Pertemuan kedua Chalondra dengan sang sugar daddy mengubah hidupnya seratus delapan puluh derajat. Dia seakan mendapat asupan energi seratus kali lipat yang membuat dirinya kembali bersemangat. Padahal sebulan terkahir dia persis mayat hidup yang seakan mati segan hidup tak mau.
Malam itu mereka tidur bersama untuk yang kedua kalinya. Gadis itu memang sudah ijin ke ibunya akan menginap di rumah sahabatnya, Heidy. Ibunya sama sekali tidak khawatir karena Heidy juga lumayan dekat dengan keluarga mereka.
Chalondra diantar Dominic ke rumah Heidy tepat jam lima pagi, seperti bulan yang lalu. Mereka melewati malam yang sangat panjang. Bertukar cerita untuk saling mengenal satu sama lain. Sesekali berciuman panjang dan saling menggoda dengan sentuhan-sentuhan yang intim. Tentu saja masih dalam batas yang wajar.
"Jadi fix ya, Rabu malam, dan Sabtu malam. Saya akan kabari tempatnya..." Dominic mengingatkan kembali kesepakatan mereka sebelum Chalondra turun dari mobil mahal om-om tersebut.
"Iya, Dad. Daddy udah ulangin sepuluh kali loh..."
"Ini Minggu ya? Apa kamu nggak bisa sama saya seharian ini?"
"Daddd, aku udah ada janji sama mama. Aku juga masih pengen sama Daddy kok. Tapi nanti berabe kalau aku nggak pulang."
Dominic menarik tangan Chalondra yang tersampir di atas paha gadis itu. Menggenggam jemari ramping itu dan membawanya ke bibir. Meskipun semalaman dia sudah melakukannya, rasanya masih belum cukup.
"Saya bakalan kangen sama kamu. Saya nggak yakin bisa kuat nunggu hari Rabu."
Chalondra terkikik pelan. Lalu dia pun melakukan hal yang sama di punggung tangan kekar Dominic. Melabuhkan ciuman lembut dan hangat di sana.
"Harus kuat, Dad... biar pas hari Rabu enak kangen-kangenannya."
"Baiklah. Jaga kesehatan kamu. Jangan pernah telat balas pesan saya. Saya orangnya tidak sabaran."
Chalondra mengangguk.
"Ya sudah, turunlah..."
Chalondra merentangkan tangannya minta dipeluk. Dominic pun mendekapnya dengan erat. Mencium puncak kepalanya dengan cukup lama. Kemudian beralih pada bibir ranumnya lagi.
"Saya nggak pernah cukup dengan bibir kamu, Chalondra...."
"Aku juga, Dad. Daddy harus bertanggungjawab karena udah ngenalin aku sama yang beginian."
Dominic tersenyum. "Iya, sebagai bentuk tanggungjawabnya, saya akan kasih terus sampai kamu puas."
"Ah, udah Dad! Aku turun sekarang!" soalnya gombalan Dominic tidak akan ada habisnya.
"Cha, saya masih belum ikhlas pisah dengan kamu."
"Daaaaaaddd, tadi juga kayak gini deh sebelum berangkat."
Padahal mereka sudah membahas ini tadi. Dominic sangat sulit melepas tubuh Chalondra dari pelukannya.
"Iya, mau gimana lagi. Habisnya udah candu sama kamu..." wajah Dominic melesu. Dia memang sedang tidak bisa mengontrol dirinya. Setelah bertahun-tahun tidak merasakan getaran-getaran cinta dengan lawan jenis, Dominic menjadi seperti anak ABG sekarang. Berbunga-bunga, meledak-ledak. Tidak ingin berpisah. Ahh, persis seperti anak remaja. Padahal usianya sudah tiga puluh delapan tahun.
Chalondra sendiri pun sebenarnya tidak mudah ingin berpisah. Hal ini adalah hal baru baginya dan dia masih belum terbiasa untuk mengontrol diri. Ingin selalu berada di dekat Dominic adalah keinginannya. Namun dia kembali mengingat bahwa hubungan mereka adalah sebuah rahasia. Banyak pihak yang harus dijaga, terutama keluarga mereka. Mau tidak mau, mereka harus menyesuaikan diri dengan keadaan.
Chalondra mencium pipi Dom cukup lama. Lalu tanpa berlama-lama lagi, dia langsung turun. Mencegah Dom akan menahannya lagi.
"Dah Daddy, hati-hati." Dia melambaikan tangan dari luar sambil tersenyum pada Dominic yang masih cemberut.
*****
Heidy menyambut kedatangan Chalondra di ambang pintu dengan tangan yang dipeluk di dada. Ini adalah kedua kalinya Chalondra berbohong pada orangtuanya dengan alasan menginap di rumahnya. Kemarin Chalondra tidak mau jujur dengan siapa dia melewati malam. Namun pagi ini, sahabat karibnya itu tidak akan membiarkan Chalondra menghindar lagi.
