Begitu sampai di kantor pelita, Tamara dikejutkan dengan kondisi kantor yang ternyata kosong.
Tidak ada siapapun di dalam— hanya ada meja-meja para pengacara yang berantakan. Tidak ada tanda-tanda perampokan atau semacamnya. Iya, seperti ditinggalkan sementara.“Apa-apaan ini?” Tamara masih diam di dalam gedung itu, mencari orang lain. "Halo? Siapapun?“Tidak ada jawaban.Dia menoleh ke pintu kaca depan. Aneh. Jika semua orang pergi, lantas kenapa pintunya tak dikunci? Bahkan, petugas keamanan pun tidak ada? Ke mana semua orang?Dia mengambil ponsel dari dalam tasnya, lalu menelpon seseorang. "Halo, Pak Alarik?”“Gimana? Udah ketemu sama si pengkhianat itu?” suara Alarik terdengar di balik sambungan telepon."Maaf, Pak— tapi nggak ada orang di kantor ini. Kayaknya lagi ditinggal, tapi beneran nggak ada orang, satpam aja nggak ada.“”Udah tanya ruko sebelah?“"Katanya nggak tahu, Pak."”Ke manaLangit mulai mendung. Vera beruntung tiba di rumah sebelum hujan turun.Dia melihat pagar rumah sudah tak terkunci, mobil Danno terparkir di halaman depan."Seenaknya dia datang ke sini," gerutunya sambil masuk ke dalam rumah. Bertepatan dengan itu, ada suara gemuruh di langit disertai oleh kilat yang menyambar-nyambar.Dia menemukan Danno dan Darrel ada di ruang tengah, sibuk dengan banyaknya berkas di atas meja."Lama banget kamu? Aku ngira kamu mampir ke mana-mana dulu, lupa kalau harus pulang," sindir Danno sama sekali tak menoleh ke Vera, masih membaca salah satu berkas tentang Henry."Aku mampir ke mana pun juga bukan urusan kamu," balas Vera tak kalah dingin.Danno mendehem. Dia tidak mau berdebat, jadi langsung saja berkata, "aku sama Mas Darrel udah ngumpulin beberapa bukti, coba sini lihat— ini daftar kasus yang pernah menjerat Henry, sebagian besar kasusnya ditutup gitu aja."Vera mendekat. Dia mengacuhkan Danno, memusatkan perhatian ke Darrel, lalu mengulurkan tangan padan
Selama setengah jam berlalu, tak ada yang bicara antara Vera dan Danno. Di atas meja, ada dua nasi kotak yang sudah habis, begitu pula dengan dua gelas air putih."Malam ini kamu bakalan di rumah?" tanya Vera yang menghentikan keheningan di antara mereka.Danno menjawab, "iya. Aku di rumah, kenapa?""Nggak apa.""Kamu mau aku nginap di sini?""Enggaklah. Mana sudi aku serumah sama kamu? Aku cuma khawatir sama Mas Darrel kalau di rumah sendirian.""Di rumah itu 'kan ada satpam. Lagian di sana itu aman. Justru yang bahaya itu kamu. Kamu sendirian di sini.""Terus kenapa? Kamu mau bilang kalau mau ngelindungi aku? Sok overprotektif lagi?""Aku cuma mau nasehatin kamu buat hati-hati. Siapa juga yang mau ngelindungin kamu? Jangan ke-PD-an. Sekarang kita proses cerai. Aku udah ngomong sama pengacaraku."Vera kesal mendengar itu. Di sisi lain, ada perasaan sesak salam hati. Kenapa rasanya menyakitkan sekali akan berpisah debgan Danno?Tanpa diduga, rintik hujan pun datang.Vera tidak nyaman
Danno dan Vera duduk di sofa ruang tamu. Dengan kondisi pintu depan yang terbuka, cahaya langit masih bisa menerangi mereka. Iya, walau cahaya kebanyakan berasal dari kilat yang menyambar-nyambar.Senter HP Danno telah mati. Dia tak mau membebani ponselnya.Vera tidak nyaman dalam penerangan remang-remang itu. Semua ini mengingatkannya akan film horor yang banyak ditonton. Kebanyakan di film tersebut menampilkan adegan hujan, mati lampu, juga langit penuh kilat.Saking takutnya, dia duduk di sebelah Danno. Dia tetap mengingatkan pria itu, "tolong jangan salah paham, aku cuma ketakutan. Aku beneran nggak suka gelap-gelap sama hujan deres."Tanpa mengatakan apapun, Danno melepaskan jaket yang dipakai. Lalu, dia menyampirkannya ke pundak Vera.Vera terkejut. Dia bertanya, "ngapain kamu ngasih jaket kamu?""Karena pintunya dibuka, jadi udaranya dingin. Kalau nggak gini, kamu nanti masuk angin.""Enggak bakalan.""Udah. Pakai aja. Nggak usah debat masalah beginian."Vera diam saja, membiar
