Share

Bab 5

Penulis: Yurisha
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Tangan Moana berusaha mendorong dada bidang Heros. Meski ia takut, ia tetap harus melakukannya. Karena jika tidak begitu, sesuatu yang tidak diharapkan bisa terjadi. 

Lagi dan lagi Moana selalu kalah dengan tenaga Heros, kedua tangannya yang memberontak bahkan sudah digenggam hanya dengan satu telapak tangan pria itu.

Sial! Moana benar-benar sudah tidak bisa berkutik selain menunggu apa yang akan Heros lakukan selanjutnya. Matanya perlahan menutup, tidak berani menatap wajah Heros yang semakin mendekat.

Sebuah kecupan terasa di bibirnya, pria itu menciumnya lembut. Melumatnya di sana. Hampir saja tubuh Moana lunglai karena ketakutan menguasai dirinya, tetapi tiba-tiba tubuhnnya terhuyung ke belakang. Heros mendorongnya hingga ia terbaring di sofa dengan tubuh Heros di atasnya. 

"Brengsek! Heros, kau sudah mabuk!" 

Moana mendorong tubuh Heros sekuat tenaga, tetapi Heros semakin memeluknya erat dan memejamkan matanya hampir tak sadarkan diri.

"Tidak, Heros! Bangun!" 

Posisi mereka sudah tidak bisa Moana hindari, tangan Heros yang memeluk tubuhnya erat tidak bisa ia lepaskan. Ia tidak bisa membayangkan jika posisi mereka ini akan sampai esok pagi. 

*** 

Dan benar saja, ketika matahari sudah terbit, posisi mereka masih sama seperti semalam. Heros bangun terlebih dahulu dengan pusing yang menyerang kepalanya. 

Ia belum sepenuhnya menemui kesadarannya sampai sesuatu mengganggu pergerakannya. Begitu Heros sadar, Ia langsung melotot dan terperanjat. Menjauhkan diri dari tubuh Moana yang masih terpejam. 

Pergerakan itu membuat tidur Moana terusik, perlahan ia bangun dan melihat Heros yang sedang duduk di depannya dengan tatapan horor. 

"Sedang apa kau di sini!" Heros langsung menyerangnya dengan pertanyaan. 

Moana menggigit bibirnya menahan kekesalan yang pagi-pagi sudah melingkupi dirinya, ia kesal karena bayangan semalam muncul secara otomatis begitu saja. 

"Ini semua salahmu!" 

Jari telunjuk Moana menunjuk wajah Heros, ia menekukan kakinya dan mundur, memperjauh jarak dan menyilangkan kedua lengannya di depan dada. 

Perlakuan dan gerakan Moana memperlihatkan seakan-akan Heros sudah melakukan suatu hal buruk kepada wanita itu. Sedangkan Heros sama sekali tidak mengingat kejadian semalam yang membuatnya tidur dengan posisi memeluk Moana. 

"Apa maksudmu?" 

Kalimat itu semakin menambah kekesalahan dan kemarahan Moana, bagaimana mungkin Heros melupakan kejadian semalam? 

"Dasar bastard!" 

Cacian akhirnya keluat dari mulut Moana, Heros tentu saja terkejut mendengarnya. Seumur hidup ia tidak pernah menemui orang yang berani mengumpatinya langsung di hadapannya. 

Lalu seorang wanita yang tiba-tiba datang ke kehidupannya membuatnya tidak bisa berkata-kata dengan segala prilakunya. 

"Beraninya kau!" 

Heros hendak menghampiri Moana, sayangnya kepalanya masih sakit akibat alkohol sialan yang diberikan Jester--Sekretaris sekaligus tangan kanan Heros-- semalam.

Ia benar-benar tidak tahu bahwa minuman yang diberikan Jester mengandung alkohol yang sangat tinggi. Heros juga heran karena ia dikenal peminum yang kuat, tetapi semalam ia benar-benar mabuk dan kehilangan kontrol pada dirinya. Heros menggeram, Jester akan menerima imbalannya. 