"Dia sugar daddy-ku, Dy..."
Kedua mata Haidy seketika membesar. Akhirnya Chalondra jujur tentang pria yang mengantarnya barusan. Tapi tidak salah dengarkah dia?? Sugar Daddyy???!!
"Serius kamu! Sugar Daddy?!"
"Ssstttttt. Pelanin suaramu, Dy! Nanti om tante dengar." Ini masih pagi, jam enam. Rumah Heidy masih sepi.
"Gilaaaa... kamu peliharaan om-om? Kok bisa?? Apa yang ada di otak kamu ini??"
Chalondra sudah bisa menebak reaksi yang akan dia dapat dari Heidy. Siapa pun pasti akan terkejut dan shock mendengar hubungan terlarangnya dengan Dominic. Heidy saja sudah sebegininya, bagaimana orangtuanya nanti? Bisa di sate dia.
"Enggak kok, Dy. Aku masih waras. Tapi aku nyaman sama dia..." kemudian Chalondra pun menceritakan semuanya dengan detail kepada Heidy. Awal pertemuannya dengan Dominic hingga mereka kembali bertemu tadi malam.
"Tapi kamu tau kan ini salah?? Dia sudah menikah, Cha!!" jelas sekali Heidy khawatir mendengar Dominic adalah suami orang. Chalondra berpotensi menjadi seorang pelakor.
"Iya, aku tau. Makanya kita juga sembunyi-sembunyi ini, Dy."
Heidy tampak tidak bisa mengontrol emosinya. Dia ingin marah, tapi dia mengenal Chalondra sejak masih pakai popok. Temannya itu belum pernah jatuh cinta. Heidy tau, banyak pria yang mengidolakan dia, tapi tak satu pun yang mampu membuat Cha luluh. Kenapa harus om-om bernama Dominic itu yang bisa? Heidy cukup frustasi.
Mereka sempat diam lima menit lamanya untuk saling menenangkan diri.
"Jadi kalian resmi punya hubungan gelap?" Heidy kembali bersuara. Dijawab dengan anggukan oleh Chalondra.
"Hhmmhhh..." Heidy menarik napas kasar. "Aku nggak akan bisa larang kamu juga kan, Cha? Dan kita juga seumuran. Aku nggak jauh lebih tua dari kamu untuk jadi lebih bijaksana. Tapi aku hanya mau berpesan, hati-hati. Tolong tau batasan kalian. Karena kamu sudah pasti paham akibatnya kalau orangtua kamu tau ini."
Chalondra tidak mengangguk. Dia hanya memeluk Heidy pertanda dia sangat berterimakasih akan pengertian dan nasehat yang diberikan sahabatnya itu.
"Makasih, Dy..." ujarnya.
"Hmmm... aku tau kamu belum pernah jatuh cinta. Makanya aku heran, sekalinya jatuh cinta, kenapa sama laki-laki beristri. Aku harap kalian berdua hati-hati dan selalu berpikir dengan matang kalau mau melakukan hal apa pun."
Kali ini Chalondra mengangguk di rangkulan Heidy. Dia pun berharap demikian. Entahlah... setelah mendapat nasihat dari Heidy, mata hati Chalondra seakan baru terbuka. Kini dia sudah terjebak dalam hubungan tidak wajar dengan Dominic. Pria dewasa dengan sejuta pesona itu berhasil membuatnya menandatangani kesepakatan antara sugar daddy dan sugar baby.
"Sepuluh juta?" Chalondra kembali mengingat isi perjanjiannya dan Dominic tadi malam. Dominic mengatakan akan memberi bayaran setiap kali mereka bertemu. Sepuluh juta adalah angka yang dirasa Dom cukup untuk uang jajan Chalondra dalam sehari. Ingat kan dia anak konglomerat?
"Kenapa? Kurang banyak?"
"Daaaad... nggak perlu kayak gini. Aku mau jadi teman dekat Daddy bukan untuk uang. Kemarin kan Daddy janji mau kabulkan apa aja yang aku minta dan aku nggak ada rencana minta uang. Tapi aku pun nggak akan bilang sekarang aku mau apa. Nanti saja pas kita udah ketemu."
Pembicaraan mereka kembali terulang di benak Chalondra yang kini sudah memejamkan kedua matanya. Sebelum supir pribadi ayahnya menjemput jam tujuh, dia ingin beristirahat sebentar. Bersama Dominic membuatnya minim tidur. Sayang sekali melewatkan jam dengan tidur sementara ada orang yang ingin dia peluk seharian di sana. Mereka lembur dengan membicarakan banyak hal, termasuk tentang keluarga masing-masing.
