Share

Bab 120

Penulis: Lathifah Nur
last update Terakhir Diperbarui: 2022-06-03 17:00:28

Chin Hwa menatap dalam netra hazel Qeiza. Dia mengeluarkan sebuah kotak dari dalam kantong celana. Dia berlutut di hadapan Qeiza. Tangannya sedikit bergetar ketika membuka kotak itu.

“Anin, kaulah cinta pertamaku,” ujar Chin Hwa. “Dan kuharap kau juga akan menjadi cinta terakhirku.”

Chin Hwa menelan ludah. Membasahi kerongkongannya yang mendadak terasa kering. “Maukah kau menikah denganku?” Chin Hwa menengadah. Memandangi wajah cantik Qeiza, harap-harap cemas.

Suasana hening. Detik demi detik terus berlalu. Qeiza masih membisu. Dia sudah mempertimbangkan masa depan hubungannya dengan Chin Hwa. Akan tetapi, dia tidak menyangka semuanya akan berlangsung secepat ini.

“Kau belum mengetahui bagaimana masa laluku,” sahut Qeiza. Matanya sedikit memanas. Jujur, dia terharu dengan niat tulus Chin Hwa untuk mempersunting dirinya.

“Cinta tulus tak pernah memandang masa lalu,” balas Chin Hwa. “Aku hanya tahu bahwa kau adalah masa depanku.”

Chin Hwa menarik keluar cincin berlian itu dari kot
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • My Obsessive Ex   Bab 121

    Hal tersulit dalam mencintai seorang wanita adalah menjaga perasaannya. *** Ansel seperti orang kesetanan. Berulang kali memencet bel pintu apartemen Qeiza. Suaranya meraung kencang hingga terdengar ke apertemen tetangga. Beberapa penghuni membuka pintu apartemen mereka. Sama-sama melongokkan kepala. Penasaran dengan apa yang sedang terjadi sekaligus jengkel dengan tamu tak tahu adab itu. waktu sudah menunjukkan tengah malam. Tidak seharusnya dia membuat keributan. “Kamu enggak tahu ya caranya menghargai privasi orang lain?” hardik seorang lelaki tua. Dia tampak sangat kesal lantaran tidurnya terganggu. Ansel menoleh sekilas. Dia tidak menanggapi omelan lelaki tersebut. Hati dan pikirannya terlalu kacau untuk bisa bersikap rasional. Dia kembali menekan bel pintu. Detik selanjutnya, dia mendesah kecewa. Pintu di depannya masih terpatri seperti sebuah dinding batu. Orang-orang yang melihat betapa putus asanya Ansel hanya bisa geleng-geleng kepala. Sesama pria yang juga pernah muda

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-03
  • My Obsessive Ex   Bab 122

    Ansel mendesah. “Ini pertama kalinya aku jatuh cinta,” kata Ansel. Lelaki itu kembali menepuk bahu Ansel. “Manjakan dia dengan perhatian dan hadiah!” sarannya. “Apa itu akan berhasil?” “Kau tidak akan pernah tahu hasilnya sebelum mencoba.” Sejenak tercipta keheningan di antara mereka. Sepertinya mereka sedang terhanyut dalam kisah kegagalan cinta pertama mereka. “Hal tersulit dalam mencintai seorang wanita,” kata lelaki itu. “… adalah menjaga perasaannya.” Ansel tercenung, tetapi dia tidak mengatakan apa-apa. Selama ini dia hanya memikirkan perasaannya. “Jangan pernah mengecewakannya!” tambah lelaki itu. “Sekali seorang wanita merasa kecewa, dia akan menganggapmu sudah mati.” Ansel batal menyeruput sisa kopinya. Pernyataan lelaki itu seperti sebuah peluru yang menembus tepat ke jantungnya. Mengerikan sekali. Dia tak bisa bernapas selama beberapa detik. Lelaki itu bangkit dari lantai. Udara semakin dingin. Tulangnya sudah tidak sekuat waktu muda dalam melawan hawa dingin. “Se

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-04
  • My Obsessive Ex   Bab 123