Setelah kemarin menghabiskan waktu berdua lagi, Vera mengusir Danno usai mereka makan berdua. Kali ini, ia tidak mau terpengaruh oleh pesona yang ditunjukkan oleh pria itu.Berhari-hari kemudian, Vera sudah mulai terbiasa dengan hidup sendiri di rumah sewaan itu. Dia sedih sekaligus bersyukur karena Danno tak mengganggu setelah itu. Dia hanya berkomunikasi dengan Darrel.Dia menghabiskan waktu dengan membaca berkas pemberian Darrel. Berkat pengacara itu serta alat bukti dari Danno, dia bisa menyimpulkan kalau Alarik dan ayahnya punya hubungan erat dengan salah satu petinggi polisi di kota ini. Selain itu, bisnisnya juga memiliki hubungan dengan gengster setempat."Sial, bgaimana caranya ... kalau pakai cara Danno, sampai sekarang juga belum berseteru Alarik dengan Johan, aku mulai ragu Johan mau melawan Alarik," ucapnya lalu menghempaskan diri di atas ranjang. Dia memadanngi langit-langit ruangan itu, merasa sangat bingung dan lelah.Suasana hatinya menjadi sedih kembali. Dia tahu kal
Keesokan harinya ...Di pagi hari, Vera melakukan tes kehamilan dengan beberapa tes pack yang telah dibeli. Hasil tes tersebut menunjukkan dua garis— yang berarti positif.Positif hamil?Tidak mungkin.Vera yakin kontrasepsinya cukup ketat. Selama ini, tak ada masalah— tapi kenapa mendadak bisa hamil?“Tunggu sebentar,” ucapnya lirih. Dia masih duduk di atas toilet, memandangi tes pack tersebut sambil berpikir. “Bentar ... aku hamil ... beneran hamil?”Selama bermenit-menit lamanya, dia hanya diam, mencari alasan dibalik kehamilannya. Ini hal yang sangat tidak mungkin terjadi. Apa alat kontrasepsinya tidak mempan?Sebenarnya, dia bukannya tidak senang, melainkan hanya bingung. Dia sekarang dalam masa perceraian. Kalau hamil, mana mungkin bisa berpisah?“Nggak harusnya aman, kecuali—” Vera menyadari sesuatu. Dia sudah curiga dengan Danno sejak awal.Penasaran, dia pergi keluar dari kamar, mengambil botol pil kontrasepsinya dari atas meja. Dia mengeluarkan satu, lalu dipandangi dengan t
Vera pulang kembali. Entah sudah berapa Minggu dia tak menginjakkan kaki di sini. Terakhir, dia pergi dengan hati yang terluka sambil membawa kertas bertuliskan alamat rumah sang ibu kandung, tapi palsu.Dia tidak pernah mengira akan kembali masuk ke rumah ini lagi, untuk mencari Danno.Dia berjalan hingga ke ruang tengah. Di situ, dia melihat sang suami duduk santai sembari menonton berita sore.Anehnya, dia tak melihat Darrel ada di rumah. Apa pria itu dipindahkan ke tempat lain yang jauh lebih aman?“Danno—” panggil Vera kemudian.Danno tidak menoleh sama sekali. Dia masih menatap layar televisi, pura-pura tidak peduli. "Waktu satpam bilang kamu datang ke sini, aku agak kaget. Ngapain? Bukannya kamu nggak mau ngeliat aku?“Vera mendekat. Dia membanting amplop berisi surat cerai mereka di atas meja. "Aku udah baca ini.""Udah tanda tangan? Aku udah masukin juga berkas total harta yang bakalan aku bagi sama kamu.”"Aku nggak peduli masalah ini.“”Maksudnya apa?“ Danno menoleh. Tatap