Saat Chalondra terlelap, Heidy menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan. Dia nelangsa sendiri. Belum habis rasa terkejutnya mengetahui fakta baru yang diceritakan sahabatnya itu. Sungguh tidak terbayangkan. Chalondra yang polos, lugu, bertemu dengan om-om yang sudah sangat berpengalaman di kasur.
Iya, tadi Chalondra juga cerita tentang masa lalu Dominic yang sering gonta-ganti pacar dan suka tidur dengan perempuan. Heidy masih belum bisa menahan diri untuk tidak geram. Chalondra dengan lugunya tidak menjadikan hal tersebut sebagai bahan pertimbangan. Bagaimana kalau semisal dia ada penyakit dan sebagainya?
Heidy terlebih tidak akan siap membayangkan apa yang terjadi jika Om Chris dan Tante Amber tau. Bisa-bisa Chalondra ini akan dikurung di kamar selamanya. Pasalnya saat Chalondra menolak adanya pengawal kalau dia ke mana-mana, Chris dan Amber membuat perjanjian. Chalondra tidak boleh pacaran dulu. Kalau ketahuan, semua kebebasan gadis kecil itu akan direnggut paksa oleh orangtua mereka.
Yang lebih membuat khawatir adalah, Dominic itu masih punya istri sah. Apa yang akan terjadi semisal istri Dom tau tentang Chalondra? Mana ada istri yang rela suaminya punya simpanan, daun muda lagi. Okelah si istrinya itu selingkuh juga. Tapi kalau dia tau, dia pasti nggak akan diam.
"Cha... Cha... kenapa kamu harus memilih jalan yang kayak gini..." Heidy bergumam sendirian. Disaat Chalondra sedang di mabuk asmara, dia justru resah dan ketakutan. Entah kapan badai itu akan datang. Yang pasti, Chalondra tidak akan menjalani ini dengan mudah.
*****"Cha, ayo mandi, Sayang. Nanti mama bisa telat arisannya."
Chalondra yang masih mengantuk lantaran kurang tidur hanya bisa bangun dengan terpaksa. Setelah sampai di rumah tadi, dia langsung molor lagi karena masih belum puas tidur.
"Memangnya kamu sama Heidy ngapain saja tadi malam makanya sampai jam segini masih mengantuk?"
Deg!!!
Chalondra langsung kabur ke kamar mandi guna menghindari pertanyaan ibunya. Memangnya dia mau jawab apa? Orang dia nggak tidur dengan Heidy. Tapi... om-om. Eh?
Setelah Amber keluar dari kamar Chalondra, wanita itu menghampiri suaminya yang sedang menonton siaran ulang pertandingan bola di ruang keluarga. Suaminya, Chris Ellordi.
"Chris, kau yakin tidak mau ikut?"
"Kalian saja, Hon. Untuk apa laki-laki ikut arisan?" Chris menjawab sambil tersenyum. Bahkan sampai rambut mereka nyaris memutih pun, panggilan sayang kedua paruh baya itu tidak berubah. 'Hon', alias singkatan dari 'Honey' masih menjadi panggilan favorit keduanya.
"Kan biasanya ada suami-suami juga. Masak aku hanya ditemani Chalondra terus?"
"Itu suami-suaminya kurang kerjaan. Untuk apa ikut arisan ibu-ibu coba?"
"Aku selalu disuruh bawa papanya Brandon dan Cha. Karena hanya aku yang nggak pernah terlihat bawa suami." Amber yang sudah berumur setengah abad lebih itu masih tetap cantik saat memanyunkan bibirnya. Di mata seorang Chris Ellordi, dia tetap terlihat cantik seperti waktu masih muda.
Chris tetap menggeleng dan meremas pundak Amber tanda dia meminta maaf karena tidak bisa mengabulkan permintaan istrinya itu. Amber pun hanya mengangguk dan bersender pada bahu suaminya.
Langkah Chalondra terdengar dari tangga. Anak gadis yang bersiap diri dengan terpaksa itu ternyata sudah selesai. Dia mandi, dandan, memilih baju seadanya hanya dalam waktu lima belas menit. Dres tanpa lengan, pendeknya setengah paha menjadi pilihan Chalondra pagi ini. Ditambah sepatu kets dan tas sling bag. Benar-benar sudah seperti anak kuliahan.
"Ayo Maa..." dia memanggil Amber lembut.
"Ayo. Kamu cepat juga beres-beresnya."
"Biar mama nggak telat kan?"
Amber tersenyum. Mereka pun pamit kepada Chris sebelum berangkat bersama supir pribadi mereka.
*****
Arisan yang akan dihadiri Amber hari ini adalah arisan teman masa kuliahnya dulu. Tidak terlalu banyak, hanya sekitar dua puluh orang. Itu juga biasanya tidak semua bisa hadir. Biasalah yang sudah pada punya anak dan cucu. Pasti ada saja halangannya.
