Keesokan harinya ...Karena pintu kamar yang rusak, tidur Vera sedikit tidak nyenyak. Dia takut kalau tiba-tiba Danno masuk kamar, lalu melakukan hal aneh-aneh kepadanya.Saat mendengar kegaduhan di luar, dia terpaksa bangun. Ternyata, Jarum jam sudah menunjuk ke pukul lima pagi."Danno? Berisik banget ... jangan-jangan mau jogging?" Vera penasaran dengan suara gaduh di luar. Ia turun dari ranjang, lalu berjalan keluar dari kamar, menuju ke ruang tengah di mana sumber gaduh berasal.Di situ, Danno merapikan piring-piring dan gelas dari atas meja. Pria itu sudah menggunakan kaos, celana, dan sepatu olah raga."Danno? Kamu mau jogging?" tanya Vera.Tetapi, pria itu tidak mendengar, masih fokus merapikan meja. Vera paham kalau telinganya telah disumpal oleh earbud. Mau tidak mau, dia mendekat lalu menunjukkan dirinya. "Danno?" Vera memanggil tepat di depan wajah pria itu. Dia memperagakan agar melepaskan earbud-nya dulu. "Lepas dulu."Tanpa melepas earbud, Danno menjawab, "ada apa? Aku
Ada banyak bangku-bangku yang tersebar di samping trotoar. Semua tempat duduk itu diperuntukkan bagi pejalan kaki yang lelah.Vera duduk di salah satu bangkunya. Ekspresi yang terlukis di wajah wanita itu masih tampak cemberut.Danno berhenti di hadapannya. Dia tersenyum, lalu menggoda, "mau sampai kapan ngambek? Aku udah minta maaf 'kan?""Aku nggak ngambek.""Aku janji nggak bakalan bully kamu lagi. Kamu itu pengacara paling pintar se-Bumi, Vera.""Aku udah bilang nggak usah ngungkit profesi lagi!""Yaudah." Danno menyerahkan botol minumannya, lalu ditawarkan, "mau minum, nggak? Kamu tadi lupa bawa minum sendiri 'kan?""Nggak usah.""Ayo minum." Danno menyambar tangan Vera, lalu dipaksa untuk menerima botol minumannya. "Aku belum minum, jadi kamu nggak usah jijik minum bekasku."Vera minum air dalam botol tersebut. Usai dahaganya terpuaskan, dia kembalikan botolnya Danno. Semua dilakukan dengan sikap angkuh.Danno bertanya, "aku boleh duduk di samping kamu, nggak?" "Nggak boleh." V
Syarat? Apa syarat yang dimaksud oleh Danno? Vera sangat ingin tahu. Namun, pria itu malah memaksanya untuk mandi terlebih dahulu, baru membahasnya di meja makan.Jam setengah delapan, Vera keluar dari kamar tidur sudah mengenakan dress kasual bermotif bunga-bunga. Dia berjalan menghampiri ruang makan.Di sana, Danno masih menggunakan celemek, dan menyiapkan sarapan untuk di atas meja. "Maaf kalau cuma buatin nasi goreng sama telur ceplok."Entah mengapa ini membuat Vera sedikit merasa bersalah. Sekalipun mereka bertengkar, sekalipun dia kecewa berat— tapi dia tak seharusnya mengabaikan tugas istri yang satu ini. Sejak kemarin, Danno yang mengurus rumah serta makan mereka.Dia menarik salah satu kursi, lalu diduduki. “Nggak apa. Nasi goreng buatan kamu selalu enak. Udah lama nggak makan.”Danno melepaskan celemek, disampirkan ke tempatnya. Baru setelah itu, dia duduk di kursi yang berhadap-hadapan dengan Vera."Kita udah mandi, udah segar, kita makan dulu,“ katanya."Cepat katakan apa