Vera ini kembali pulang ke rumahnya bersama sang suami. Dia mencoba untuk menerima keadaan ini, tidak ingin mengingat permasalahan selingkuh Danno untuk sementara. Meski tidak suka, tapi dia juga harus melakukan tugas sebagai seorang istri, yaitu memasak. Dia sudah menyiapkan makan malam di atas meja makan.Danno baru selesai mandi. Dia masuk ke ruang makan dengan kondisi tubuh segar, sebagian rambutnya juga agak basah.Sambil duduk di kursi, dia berkata, "kamu mulai besok nggak usah bersih-bersih rumah, masak sesekali aja, biar aku yang masak. Kamu mending banyak istirahat."Vera melepaskan celemek, lalu duduk di kursinya sendiri— tepat di hadapan sang suami. Dia berkata, "nggak perlu, aku aja yang masak, takutnya kamu ngasih apa-apa di makananku.""Kayak apa? Obat perangsang?""Mungkin 'kan?"Selama beberapa detik, tidak ada yang berbicara, hanya saling lirik.Danno menyindir, "dasar bodoh, siapa juga yang bakalan nyentuh kamu. Kehamilan awal itu nggak boleh disentuh.""Aku juga ta
Hari demi hari telah berlalu.Danno menghabiskan hampir seluruh waktunya di rumah. Dia hanya keluar hanya untuk belanja bahan makanan di supermarket. Setelahnya, dia bersih-bersih dan mengupas sayuran dan lain-lain untuk persiapan di masak nanti siang.Meskipun di rumah, tapi dia tak berkomunikasi dengan Vera sama sekali.Vera merasa aneh. Dia keluar kamar dan melihat tingkah Danno. Ada perasaan bangga luar biasa dalam benaknya. Iya, sampai-sampai dia lupa kalau sedang marahan dengan pria itu.Dia mendatangi dapur, memperhatikan pria itu yang masih sibuk di meja dapur— mengeruk daging buah-buahan ke dalam blender.“Kamu sedang apa?” tanya Vera penasaran. “Perasaan dari tadi di dapur mulu?”Danno menoleh sesaat, tersenyum tipis, lalu sedikit menggoda, "emang kenapa? Kamu kangen mesra-mesraan sama aku karena aku sibuk ngurusin rumah seharian?“”Aku cuma tanya— kamu ngapain?" “Aku buat jus buat kamu." ”Aku nggak minta.“”Aku buat nggak nunggu disuruh. Ini bagus buat kesehatan kandungan
Danno dan istrinya, Vera, sudah lama menantikan liburan ini.Mereka menjalani hari-hari yang sibuk, penuh dengan komitmen pekerjaan dan keluarga, dan mereka menantikan waktu untuk bersantai dan menikmati liburan ke Bali.Mereka memutuskan untuk membawa serta bayi laki-laki mereka yang kini sudah berusia enam bulan, Daniel, dan anak perempuan mereka, Venny.Pada hari pertama liburan mereka, mereka pergi ke kedai es krim lokal. Hari itu adalah hari yang hangat, dan mereka semua ingin menikmati makanan dingin.Danno dan Vera mengantri bersama Baby Daniel di kereta dorongnya, sementara Venny berdiri di samping mereka.Saat mereka menunggu, Vera mengulurkan tangan dan mengacak-acak rambut Venny."Kamu udah nggak sabar ya pengen makan es krim?" tanya Vera kepada putrinya."Iya, Mama." Venny menjawab dengan penuh semangat. "Venny nggak sabar makan es krim!"Saat mereka menunggu, Baby Daniel mulai rewel di kereta dorongnya, dan Danno menariknya keluar dan menggendongnya."Kamu mau es krim, J
Satu tahun kemudian ...Vera telah melahirkan seorang anak laki-laki yang sehat. Dia, sang suami, dan Venny, keponakan yang sudah jadi anak adopsi mereka, memutuskan untuk kembali ke kota Jakarta.Danno menghentikan mobilnya tepat di depan teras rumah besar bertingkat dua. Usai mematikan mobil, dia keluar dan beranjak ke belakang untuk membuka bagasi.Di saat bersamaan, Vera keluar dari mobil dengan menggendong bayi laki-lakinya.Dia membuka pintu belakang, dan membiarkan Venny keluar. Anak perempuan itu terlihat sangat riang gembira."Hore! Udah sampe!" Katanya yang langsung melongo melihat betapa besar rumah yang ada di hadapannya. "ini rumah Papa?"Dengan bangga, Vera mengatakan, "iya dong, ini rumah kita yang sebenarnya. Kalau rumah di Surabaya itu rumah nyewa sebentar, Sayang. Mulai sekarang kita tinggal di rumah kita yang sebenarnya, rumahnya Papa."Danno masih mengeluarkan beberapa koper dari dalam bagasi. Dia menarik semuanya keluar, lalu menggeretnya mendekat ke dekat sang is
