Vera diam saja di dalam kamar hingga malam hari. Danno sudah berusaha untuk tidak mengganggunya, tapi wanita itu terang-terangan menolak untuk keluar.Karena sudah jam tujuh, mau tidak mau, Danno mengetuk pintu kamar, lalu berkata, "Vera, ayo makan malam, mau sampai kapan kamu menyendiri di kamar?""Aku nggak mau makan." Vera menjawab dari dalam.Danno kesal. Dia memutar kenop pintu, ternyata dikunci. "Buka pintunya atau aku dobrak sekarang."Tidak ada jawaban.Tanpa basa-basi lagi, Danno sungguh mendobrak pintu itu beberapa kali. Suara gebrakannya membuat Vera terkejut dan takut.Dia turun dari ranjang sembari berteriak, "Danno, stop! Apa-apaan, sih kamu!" Tapi, Danno tak mau berhenti mendobrak, malah semakin menjadi-jadi. Dengan dobrakan terakhir, dia berhasil merusak lubang kunci sehingga pintu pun terbuka.Danno berdiri di ambang pintu dengan tatapan dingin. Dia bertanya, "sekarang mau makan atau nggak? Atau perlu aku seret sekarang?“Vera takut dengannya. "Apa-apaan sih kamu? Se
Keesokan harinya ...Karena pintu kamar yang rusak, tidur Vera sedikit tidak nyenyak. Dia takut kalau tiba-tiba Danno masuk kamar, lalu melakukan hal aneh-aneh kepadanya.Saat mendengar kegaduhan di luar, dia terpaksa bangun. Ternyata, Jarum jam sudah menunjuk ke pukul lima pagi."Danno? Berisik banget ... jangan-jangan mau jogging?" Vera penasaran dengan suara gaduh di luar. Ia turun dari ranjang, lalu berjalan keluar dari kamar, menuju ke ruang tengah di mana sumber gaduh berasal.Di situ, Danno merapikan piring-piring dan gelas dari atas meja. Pria itu sudah menggunakan kaos, celana, dan sepatu olah raga."Danno? Kamu mau jogging?" tanya Vera.Tetapi, pria itu tidak mendengar, masih fokus merapikan meja. Vera paham kalau telinganya telah disumpal oleh earbud. Mau tidak mau, dia mendekat lalu menunjukkan dirinya. "Danno?" Vera memanggil tepat di depan wajah pria itu. Dia memperagakan agar melepaskan earbud-nya dulu. "Lepas dulu."Tanpa melepas earbud, Danno menjawab, "ada apa? Aku
Ada banyak bangku-bangku yang tersebar di samping trotoar. Semua tempat duduk itu diperuntukkan bagi pejalan kaki yang lelah.Vera duduk di salah satu bangkunya. Ekspresi yang terlukis di wajah wanita itu masih tampak cemberut.Danno berhenti di hadapannya. Dia tersenyum, lalu menggoda, "mau sampai kapan ngambek? Aku udah minta maaf 'kan?""Aku nggak ngambek.""Aku janji nggak bakalan bully kamu lagi. Kamu itu pengacara paling pintar se-Bumi, Vera.""Aku udah bilang nggak usah ngungkit profesi lagi!""Yaudah." Danno menyerahkan botol minumannya, lalu ditawarkan, "mau minum, nggak? Kamu tadi lupa bawa minum sendiri 'kan?""Nggak usah.""Ayo minum." Danno menyambar tangan Vera, lalu dipaksa untuk menerima botol minumannya. "Aku belum minum, jadi kamu nggak usah jijik minum bekasku."Vera minum air dalam botol tersebut. Usai dahaganya terpuaskan, dia kembalikan botolnya Danno. Semua dilakukan dengan sikap angkuh.Danno bertanya, "aku boleh duduk di samping kamu, nggak?" "Nggak boleh." V
Syarat? Apa syarat yang dimaksud oleh Danno? Vera sangat ingin tahu. Namun, pria itu malah memaksanya untuk mandi terlebih dahulu, baru membahasnya di meja makan.Jam setengah delapan, Vera keluar dari kamar tidur sudah mengenakan dress kasual bermotif bunga-bunga. Dia berjalan menghampiri ruang makan.Di sana, Danno masih menggunakan celemek, dan menyiapkan sarapan untuk di atas meja. "Maaf kalau cuma buatin nasi goreng sama telur ceplok."Entah mengapa ini membuat Vera sedikit merasa bersalah. Sekalipun mereka bertengkar, sekalipun dia kecewa berat— tapi dia tak seharusnya mengabaikan tugas istri yang satu ini. Sejak kemarin, Danno yang mengurus rumah serta makan mereka.Dia menarik salah satu kursi, lalu diduduki. “Nggak apa. Nasi goreng buatan kamu selalu enak. Udah lama nggak makan.”Danno melepaskan celemek, disampirkan ke tempatnya. Baru setelah itu, dia duduk di kursi yang berhadap-hadapan dengan Vera."Kita udah mandi, udah segar, kita makan dulu,“ katanya."Cepat katakan apa
