Alarik terdiam pasrah.Dia bahkan tak punya kekuatan untuk bangkit. Ini adalah salahnya, salahnya karena buang-buang waktu. Seharusnya dia langsung membakar rumah ini beserta Vera di dalam selagi ada waktu.Selain itu, seharusnya dia juga membawa anak buahnya yang masih setia. Sekarang?Semua akan sia-sia. Dia melihat Sean yang menyeringai melihatnya tersungkur di trotoar. Orang yang menjadi kepercayaan Danno. Selain itu, ada pria lain yang datang di belakangnya— orang yang menghasutnya tentang Johan alias Rey, saudara kandung Sean.Rey tertawa melihat Alarik yang sudah tak berdaya, tak punya kekuatan dan keberanian untuk bangkit lagi. Dia sengaja menendang tongkat bisbol dari dari tangannya.Alhasil, sekarang— Alarik tak punya kuasa lagi. Meski begitu, dia bangkit, masih menguatkan diri untuk bisa kabur.Rey memperingatkan dengan nada sarkas, “ Bos Alarik— jangan coba-coba kabur. Polisi udah datang, loh.""Brengsek, kalian emang sekumpulan pengkhianat brengsek.” Alarik melihat Sean
Keesokan harinya ...Ibu Vida bertamu di rumah sewaan keluarga pendonor mata yang dia sewa untuk melakukan akting di depan Danno. Dia kesal karena waktu sudah berlalu, tapi tak mendapatkan kabar tentang yang yang diminta.Dia duduk di sofa panjang ruang tamu bersama Delia juga. Di situ, ada wanita yang sebelumnya memotret kemesraan Delia, lalu seorang pria paruh baya, ayah dari anggota keluarga pendonor yang telah meninggal dunia.Delia resah. Dia masih kepikiran sejak melihat kemesraan Danno dan Vera. Saking resahnya, dia sudah tak peduli dengan dirinya yang tak menggunakan kontak lensa. Alhasil, dia tidak kelihatan seperti buta."Ini maksudnya apa? Kok Danno nggak ngirim-ngirim uangnya?" Ibu Vida meminta kejelasan.Delia cemberut. "Nggak tahu, Tante. Padahal pas terakhir pulang dari sini, dia udah bilang kalau bakalan transfer uangnya. Tapi, pas aku ke rumahnya— eh dia malah mesra sama istrinya. Aneh banget. Sebenarnya mereka itu lagi bertengkar atau enggak, sih?“Ibu Vida melihat l
Satu tahun kemudian ...Vera telah melahirkan seorang anak laki-laki yang sehat. Dia, sang suami, dan Venny, keponakan yang sudah jadi anak adopsi mereka, memutuskan untuk kembali ke kota Jakarta.Danno menghentikan mobilnya tepat di depan teras rumah besar bertingkat dua. Usai mematikan mobil, dia keluar dan beranjak ke belakang untuk membuka bagasi.Di saat bersamaan, Vera keluar dari mobil dengan menggendong bayi laki-lakinya.Dia membuka pintu belakang, dan membiarkan Venny keluar. Anak perempuan itu terlihat sangat riang gembira."Hore! Udah sampe!" Katanya yang langsung melongo melihat betapa besar rumah yang ada di hadapannya. "ini rumah Papa?"Dengan bangga, Vera mengatakan, "iya dong, ini rumah kita yang sebenarnya. Kalau rumah di Surabaya itu rumah nyewa sebentar, Sayang. Mulai sekarang kita tinggal di rumah kita yang sebenarnya, rumahnya Papa."Danno masih mengeluarkan beberapa koper dari dalam bagasi. Dia menarik semuanya keluar, lalu menggeretnya mendekat ke dekat sang is