Kembali Heros duduk, mengangkat tangannya untuk memijit kepalanya pelan. Moana sudah yakin bahwa Heros masih merasakan efek dari minuman beralkohol yang diminumnya semalam. Pria itu masih hangover. 

Tanpa banyak bicara Moana bangkit, menuju ke dapur dan berniat melakukan sesuatu. Moana mengambil buah-buahan di dalam lemari es. 

Membuat jus buah dan mengambil dua helai roti dan melapisinya dengan madu. Menyiapkan dan mengantarkannya pada Heros. 

Heros merasakan sebuah telapak tangan mengelus bahunya, "Bangun." Dan suara lembut memenuhi telinganya. 

Ia melihat Moana yang sedang memegang gelas berisi jus buah, serta sebuah piring dengan roti di atasnya terhidang di hadapannya. 

"Minum ini, sedikit saja." 

Tanpa banyak bicara Heros meminumnya, ia merasa mual dengan perutnya. 

"Tidak papa, minum lagi. Ini bisa meredakan mual dan pusing." 

"Bagaimana kau bisa tahu?" Heros bertanya seraya memindahkan gelas di tangan Moana ke tangannya sendiri. 

Bola matanya terus memperhatikan pergerakan Moana, wanita itu sekarang meraih piring. Menyimpannya di atas pangkuannya. Meraih pisau untuk memotong roti itu kecil dan menusuknya dengan garpu. 

"Makan ini,"

Potongan kecil roti itu sudah berada tepat di depat mulut Heros, dengan ragu ia melahapnya. Mengunyahnya perlahan dan memakannya.

"Aku tahu dari ayahku," ujar Moana seraya memotong bagian roti yang lain, "aku pernah minum sampai hangover, lalu ayah memberikan jus buah dan roti berisi madu padaku. Itu semua membuat rasa mual dan pusingku sedikit mereda." 

Heros mengangguk mendengar semua penjelasan Moana terkait pertanyaannya yang tadi. Jadi, bukan hanya semata-mata Moana tahu. Tapi wanita itu mengalaminya sendiri. 

Sebuah nada dering membuat mereka terpaksa membuyarkan suasana, ponsel yang berada di saku Heros langsung diambil oleh laki-laki itu. Raut wajahnya terlihat malas saat melihat nama yang tertera di sana.

"Apakah kau tidur dengannya? Jester bilang Moana ada bersamamu." 

Sebuah suara yang keluar dari ponselnya tidak bisa terdengar oleh Moana.

"Iya, Dad. Dia bersamaku, sedang berada di sampingku." 

Meskipun tidak tahu siapa yang menelepon Heros, Moana bisa mengetahui dan mendengar dengan jelas suara Heros yang menimpali seseorang di seberang telepon. Apakah mereka sedang membicarakan dirinya?

"Jangan menyakitinya, Heros. Dia calon ibu dari anak-anakmu nanti." 

Kalimat itu membuat Heros tiba-tiba terkekeh. Tidak mungkin. Calon ibu dari anak-anaknya? Apakah pria tua yang meneleponnya ini sedang bermimpi? 

"Itu tidak akan pernah terjadi." 

Perkataan Heros membuat pria paruh paya itu berdecih. "Kau akan menyesali perkataanmu ini, Son." 

Setelah selesai mengatakan itu, sambungan teleponnya ia matikan. Kalimat ayahnya masih terngiang di kepala Heros. Benar, sepertinya Heros akan menyesal karena akan menikah dengan wanita di depannya. 

Heros tidak mengharapkan dan menginginkan ini semua. Bahkan, perlakuan manis wanita di depannya ini tidak berhasil membuat hatinya luluh. 

"Pulang." Pelan suara Heros yang menyuruhnya pulang mengejutkan Moana. 

Apakah Heros sedang mengusirnya secara terang-terangan? Jelas, sepertinya memang seperti itu. 