Hari ini arisannya bertempat di rumah salah seorang anggota yang katanya anak dari guru besar di fakultas Amber dulu. Rumahnya kalau dilihat-lihat cukup sederhana. Tidak terlalu besar, juga tidak terlalu kecil. Chalondra mengira semua kolega ibunya adalah orang berada, ternyata tidak.
Amber dan Chalondra turun dari mobil. Menghampiri ibu-ibu yang sudah duduk melingkar di atas karpet, di dalam rumah. Suasana menjadi gaduh karena Amber lagi-lagi tidak membawa Chris, hanya Chalondra. Namun tidak sedikit yang senang melihat kehadiran gadis cantik itu. Mereka yang kebetulan membawa anak laki-laki lajang mereka merasa akan punya kesempatan untuk menjodohkan anak mereka dengan Chalondra.
Chalondra duduk manis di sebelah ibunya. Bermain handphone dan tidak mempedulikan ibunya yang sedang mengobrol dengan teman yang ada di sebelahnya. Tapi gadis itu mengerti apa yang sedang mereka bahas. Saham perusahaan yang sedang naik-naiknya.
"Eh, putri kamu mana, Tri? Nggak disuruh sekalian ke sini sama suaminya?" tiba-tiba seseorang menyeletuk. Tri yang dimaksud adalah si tuan rumah arisan ini.
"Oh, iya. Reina katanya sebentar lagi datang bareng Dominic."
DEG!!!!!!
Kepala Chalondra spontan terangkat. REINA?? DOMINIC??? Reina dan Dominic yang itukah???
ASTAGA!!!!
Darah Chalondra kocar-kacir. Antara senang tapi juga takut. Dia senang jika bertemu Dominic lagi, tapi tidak di depan ibunya. Dia khawatir tidak akan bisa mengontrol dirinya, ekspresinya dan semuanya. Dan... dia juga tidak yakin bisa berhadapan dengan istri Dominic. Dia kan... simpanan Dom.
Chalondra mencari akal supaya bisa keluar dari rumah itu sebelum dua orang yang disebutkan tadi sampai. Setidaknya dia akan menunggu di mobil saja. Iya, better like that kan?
"Ma..." Chalondra baru saja ingin mencolek Amber.
"Eh itu merekaaaa..." namun si empunya rumah sudah terlebih dahulu berteriak menyerukan kehadiran putri dan menantunya.
Chalondra sekilas melihat ke arah pintu, benar, Dominic yang dimaksud adalah Dad-nya. Pria itu sedang sibuk dengan tentengannya sementara istrinya langsung masuk ke dalam rumah. Mampuslah!!
Chalondra berdebar kencang. Reina terlihat mulai menyalami tamu undangan. Sebenarnya, wanita itu tidak terlalu buruk. Dia cantik. Kenapa Dominic tidak menyukainya? Chalondra menilai di dalam hati.
Lamunan Chalondra terurai kala sebuah tangan ramping terulur di hadapannya. Reina. Wanita itu kini sedang tersenyum kepadanya dan menanti tangannya disambut.
"Halo adek cantik? Nama kamu siapa?"
"E...hh... Chalondra... kak..."
Dengan ekor matanya, Chalondra bisa menangkap gerakan kepala seseorang yang masih berjarak sekitar lima orang dari posisi Reina sekarang. Sepertinya seseorang itu terkejut mendengar nama Chalondra. Dia langsung menoleh ke arah Reina dan Chalondra.
"Kita belum pernah ketemu ya? Kamu putrinya Tante Amber ternyata?"
"Hehe... iya, Kak," Chalondra mengangguk seraya tersenyum manis.
"Kamu cantik, kayak Tante Amber..."
"Reina... kamu bisa aja. Kamu juga cantik, kalau enggak mana mungkin dapat Dominic," sahut Amber polos.
DHUARRR!!!!!
*****Adududduhhhh, berdebarrrrr..
Chalondra dan Dominic saling melempar tatapan sekilas. Hanya beberapa detik. Kemudian Chalondra ikut tersenyum mendengar ucapan ibunya terhadap Reina. "Ini suamiku, Tan. Tante belum pernah ketemu kan?" Reina menarik Dominic untuk dikenalkan pada Amber. Amber dan Chris memang tidak hadir di acara pernikahan putri temannya itu. Waktu itu mereka ada keperluan di luar negeri. Dan di hari-hari berikutnya pun mereka belum pernah bertemu lagi. Reina pun bisa dibilang hampir tidak pernah ikut arisan. Sangat jarang. Mungkin bukan kebiasaannya. Dominic tentu tau apa yang harus dia lakukan. Memberi salam pada wanita yang jelas sekali sudah dia kenal. Dia adalah istri pengusaha Chris Ellordi, ibu dari gadis kecil yang saat ini sedang berusaha menghindari tatapannya, Chalondra. "Dominic, Tante..." "Wahh, kamu tampan sekali. Kalian pasangan yang serasi." Amber memuji. Tanpa sadar, gadis kecil yang ada di sebelahnya semakin patah hati mendengar pujian ibunya.