Menghabiskan waktu bersama Danno untuk terakhir kalinya. Itulah yang dipikirkan oleh Vera. Dia terus meneguhkan hati kalau ini yang terakhir.Setelah semuanya berakhir, maka berakhir pula rumah tangganya. Meski hati hancur, pikiran kacau, tapi setiap sentuhan yang diberikan Danno menghapus semua keresahan itu.Menyedihkan memang, Vera harusnya marah, muak, benci dan jijik dengan pria yang sudah berselingkuh itu, tapi— kenapa ada setitik kepercayaan yang masih tersimpan dalam benaknya? Kepercayaan bahwa sang suami tidak mungkin berselingkuh. Sebenarnya apa yang terjadi?Sesuai kesepakatan, Vera melayani suaminya dari pagi, siang, sore, malam— hingga pagi datang kembali. Mereka hanya berhenti ketika makan atau membersihkan diri di kamar mandi. Selebihnya, hanya ada persetubuhan dan persetubuhan.Keesokan harinya, Vera membuka mata. Sendi-sendi tubuh seakan remuk. Dia kelelahan, hampir tak bisa bangkit.Karena dia banyak gerak, Danno terbangun juga. Dia melihat wanita itu sudah mau tur
Vera mampir sejenak di rumah makan untuk sarapan sebentar. Di sana, dia duduk sendirian di meja tepi jendela, jauh dari kerumunan pengunjung lain. Sekalipun sudah berusaha menahan diri, tapi air mata tetap keluar.Kenapa ini terjadi?Tapi, bukankah ini memang dia inginkan? Berpisah dari Danno? Pria itu sudah berselingkuh 'kan?Hatinya hancur. Dia tidak mau ini terjadi, tapi juga ingin ini terjadi. Sebenarnya apa suaminya selingkuh? Atau malah Sheila yang berbohong dan memanipulasi ini semua? Apa perkataan Danno benar— ini semua fitnah kejam dari Nino?Kenapa? Apa hanya karena ingin dia berpisah lalu menjadi ibu dari Venny? Hanya karena alasan seperti itu?Tidak. Tidak mungkin.Vera bimbang. Sekarang sudah terbukti kalau dia memiliki seorang saudari kembar, dan Nino adalah iparnya.Dia membaca tulisan tangan Danno dia selembar kertas yang diambil dari meja ruang tengah. Itu alamat yang diinginkan saat ini.“Mama, apa Mama beneran ada di sini? Satu kota? Di Surabaya ini? Mama begitu de
Vera menghadiri pesta ulang tahun Venny, keponakannya, sesuai jadwal. Dia datang dengan mengenakan dress kasual polos berwarna biru tua. Akan tetapi, dia masih kepikiran dengan omongan Danno. Pria itu benar— tidak seharusnya dia membohongi Venny meskipun dia masih kecil.Dia tidak mau berpura-pura menjadi ibunya. Hal itu malah membuatnya semakin terluka ketika mengetahui kenyataannya. Apapun yang dialami oleh anak pasti berdampak ketika dewasa.Pesta itu dilakukan di halaman depan sebuah rumah yang merupakan salah satu milik Nino. Tema ulang tahun itu adalah Cinderella dari Disney. Alhasil, hampir seluruh dekorasi berwarna biru— mirip dengan gaun yang biasa dipakai oleh Cinderella.Sudah banyak sekali anak yang telah datang, banyak juga orangtua mereka. Di atas panggung, ada wanita muda yang merupakan pembawa acara bersama seorang badut. Mereka menghibur anak-anak yang sudah datang.Nino menyambut Vera yang baru datang. Pria itu mengenakan kemeja biru lengan panjang dipadu dengan c
Pesta ulang tahun Venny diakhiri sejam kemudian. Selama itu pula, Vera berperan sebagai Viola. Dia dihantui perasaan bersalah. Tetapi, dia tak sanggup untuk mengaku.Vera terdiam di dekat panggung, melihat Venny yang riang gembira bersama temannya.Nino mendekati wanita itu sambil menyerahkan segelas jus jeruk. "Ini minum dulu, sampai kapan aku bawain minuman yang kamu mau?""Oh. Maaf.“ Vera tersenyum sembari menerima segelas jus jeruk tersebut.”Ayo minum.“Saat hendak minum, Vera dikejutkan dengan pak satpam yang berlari menghampiri mereka. Pria itu melapor ke Nino, "Pak, di luar ada wanita yang pengen ketemu bapak, namanya—”"Oke, oke,“ sela Nino cepat. Dia menoleh ke Vera dan berkata, ”bentar ya, mungkin itu sekretarisku.“”Iya.“ Nino pergi bersama satpamnya menuju ke luar gerbang, menemui orang yang dimaksud.Vera curiga. Kenapa Nino seolah menghalangi pak satpam bicara barusan? Apa iya yang mencarinya itu sekretaris? Mencurigakan.Atau jangan-jangan adalah Sheila?Penasaran,