Danno dan istrinya, Vera, sudah lama menantikan liburan ini.Mereka menjalani hari-hari yang sibuk, penuh dengan komitmen pekerjaan dan keluarga, dan mereka menantikan waktu untuk bersantai dan menikmati liburan ke Bali.Mereka memutuskan untuk membawa serta bayi laki-laki mereka yang kini sudah berusia enam bulan, Daniel, dan anak perempuan mereka, Venny.Pada hari pertama liburan mereka, mereka pergi ke kedai es krim lokal. Hari itu adalah hari yang hangat, dan mereka semua ingin menikmati makanan dingin.Danno dan Vera mengantri bersama Baby Daniel di kereta dorongnya, sementara Venny berdiri di samping mereka.Saat mereka menunggu, Vera mengulurkan tangan dan mengacak-acak rambut Venny."Kamu udah nggak sabar ya pengen makan es krim?" tanya Vera kepada putrinya."Iya, Mama." Venny menjawab dengan penuh semangat. "Venny nggak sabar makan es krim!"Saat mereka menunggu, Baby Daniel mulai rewel di kereta dorongnya, dan Danno menariknya keluar dan menggendongnya."Kamu mau es krim, J
Begitu pemuda itu keluar dari gang, lampu jalan dekat trotoar langsung pecah. Dia kaget, suasana mendadak gelap, jalanan pun sepi, hanya ada bangunan-bangunan ruko yang telah terbengkalai.Tiba-tiba, seseorang mendekat dari kegelapan, lalu menyerang si pemuda dengan tendangan kakinya."ARRGH!" Pria itu kesakitan, mundur beberapa langkah sambil memegangi perut. Dia berteriak, "SIAPA ITU!"Orang misterius berpakaian serba hitam itu kembali mendekat, lalu menendang wajahnya.Tendangan kuat itu sanggup membuat si pria terdorong hingga masuk ke dalam gang, lalu jatuh dengan posisi tengkurap.Pria itu bangkit, dia sekilas melihat sepatu yang dipakai penyerangnya, memiliki tanda perak berkilau. Saat dia mencoba bangun untuk melihatnya, orang itu sudah lenyap.Perutnya terasa di koyak, sementara wajahnya panas akibat tendangan demi tendangan barusan.Dia mengusap darah yang keluar dari hidung, merangkak keluar dari gang, berusaha keras untuk bangun.Apa yang terjadi? Siapa yang menendang?Seo
HIRO GYMVera membaca papan nama pusat kebugaran di depannya yang sedang tutup. Bangunan itu berdiri di pinggir jalan raya, di apit oleh dua ruko besar.Di kota ini, setidaknya ada lima pusat kebugaran bernama Hiro Gym, ini salah satu cabangnya yang paling besar."Tempatnya tutup, pasti disini dia," ucap Vera yakin kalau suaminya ada di dalam. Iya, pusat kebugaran Hiro Gym adalah bisnis Danno. Bisnis ini sudah menyebar ke seluruh Nusantara, bahkan mulai tersebar juga ke negara tetangga.Vera cukup kesal. Ditambah hari sudah siang, matahari di kota Surabaya pusat ini seperti dekat dengan ubun-ubun, lengkap sudah sakit kepalanya.Dia berjalan ke pintu masuk pegawai di Hiro Gym yang terletak di sisi samping bangunan. Kemudian, dia mengetuknya.Pintu dibuka.Seorang pria kekar dengan pakaian serba hitam menyambutnya. Dia minggir, mempersilakannya masuk.Vera bertanya, "mana suami saya?""Ada di boxing area, Nyonya, lurus saja— belok kiri," jawab pria itu menuding ke lorong depannya.Vera
Balas dendam.Iya, balas dendam baru akan dimulai.Vera menguatkan dirinya. Setelah bertahun-tahun, kini dia sudah menjadi pengacara— dia bertekad untuk menjebloskan pembunuh sang ayah ke dalam penjara.Danno masih betah memeluk sang istri. Dia berbisik di telinganya, "senjataku uang, Sayang. Jika pasal hukum kamu nggak bisa diandalim, andalin uangku saja. Kita pasti bisa membalas si anak babi itu.""Makasih.""Apapun untuk istriku tersayang."Vera tersenyum. Dia mendorong dada Danno hingga melepaskan pelukannya. "Mending kamu mandi dulu, ayo kita cari makan siang— di sebelah itu mall, sudah lama aku nggak makan di mall.""Jangan-jangan kamu nyariin aku cuma buat bayarin makan 'kan, ya?""Iya, dong. Kartu debitku nggak bisa dipakai, keblokir gara-gara kamu asal masukin pin kemarin. Duitku tinggal dua puluh ribu ini.""Maaf, Cantik. Iya, aku mandi dulu— setelah itu kita cari makan.""Ayo kita makan ramen, udah lama nggak makan makanan Jepang.""Boleh." Danno tersenyum sambil mencubit p