    Hidup akan bahagia bila hati dipenuhi rasa syukur dan bersih dari sifat iri. *** Lampu toilet berkedip-kedip. Sesekali terdengar bunyi mendesis kala cahaya di toilet itu menggelap, seolah-olah menjadi pertanda hadirnya makhluk astral, mengiring langkah tiga orang wanita yang mendekati Qeiza. Aleta, bersama dua orang anak buahnya, berdiri tiga langkah di hadapan Qeiza. Seringai mengejeknya tampak menyeramkan di bawah keremangan cahaya. Qeiza menengadah pada salah satu lampu yang berhenti berpijar. Keanehan tersebut bertepatan sekali dengan kemunculan tiga wanita beraura jelek itu. Saking buruknya jiwa mereka, lampu pun tak lagi bisa menyala. Qeiza pura-pura tak terpengaruh dengan kehadiran mereka. Dia menyambar tasnya dari atas meja wastafel. “Akh!” Aleta menjerit kesakitan. “Berengsek! Kau sengaja ya melukaiku?” Mata Aleta melotot pada Qeiza. Dia tidak menyangka gadis yang dibencinya itu akan melempar tasnya ke punggung, tepat pada saat dia bermaksud untuk menarik bahunya. “Su

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-04
  • My Obsessive Ex   Bab 124

    “Nona Kim, Anda ditunggu bos besar di kantornya,” ujar Freud, tergopoh-gopoh menghampiri Qeiza begitu melihat wanita itu hendak mendorong pintu ruang kerjanya. “Bos Song?” tanya Qeiza. Freud mengangguk. “Baiklah. Aku akan segera ke sana,” putus Qeiza. “Bos besar tidak suka menunggu, Nona!” “Iya. Aku hanya mau menaruh tas dulu.” Freud akhirnya berlalu dari hadapan Qeiza. Dari kejauhan, Aleta beserta anak buahnya sayup-sayup juga berhasil menangkap perkataan Freud. “Mampus kau!” kata Aleta. Dia menyeringai senang. “Wah, bos … anda tidak perlu lagi turun tangan,” ujar Cerise. “Esther!” Aleta menggerakkan kepalanya ke arah Qeiza ketika dilihatnya wanita itu sudah meninggalkan ruangannya. “Tapi, bos—” “Mau kupecat?” Ancaman Aleta membungkam mulut Esther. Perutnya masih sedikit nyeri, tetapi dia tidak bisa menolak perintah Aleta. Sekali wanita itu mendepaknya dari anggota tim, dia bisa saja kehilangan pekerjaannya. Esther terus menyeret kakinya yang terasa berat sambil menoleh

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-04
  • My Obsessive Ex   Bab 125

    Adakalanya apa yang kita rasa hanya tersimpan dalam hati. *** “Bubar! Ini jam kerja,” usir Bos Song. Barisan karyawan tersebut kocar-kacir. Mereka membubarkan diri dan kembali ke ruang kerja masing-masing. “Pengecualian untuk Anda, Nona Aleta!” Bos Song menghentikan langkah Aleta. Aleta ingin menyanggah, tetapi tatapan dingin Bos Song membekukan lidahnya. “I–iya, Bos!” angguknya. Dia melangkah dengan kaki gemetar, mengekori Bos Song ke ruangannya. Dada Aleta berdebar-debar. Dia takut membayangkan kemungkinan terburuk yang akan dihadapinya. “Aku mau kau mengemasi barang-barangmu sekarang,” kata Bos Song, tembak langsung. “T–tapi, Boss ….” Aleta terperangah. Wajahnya seketika memucat. Dia sudah mengira akan menerima hukuman sebagai konsekuensi atas perbuatan buruknya. Akan tetapi, dia tidak pernah berpikir bahwa Bos Song akan langsung menendangnya dari perusahaan itu. Aleta menjatuhkan diri ke lantai. Dia berlutut di hadapan Bos Song. Kepalanya tertunduk. “Maafkan saya, Bos!”