Sampai hari ini, Dominic masih memandangi tangan kanannya seperti orang bodoh. Tangan lebar dan besar yang sudah dijadikan Chalondra sebagai objek pemuas nafsunya kemarin siang. Haaaahhh, bisa-bisanya gadis kecil itu memanfaatkannya untuk mencari kepuasan sendiri? Tidak melibatkan Dominic, sama sekali! Juniornya merasa terlecehkan! Bisa-bisanya kalah sama tangan!"Ddd... dad..." Dominic masih mengingat jelas raut wajah dan tatapan sendu Chalondra saat gadis itu mencapai klimaksnya sendiri dengan menggesek-gesekkan miliknya di tangan Dominic. Sangat seksi dan membuat gairah pria itu naik ."Apa, Chalondra? Enak?" ejek Dominic yang mengetahui ini adalah hal baru bagi sang sugar baby. Lihatlah, bibir seksinya itu sedikit digigit, minta ditarik saja."Daddd... jangan ngejek. Aku kan masih baru kayak gini.""Iya, Chalondra, Sayang. Saya ngerti kok. Makanya saya tanya, enak?"Chalondra mengangguk pelan. Kedua tangannya masih menggantung di leher Do
Hanya berbekal nomor ponsel Chalondra, teman Dominic yang ahli di bidang IT bisa melacak keberadaan gadis kecil itu lewat GPS ponselnya. Dominic sudah berganti pakaian menjadi setelan santai, berupa kaos putih oblong dan jogger pants. Tidak lupa dia memakai topi untuk menutupi setengah wajahnya.Dia mendatangi mall tempat Chalondra dan Heidy shopping. Tadi dia pamit kepada Marcus dan terang-terangan mengatakan ingin kencan. Dia dan Marcus memang dekat. Tidak ada rahasia di antara mereka. Tapi kali ini Dominic masih ingin merahasiakan identitas Chalondra, mengingat gadis itu adalah putri kompetitor terbesar mereka. Dominic tidak ingin terjadi hal-hal yang tidak penting."Dasar Head Manager tidak tau diri." Marcus mengejek anaknya saat berpamitan."Papa mau pengganti Reina kan? Jangan protes.""Kau selalu bilang Reina selingkuh. Nyatanya kau juga, Nak. Papa tidak pernah mengajarimu berbuat curang seperti itu."Dominic menarik napas kecil.
Kepala Dominic nyut-nyutan. Dia hanya bisa memijit pelipisnya sambil mengawasi dua anak remaja tanggung yang duduk di sebuah meja yang tidak jauh dari mejanya sendiri. Ternyata niat untuk memperkenalkan Chalondra pada juniornya tadi harus dia pasrahkan berujung pada penyesalan.Chalondra... si singa kecil itu. Akhh! Dia terlalu licik. Dominic sangat yakin gadis itu terlalu pintar untuk tidak belajar tentang anatomi tubuh manusia di mata pelajaran Biologi. Tapi gadis kecil itu berpura-pura polos dan membuat Dominic menderita dengan ulah tangannya. Bukannya merasakan gairah, Dom malah dibikin sengsara.Sekarang si singa kecil itu sudah kembali bersama sahabatnya, Heidy. Tadi Dom mengembalikan gadis itu ke studio semula persis sebelum film selesai. Heidy pun katanya belum bangun. Tapi Chalondra meminta Dom tetap mengikutinya dari kejauhan, sampai acara jalan-jalan mereka selesai. Heidy benar-benar tidak tahu apa yang terjadi selama dia tidur dan sekarang pun dia
Cakrawala Paper and Pulp…Brandon James Ellordi, saudara laki-laki Chalondra Chalya Ellordi yang saat ini dipercaya oleh ayahnya menjabat sebagai Marketing National Manager yang bertanggungjawab untuk mengontrol pemasaran produk-produk mereka di dalam dan luar negeri. Produk kertas dan duplek dengan brand ‘Eagle’ milik mereka baru genap berusia lima belas tahun sejak Chris Ellordi merintis bisnis tersebut, namun sudah berhasil menduduki peringkat kedua sebagai brand kertas dengan kualitas terbaik di seluruh Nusantara. Dengan peringkat pertama sudah pasti ditempati oleh Flamingo, milik PT. Inti Global Paper.Sebelumnya Brandon bekerja di Amerika lantaran tidak ingin bekerja di perusahaan ayahnya, namun satu tahun belakangan dia kembali ke Indonesia karena Chris Ellordi sudah terlalu lelah mengurusi semua anak perusahaan Cakrawala Group. Pria paruh baya itu meminta Brandon menangani Cakrawala Paper sementara Chris tetap fokus di Cakrawala Hospital. Brandon yang memang suda