Rumah sewaan Vera dan Danno berada di pusat kota, dekat dengan jalan raya dan gedung-gedung tinggi lain. Kanan dan kiri bangunannya merupakan ruko dan minimarket, jauh sekali dengan tetangga.Malam ini, Vera pulang ke rumah sendiri lagi. Suaminya berkata ingin melakukan sesuatu di luar. Jadinya, dia tidur sendiri.Tepat di jam satu dini hari, ponselnya yang ada di meja nakas terus berbunyi. Awalnya, dia menghiraukannya, tapi lama kelamaan malah menyambung ke telepon rumah. Mau tidak mau, dia mengangkat panggilan itu."Hmm?" Vera menelpon dengan mata masih menutup.Suara Danno terdengar di balik sambungan telepon itu, "Sayang, lama banget kamu angkatnya? Aku ada di kantor polisi, tolong datang terus bebasin aku.""Kantor polisi? Kamu ngapain?""Datang dulu sini. Aku tunggu."Vera masih malas membuka mata. Dia sudah sering mendengar suaminya dapat masalah. "Kamu mukulin berandalan di jalan 'kan? Bebas sendiri aja lah.""Ini masalahnya nggak bisa damai sama uang, Ayang-ku, Cinta-ku . Da
Danno dan istrinya, Vera, sudah lama menantikan liburan ini.Mereka menjalani hari-hari yang sibuk, penuh dengan komitmen pekerjaan dan keluarga, dan mereka menantikan waktu untuk bersantai dan menikmati liburan ke Bali.Mereka memutuskan untuk membawa serta bayi laki-laki mereka yang kini sudah berusia enam bulan, Daniel, dan anak perempuan mereka, Venny.Pada hari pertama liburan mereka, mereka pergi ke kedai es krim lokal. Hari itu adalah hari yang hangat, dan mereka semua ingin menikmati makanan dingin.Danno dan Vera mengantri bersama Baby Daniel di kereta dorongnya, sementara Venny berdiri di samping mereka.Saat mereka menunggu, Vera mengulurkan tangan dan mengacak-acak rambut Venny."Kamu udah nggak sabar ya pengen makan es krim?" tanya Vera kepada putrinya."Iya, Mama." Venny menjawab dengan penuh semangat. "Venny nggak sabar makan es krim!"Saat mereka menunggu, Baby Daniel mulai rewel di kereta dorongnya, dan Danno menariknya keluar dan menggendongnya."Kamu mau es krim, J
Satu tahun kemudian ...Vera telah melahirkan seorang anak laki-laki yang sehat. Dia, sang suami, dan Venny, keponakan yang sudah jadi anak adopsi mereka, memutuskan untuk kembali ke kota Jakarta.Danno menghentikan mobilnya tepat di depan teras rumah besar bertingkat dua. Usai mematikan mobil, dia keluar dan beranjak ke belakang untuk membuka bagasi.Di saat bersamaan, Vera keluar dari mobil dengan menggendong bayi laki-lakinya.Dia membuka pintu belakang, dan membiarkan Venny keluar. Anak perempuan itu terlihat sangat riang gembira."Hore! Udah sampe!" Katanya yang langsung melongo melihat betapa besar rumah yang ada di hadapannya. "ini rumah Papa?"Dengan bangga, Vera mengatakan, "iya dong, ini rumah kita yang sebenarnya. Kalau rumah di Surabaya itu rumah nyewa sebentar, Sayang. Mulai sekarang kita tinggal di rumah kita yang sebenarnya, rumahnya Papa."Danno masih mengeluarkan beberapa koper dari dalam bagasi. Dia menarik semuanya keluar, lalu menggeretnya mendekat ke dekat sang is