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-05
  • My Obsessive Ex   Bab 126

    Qeiza masuk rumah tanpa memencet bel. Pintu rumah Dae Hyun terbuka. Keheranannya pada kebiasaan aneh tersebut terjawab ketika dia tiba di ruang tamu. Qeiza mematung. Ansel duduk dengan kepala tertunduk. Menyadari kedatangan Qeiza, Ansel memberanikan diri mengangkat kepala. Bola matanya bergerak liar. Menghindari bertemu pandang dengan Qeiza. “Dia sudah menunggumu lebih dari dua jam,” beritahu Dae Hyun. Dia duduk dengan bersilang kaki, berhadapan dengan Ansel. Kedua tangannya bersedekap di depan dada. Qeiza melirik sekilas pada Ansel. “Aku capek dan ingin istirahat,” ujarnya. “Tunggu, Qei!” Ansel melompat dari tempat duduknya, memburu Qeiza. Dae Hyun merentangkan tangan kanannya ke samping, mengadang langkah Ansel. “Telingamu masih normal, kan?” Dae Hyun bertanya dengan nada datar. Raut wajahnya juga terlihat dingin. “Tapi, Dae … aku i—” “Ssst!” Dae Hyun menyilangkan jari telunjuk kiri di bibir seraya menggelengkan kepala. Ansel tak meneruskan sanggahannya. Dia menatap punggun

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-05
  • My Obsessive Ex   Bab 127

    Boleh jadi pernah gagal dalam asmara dan merasakan patah hati. Namun, jangan selamanya terpenjara dalam kesedihan. Percayalah! Kau akan menemukan seseorang yang tepat bila waktunya tiba. *** Dae Hyun berjalan menuruni tangga. Kedua tangannya bersembunyi di saku celana. Sejenak dia menghela napas panjang. Berdiri di tengah tangga. Tatapannya terarah pada Ansel yang masih berada di ruang tamu. Mantan suami Qeiza itu tampaknya belum bangun. Kepalanya berayun-ayun. Dae Hyun melangkah dalam senyap. Tak ingin mengagetkan Ansel. Dia menggeleng. Tak percaya Ansel akan mempertahankan posisi duduknya, walaupun tertidur. “Heh! Bangun!” Dae Hyun menendang ujung kaki Ansel. Ansel gelagapan. “Qeiza!” serunya. Ketika dilihatnya Dae Hyun yang berdiri di depannya, Ansel cepat-cepat berdiri. Dia membungkuk, memberi penghormatan untuk Dae Hyun. “Maaf. Kukira kau Qeiza,” ujar Ansel. “Dia sudah pergi,” jawab Dae Hyun. “Pulanglah!” “Hah! Kenapa baru membangunkan aku sekarang?” gerutu Ansel. Dia bu

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-05
  • My Obsessive Ex   Bab 128

    “Setiap waktu yang kulalui tanpamu terasa sangat menyiksa,” kata Chin Hwa. “Aku seperti seekor lebah yang tersesat di hamparan padang ilalang tanpa bunga.” Chin Hwa menyelami kedalaman netra hazel Qeiza. Warna indah itu memunculkan hasratnya untuk mengecupnya. “Setiap detik, aku menahan diri dari rasa dahaga akan manisnya nektar,” lanjut Chin Hwa. “Dan itu membuatku gila.” Chin Hwa memberanikan diri menjamah pipi Qeiza dengan jari sedikit bergetar. Seketika warna merah pada pipi wanita itu membuatnya menelan ludah. “Kau ….” Chin Hwa menyapu setiap mili wajah Qeiza dengan tatapan dahaga seorang pria pada wanita pujaannya. “Kau … adalah sekuntum bunga yang hanya bisa kulihat dari kejauhan karena masih terhalang dinding kaca.” Suara Chin Hwa terdengar serak dan berat. “Aku ingin menyingkirkan penghalang itu. Aku … aku ingin setiap saat bisa menyentuh kelopakmu.” Pipi Qeiza terasa panas dan semakin memerah mendengar rayuan Chin Hwa. Rangkaian kata-kata lelaki itu seakan membawanya t