Ada dua pasang mata yang tidak sengaja saling bertumbukan saat Reina mengajak suaminya bergerak untuk menghampiri Bryan. Bagi Chalondra, ini adalah sebuah petaka. Bagaimana bisa dia bertemu Dominic di sini? Jadi… kondangan yang akan dihadiri Dom hari ini adalah pernikahan kakaknya Bryan? Kenapa bisa kebetulan begini?“Eh, Kak Reina!” Bryan tentu saja mengenali Reina. Dulu dia sering diajak main dengan geng kakaknya. Tapi setelah Reina menikah, sepertinya intensitas pertemuan wanita itu dengan gengnya sudah berkurang. Sepertinya sudah harus lebih memilih pertemanan yang sesuai dengan derajat keluarga suaminya.“Kamu sama sia… eh… adek? Adek, anaknya tante Amber kan?” Reina terlihat begitu antusias karena dia pun mendapati Chalondra ada di sini. Adik kecil yang dia temui di arisan ibunya hari Minggu kemarin. Rasanya dunia sempit sekali.“Eh, Kak Reina… iya, Kak.” Chalondra menjawab setengah gugup. Kini detak jantungnya berpacu dengan napasnya yang entah kenapa tiba-t
Dominic yang sudah dalam keadaan polos tanpa sehelai benangpun itu tidak kunjung berhenti mengganggu Chalondra yang sedang sibuk menghubungi Bryan dan Heidy. Dia menelepon Bryan dan mengatakan kalau dia bertemu Heidy di antara tamu dan mereka memutuskan pergi dari sana. Sedangkan ke Heidy, dia lagi-lagi meminta pertolongan sahabatnya itu untuk membantunya jika orangtuanya menelepon. Tidak lupa dia juga mengajari skenario seperti yang dia ucapkan ke Bryan tadi.Semua kebohongan ini demi... Dominic. Laki-laki yang telah berhasil mempengaruhi hidupnya, merusak nalar dan juga logikanya dan merubahnya dari gadis lugu menjadi gadis pemberani dan serba penasaran. Laki-laki yang merusak keperawanan mata dan tangannya dengan tidak segan-segan menunjukkan seluruh tubuhnya di hadapan Chalondra seperti sekarang ini."Dad, awas dulu ih! Junior Daddy itu nyundul-nyundul mulu tau!""Udah belum teleponannya?" Dominic menghisap leher belakang Chalondra dengan cukup keras. By the wa
Chalondra bangun dan terkejut mendapati Heidy ada di ranjang yang sama dengannya. Chalondra shock! Dia langsung bangun dan memeriksa dirinya. Sudah berpakaian lengkap. Siapa yang memakaikan baju ini padanya? Sepertinya ini baju Dominic. Lantas dimana laki-laki itu?"Hei gila!!! Udah bangun kamu?!" Heidy menyapanya dengan sedikit kesal.Chalondra yang masih linglung akibat baru bangun, tidak langsung merespon Heidy."Chalondra Calya Ellordi! Kamu sepertinya mau mati ya!!" Heidy tiba-tiba menyerang Chalondra dengan menjewer telinga gadis yang masih sedang mengantuk itu."Eh Dy, Dy, Dy... sakiitttttt. Kamu kenapa sihhhhhhhhhh...!" Chalondra terpaksa bangun dan terduduk di kasur.Heidy pun melepaskan tangannya. Masih dengan menatap geram pada Chalondra, dia ikut duduk di hadapan sahabatnya itu. "Kamu tanya kenapa? Kamu udah nggak virgin, Chalondra!"GLEK!!!!!Wajah putih Chalondra semakin pucat. Apakah Dominic memberitahu Heidy??"Ng
(Yokk nangis berjamaah duluu hahahaaa.)HAHHH! FINALLYYY TAMAT JUGAAAAAAAAAA. AKU MEWEK NIHH NULISNYA HIKSSSSSSSS :( :(Nggak kerasa M.P.S.D ini sudah menemani kita selama 7 bulan yaaa (Mei-November 2021). Ahhhh, time fliessss.Masih ingat awal-awal aku ngerencanain novel ini, nggak ada persiapan yang matang sama sekali. Cuma mau cek ombak Goodnovel sambil nulis di aplikasi hijau (K.B.M). Karakter Dom dan Cha ini bahkan aku bikin ngalir aja, nggak ngarep banyak. Cover juga hasil crop foto random dari G**gle.TAPI SAMPAI SE-BOOMING INI, hikssss. Aku gak nyangka M.P.S.D sudah membawaku ke tahap ini. Bisa kasih penghasilan, buat namaku sedikit dikenal juga. Bisa bertemu dengan banyak pembaca yang sekarang udah aku anggap kayak saudara :( :(..GAIISSSS MAKASIH YAAAAAAA.WITHOUT YOU I'M NOTHINGGGG. ASLIII.Itu IG-ku yang Ootbaho baru berisi setelah ada Dom-Cha. F
"Buruan, B! Pesawat kita sudah mau berangkat!!""Don't push me, J! Siapa suruh kau tidak membangunkan aku!" Setelah menikah, Brandon jadi terbiasa memanggil istrinya dengan sebutan 'J' saja, sama seperti Janice yang memanggilnya dengan 'B'."Siapa suruh kau begadang? Sudah tau kita harus flight pagi!""Shiitt!" Brandon memaki dirinya sendiri yang bisa-bisanya menganggap sepele jam terbang mereka. Berharap tangan dan kakinya bisa bergerak dua kali lebih cepat sekarang. Janice pasti akan menggorok lehernya jika mereka ketinggalan pesawat. Dia tidak ingin diceramahi dua SKS jika tiket mereka hangus dan jika mereka harus beli tiket on the spot yang tentunya jauh lebih mahal.Sepanjang perjalanan Janice hanya diam karena pikirannya tidak tenang. Pergerakan mobil yang sudah sangat maksimal di dini hari tetap terasa begitu lambat baginya. Kenapa di saat genting seperti ini supir pribadi Brandon terkesan tidak lihai dalam membawa mobil?"J, kita tidak akan
