"Mbak Fafa, nggak papa?"
"Nggak papa. Hhmm ... Mbak Silvi, Pak eh ... Mas Rahman sudah ngasih kabar belum? Mas Ian bagaimana?" tanya Fafa pelan.
"Tadi malam, Kak Rahman memberitahu jika tuan muda baik." Fafa mengangguk.
Perjalanan ke Surabaya, sedikit lebih lama dari biasanya. Butuh waktu hingga tiga jam untuk sampai di R.S. Medika Surabaya. Beberapa kali Fafa meminta berhenti di tengah-tengah perjalanan.
Setibanya di R.S. Medika, Silvi langsung ke arah resepsionis untuk mengurus segala sesuatunya. Fafa mengikuti arahan Silvi untuk mengikutinya. Ternyata, mereka masuk ke VVIP Room. Untuk istirahat sejenak, menunggu konsultasi dengan dr. Chris, yang sudah di jadwalkan pukul satu siang.
Setelah sholat dhuhur, Fafa rebahan. Dia melihat galeri di ponsel, yang berisi foto-foto Andrian. Suaminya itu, memang susah difoto kalau dalam keadaan sadar. Akhirnya, kebanyakan foto dalam keadaan Andrian tidur. Ada satu foto yang membuat perasaan Fafa ca
Dr. Julian mengeluarkan mini flash disk, kemudian menyerahkan pada Fafa. "Ini, amanat dari Kak Ian." Fafa mengangguk dan mengucapkan terima kasih. Fafa melihat jam tangannya. Ternyata dua jam penuh dia konsultasi. Dia segera berpamitan dan meninggalkan Poli Obygyn dengan penasaran. 'Apa isi flash disk ini!' batinnya. Di depan poli, Fafa disambut oleh oleh Silvi. Tanpa sepatah kata, keduanya berjalan berdampingan menuju VVIP room. Mereka sibuk dengan pikirannya sendiri, jika Fafa penasaran dengan isi mini flash disk yang diberikan dr. Julian, sedangkan Silvi penasaran kenapa Fafa keluar dari poli memasang wajah sendu. "Mb Silvi, saya mau sendiri dulu. Maaf!" ujar Fafa pelan. "Iya, Mbak Fa. Saya di depan ya," jawab Silvi langsung menutup daun pintu. Fafa langsung naik ke atas ranjang dan meraih notebook. Dengan sedikit terburu-buru dia langsun
"Eemm, jadi gin-," ujar Julian terjeda karena terdengar nada dering panggilan masuk pada ponselnya. Setelah meminta izin untuk menerima panggilan, dr. Julian menjauh dari tempat Fafa. Panggilan dari dr. Thomas terlalu riskan jika sampai isinya didengar oleh Fafa. Bagaimanapun kondisi Andrian saat ini tidak baik-baik saja. Lantas, apa yang bisa dia katakan pada istrinya. Selesai menerima panggilan dr. Julian segera kembali menemui Fafa kembali. " Maaf, Kak. Mau menanyakan apa? Oh iya Kak Ian. Dia baik-baik saja Kak. Sempat kolaps karena obat fertilitas itu, tapi sekarang udah baikan kok. Kak Fa tenang saja, yang penting Kakak konsen sama proses besok pagi!" jelas Julian. "Bukannya seperti jam kemarin ya?" tanya Fafa gugup. "Oh, Chris belum memberi tahu Kak Fa ya! Dimajukan Kak, besok siang dr. Arnold ada jadwal seminar karena akan bertolak ke London!" jelas Julian. 'Andai Kak Fa tau, untuk siapa dr. Arnold ke London,' lanjut Julian
Setelah mendapat persetujuan Fafa, dr Arnold memulai prosesnya. Fafa memilih memalingkan wajah dari kedua dokter itu. Rasa malu tetaplah mendominasi. Dr. Arnold pelan-pelan melakukan prosesnya, mengingat Fafa sendiri juga masih virgin. Rasa tidak nyaman terlihat jelas dari raut wajah Fafa. Seketika suasana hening, hanya helaan napas tertahan dan pelan sesekali terdengar, serta sesekali bunyi peralatan yang digunakan oleh kedua dokter itu. "Finish!" ucap dr. Arnold, setelah hampir dua jam melakukan tindakan medisnya. Fafa mengembuskan napas lega dan mengucap syukur. Setelah semua peralatan dirapikan kembali oleh perawat yang bertugas saat itu, keadaan kembali hening. "Nyonya Andrian, tetap rebahan dahulu ya, paling tidak 20 menit, lebih juga boleh," lanjut dr. Arnold mengingatkan Fafa. "Iya, Dok. Terima kasih." "Nyonya, nanti setelah berdiri dan berjalan ada rasa tidak nyaman, bahk
Dr. Chris datang, menyapa Silvi dan bodyguard Fafa seperti biasanya. Dia langsung masuk ke ruang maternity dan segera saja mengunci pintu dari dalam. Dengan tersenyum miring dan hanya di salah satu sudut bibir, dia mulai menjalankan aksinya. Dr. Chris mulai memasang alat perekam di samping brankar yang di tempati Fafa dan memastikan sekali lagi alat itu berfungsi.Dr. Chris melepaskan seluruh pakaian yang melekat pada tubuhnya kecuali dalaman. Dia juga melepaskan pakaian pasien yang dikenakan Fafa. Dr. Chris harus bergerak cepat dan juga senatural mungkin. "Cih! Badan kerempeng gini, mana bisa bikin orang horny!" gumamnya penuh nada mencemooh. Dr. Chris benar-benar seperti seorang aktor ulung. Awalnya dia hanya ingin menunjukkan, jika mereka sedang melakukan hubungan terlarang dan mengirimkan pada Aldric. Akan tetapi niatan itu lama-lama menguap. Dia harus mencabut ucapannya tadi. Melihat tubuh perawan tergolek bak boneka yang pasrah dan siap kapan saja dia main
