Tania tidak habis pikir, pengusaha terkenal dan kaya tapi saat mengadakan acara pernikahan dilakukan dengan sangat sederhana. Status pasangan membuat mereka mengambil langkah itu, Wijaya sebagai kepala keluarga juga tidak mempermasalahkan itu semua, pilihan yang dilakukan anak-anaknya sudah menjadi resiko dan keinginannya sendiri.
“Rekan bisnis kamu atau Tian setidaknya tahu dengan siapa Tari menikah.” Tania mengatakan entah sudah ke berapa kalinya. “Kamu malah diam dan menyetujui perkataan Tari.”
“Tari sudah dewasa, dia tahu apa yang diinginkan atau nggak. Pernikahan itu impiannya, mau dibuat apa terserah sama dia. Lagian kalau aku sama Tian mengundang rekan bisnis yang tidak dikenal sama Tari malah jadinya dia yang kasihan, berdiri menerima ucapan selamat tanpa tahu siapa orangnya. Kamu sendiri juga minta suasana private kenapa sekarang begini? Waktu Via juga kamu santai aja,” ucap Wijaya memberikan tatapan penuh tanda tanya.
<Suasana rumah jadi sepi, pernikahan Tari yang artinya harus ikut kemana suami berada. Keadaan dirumah Wijaya berbeda dibandingkan dulu, tidak ada suara Tari yang menggoda Lucas atau Zee, saat ini Tari sedang merawat anak Tian yaitu Boy. Tari memang memutuskan tinggal dengan Tian di rumahnya yang dulu berdampingan dengan rumah Tania, tapi tidak berarti melupakan Wijaya sebagai ayah kandungnya.“Kamu datang kesini kangen papa atau Tania?” Wijaya menatap malas pada Tari.“Mau lihat adikku Lucas, Zee sama yang baru lahir siapa namanya lupa aku.” Tari menatap Tania meminta bantuan.“Nama adik sendiri nggak ingat, gimana nanti sama nama anak sendiri.” Tina yang berada disampingnya memberikan kata-kata sindiran. Tania yang mendengar dan menyaksikan mereka menggoda Tari hanya bisa menahan senyum, sambil menggelengkan kepala dengan menatap Leo. Tina mendatanginya dan langsung mengambil Leo, menggendongnya sedikit jauh dari tempat Tari, menatap apa
Suasana di rumah keluarga Hadinata tampak bahagia, ulang tahun Lucas yang dirayakan dengan cara keluarga dan sekali lagi tanpa pesta atas keinginan Tania yang lelah merawat ketiga anaknya. Wijaya sebenarnya ingin menyewa penyelenggara atau menyewa EO untuk ulang tahun Lucas, tapi dilarang karena Tania ingin melakukannya juga. Mereka berdua memutuskan dengan memanggil anak yang ada di panti asuhan dan juga keluarga inti, setidaknya bisa juga mengajari Lucas dan kedua adiknya untuk berbagi pada yang tidak mampu.Kebahagiaan bukan hanya dengan Lucas yang bertambah usia, tapi juga kabar jika Aya tengah mengandung buah cintanya dengan Rifat. Semua keluarga Hadinata bahagia mendengar berita itu, bahkan Via dan Bima datang secara khusus untuk merayakan kehamilan Aya. Semua langsung merayakannya dengan cara wanita dan melupakan pasangan masing-masing, termasuk Tania yang harus membawab ketiga anaknya dengan Wijaya bersama dengan mereka para wanita.“Lalu apa yang Rifat
Tania menatap tidak percaya dengan keberadaan Rifat di rumah, menggelengkan kepalanya melihat bagaimana Rifat bekerja dengan Wijaya. Memilih untuk melewatinya saja tanpa mengajak untuk makan, tujuan Tania memang hanya untuk menyiapkan minuman untuk Wijaya dan Lucas. Menatap hasil buatannya dengan senyum lebar, tanda bahwa Tania puas atas apa yang baru dilakukan, teringat stok asi di lemari pendingin membuat Tania menyiapkan juga untuk Leo nantinya.“Ibu udah bangun,” ucap asisten tidak enak.“Siapkan sarapan bapak seperti biasa aja, minuman juga udah saya siapkan. Satu lagi ini kasih sama Rifat tadi kayaknya belum dibuatkan minum.” Tania memberikan instruksi pada asisten yang langsung dilaksanakan.Menatap semua sudah siap diatas meja dengan senyumnya yang lebar, melangkah ke ruang tamu tidak menemukan Rifat disana dan tampaknya Wijaya sudah bersama dengan Rifat didalam ruang kerjanya. Tania memilih untuk bersama ketiga anaknya, Lucas yang sudah bang