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-06

Bab terbaru

  • My Obsessive Ex   Bab 176

    Hati Qeiza berdebar-debar. Ini adalah malam pertamanya dengan Dae Hyun. Dia salah memilih waktu untuk mandi. Seharusnya dia membersihkan diri lebih awal, bukan selepas isya begini. Ah, kalau saja dia tidak ketiduran karena kelelahan. “Tapi, kita—” Sanggahan Qeiza terputus lantaran Dae Hyun telah membungkam mulutnya dengan lumatan lembut. Qeiza gelagapan. Detak jantungnya semakin berpacu. Dia baru saja kehilangan ciuman pertamanya. Terdengar konyol memang. Di saat teman-teman seusianya sudah kaya dengan pengalaman tentang hubungan lawan jenis, Qeiza malah belum tahu apa-apa. Dia buta akan segala hal tentang cinta. Fokusnya hanya mengejar mimpi untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Wajahnya memerah ketika Dae Hyun memberinya kesempatan untuk bernapas. Pipinya memanas karena malu, tetapi dia juga sangat menyukai sensasi rasa yang diperkenalkan Dae Hyun kepadanya. “Apa itu tadi ciuman pertamamu?” Dae Hyun kaget mendapati Qeiza masih sangat kaku. Wanita itu tak merespons perlaku

  • My Obsessive Ex   Bab 175

    “Kau cantik sekali, Sayang ….” Sorot mata Nyonya Kim memancarkan bias kekaguman dan rasa bangga akan status baru Qeiza sebagai menantunya. “Dae Hyun sangat beruntung mendapatkanmu sebagai istri.” “Eomma ….” Qeiza tersipu malu. Tamu undangan sudah membubarkan diri. Kini tinggallah keluarga Tuan Kim. Bersiap untuk meninggalkan aula pernikahan itu. Tuan Kim menepuk pundak kiri Dae Hyun. “Ae Ri sekarang sepenuhnya menjadi tanggung jawabmu.” “Tentu, Appa. Aku janji akan menjaga dan membahagiakannya.” Dae Hyun meyakinkan Tuan Kim disertai tangannya yang refleks merangkul pinggang Qeiza. Sebuah mobil pengantin bergerak pelan dan berhenti tepat di hadapan Dae Hyun dan keluarganya. “Pergilah!” ujar Nyonya Kim ketika Qeiza pamit dengan pandangan mata. Dae Hyun segera menggandeng tangan Qeiza, siap berjalan menuju mobil. Ansel menepuk pundak Xander. Memaksa lelaki itu berhenti saat dia melihat Qeiza dan Dae Hyun semakin dekat ke mobil mereka. Buru-buru Ansel turun dari mobil dan berlari

  • My Obsessive Ex   Bab 174

    Pupil mata Dae Hyun membesar melihat penampilan Qeiza. Memancarkan kehangatan cinta dari lubuk hati. Ribuan kupu-kupu seperti beterbangan di perut Dae Hyun ketika Qeiza tiba di dekatnya. Nyonya Kim mengarahkan gadis itu untuk langsung duduk tanpa menoleh kepada calon suaminya. Dae Hyun bergegas ikut duduk di sisi kanan Qeiza. Penghulu siap mengulurkan tangan kepada Dae Hyun untuk memulai prosesi ijab kabul. Dengan keringat bercucuran, Dae Hyun menyambut uluran tangan penghulu. Qeiza sengaja tak menghubungi pamannya dengan alasan jauh. “Saya terima nikah dan kawinnya Anindira Qeiza Pratista binti Pratista Bumantara dengan mas kawin tersebut dibayar tunai.” “Saaah!” Helaan napas lega dan teriakan kata sah bergema memenuhi aula pernikahan tersebut setelah Dae Hyun berhasil melafalkan ucapan kabul tanpa hambatan. Tangan-tangan dari jiwa para perindu rida Allah segera menadah ke langit begitu penghulu memimpin doa. Dae Hyun dan Qeiza memutar tubuh agar saling berhadapan. Detak jantun

