Saat bianca melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah, tiba - tiba ada sebuah mobil yang sepertinya tidak asing untuknya. Dia pernah melihat mobil itu entah dimana. Tapi mobil itu masuk ke area halaman rumahnya.Bianca akhirnya memutuskan menghentikan langkahnya, dia membalikkan tubuhnya untuk memastikan siapa orang yang berada di dalam sana.Dan saat pintu terbuka, mata bianca langsung terbelalak.“Oma…” katanya dengan suara lirih.“Apa kabar, sayang ?” tanya sang oma dengan senyuman penuh kehangatan seperti biasanya.Ya…. yang baru saja datang adalah oma lisa. Dan kenyataan akan hal itu sangat membuat bianca terkejut.“B- baik, oma.” jawab bianca dengan terbata.“Kaget ya ?” bianca hanya mengangguk.“Kok oma tau bianca disini ?”“Bi, oma tau semuanya.” kata oma lisa yang kini sudah melangkah maju dan menggenggam tangan bianca.Tiba - tiba…“Kau sudah datang, lis ?” tanya nenek laras yang kini sudah berdiri dibelakang bianca. Jujur saja bianca tak mengetahui apapun, otaknya masih men
Seperti biasa, bianca datang pagi ke kampus. Dia memang selalu mengambil kelas pagi untuk jadwal kuliahnya. Dan bisik - bisik itu masih jelas terdengar saat dia sedang berjalan atau saat baru saja masuk ke kelas.Berita tentang dirinya sepertinya belum mereda juga. Padahal hari ini bianca benar - benar berdandan biasa saja, sama seperti dirinya yang sebelumnya. Sebuah celana jeans dipadukan kemeja oversize warna putih, rambutnya dibiarkan tergerai dengan ujung rambut yang sudah dibuat ikal alami. Sepatu dan tas yang dipakai bianca pun biasa saja, sama dengan yang dipakai pada umumnya mahasiswa sepertinya.Tapi mereka yang tak suka pasti akan tetap menemukan alasan untuk membicarakan bianca seperti sekarang ini.Dan bianca tak pernah peduli masalah itu. Selama tak mengusiknya, dia tak akan mempermasalahkannya lebih jauh.Sesampainya di kelas dia memilih duduk di salah satu kursi yang berada di depan. Lalu dia membuka buku bacaan miliknya sambil menunggu perkuliahan dimulai. Anehnya sud
Setelah membaca pesan yang dikirimkan oleh fareta, tyaga kembali mencari alamat yang dikirimkan oleh sahabatnya itu dipesan sebelumnya. Lalu dia merasa sangat tak asing dengan alamat yang baru saja dia baca. Sepertinya dia pernah mendengarnya entah dari siapa.Lalu, tiba - tiba vero datang dan membuyarkan tyaga yang sedang berusaha mengingat.“Ga, lo kemana aja ?” Tanya vero dengan wajah yang polos. Sahabatnya yang satu ini tak mengerti apapun karena baru saja datang. Dan sepertinya vero sudah mulai hafal dengan kebiasaan tyaga yang sering tidur di ruang baca.“Gak kemana - mana, cuma mau tidur aja tapi nggak jadi.” Jawab tyaga dengan wajah datar.“Kenapa ?”“Liat aja ke dalem.” Jawab tyaga sebelum akhirnya pergi meninggalkan vero yang masih berusaha mencari tahu dengan maksud dari kata - kata sahabatnya. Vero berusaha mencuri pandang ke dalam ruang baca, tapi dia tak melihat petunjuk apapun.‘Emang ada apa di dalam ?’ Batin vero. Dia ingin masuk dan mengeceknya tapi dia sedikit ragu.