Moana segera merapikan bajunya, serta mengikat rambutnya yang ia rasa masih berantakan. Cepat ia bangkit, berjalan meninggalkan Heros tanpa sepatah kata pun. 

Bahkan ketika sudah keluar dari penthouse milik Heros, Moana tidak berhenti menggerutu mengumpati pria itu. 

"Dasar tidak tahu terima kasih!" 

Sepertinya, rasa kesal selalu ada setiap Moana dekat dengan Heros. Sial, rasanya ia ingin menghilang dan menjauh dari Heros. Tetapi sayangnya, tanggal pernikahan mereka beberapa hari lagi.  

Langkah kaki Moana keluar dari dalam Lift, melewati lobi dan keluar dari bangunan menjulang itu. Tepat saat keluar dari pintu masuk, sebuah mobil hitam berhenti di depannya dengan kaca pintunya yang terbuka perlahan. 

"Silahkan masuk, Nona. Saya akan mengantarkan anda."

Seseorang memperlihatkan wajahnya dari balik kaca. Itu ..., lelaki semalam yang datang mengunjungi Heros. Yang membuat pria itu hangover.

"Tidak, terima kasih."

"Saya diperintahkan Tuan Rhodes, Nona." 

Mendengar nama itu membuat Moana mau tidak mau menurutinya. Bahkan saat tidak ada orangnya, Moana bisa merasakan rasa sungkan dan hormat saat mendengar nama itu disebutkan. 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Nani
Cerita nya keren dan bagus , kpn episode selanjut nya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • My Husband is a Billionaire   Bab 1

    Manhattan, NYC - USA "Lelah sekali," Moana bergumam sambil berjalan keluar Restoran tempatnya bekerja. Sesekali ia melihat kendaraan yang berlalu-lalang.Tepatnya hari ini ia sudah menjadi pekerja tetap di Xyan's, --Restoran khas Italia.-- Dalam langkah kakinya, ia tidak berniat pulang sama sekali. Membayangkan isi rumah yang kosong dan tidak ada suara apa pun membuatnya nyaris hampir bersedih. "Tidak Moana, kau kuat. Demi ibu dan Elysa."Senyum tersungging kecil di bibirnya, saat membayangkan keluarga mereka, Moana mulai semangat lagi. Mau bagaimana pun, alasan terbesar Moana bekerja adalah keluarganya.Sekali lagi, Moana mengangguk. Meyakinkan dirinya. Tiba-tiba ponsel yang sedang digenggamnya berdering, menampilkan nama Floria --sahabatnya--.Baru saja akan mengangkat teleponnya, mata Moana melihat sebuah mobil berhenti di depannya. Keningnya mengerut, melihat dua orang berpakaian hitam keluar dari sana. Keheranan Moana semakin meningkat saat mereka menghampirinya, menarik pergel

  • My Husband is a Billionaire   Bab 2

    Setelah keluar dari kediaman Heros, Moana segera pergi ke rumah sakit. Tempat di mana adiknya sedang di rawat. Langkahnya kian cepat, dengan kekesalan yang semakin bertambah seiring waktu. Matanya sudah tertuju ke nomor ruangan yang tertempel di salah satu pintu yang berjejer di lorong rumah sakit. Ia mendorong gagang pintu bernomor 110, ruangan di mana ibu dan adiknya --yang sedang terbaring koma-- berada. "Ibu!" Suara pintu yang di dorong dan suara seseorang membuat Marcelline--ibu Moana-- terkejut. Melihat kedatangan Moana, Marcelline mendengus kasar, "Pelan-pelan, Moana!" Tanpa mau membuang-buang waktu lagi, Moana melemparkan pertanyaan yang sudah ia tahan dari tadi. "Apa ibu menjodohkanku dengan Heros?" Cecar Moana dengan dada naik turun. Ia benar-benar buruk dalam mengontrol emosi.Marcelline yang sedang mengelus lengan Elysa, langsung menghentikan gerakannya saat mendengar pertanyaan yang terlontar dari anaknya. Bagaimana mungkin secepat ini Moana tahu?"Kau sudah tahu?"