  • My Obsessive Ex   Bab 173

    “Kenapa kau terobsesi sekali sama aku?” “Aku tergila-gila padamu. Aku … tak bisa hidup tanpamu.” “Kau baik-baik saja selama empat tahun,” ujar Qeiza. “Kau pasti juga akan hidup dengan baik untuk selanjutnya.” “Qei, please … beri aku kesempatan!” “Aku tak bisa.” “Kenapa? Apa kau benar-benar sangat membenciku?” “Aku telah melarung pecahan hatiku di lautan air mata,” kata Qeiza. “Sia-sia bila kau bersikeras ingin menyatukannya lagi.” Ansel merasa hatinya seakan baru saja dikoyak oleh taring-taring tajam hewan buas. Sangat sakit dan perih. Langit mendadak mendung. Cuaca di musim gugur memang tak menentu. Hujan bisa turun kapan saja. Sama seperti hati Ansel yang juga tersaput awan kelabu kesedihan. “Maaf, Ansel!” ujar Qeiza. “Mulai sekarang, berhentilah mengejarku!” “Tapi … aku benar-benar tertarik padamu, Qei,” sahut Ansel. Masih berjuang meyakinkan Qeiza akan kesungguhan perasaannya terhadap wanita itu. “Terima kasih. Aku merasa tersanjung.” “Jadi, apa kau mau mempertimbangka

  • My Obsessive Ex   Bab 172

    “Sekarang sebaiknya nikmati sarapan kalian,” ujar Nyonya Kim, menghentikan obrolan Dae Hyun dan Qeiza. Dia menyodorkan piring yang sudah terisi penuh kepada suaminya. Di saat bersamaan, Dae Hyun juga melakukan hal yang sama untuk Qeiza. “Aigoo … aku senang sekali melihat kaliar akur begini.” Mata Nyonya Kim berbinar terang tatkala memandangi Dae Hyun dan Qeiza silih berganti. “Kita harus secepatnya menikahkan mereka,” timpal Tuan Kim. “Aku takut Dae Hyun akan selalu mencuri kesempatan untuk melewati batas.” Ucapan Tuan Kim sukses membuat pipi Dae Hyun memerah laksana kepiting rebus. Dia masih belum berhasil mengungkapkan perasaannya pada Qeiza, tetapi ayahnya sudah menyinggung soal pernikahan. Dae Hyun terbatuk gara-gara menelan makanannya dengan tergesa-gesa. Bergegas dia menyambar gelas yang disodorkan Qeiza. “Pelan-pelan makannya,” tegur Nyonya Kim. “Kau juga masih harus menunggu appa-mu, kan?” Hari itu, Tuan Kim berencana untuk memperkenalkan Dae Hyun sebagai calon penggant

  • My Obsessive Ex   Bab 171

    Mendengar gumaman Qeiza, Nyonya Kim menarik album foto tersebut dari tangan Qeiza. Dia juga ingin melihat foto yang menyebabkan air mata Qeiza semakin membanjiri wajahnya. “Jangan ambil, Eomma!” Qeiza berusaha merebut kembali album itu dari tangan Nyonya Kim. “Aku sangat merindukan mama sama papa.” Nyonya Kim memandangi wajah gadis kecil di foto tersebut, lalu beralih pada muka Qeiza. Membandingkan keduanya. Tiba-tiba, dia menghambur memeluk Qeiza. “Anakku ….” Cairan hangat membanjiri pipinya. “Maafkan aku! Ternyata kau sangat dekat selama ini, tapi … aku tak mengenalimu.” Setelah cukup lama berpelukan dalam tangis, Nyonya Kim mengangkat wajah Qeiza. Dia menyeka air mata gadis itu dengan jari. “Terima kasih kau kembali pada kami, Sayang!” Nyonya Kim mengecup kening Qeiza. Tuan Kim juga menyeka air matanya. Dae Hyun tertegun. Dia kehilangan kata-kata. Perasaannya campur aduk—antara senang dan haru. Entah berapa lama Qeiza terus memandangi wajah kedua orang tuanya dengan tatapan