Menghabiskan waktu bersama Danno untuk terakhir kalinya. Itulah yang dipikirkan oleh Vera. Dia terus meneguhkan hati kalau ini yang terakhir.Setelah semuanya berakhir, maka berakhir pula rumah tangganya. Meski hati hancur, pikiran kacau, tapi setiap sentuhan yang diberikan Danno menghapus semua keresahan itu.Menyedihkan memang, Vera harusnya marah, muak, benci dan jijik dengan pria yang sudah berselingkuh itu, tapi— kenapa ada setitik kepercayaan yang masih tersimpan dalam benaknya? Kepercayaan bahwa sang suami tidak mungkin berselingkuh. Sebenarnya apa yang terjadi?Sesuai kesepakatan, Vera melayani suaminya dari pagi, siang, sore, malam— hingga pagi datang kembali. Mereka hanya berhenti ketika makan atau membersihkan diri di kamar mandi. Selebihnya, hanya ada persetubuhan dan persetubuhan.Keesokan harinya, Vera membuka mata. Sendi-sendi tubuh seakan remuk. Dia kelelahan, hampir tak bisa bangkit.Karena dia banyak gerak, Danno terbangun juga. Dia melihat wanita itu sudah mau tur
Vera mampir sejenak di rumah makan untuk sarapan sebentar. Di sana, dia duduk sendirian di meja tepi jendela, jauh dari kerumunan pengunjung lain. Sekalipun sudah berusaha menahan diri, tapi air mata tetap keluar.Kenapa ini terjadi?Tapi, bukankah ini memang dia inginkan? Berpisah dari Danno? Pria itu sudah berselingkuh 'kan?Hatinya hancur. Dia tidak mau ini terjadi, tapi juga ingin ini terjadi. Sebenarnya apa suaminya selingkuh? Atau malah Sheila yang berbohong dan memanipulasi ini semua? Apa perkataan Danno benar— ini semua fitnah kejam dari Nino?Kenapa? Apa hanya karena ingin dia berpisah lalu menjadi ibu dari Venny? Hanya karena alasan seperti itu?Tidak. Tidak mungkin.Vera bimbang. Sekarang sudah terbukti kalau dia memiliki seorang saudari kembar, dan Nino adalah iparnya.Dia membaca tulisan tangan Danno dia selembar kertas yang diambil dari meja ruang tengah. Itu alamat yang diinginkan saat ini.“Mama, apa Mama beneran ada di sini? Satu kota? Di Surabaya ini? Mama begitu de
Vera menghadiri pesta ulang tahun Venny, keponakannya, sesuai jadwal. Dia datang dengan mengenakan dress kasual polos berwarna biru tua. Akan tetapi, dia masih kepikiran dengan omongan Danno. Pria itu benar— tidak seharusnya dia membohongi Venny meskipun dia masih kecil.Dia tidak mau berpura-pura menjadi ibunya. Hal itu malah membuatnya semakin terluka ketika mengetahui kenyataannya. Apapun yang dialami oleh anak pasti berdampak ketika dewasa.Pesta itu dilakukan di halaman depan sebuah rumah yang merupakan salah satu milik Nino. Tema ulang tahun itu adalah Cinderella dari Disney. Alhasil, hampir seluruh dekorasi berwarna biru— mirip dengan gaun yang biasa dipakai oleh Cinderella.Sudah banyak sekali anak yang telah datang, banyak juga orangtua mereka. Di atas panggung, ada wanita muda yang merupakan pembawa acara bersama seorang badut. Mereka menghibur anak-anak yang sudah datang.Nino menyambut Vera yang baru datang. Pria itu mengenakan kemeja biru lengan panjang dipadu dengan c
Pesta ulang tahun Venny diakhiri sejam kemudian. Selama itu pula, Vera berperan sebagai Viola. Dia dihantui perasaan bersalah. Tetapi, dia tak sanggup untuk mengaku.Vera terdiam di dekat panggung, melihat Venny yang riang gembira bersama temannya.Nino mendekati wanita itu sambil menyerahkan segelas jus jeruk. "Ini minum dulu, sampai kapan aku bawain minuman yang kamu mau?""Oh. Maaf.“ Vera tersenyum sembari menerima segelas jus jeruk tersebut.”Ayo minum.“Saat hendak minum, Vera dikejutkan dengan pak satpam yang berlari menghampiri mereka. Pria itu melapor ke Nino, "Pak, di luar ada wanita yang pengen ketemu bapak, namanya—”"Oke, oke,“ sela Nino cepat. Dia menoleh ke Vera dan berkata, ”bentar ya, mungkin itu sekretarisku.“”Iya.“ Nino pergi bersama satpamnya menuju ke luar gerbang, menemui orang yang dimaksud.Vera curiga. Kenapa Nino seolah menghalangi pak satpam bicara barusan? Apa iya yang mencarinya itu sekretaris? Mencurigakan.Atau jangan-jangan adalah Sheila?Penasaran,