Keesokan harinya ...Ibu Vida bertamu di rumah sewaan keluarga pendonor mata yang dia sewa untuk melakukan akting di depan Danno. Dia kesal karena waktu sudah berlalu, tapi tak mendapatkan kabar tentang yang yang diminta.Dia duduk di sofa panjang ruang tamu bersama Delia juga. Di situ, ada wanita yang sebelumnya memotret kemesraan Delia, lalu seorang pria paruh baya, ayah dari anggota keluarga pendonor yang telah meninggal dunia.Delia resah. Dia masih kepikiran sejak melihat kemesraan Danno dan Vera. Saking resahnya, dia sudah tak peduli dengan dirinya yang tak menggunakan kontak lensa. Alhasil, dia tidak kelihatan seperti buta."Ini maksudnya apa? Kok Danno nggak ngirim-ngirim uangnya?" Ibu Vida meminta kejelasan.Delia cemberut. "Nggak tahu, Tante. Padahal pas terakhir pulang dari sini, dia udah bilang kalau bakalan transfer uangnya. Tapi, pas aku ke rumahnya— eh dia malah mesra sama istrinya. Aneh banget. Sebenarnya mereka itu lagi bertengkar atau enggak, sih?“Ibu Vida melihat l
Alarik terdiam pasrah.Dia bahkan tak punya kekuatan untuk bangkit. Ini adalah salahnya, salahnya karena buang-buang waktu. Seharusnya dia langsung membakar rumah ini beserta Vera di dalam selagi ada waktu.Selain itu, seharusnya dia juga membawa anak buahnya yang masih setia. Sekarang?Semua akan sia-sia. Dia melihat Sean yang menyeringai melihatnya tersungkur di trotoar. Orang yang menjadi kepercayaan Danno. Selain itu, ada pria lain yang datang di belakangnya— orang yang menghasutnya tentang Johan alias Rey, saudara kandung Sean.Rey tertawa melihat Alarik yang sudah tak berdaya, tak punya kekuatan dan keberanian untuk bangkit lagi. Dia sengaja menendang tongkat bisbol dari dari tangannya.Alhasil, sekarang— Alarik tak punya kuasa lagi. Meski begitu, dia bangkit, masih menguatkan diri untuk bisa kabur.Rey memperingatkan dengan nada sarkas, “ Bos Alarik— jangan coba-coba kabur. Polisi udah datang, loh.""Brengsek, kalian emang sekumpulan pengkhianat brengsek.” Alarik melihat Sean
Saat hendak membakar sofa, tiba-tiba terdengar suara kaca pecah dari belakang. Sontak saja Alarik menoleh— "Siapa ..." Dia waspada, takut kalau polisi yang datang. Tapi, dia sangat yakin kalau keberadaannya di sini sangat rahasia.Lalu, dalam sejekap, seorang datang berlari menuju ke arahnya. Iya, tanpa diduga itu adalah Danno.Vera membuka mata, melihatnya datang. Dia berusaha berteriak, "MMM!"Danno tampak seperti singa yang sudah siap menerkam musuh. Raut wajahnya menjadi gelap dan mengerikan, terlebih saat melihat istrinya diperlakukan seperti itu."Kamu—" Alarik panik, hendak melempar korek yang sudah dinyalakan ke arah Vera.Akan tetapi, ketika koreknya hampir jatuh— tubuhnya keburu ditendang oleh Danno sehingga korek tersebut jatuh ke tempat lain, lalu padam.Sangat menegangkan. Detak jantung Vera sampai menjadi tidak karuhan. Dia ketakutan bukan main."Brengsek!" bentak Alarik yang tubuhnya terhuyung-huyung, nyaris terjungkal ke lantai. Tapi, dia berhasil mempertahankan kesei
