"Istrimu sudah tau?" tanya Kyai Mansyur lebih lanjut.
"Belum, tau hanya sebatas dua tahun saja." Lagi-lagi Kyai Mansyur mengangguk. Dia paham tidak mudah bagi seorang Milosevic mengatakan siapa jati diri mereka sebenarnya.
"Abah senang jika istrimu bisa tinggal di sini. Bawa ke sini, kapanpun kamu mau!" Ian mengangguk.
Ruang keluarga kembali hening. Andrian terus memperhatikan gerak gerik Ikan Arwana di akuarium, yang berada tepat di depannya. Sesekali terdengar hembusan napas dalam-yang Andrian lakukan. Kyai Mansyur memandang lekat cucu kesayangan sahabatnya. Dia salut dengan anak muda di hadapannya ini, laki-laki tangguh. Dia tau, saat ini Andrian dilanda kebimbangan terkait istrinya.
Andrian menghela napas dalam lagi, sebelum mulai berbicara. Dia menoleh ke arah Kyai Mansyur dan bertanya "Bagaimana jika aku menceraikannya?" Kyai Mansyur terkejut mendapat pertanyaan ini, tetapi
"Assalamualaikum, Mas Ian," sapa Rusdi. "Hhmm." Andrian langsung melajukan kursi rodanya dan berhenti sejenak di depan pintu. Dia memejamkan mata untuk sesaat, sebelum memasuki mansion. Satu tahun sudah, dia meninggalkan mansion ini. Andrian mengedarkan pandangannya ke setiap sudut ruang keluarga. Tempat yang sama dan tidak ada yang berubah sejak dia tinggalkan. Entah kenapa Andrian tiba-tiba merasa sepi. Di depan pintu kamar, dia berhenti lagi untuk sejenak. Dengan enggan, Andrian memasuki kamar utama miliknya. Rusdi hendak membantu Andrian. Akan tetapi, dia menolak. Andrian hanya mau dibantu Rusdi saat mengganti popok dan celana saja. Awalnya Rusdi sangat terkejut, tetapi setelah itu dia mengangguk paham. Setelah Rusdi merapikan pakaian dan beberapa barang bawaan Andrian, dia segera pamit undur diri. Saat Rusdi hendak membuka pintu kamar, Andrian menginterupsinya. "Paman, temani aku minum kopi!"
Dering ponsel Ian membuat ruangan Reynan yang semula riuh mendadak hening. Ian langsung meraih ponsel di saku kursi rodanya. 'Jul!' batinnya. Ian langsung menekan icon berwarna hijau. "Hhmm." "Kak, ada yang mau Jul bicar-," perkataan Julian langsung dipotong Andrian. "Aku ke sana!" ujar Andrian cepat dan langsung mematikan ponselnya. Dia langsung melajukan kursi rodanya secara otomatis keluar ruangan Reynan. "Hei, Ian tunggu!" cegah David. "Ada urusan!" jawab singkat Ian. Reynan dan Frans geleng-gelang melihat interaksi David dan Andrian. David mengembuskan napas kasar, dia kesal sekali, baru saja bertemu sudah ngeloyor pergi. "Sudahlah Dav, kayak ngga tau aja si Ian!" ujar Reynan. "Baru juga ketemu, lu pada ngga kangen?" tanya David. "Kangenlah!" jawab Reynan. Frans diam saja. S
Ian menatap tajam gadis di depannya ini, tanpa bicara sepatah kata pun. Rahang mengeras, bibir mengatup rapat, tanda Aldric Andrian benar-benar menahan amarah. Sayang sekali, hal itu tidak berlaku bagi Rinda. Dia tertawa terpingkal-pingkal melihat wajah Ian. Meeting room mencekam. Itulah keadaan yang bisa digambarkan sekarang. Julian sudah tidak tahu harus bagaimana lagi mengendalikan Rinda. Sejak kecil, Rinda memang selalu mengganggu Ian. Suatu ketika kemarahan Ian memuncak dan mengakibatkan Rinda langsung dikirim Aldric Andrian remaja ke sekolah asrama di Jerman dan Inggris. Bagaimana reaksi ayah dan ibu Julian? Kedua orang tuanya pun tidak bisa mencegah kemarahan Andrian muda, bahkan saat mereka bersujud di kaki Andrian, dia bergeming. "Hei, Kak Ian. Rinrin bukan anak umur lima tahun lagi! 24 tahun. Ingat! Dasar orang tua jelek!" ejek Rinda. "Ternyata 19 tahun ini, kamu semakin
"Bagaimana dengan istriku?" "Clear, Sir." "Pastikan, mereka tidak menyentuh istriku, Man!" perintah Ian dengan tatapan tajam penuh intimidasi. Rahman yang hampir sepuluh tahun bekerja pada Andrian masih saja tetap merasakan betapa aura itu pekat sekali. Andrian mendesah. Masalah Sander benar-benar mengurasi energinya. Dia hanya berharap tidak mati dengan mudah. Sejak kapan Lead The Leon akan mati dengan mudah? "Man, handle semua seperti biasa!" "Yes, Sir." "Pergilah!" Rahman membungkuk sedikit lalu keluar dari ruangan itu. Andrian mengayuh kursi rodanya ke dekat jendela, yang berada di sebelah taman. Berdiam diri di dekat taman adalah kebiasaan Andrian sejak kecil. 'Semoga kamu sampai kapan pun tidak akan bangun lagi, tetaplah tidur untuk selamanya dan jangan sampai istriku tau kehadiranmu! Aku harus bisa mengendalikanmu, jika tidak berapa banyak darah yang akan kau tumpahkan hingga terpuaskan hasratmu,' tekad