Begitu sampai di kantor pelita, Tamara dikejutkan dengan kondisi kantor yang ternyata kosong. Tidak ada siapapun di dalam— hanya ada meja-meja para pengacara yang berantakan. Tidak ada tanda-tanda perampokan atau semacamnya. Iya, seperti ditinggalkan sementara.“Apa-apaan ini?” Tamara masih diam di dalam gedung itu, mencari orang lain. "Halo? Siapapun?“Tidak ada jawaban.Dia menoleh ke pintu kaca depan. Aneh. Jika semua orang pergi, lantas kenapa pintunya tak dikunci? Bahkan, petugas keamanan pun tidak ada? Ke mana semua orang?Dia mengambil ponsel dari dalam tasnya, lalu menelpon seseorang. "Halo, Pak Alarik?”“Gimana? Udah ketemu sama si pengkhianat itu?” suara Alarik terdengar di balik sambungan telepon."Maaf, Pak— tapi nggak ada orang di kantor ini. Kayaknya lagi ditinggal, tapi beneran nggak ada orang, satpam aja nggak ada.“”Udah tanya ruko sebelah?“"Katanya nggak tahu, Pak."”Ke mana
Danno dan istrinya, Vera, sudah lama menantikan liburan ini.Mereka menjalani hari-hari yang sibuk, penuh dengan komitmen pekerjaan dan keluarga, dan mereka menantikan waktu untuk bersantai dan menikmati liburan ke Bali.Mereka memutuskan untuk membawa serta bayi laki-laki mereka yang kini sudah berusia enam bulan, Daniel, dan anak perempuan mereka, Venny.Pada hari pertama liburan mereka, mereka pergi ke kedai es krim lokal. Hari itu adalah hari yang hangat, dan mereka semua ingin menikmati makanan dingin.Danno dan Vera mengantri bersama Baby Daniel di kereta dorongnya, sementara Venny berdiri di samping mereka.Saat mereka menunggu, Vera mengulurkan tangan dan mengacak-acak rambut Venny."Kamu udah nggak sabar ya pengen makan es krim?" tanya Vera kepada putrinya."Iya, Mama." Venny menjawab dengan penuh semangat. "Venny nggak sabar makan es krim!"Saat mereka menunggu, Baby Daniel mulai rewel di kereta dorongnya, dan Danno menariknya keluar dan menggendongnya."Kamu mau es krim, J
Satu tahun kemudian ...Vera telah melahirkan seorang anak laki-laki yang sehat. Dia, sang suami, dan Venny, keponakan yang sudah jadi anak adopsi mereka, memutuskan untuk kembali ke kota Jakarta.Danno menghentikan mobilnya tepat di depan teras rumah besar bertingkat dua. Usai mematikan mobil, dia keluar dan beranjak ke belakang untuk membuka bagasi.Di saat bersamaan, Vera keluar dari mobil dengan menggendong bayi laki-lakinya.Dia membuka pintu belakang, dan membiarkan Venny keluar. Anak perempuan itu terlihat sangat riang gembira."Hore! Udah sampe!" Katanya yang langsung melongo melihat betapa besar rumah yang ada di hadapannya. "ini rumah Papa?"Dengan bangga, Vera mengatakan, "iya dong, ini rumah kita yang sebenarnya. Kalau rumah di Surabaya itu rumah nyewa sebentar, Sayang. Mulai sekarang kita tinggal di rumah kita yang sebenarnya, rumahnya Papa."Danno masih mengeluarkan beberapa koper dari dalam bagasi. Dia menarik semuanya keluar, lalu menggeretnya mendekat ke dekat sang is