Usai mendapatkan telepon singkat yang mengkhawatirkan dari salah satu satpam, Danno langsung berdiri. Raut wajahnya berubah panik dan gelisah. Meski belum tahu siapa 'orang mencurigakan' yang didengar barusan, tapi dia sudah bisa menduga.Iya, siapa lagi yang yang akan menyakiti satpamnya seperti itu. Berita tentangnya sudah menyebar di mana-mana— Alarik."Si brengsek itu ... Pasti di brengsek itu ..." Ucap Danno sembari menyambar kunci mobil dari atas meja. Dia memberi pesan ke Dino. "Tolong kamu telpon polisi, minta datang langsung ke rumahku. Aku mau balik dulu sekarang.""Ada apa, Pak?“ Dino ikutan panik sehingga berdiri pula. Dia bingung dengan reaksi wajah Danno yang berubah setelah menerima panggilan sebentar itu. "Terus ini gimana?”"Udah nggak usah ngurusin Delia dulu— telpon atau langsung pergi aja ke kantor polisi, minta ke rumahku. Ada penjahat yang datang.“ Danno mengatakan itu, dan tak ingin berkata apapun lagi. Dia segera meninggalkan tempat itu, keluar dari sana dengan
Danno sedang duduk berhadapan dengan Dino di dalam sebuah kafe. Posisi meja mereka dekat dengan jendela. Dari situ— mereka bisa mengawasi kondisi di seberang jalan, tepat di mana rumah dari keluarga pendonor palsu sedang bersama Delia.Danno melihat jam tangannya, sudah tepat menunjukkan pukul delapan malam. Dia berkata, "aku belum nelpon Vera ..."Selepas menyeruput kopi, Dino berkomentar, "sebenarnya bapak pulang aja nggak masalah sih, Pak. Saya bisa jaga semalaman di sini.""Nggak ..." Danno melihat ke arah rumah seberang jalan lagi. Meski suasana jalanan di depan ramai, tapi dia bisa mengamati sekitar rumah itu. "Nggak bisa, kata Sean kemungkinan ibu mertuaku bakalan datang ke situ sebentar lagi. Kalau itu terjadi, aku bisa langsung menangkap basah permainan mereka yang mau meras aku.""Oh iya, Pak— kata Mas Sean, Ibu mertua bapak punya foto waktu bapak pelukan sama Mbak Delia.""Nggak masalah, aku udah tahu kalau pasti bakalan difoto waktu Delia peluk aku. Kan tujuannya emang me
Usai menjemput Venny dan makan bersama, keluarga kecil ini pulang ke rumah. Vera sedikit bisa bernapas lega karena di rumah sudah tidak ada Delia.Di saat suaminya pergi untuk mengurus kebohongan Delia, Vera bersama Venny di ruang tengah. Vera duduk di sofa sembari menonton berita sore, sementara itu— keponakannya tampak nyaman duduk di atas karpet sembari menggambar.Vera tersenyum melihat hampir seluruh berita nasional sedang fokus kasus menghebohkan di Surabaya. Iya, usahanya bersama Darrel dan Sean membuahkan hasil karena sekarang tempat hiburan milik Alarik dan ayahnya diekspos.Di samping bisnis ilegalnya yang memperkerjakan gadis di bawah umur sebagai penghibur serta menjual obat-obatan terlarang, tempat hiburan itu ternyata juga menunggak pajak, melanggar banyak sekali larangan. Akan tetapi, sialnya— yang tertangkap hanyalah orang-orang yng menjadi suruhan saja, Pak Henry juga tertangkap, tapi Alarik berhasil melarikan diri. Pria itu sudah kabur sejak berita tentang klub mala
Vera masih diam.Dia menunggu sang suami menjelaskan apa maksudnya sang ibu memiliki hubungan salah satu balas dendam mereka yaitu ayah dari Alarik.Danno bisa melihat raut wajah Vera yang menjadi tegang. Dia menjelaskan, "aku udah pernah bilang sama kamu kalau mama kamu itu bukan orang yang baik 'kan? Aku sebenarnya nggak pengen ngomong ini sama kamu dulu ... mengingat kamu kemarin kayaknya nyaman banget waktu ketemu mama kamu."Vera tertegun sejenak. Dia mengaku, "jujur, aku sebenarnya udah nggak enak waktu ketemu dia, Danno. Tapi, ... dia ngomongnya lembut banget, sama kayak kamu, manipulatif."Danno cemberut. "Sayang, aku mungkin manipulatif, tapi aku begini juga gara-gara kamu 'kan? Mulutku manis supaya kamu bahagia."Vera menatap sang suami. Dia menahan tawa. "Untung aku aku cinta sama kamu , jadi aku maafin tingkah ngeselin kamu yang overprotektif sama posesif itu ..."Wajah Danno tak lagi kelihatan cemberut. Dia ikutan tersenyum, tapi tak mengatakan apapun lagi.Vera kembali s