"Sudah, Kakak bisa lihat di e-mail." "Apakah, Tuan Muda sudah siuman?" "Belum! Apa kamu mau dia langsung melenyapkanmu!" hardik Rahman. Silvi bungkam, sejurus kemudian panggilan dimatikan sepihak oleh Rahman. Tubuh Silvi merosot, tamat sudah riwayatnya. Tugas perdana menjadi agent The Hunter, gagal. Apalagi yang bisa dia lakukan sekarang? Haruskan dia menerima takdir begitu saja? Selama napas masih dihela, tidak ada kata menyerah. Dia harus mencari cara agar lepas dari hukuman. Silvi yakin sebentar lagi Sony akan datang menjemput. Statusnya pun sebagai agent The Hunter sudah dibekukan. Ke mana dia akan bersembunyi? Sebagai seorang terduga di The Hunter adalah nasib buruk. Kabar yang beredar jika Sang Monster Tuan Muda lebih mengerikan dari pada langsung dilenyapkan, bukanlah bualan semata. "Fafa," gumamnya tanpa sadar. Silvi tersenyum penuh arti. Jika dia tidak bisa bertemu Fafa secara langsung, maka akan meminta kakaknya untuk menemui ist
"He ... he ... becanda Kak!" jawab Iksan. Fafa geleng-geleng. Ikhsan mengawasi cara Fafa berjalan sedikit miris. Dia berjalan sedikit tertatih karena menahan sedikit nyeri di organ intimnya. Kakaknya orang baik dan bukan orang yang suka mencari masalah. Hari ini yang terjadi benar-benar membuktikan jika, lingkungan di sekitar Andrian sangatlah berbahaya. Bolehkan Ikhsan meminta sesuatu yang buruk untuk pernikahan kakaknya dengan Andrian. Bagaimana dia mampu memintanya, jika Ikhsan melihat suami-istri itu begitu saling menyayangi. Setelah memastikan Fafa masuk kamar mandi, Ikhsan bernapas lega. Hal ini tidak lepas dari pengamatan dr. Julian dan dia membatin, 'Mereka benar-benar saling menyayangi.' Ikhsan menjauh dari brankar dan duduk di sebelah dr. Julian. Untuk sesaat keduanya bertukar pandang, mencoba mencari alasan yang tepat jika mendapat pertanyaan tentang dr. Chris dan Silvi. Keduanya tidak mungkin memberitahu Fafa jika dr. Chris dan Silvi telah d
"Tidak ada," sahut Sander. Becker memincingkan mata. 'Sepertinya ada yang tidak beres!' batin Becker. Untuk pertama kalinya, Sander pulang ke Jerman dengan hati riang. Entahlah, Becker hanya perlu bersiap akan kejutan di Berlin. Semoga saja bukan pertengkaran ayah dan anak lagi. Apa yang diharapkan Becker? Pesta penyambutan mungkin. Huff, Lothar memang bisa dibilang bukan ayah yang baik. Tiga keturunan Milosevic, hanya ayah Aldric Andrian saja yang waras. Dua lainnya benar-benar mewaris sikap kejam Milosevic. Bahkan termasuk kepada keturunannya sendiri. Victor dan Lothar, keduanya sama saja. Mereka terus menyalahkan anaknya untuk menutupi kehancuran yang dirasakan akibat kehilangan istri. Begitulah pecundang. Becker menatap Sander yang terlelap dengan tatapan iba. Dia sangat tahu bagaimana perjalanan hidup pria itu dari kecil. Mereka bersahabat sejak di bangku Junior School. Becker melihat jam di pergelangan tangannya. Perjalanan m
Hening. Monitor EKG menunjukkan garis datar. Semua yang ada di ruangan itu lemas. Setelah berjibaku selama satu jam menyelamatkan Andrian. Dengan segala kemampuan dikerahkan. Akan tetapi kenyataan berkata lain. Dr. Thomas meletakkan alat kejut jantung di tempatnya. Dia menunduk, telah gagal menyelamatkan anak semata wayang dari sahabatnya, Andrinof Milosevic. "Dri, maafkan aku yang tidak mampu menjaga amanatmu!" gumam dr. Thomas.George, Rahman, dan Hamid yang berada di luar kapsul terpaku. Apakah ini akhirnya? Apakah Sang Monster benar-benar pergi selamanya? Dia pasti kembali! Begitu ucapan ketiganya dalam hati.Sang Monster adalah julukan yang disematkan kepada Aldric Andrian kala pelenyapan besar-besaran kelompok mafia yang ada di Norwe. Pengkhianatan yang dilakukan oleh ketua mereka dalam sebuah kesepakatan bisnis dengan The Lion adalah penyebabnya. Lumpuh bukanlah sebuah alasan untuk tetap duduk di atas kursi roda sementara