Keesokan harinya ...Ibu Vida bertamu di rumah sewaan keluarga pendonor mata yang dia sewa untuk melakukan akting di depan Danno. Dia kesal karena waktu sudah berlalu, tapi tak mendapatkan kabar tentang yang yang diminta.Dia duduk di sofa panjang ruang tamu bersama Delia juga. Di situ, ada wanita yang sebelumnya memotret kemesraan Delia, lalu seorang pria paruh baya, ayah dari anggota keluarga pendonor yang telah meninggal dunia.Delia resah. Dia masih kepikiran sejak melihat kemesraan Danno dan Vera. Saking resahnya, dia sudah tak peduli dengan dirinya yang tak menggunakan kontak lensa. Alhasil, dia tidak kelihatan seperti buta."Ini maksudnya apa? Kok Danno nggak ngirim-ngirim uangnya?" Ibu Vida meminta kejelasan.Delia cemberut. "Nggak tahu, Tante. Padahal pas terakhir pulang dari sini, dia udah bilang kalau bakalan transfer uangnya. Tapi, pas aku ke rumahnya— eh dia malah mesra sama istrinya. Aneh banget. Sebenarnya mereka itu lagi bertengkar atau enggak, sih?“Ibu Vida melihat l
Alarik terdiam pasrah.Dia bahkan tak punya kekuatan untuk bangkit. Ini adalah salahnya, salahnya karena buang-buang waktu. Seharusnya dia langsung membakar rumah ini beserta Vera di dalam selagi ada waktu.Selain itu, seharusnya dia juga membawa anak buahnya yang masih setia. Sekarang?Semua akan sia-sia. Dia melihat Sean yang menyeringai melihatnya tersungkur di trotoar. Orang yang menjadi kepercayaan Danno. Selain itu, ada pria lain yang datang di belakangnya— orang yang menghasutnya tentang Johan alias Rey, saudara kandung Sean.Rey tertawa melihat Alarik yang sudah tak berdaya, tak punya kekuatan dan keberanian untuk bangkit lagi. Dia sengaja menendang tongkat bisbol dari dari tangannya.Alhasil, sekarang— Alarik tak punya kuasa lagi. Meski begitu, dia bangkit, masih menguatkan diri untuk bisa kabur.Rey memperingatkan dengan nada sarkas, “ Bos Alarik— jangan coba-coba kabur. Polisi udah datang, loh.""Brengsek, kalian emang sekumpulan pengkhianat brengsek.” Alarik melihat Sean
Saat hendak membakar sofa, tiba-tiba terdengar suara kaca pecah dari belakang. Sontak saja Alarik menoleh— "Siapa ..." Dia waspada, takut kalau polisi yang datang. Tapi, dia sangat yakin kalau keberadaannya di sini sangat rahasia.Lalu, dalam sejekap, seorang datang berlari menuju ke arahnya. Iya, tanpa diduga itu adalah Danno.Vera membuka mata, melihatnya datang. Dia berusaha berteriak, "MMM!"Danno tampak seperti singa yang sudah siap menerkam musuh. Raut wajahnya menjadi gelap dan mengerikan, terlebih saat melihat istrinya diperlakukan seperti itu."Kamu—" Alarik panik, hendak melempar korek yang sudah dinyalakan ke arah Vera.Akan tetapi, ketika koreknya hampir jatuh— tubuhnya keburu ditendang oleh Danno sehingga korek tersebut jatuh ke tempat lain, lalu padam.Sangat menegangkan. Detak jantung Vera sampai menjadi tidak karuhan. Dia ketakutan bukan main."Brengsek!" bentak Alarik yang tubuhnya terhuyung-huyung, nyaris terjungkal ke lantai. Tapi, dia berhasil mempertahankan kesei
Usai mendapatkan telepon singkat yang mengkhawatirkan dari salah satu satpam, Danno langsung berdiri. Raut wajahnya berubah panik dan gelisah. Meski belum tahu siapa 'orang mencurigakan' yang didengar barusan, tapi dia sudah bisa menduga.Iya, siapa lagi yang yang akan menyakiti satpamnya seperti itu. Berita tentangnya sudah menyebar di mana-mana— Alarik."Si brengsek itu ... Pasti di brengsek itu ..." Ucap Danno sembari menyambar kunci mobil dari atas meja. Dia memberi pesan ke Dino. "Tolong kamu telpon polisi, minta datang langsung ke rumahku. Aku mau balik dulu sekarang.""Ada apa, Pak?“ Dino ikutan panik sehingga berdiri pula. Dia bingung dengan reaksi wajah Danno yang berubah setelah menerima panggilan sebentar itu. "Terus ini gimana?”"Udah nggak usah ngurusin Delia dulu— telpon atau langsung pergi aja ke kantor polisi, minta ke rumahku. Ada penjahat yang datang.“ Danno mengatakan itu, dan tak ingin berkata apapun lagi. Dia segera meninggalkan tempat itu, keluar dari sana dengan