Kota Kediri Dr. Arnold tiba-tiba menghubungi dan meminta Fafa untuk datang ke rumah sakit nanti sore. Ditemani oleh Silvi, Fafa segera berangkat ke rumah sakit. Dia terkejut saat mendapat penjelasan jika nanti malam, suaminya akan melaksanakan treatment fertilitas. Dr. Arnold meminta Fafa untuk bersiap-siap karena beberapa hari ke depan proses inseminasi buatan akan segera dilaksanakan. Dia cukup menjaga kondisi dan mengkonsumsi vitamin yang telah diresepkan oleh dr. Arnold. Sebagaimana perintah Andrian, proses penanaman akan dilakukan di R.S Medika Surabaya. Sepanjang hari Fafa gelisah, tidak ada satu pun yang bisa dia hubungi sekarang. Keluarga di Jakarta benar-benar menutup akses darinya. Sebenarnya apa yang sedang mereka sembunyikan. Malam menjelang, selepas sholat isya, Fafa semakin tidak tenang. Dia sudah bisa menghubungi Rusdi, tetapi jawaban yang diterima tidak memuaskan. Fafa menghubungi nomor ponsel Andrian, dalam posisi off. Dia juga menghubungi Ra
Dr. Thomas bersiaga di samping Andrian. Begitu pula anggota tim dokter yang lain. Bagaimanapun efek pasca treatment ini yang wajib diwaspadai. Kondisi fisik Andrian bisa saja menyebabkan terjadinya anomali. Selama 20 tahun, tubuh ringkih itu terus menerus mendapatkan berbagai injeksi baik vitamin maupun obat untuk menopang kehidupannya. Hanya saja, selama satu tahun terakhir sudah jarang, bahkan pemilik R.S. Medika itu hampir tidak pernah lagi melakukannya. Semua ini tidak lepas dari campur tangan sang istri. Siapa lagi jika bukan Fafa. Gadis itu benar-benar membuat dr. Thomas salut, tidak hanya berhasil membantu Andrian perlahan lepas dari ketergantungan obat penenang, tetapi juga berhasil menidurkan monster dalam diri pria itu. Dr. Thomas memusatkan perhatiannya pada Andrian. Dia sebenarnya kurang setuju dengan rencana pria itu untuk memukul mundur Sander, sementara dia berusaha keras membuat istrinya hamil. Akan tetapi bagaimanapun dr. Thomas juga berada dalam kuasa
Becker bangkit dari duduknya dan langsung mengekor Sander keluar dari VVIP Room. Becker sudah bisa menebak kemana sahabatnya itu akan pergi. Saat ini, Sander hanya butuh pelampiasan. Dua pria dewasa itu langsung masuk ke dalam lift yang tak jauh dari room yang mereka tempati selama hampir sepekan ini dan menuju club yang ada di lantai tiga. Begitulah cara Sander melepaskan kekesalan di hatinya. Dia akan minum hingga mabuk dan melepaskan insting purba terlarangnya pada wanita yang dia temui di club. Sebenarnya, apa yang dilakukan Sander tidak jauh beda dengan Andrian. Hanya saja, Andrian akan mengusir kekesalan hatinya dengan merokok puluhan batang rokok dan menghabiskan bergelas-gelas kopi hitam. Tidak hanya itu, cara Sander dan Andrian menyelesaikan masalah juga sangat berbeda. Jika Sander lebih mengandalkan anak buahnya dan muncul saat terakhir, maka Andrian akan menjadi m
"Mbak Fafa, nggak papa?" "Nggak papa. Hhmm ... Mbak Silvi, Pak eh ... Mas Rahman sudah ngasih kabar belum? Mas Ian bagaimana?" tanya Fafa pelan. "Tadi malam, Kak Rahman memberitahu jika tuan muda baik." Fafa mengangguk. Perjalanan ke Surabaya, sedikit lebih lama dari biasanya. Butuh waktu hingga tiga jam untuk sampai di R.S. Medika Surabaya. Beberapa kali Fafa meminta berhenti di tengah-tengah perjalanan. Setibanya di R.S. Medika, Silvi langsung ke arah resepsionis untuk mengurus segala sesuatunya. Fafa mengikuti arahan Silvi untuk mengikutinya. Ternyata, mereka masuk ke VVIP Room. Untuk istirahat sejenak, menunggu konsultasi dengan dr. Chris, yang sudah di jadwalkan pukul satu siang. Setelah sholat dhuhur, Fafa rebahan. Dia melihat galeri di ponsel, yang berisi foto-foto Andrian. Suaminya itu, memang susah difoto kalau dalam keadaan sadar. Akhirnya, kebanyakan foto dalam keadaan Andrian tidur. Ada satu foto yang membuat perasaan Fafa ca