“Bi, lo baik - baik aja ?” Tanya fareta di sela - sela kegiatan makannya.“Kenapa gue harus nggak baik - baik aja ?” Tanya balik bianca.“Semua orang sedang memperhatikan kita. Dan gue yakin mereka juga pasti sedang memikirkan hal yang tidak - tidak pada kita.” “Lalu ?”“Lo… nggak terpengaruh karena hal itu ?” Tanya fareta lagi. Bagaimana tidak sejak tadi wajah bianca menunjukkan ketenangan dan juga seolah tak peduli dengan semua perkataannya.“Sejak dulu gue selalu dibicarakan semua orang. Terlepas benar atau salah mereka tak akan pernah peduli tentang hal itu.”“Hm, gue setuju.” Kata fareta yang menyetujui bianca begitu saja.“Gue nggak pernah tau apa kepuasan yang mereka dapatkan ketika berhasil membicarakan hidup orang lain.”“…” fareta hanya diam dan memperhatikan cara bianca menjelaskan pandangannya tentang yang orang lain pikirkan tentangnya..“Atau mungkin kepuasan saat berhasil menemukan keburukan di dalam hidup orang lain saat itu.” Lanjut bianca. Sedangkan sekarang ini far
“Ada hubungan apa lo sama fareta ?” Tanya tyaga. Mendengar pertanyaan yang tak terduga keluar dari mulut pria yang sempat menjadikannya taruhan itu membuat bianca hanya bisa menatapnya dengan tatapan tak percaya. Apalagi tyaga sudah kembali memanggilnya dengan panggilan lo - gue seperti sebelumnya.“…” bianca masih saja diam.“Kenapa lo nggak jawab ?” Tanya tyaga lagi.“Apa kau akan meributkan dan mempertanyakan hal - hal yang nggak penting seperti ini ? Apa kau tidak memiliki urusan lain selain ini ?” Bukannya menjawab bianca malah melemparkan pertanyaan lain pada tyaga.“Ya… gue cuma nggak mau aja sahabat gue tertipu sama lo.” Kata tyaga dengan wajah yang terlihat menghina.“Tertipu ?” Ulang bianca.“Iya… tertipu sama lo.” Mendengar tyaga yang membenarkan perkataannya membuat bianca hanya melipat kedua tangannya didepan dada.“Apa kau sedang salah membicarakan seseorang ?” Tanya bianca.“Gue… ngomongin lo.” Kata tyaga sambil menunjukkan jari telunjuknya ke arah bianca.“Coba kau li
Pembicaraan yang ternyata tak mendapat hasil apapun itu berakhir dengan posisi bianca yang pergi meninggalkan tyaga. Sia - sia sudah rencana bram untuk memberikan waktu bagi kakak dan calon kakak iparnya itu bicara. Dari tempatnya duduk bram bisa menilai bagaimana tak ada usaha apapun dari calon kakak iparnya itu.Sedangkan fareta yang melihat bianca berjalan keluar langsung menyusulnya. Dia tak akan lagi membiarkan bianca sendirian. Jika dulu tyaga bisa selalu berusaha untuk berada disamping bianca, untuk masa sekarang fareta yang akan melakukannya. Dia akan berusaha menggantikan posisi tyaga di hati bianca. Walaupun butuh waktu dan harus memulai dengan menjadi teman terlebih dulu, fareta tak keberatan.Semua cinta memang butuh perjuangan dan pengorbanan, kan ?Rasanya fareta beruntung sekali menjadi orang pertama yang mengetahui kebenaran bianca sebelum tyaga. Tapi fareta ternyata lupa dengan keberadaan vero disampingnya. Sahabatnya yang satu itu terus memperhatikannya dengan seksam
Saat makan malam, bianca terus diam sambil memainkan makanan yang ada di piringnya. Nenek dan mamanya saling memandang dengan tatapan penuh pertanyaan. Kedua wanita itu akhirnya melihat ke arah bram yang sedang menikmati makan malamnya tanpa beban. Pemandangan yang sangat mencolok.Sedangkan bram hanya memberikan tanda pada neneknya untuk memberikan waktu, lalu sang nenek hanya mengangguk setuju.Untuk beberapa saat suasana makan masih didominasi keheningan dan suara sendok.“Bi, bagaimana jika besok kau mengurus semua administrasi di kampusmu ?” Tanya sang nenek.“Untuk apa, nek ?” “Keluar dari sana.” Jawaban sang nenek langsung menghentikan aktivitas makan bianca. Gadis itu meletakkan sendoknya dan memandangi wajah sang nenek.“Ini sudah seminggu sesuai perjanjian kita, tapi kau masih saja tak memberikan keputusanmu pada nenek.” Kata lisa dengan wajah yang serius.“Itu… aku belum siap menerima tanggung jawab sebesar itu, nek.” Jawab bianca cepat.“Terus kapan kau akan siap, bi ?”“
Keesokan harinya, seperti biasa bianca berangkat pagi - pagi sekali. Khusus untuk hari ini dia akan membolos kelas pagi karena harus datang ke kantor bersama bram. Kedua anak ini harus menandatangani surat - surat yang dibutuhkan untuk urusan serah terima. Bianca memang setuju untuk mengurus perusahaan milik keluarganya, tapi bianca hanya mau mencoba mengurus satu kantor cabang dulu sebelum harus terjun mengurus kantor pusat. Persyaratan lain yang bianca berikan adalah dia tak ingin melakukannya sendiri, bianca ingin bram juga belajar bersamanya. Maka dari itu bram akan menjadikan usaha cafenya yang mulai berkembang pesat menjadi usaha sampingannya.Mereka berdua berangkat sangat terburu - buru saat mengetahui bahwa sang nenek sudah meninggalkan rumah lebih pagi daripada mereka. Bahkan sang mama sepertinya juga sudah menebak dengan apa yang akan dilakukan oleh kedua anaknya hingga akhirnya mereka langsung membawa bekal sarapan untuk makan saat di perjalanan. Bianca terlihat mengambil