Keesokan harinya, kedua insan yang sedang dimabuk asmara itu menghabiskan waktu seharian di hotel. Mereka bercinta, makan, tidur and repeat. Benar-benar menikmati hidup tanpa beban. Tanpa ada gangguan dari pihak manapun. Baik keluarga maupun pekerjaan.Satu hari ini Janice merasa begitu dimanja oleh Brandon. Laki-laki itu sangat lembut baik dari tutur kata maupun caranya memperlakukan Janice. Sebaliknya, Brandon pun tidak ingin lepas atau jauh-jauh darinya. Persis seperti anak bayi yang ingin selalu berada di samping sang ibu.“I love you.”“I love you too, B. Sudah seratus kali loh ya. Aku bosan mendengarnya.”“What? Berani-beraninya?!” Bukannya tersinggung, Brandon malah menghujani pipi Janice dengan kecupan yang bertubi-tubi. Dia sepertinya sedang merasakan pelipatgandaan cinta setelah mereka resmi menjadi suami dan istri. Bagi Brandon, Janice adalah wanita sempurna yang membuat hidupnya lengkap, utuh dan bahagia. Di
Warning 21+ Yang fanatik agama tolong menyingkir, karena bab ini akan membuat anda pusing dang mual. Daripada lapor-lapor, mending sadar diri untuk out. Saya menulis bukan untuk tabungan saya di surga kelak. Paham ya? Buat yang udah nungguin belah duren manten baru, happy reading!! ***** Hari H pernikahan Brandon dan Janice sudah di depan mata. Gedung tempat diselenggarakannya pesta resepsi sudah dipenuhi oleh teman-teman sejawat Brandon dan rekanan bisnis semua keluarga. Keluarga Ellordi, keluarga Richard, keluarga Alexander. Janice dan Brandon benar-benar menjadi raja dan ratu sehari yang tidak berhenti menyapa semua tamu yang datang. Setelah kedua mempelai selesai berdansa, Janice mengganti sepatu pengantinnya dengan sepatu sneakers dengan sol sedikit tebal saat akan turun menyapa para tamu. Setidaknya tinggi tubuhnya bisa mengimbangi tinggi Brandon. Mereka menyapa teman satu sekolah yang memang diundan
"Brandon! Your hand!" Janice bolak-balik geram karena selama proses berganti di dalam kamar, Brandon seperti tidak sabaran ingin memijit betisnya. Sejak pulang dari konferensi pers tadi, pria itu kelihatannya sudah gatal ingin menyentuh tubuh calon istrinya.Brandon tidak perduli pekikan Janice. Dia menarik wanita itu ke atas kasur. Dress mahalnya sudah luluh ke lantai dan memang Brandon sengaja menunggu momen dimana dia hanya mengenakan sepasang pakaian dalamnya."B!""What?!" Brandon membalas seraya menaiki tubuh Janice dengan cara yang seksi."Wajahku masih penuh make-up! Aku mandi dulu, baru lakukan apa yang kau mau!""Tapi ada yang sudah mendesak ingin berdekatan dengan belahan jiwanya. Melihat kharisma mu di sepanjang acara tadi, jiwaku jadi meronta-ronta, Janice.""Kharisma yang bagaimana yang bisa membuat jiwa seseorang meronta-ronta? Aw! Brandon!" Janice memekik lantaran pria itu tanpa permisi menurunkan segitiga pengaman Janice. Da
Konferensi pers yang tadinya digelar hanya untuk klarifikasi hubungan antara Brandon dan Chelsea, nyatanya berubah menjadi konferensi pers besar-besaran karena Richard memutuskan untuk ikut tampil di depan media. Malahan setting tempat yang tadinya direncanakan di Cakrawala, kini berpindah ke kantor Richard, yaitu Rich Textile. Brandon dan Janice langsung saling beradu pandang lewat dinding kaca saat pesan dari Chris masuk ke ponsel mereka berdua, yang menyuruh keduanya untuk segera meninggalkan kantor dan hadir di konferensi pers. “Opa sepertinya ingin mengumumkan kamu sebagai penerus perusahaan.” Brandon menebak saat mereka sedang dalam perjalanan menuju perusahaan Richard. “Aku … dengan tampilan yang seperti ini?” Janice langsung panik karena sekarang dia hanya memakai celana jins berwarna hitam dan kemeja biru muda. Itu juga lengan pendek. Jelek sekali! “It’s oke. Kita ketemu opa dulu. Siapa tau mereka sudah mempersiapkan yang terbaik untukmu.”