Keesokan harinya ...Ibu Vida bertamu di rumah sewaan keluarga pendonor mata yang dia sewa untuk melakukan akting di depan Danno. Dia kesal karena waktu sudah berlalu, tapi tak mendapatkan kabar tentang yang yang diminta.Dia duduk di sofa panjang ruang tamu bersama Delia juga. Di situ, ada wanita yang sebelumnya memotret kemesraan Delia, lalu seorang pria paruh baya, ayah dari anggota keluarga pendonor yang telah meninggal dunia.Delia resah. Dia masih kepikiran sejak melihat kemesraan Danno dan Vera. Saking resahnya, dia sudah tak peduli dengan dirinya yang tak menggunakan kontak lensa. Alhasil, dia tidak kelihatan seperti buta."Ini maksudnya apa? Kok Danno nggak ngirim-ngirim uangnya?" Ibu Vida meminta kejelasan.Delia cemberut. "Nggak tahu, Tante. Padahal pas terakhir pulang dari sini, dia udah bilang kalau bakalan transfer uangnya. Tapi, pas aku ke rumahnya— eh dia malah mesra sama istrinya. Aneh banget. Sebenarnya mereka itu lagi bertengkar atau enggak, sih?“Ibu Vida melihat l
Alarik terdiam pasrah.Dia bahkan tak punya kekuatan untuk bangkit. Ini adalah salahnya, salahnya karena buang-buang waktu. Seharusnya dia langsung membakar rumah ini beserta Vera di dalam selagi ada waktu.Selain itu, seharusnya dia juga membawa anak buahnya yang masih setia. Sekarang?Semua akan sia-sia. Dia melihat Sean yang menyeringai melihatnya tersungkur di trotoar. Orang yang menjadi kepercayaan Danno. Selain itu, ada pria lain yang datang di belakangnya— orang yang menghasutnya tentang Johan alias Rey, saudara kandung Sean.Rey tertawa melihat Alarik yang sudah tak berdaya, tak punya kekuatan dan keberanian untuk bangkit lagi. Dia sengaja menendang tongkat bisbol dari dari tangannya.Alhasil, sekarang— Alarik tak punya kuasa lagi. Meski begitu, dia bangkit, masih menguatkan diri untuk bisa kabur.Rey memperingatkan dengan nada sarkas, “ Bos Alarik— jangan coba-coba kabur. Polisi udah datang, loh.""Brengsek, kalian emang sekumpulan pengkhianat brengsek.” Alarik melihat Sean
Saat hendak membakar sofa, tiba-tiba terdengar suara kaca pecah dari belakang. Sontak saja Alarik menoleh— "Siapa ..." Dia waspada, takut kalau polisi yang datang. Tapi, dia sangat yakin kalau keberadaannya di sini sangat rahasia.Lalu, dalam sejekap, seorang datang berlari menuju ke arahnya. Iya, tanpa diduga itu adalah Danno.Vera membuka mata, melihatnya datang. Dia berusaha berteriak, "MMM!"Danno tampak seperti singa yang sudah siap menerkam musuh. Raut wajahnya menjadi gelap dan mengerikan, terlebih saat melihat istrinya diperlakukan seperti itu."Kamu—" Alarik panik, hendak melempar korek yang sudah dinyalakan ke arah Vera.Akan tetapi, ketika koreknya hampir jatuh— tubuhnya keburu ditendang oleh Danno sehingga korek tersebut jatuh ke tempat lain, lalu padam.Sangat menegangkan. Detak jantung Vera sampai menjadi tidak karuhan. Dia ketakutan bukan main."Brengsek!" bentak Alarik yang tubuhnya terhuyung-huyung, nyaris terjungkal ke lantai. Tapi, dia berhasil mempertahankan kesei
Usai mendapatkan telepon singkat yang mengkhawatirkan dari salah satu satpam, Danno langsung berdiri. Raut wajahnya berubah panik dan gelisah. Meski belum tahu siapa 'orang mencurigakan' yang didengar barusan, tapi dia sudah bisa menduga.Iya, siapa lagi yang yang akan menyakiti satpamnya seperti itu. Berita tentangnya sudah menyebar di mana-mana— Alarik."Si brengsek itu ... Pasti di brengsek itu ..." Ucap Danno sembari menyambar kunci mobil dari atas meja. Dia memberi pesan ke Dino. "Tolong kamu telpon polisi, minta datang langsung ke rumahku. Aku mau balik dulu sekarang.""Ada apa, Pak?“ Dino ikutan panik sehingga berdiri pula. Dia bingung dengan reaksi wajah Danno yang berubah setelah menerima panggilan sebentar itu. "Terus ini gimana?”"Udah nggak usah ngurusin Delia dulu— telpon atau langsung pergi aja ke kantor polisi, minta ke rumahku. Ada penjahat yang datang.“ Danno mengatakan itu, dan tak ingin berkata apapun lagi. Dia segera meninggalkan tempat itu, keluar dari sana dengan
