandon seraya tersenyum manis. “Om dan tante sudah pulang?” “Belum. Mereka sudah langsung ke rumah opa Richard. Dan kita disuruh ke sana sekarang.” Janice spontan terduduk. Selimut ya
"Kenapa kau sangat perhatian kepada Chelsea?" tanya Janice dengan nada yang sedikit curiga. Matanya memicing kepada Brandon yang duduk di sebelahnya. "What?" Pria itu pun tidak kalah kaget mendengar pertanyaan tunangannya. "Aku tidak salah dengar?" "Hm-m. Kenapa kau sepertinya begitu khawatir akan Chelsea?" ulang Janice seraya menatap Brandon yang sempat sesekali menoleh kepadanya. "Kau cemburu?" "Jelas. Aku tidak suka kau memikirkan wanita lain sampai sebegitunya. Apalagi sampai memikirkan nasib hubungan pertunangannya." Brandon langsung tergelak mendengar Janice yang tidak malu berterus terang. Gadis itu jelas-jelas sedang cemburu buta kepadanya. Ha-ha-ha. Menggemaskan sekali. Padahal tidak ada sedikitpun maksud tersembunyi di balik kekhawatiran Brandon kepada Chelsea. Murni hanya sudut pandang dia sebagai seorang laki-laki yang gentleman. "Maafkan aku. Aku tidak bermaksud apa-apa. Aku hanya melihat ini dari sudut pandang seorang pri