Janice menghembuskan napasnya ke udara bebas. Dia sedang berdiri di balkon dan menikmati udara pukul dua dini hari. Dia tidak bisa tidur. Di antara mereka, hanya Brandon lah yang berhasil terlelap satu jam yang lalu. Dia tidak bisa berhenti memikirkan semua hal. Pernikahan dan tanggung jawab yang baru saja dia emban sebagai penerus keluarga Richard. Dia sempat bertanya secara diam-diam kepada opa-nya, kenapa bukan Dion saja yang mengelola perusahaan? Tapi Richard menjawab kalau Dion sudah mendapat hak-nya, yaitu perusahaan yang ada di Jepang. Dan Dion sendiri yang meminta demikian, karena dia tidak ingin menetap di Indonesia. Sebentar lagi hidup Janice tidak akan sama lagi. Menikah dengan Brandon saja sudah akan membuat statusnya berbeda dengan rekan-rekan di kantornya, apalagi menjadi penerus Richard. Janice tidak tau apakah ini sebuah berkat atau malah sebuah petaka yang akan membawanya ke kehidupan yang serba rumit. "Kau belum tidur?" Tiba-tiba sua
Notes : Bab ini berisi Brandon-Janice, dan sampai tamat juga akan tentang mereka. Kisah Dom-Cha udah selesai ya gaes, di ige -ku juga udah aku info kalau ekstra part hanya untuk BJ, karena aku ga jadi bikin buku khusus mereka. Kalaupun aku bikin Dom-Cha sesekali, itu buat selingan aja. Jadi, yang ga suka Brandon-Janice, skip aja yaa, thank youu. Happy reading. ***** “Janice … wake up.” Janice merasakan pipinya ditepuk seseorang. Sayup-sayup juga dia mendengar namanya disebut dan orang tersebut menyuruhnya bangun sekarang. Itu suara Brandon. Kedua kelopak mata Janice terbuka dan didapatinya Brandon sedang duduk di tepi kasur. Sudah dengan celana boxer pendek yang menutupi bagian bawahnya. “Sudah sore, Sayang. Kau harus mandi,” ucap Brandon seraya tersenyum manis. “Om dan tante sudah pulang?” “Belum. Mereka sudah langsung ke rumah opa Richard. Dan kita disuruh ke sana sekarang.” Janice spontan terduduk. Selimut ya
"Kenapa kau sangat perhatian kepada Chelsea?" tanya Janice dengan nada yang sedikit curiga. Matanya memicing kepada Brandon yang duduk di sebelahnya. "What?" Pria itu pun tidak kalah kaget mendengar pertanyaan tunangannya. "Aku tidak salah dengar?" "Hm-m. Kenapa kau sepertinya begitu khawatir akan Chelsea?" ulang Janice seraya menatap Brandon yang sempat sesekali menoleh kepadanya. "Kau cemburu?" "Jelas. Aku tidak suka kau memikirkan wanita lain sampai sebegitunya. Apalagi sampai memikirkan nasib hubungan pertunangannya." Brandon langsung tergelak mendengar Janice yang tidak malu berterus terang. Gadis itu jelas-jelas sedang cemburu buta kepadanya. Ha-ha-ha. Menggemaskan sekali. Padahal tidak ada sedikitpun maksud tersembunyi di balik kekhawatiran Brandon kepada Chelsea. Murni hanya sudut pandang dia sebagai seorang laki-laki yang gentleman. "Maafkan aku. Aku tidak bermaksud apa-apa. Aku hanya melihat ini dari sudut pandang seorang pri