Tania mengalihkan pertanyaan Wijaya dengan hal lain, perkataannya tadi bukan suatu hal yang penting. Perasaan tidak enak setiap kali menatap Aya membuat Tania semakin tidak tenang, Rifat berhak bahagia dan kejadian yang tidak terduga tentang Aya akan membuat Rifat menjadi berubah nantinya.“Tumben bu boss datang kesini?” sindir Lila membuat Tania memutar bola matanya malas.Tania memilih duduk disalah satu ruangan yang memang dibuat untuknya istirahat, tempatnya bersama dengan anak-anak. Lucas sudah berjalan dengan percaya diri memasuki ruangan Wijaya, Zee sendiri sudah terlelap di trollynya. Tania mengarahkan kedalam kamar tempatnya biasa istirahat yang diikuti oleh Lila.“Rifat nggak datang?” tanya Tania membuka suara.“Belum, katanya mengurus Aya.” Lila mencoba mengingatnya “Memang kenapa?”Tania menggelengkan kepalanya “Bukan suatu hal yang penting.”Pikiran Tania tidak tenang setiap kali membicarakan Aya, bukan m
“Kehamilan Aya berjalan lancar, coba lihat ekspresi bahagia Rifat.” Lila membuka suaranya membuat Tania dan Tina menatap kearah Rifat.“Suami kamu pasti juga merasakan hal yang sama kalau tahu kehamilan kita baik-baik saja, lagian kenapa kamu heboh banget.” Tina memutar bola matanya malas membuat Tania tersenyum sambil menggelengkan kepalanya..Lila mengerucutkan bibirnya “Aku bukan nggak senang malah senang banget lihat Rifat bahagia begitu.”“Udah sana kerja nanti Pak Wijaya tanya hasilnya nggak tahu.” Tania melerai mereka berdua.Tania memilih duduk di ruangan khusus yang biasanya digunakan untuk dirinya dan Tina saat bersama dengan anak-anak, Wijaya sengaja membuat ruangan ini untuk anak-anak karena tahu anak-anak akan ikut setiap kali Tania atau Tina ke kantor. Leo yang masih membutuhkan dirinya pasti ikut kemana saja Tania pergi, Nisa yang mengalami keterlambatan bicara juga bergabung bersama dengan mereka. Lucas, Rere dan Zee sudah
Setiap bulan mereka pasti berkumpul, tanpa Bima dan Via yang sudah mulai sibuk dengan perusahaan di Singapore. Endi bersama dengan Rifat setelah menikah dengan Aya, walaupun membuat Via menatap kesal pada Rifat. Billy sempat ikut bersama dengan Via dan Bima, tapi Mili sudah mengambil kembali jadi mereka tidak pernah bertemu dengan Billy jika tidak ada Bima.“Udah besar ini perutnya.” Tania menatap Aya yang datang dengan perut besarnya.“Udah mau empat bulan.” Aya duduk disamping Tina. “Mas Rifat mau adain macam syukuran gitu nanti pas empat bulan, tapi katanya kalau dapat ijin cuti dari bos.”“Kamu ngomong gitu biar aku bantuin bilang sama bos?” Tania menatap sinis pada Aya yang hanya menganggukkan kepala dengan polosnya. “Kalau lihat kamu begini pasti provokatornya Mbak Lila atau Tina.”“Aku?” Lila menunjuk diri sendiri yang membuat Tania memutar bola matanya. “Bu bos terlalu berpikir negatif sama aku.” Lila berkata dengan wajah sedihnya.
Wijaya menjadi tidak tenang melihat Tania mendiamkannya, kejadian tadi pagi membuat Wijaya mendapatkan tatapan tajam dan tidak diajak bicara. Meskipun, tidak diajak bicara Tania tetap menyiapkan kebutuhannya dengan baik, hanya saja ada suatu hal yang kurang hari ini melihat Tania tidak mengajaknya bicara.“Mami marah sama papi?” suara Lucas membuat Wijaya menatap kearah mereka berdua.“Nggak, kenapa abang bisa mikir begitu?” tanya Tania dengan suara lembutnya.“Mami nggak ajak bicara papi, terus papi menatap mami dengan tatapan sedih.” Lucas menjelaskan dengan rinci membuat Wijaya dan Tania saling memandang satu sama lain.“Mami hanya lelah, abang nanti berangkat sama papi. Mami istirahat di rumah, nggak papa?” Lucas menganggukkan kepalanya “Nanti mami jemput.”“Ada sopir yang jemput, mami nggak perlu khawatir. Mami istirahat dan rawat Zee serta Leo dengan baik, pasti mami tidur malam sampai tubuhnya merah kena nyamuk begini.” L
Tania tidak bisa berkata apa-apa mendengar perkataan Wijaya, menatap Rifat yang hanya diam memang benar adanya. Tangannya dipegang Wijaya seakan menguatkan dirinya, Tania hanya diam tidak membuka suaranya sama sekali.“Apa aku harus....” “Tidak!” Wijaya memotong kata-kata Tania dan berkata dengan tegas. “Tidak ada bantahan dan jangan melakukan hal gila.” Wijaya memberikan tatapan peringatan. “Jangan jadi bodoh, cukup ikutin semua rencana kami.”Memilih tidak membantah dan memberikan pendapat, hanya saja melihat ekspresi wajah mereka berdua membuat Tania tidak tega sama sekali. Genggaman tangannya semakin erat membuat Tania membelai punggung tangan Wijaya dengan perlahan untuk sedikit menenangkannya, memilih keluar dari ruang kerja Wijaya dan bersama dengan anak-anak untuk menghilangkan pikiran tentang masalah yang Wijaya hadapi.“Itu bukan suatu masalah yang penting, jadi jangan terlalu dipikirkan.” Tania menatap Rifat yang berada disampi