  • My Obsessive Ex   Bab 170

    Qeiza menepuk kedua pundak Dae Hyun. “Turunkan aku di sini!” pintanya ketika tiba di depan pintu kamar orang tua angkatnya. Dia tidak mau Nyonya dan Tuan Kim melihat Dae Hyun menggendongnya. Dae Hyun segera berjongkok memenuhi permintaan Qeiza. Dia membimbing wanita itu masuk ke kamar orang tuanya. Nyonya Kim bergegas menyongsong Qeiza. “Kau tidak harus datang ke sini,” ujarnya. “Kau juga perlu istirahat.” Qeiza mengangkat kakinya sedikit. “Ini hanya cedera ringan, Eomma,” sahutnya. “Akan segera membaik.” Qeiza berjalan dengan sebelah kaki mendekati kursi yang disediakan Dae Hyun di dekat tempat tidur ayahnya. “Wajah Appa tampak lebih cerah setelah tiba di rumah.” Qeiza mencandai Tuan Kim yang melayangkan senyum kepadanya. “Tentu saja! Tak ada tempat yang lebih nyaman daripada rumah sendiri.” “Aigoo … kalau begitu, kau harus menjaga kesehatanmu dengan baik,” timpal Nyonya Kim. “Benar, Appa!” sambut Qeiza. “Sudah saatnya Appa bersantai di rumah.” Tuan Kim melirik Dae Hyun. “It

  • My Obsessive Ex   Bab 169

    Ansel berjalan dengan mengendap-endap, keluar dari tempat persembunyiannya menuju pintu masuk rumah Dae Hyun. Sesekali dia menoleh ke belakang, memastikan tak seorang pun memergoki aksinya. Ujung jari Ansel baru saja hendak menyentuh gagang pintu ketika dia merasakan sebuah tangan kekar menarik kerah bajunya dari belakang. Ansel memutar kepala ke kanan. Penjaga rumah Dae Hyun langsung menyambutnya dengan tatapan garang. “Bukankah seharusnya Anda sudah pulang?” Ansel tersenyum kecut. “Aku belum pamit sama Ae Ri,” sahutnya. “Tuan Muda Kim meminta saya untuk tidak membolehkan siapa pun masuk rumah sebelum dia pulang,” balas penjaga rumah itu, masih dengan wajah tak bersahabat. “Jadi, silakan pulang sekarang!” Ansel memasang wajah memelas. “Sebentar saja … biarkan aku ketemu Ae Ri sebelum pergi.” “Nona Muda Kim butuh istirahat. Dia tidak boleh diganggu.” Air muka Ansel berubah keruh karena putus asa. Penjaga rumah itu tidak mempan dirayu. Dia hanya bisa menoleh ke lantai atas saat

  • My Obsessive Ex   Bab 168

    Qeiza terlonjak duduk. Dia berpegangan pada kedua lengan kursi lantaran kaget mendengar suara gelegar pintu didorong dengan kasar. Mulutnya ternganga ketika melihat Ansel muncul di kamarnya. Roman muka Ansel yang semula memerah karena marah, mendadak berubah risau tatkala melihat Qeiza meringis kesakitan. “K–kakimu kenapa?” Ansel mendatangi Qeiza. Matanya terpaku pada pergelangan kaki Qeiza yang terbalut perban elastis. Qeiza menyandarkan lagi punggungnya. Dia mendesah seraya memejamkan mata. “Sebaiknya kau keluar sekarang!” Ansel tak menggubris perintah Qeiza. Dia berjongkok di samping meja. “Jangan sentuh!” larang Qeiza ketika Ansel mengulurkan tangan untuk meraih kakinya. “Kenapa? Sakit sekali ya?” Ansel menoleh pada Qeiza. “Kalau kau sudah tahu, harusnya kau membiarkan aku istirahat.” Qeiza menjawab acuh tak acuh. Meskipun dia tak lagi membenci mantan suaminya itu, dia juga tidak berharap untuk bertemu kembali dengannya. Alih-alih menuruti pergi dari kamar itu, Ansel mal

DMCA.com Protection Status