Danno sedang duduk berhadapan dengan Dino di dalam sebuah kafe. Posisi meja mereka dekat dengan jendela. Dari situ— mereka bisa mengawasi kondisi di seberang jalan, tepat di mana rumah dari keluarga pendonor palsu sedang bersama Delia.Danno melihat jam tangannya, sudah tepat menunjukkan pukul delapan malam. Dia berkata, "aku belum nelpon Vera ..."Selepas menyeruput kopi, Dino berkomentar, "sebenarnya bapak pulang aja nggak masalah sih, Pak. Saya bisa jaga semalaman di sini.""Nggak ..." Danno melihat ke arah rumah seberang jalan lagi. Meski suasana jalanan di depan ramai, tapi dia bisa mengamati sekitar rumah itu. "Nggak bisa, kata Sean kemungkinan ibu mertuaku bakalan datang ke situ sebentar lagi. Kalau itu terjadi, aku bisa langsung menangkap basah permainan mereka yang mau meras aku.""Oh iya, Pak— kata Mas Sean, Ibu mertua bapak punya foto waktu bapak pelukan sama Mbak Delia.""Nggak masalah, aku udah tahu kalau pasti bakalan difoto waktu Delia peluk aku. Kan tujuannya emang me
Usai menjemput Venny dan makan bersama, keluarga kecil ini pulang ke rumah. Vera sedikit bisa bernapas lega karena di rumah sudah tidak ada Delia.Di saat suaminya pergi untuk mengurus kebohongan Delia, Vera bersama Venny di ruang tengah. Vera duduk di sofa sembari menonton berita sore, sementara itu— keponakannya tampak nyaman duduk di atas karpet sembari menggambar.Vera tersenyum melihat hampir seluruh berita nasional sedang fokus kasus menghebohkan di Surabaya. Iya, usahanya bersama Darrel dan Sean membuahkan hasil karena sekarang tempat hiburan milik Alarik dan ayahnya diekspos.Di samping bisnis ilegalnya yang memperkerjakan gadis di bawah umur sebagai penghibur serta menjual obat-obatan terlarang, tempat hiburan itu ternyata juga menunggak pajak, melanggar banyak sekali larangan. Akan tetapi, sialnya— yang tertangkap hanyalah orang-orang yng menjadi suruhan saja, Pak Henry juga tertangkap, tapi Alarik berhasil melarikan diri. Pria itu sudah kabur sejak berita tentang klub mala
Vera masih diam.Dia menunggu sang suami menjelaskan apa maksudnya sang ibu memiliki hubungan salah satu balas dendam mereka yaitu ayah dari Alarik.Danno bisa melihat raut wajah Vera yang menjadi tegang. Dia menjelaskan, "aku udah pernah bilang sama kamu kalau mama kamu itu bukan orang yang baik 'kan? Aku sebenarnya nggak pengen ngomong ini sama kamu dulu ... mengingat kamu kemarin kayaknya nyaman banget waktu ketemu mama kamu."Vera tertegun sejenak. Dia mengaku, "jujur, aku sebenarnya udah nggak enak waktu ketemu dia, Danno. Tapi, ... dia ngomongnya lembut banget, sama kayak kamu, manipulatif."Danno cemberut. "Sayang, aku mungkin manipulatif, tapi aku begini juga gara-gara kamu 'kan? Mulutku manis supaya kamu bahagia."Vera menatap sang suami. Dia menahan tawa. "Untung aku aku cinta sama kamu , jadi aku maafin tingkah ngeselin kamu yang overprotektif sama posesif itu ..."Wajah Danno tak lagi kelihatan cemberut. Dia ikutan tersenyum, tapi tak mengatakan apapun lagi.Vera kembali s