Danno sedang duduk berhadapan dengan Dino di dalam sebuah kafe. Posisi meja mereka dekat dengan jendela. Dari situ— mereka bisa mengawasi kondisi di seberang jalan, tepat di mana rumah dari keluarga pendonor palsu sedang bersama Delia.Danno melihat jam tangannya, sudah tepat menunjukkan pukul delapan malam. Dia berkata, "aku belum nelpon Vera ..."Selepas menyeruput kopi, Dino berkomentar, "sebenarnya bapak pulang aja nggak masalah sih, Pak. Saya bisa jaga semalaman di sini.""Nggak ..." Danno melihat ke arah rumah seberang jalan lagi. Meski suasana jalanan di depan ramai, tapi dia bisa mengamati sekitar rumah itu. "Nggak bisa, kata Sean kemungkinan ibu mertuaku bakalan datang ke situ sebentar lagi. Kalau itu terjadi, aku bisa langsung menangkap basah permainan mereka yang mau meras aku.""Oh iya, Pak— kata Mas Sean, Ibu mertua bapak punya foto waktu bapak pelukan sama Mbak Delia.""Nggak masalah, aku udah tahu kalau pasti bakalan difoto waktu Delia peluk aku. Kan tujuannya emang me
Usai menjemput Venny dan makan bersama, keluarga kecil ini pulang ke rumah. Vera sedikit bisa bernapas lega karena di rumah sudah tidak ada Delia.Di saat suaminya pergi untuk mengurus kebohongan Delia, Vera bersama Venny di ruang tengah. Vera duduk di sofa sembari menonton berita sore, sementara itu— keponakannya tampak nyaman duduk di atas karpet sembari menggambar.Vera tersenyum melihat hampir seluruh berita nasional sedang fokus kasus menghebohkan di Surabaya. Iya, usahanya bersama Darrel dan Sean membuahkan hasil karena sekarang tempat hiburan milik Alarik dan ayahnya diekspos.Di samping bisnis ilegalnya yang memperkerjakan gadis di bawah umur sebagai penghibur serta menjual obat-obatan terlarang, tempat hiburan itu ternyata juga menunggak pajak, melanggar banyak sekali larangan. Akan tetapi, sialnya— yang tertangkap hanyalah orang-orang yng menjadi suruhan saja, Pak Henry juga tertangkap, tapi Alarik berhasil melarikan diri. Pria itu sudah kabur sejak berita tentang klub mala
Vera masih diam.Dia menunggu sang suami menjelaskan apa maksudnya sang ibu memiliki hubungan salah satu balas dendam mereka yaitu ayah dari Alarik.Danno bisa melihat raut wajah Vera yang menjadi tegang. Dia menjelaskan, "aku udah pernah bilang sama kamu kalau mama kamu itu bukan orang yang baik 'kan? Aku sebenarnya nggak pengen ngomong ini sama kamu dulu ... mengingat kamu kemarin kayaknya nyaman banget waktu ketemu mama kamu."Vera tertegun sejenak. Dia mengaku, "jujur, aku sebenarnya udah nggak enak waktu ketemu dia, Danno. Tapi, ... dia ngomongnya lembut banget, sama kayak kamu, manipulatif."Danno cemberut. "Sayang, aku mungkin manipulatif, tapi aku begini juga gara-gara kamu 'kan? Mulutku manis supaya kamu bahagia."Vera menatap sang suami. Dia menahan tawa. "Untung aku aku cinta sama kamu , jadi aku maafin tingkah ngeselin kamu yang overprotektif sama posesif itu ..."Wajah Danno tak lagi kelihatan cemberut. Dia ikutan tersenyum, tapi tak mengatakan apapun lagi.Vera kembali s