  • My Husband is a Billionaire   Bab 3

    "T-tuan! Maafkan aku. Aku tidak ada waktu," elaknya pelan. Moana sangat takut melihat tatapan Heros di depannya, matanya terlihat merah memancarkan kemarahan. Bahkan bukan hanya itu, Heros meninju dinding di samping kepala Moana, menimbulkan suara yang cukup keras. Untungnya, hanya ada mereka berdua di dalam. "Tidak ada waktu, kau bilang?!" Bibir Heros sudah membentuk garis, "seorang pelayan restoran sepertimu tidak ada waktu?" Geramnya tajam. Moana tidak bisa apa-apa selain menunduk, menghindari kemarahan dan bentakan dari Heros. Benar, dia hanya seorang pelayan di sebuah Restoran. Tapi apakah itu sebuah kesalahan? Di sela-sela sedih dan kesal yang Moana rasakan, Heros memegang dagu dan pipinya dengan sebelah telapak tangan, memaksa Moana untuk mendongak dan menatapnya."Sialan! Apa yang sedang kau lihat di bawah sana?!" Heros mencengkram rahang Moana keras, membuat Moana kesakitan. Kedua tangan Moana tidak tinggal diam, ia berusaha melepaskan tangan Heros di rahangnya, "Sudah

  • My Husband is a Billionaire   Bab 4

    "Pihak pertama, suami. Pihak kedua, istri. Dan, suami selalu benar?" Moana membulatkan matanya, aturan macam apa yang tertera di sini! "Sepertinya ini peraturan yang sangat aneh!" Ia melemparkan map itu ke meja. Menatap Heros kesal. "Aneh? Jadi, kau tidak setuju?" Mengangkat kedus alisnya, "baik. Kalau begitu, kembalikan uang yang sudah ibumu pakai." Sontak Moana diam seperti patung, uang ratusan juta yang sudah ibunya pakai? Dari mana ia bisa mendapatkannya. Astaga! Moana kalut sekali. Ia benar-benar di tempatkan pada situasi yang hampir membuatnya gila. Jangankan memutuskan sesuatu yang dia mau, Moana bahkan tidak bisa membela dirinya sendiri. "Bagaimana, Moana?" Tanya Heros dengan kedua tangan tertaut di depan dada, bersikap angkuh dan percaya diri bahwa ia akan menang telak. "Tidak ada pilihan lain."Hanya itu kalimat yang keluar dari bibir Moana. Memang benar, bukan? Tidak ada pilihan yang harus ia pilih. Moana tidak bisa membatalkan pernikahan ini meski ia sangat ingin, Mo

Bab terbaru

  • My Husband is a Billionaire   Bab 5

    Tangan Moana berusaha mendorong dada bidang Heros. Meski ia takut, ia tetap harus melakukannya. Karena jika tidak begitu, sesuatu yang tidak diharapkan bisa terjadi. Lagi dan lagi Moana selalu kalah dengan tenaga Heros, kedua tangannya yang memberontak bahkan sudah digenggam hanya dengan satu telapak tangan pria itu.Sial! Moana benar-benar sudah tidak bisa berkutik selain menunggu apa yang akan Heros lakukan selanjutnya. Matanya perlahan menutup, tidak berani menatap wajah Heros yang semakin mendekat.Sebuah kecupan terasa di bibirnya, pria itu menciumnya lembut. Melumatnya di sana. Hampir saja tubuh Moana lunglai karena ketakutan menguasai dirinya, tetapi tiba-tiba tubuhnnya terhuyung ke belakang. Heros mendorongnya hingga ia terbaring di sofa dengan tubuh Heros di atasnya. "Brengsek! Heros, kau sudah mabuk!" Moana mendorong tubuh Heros sekuat tenaga, tetapi Heros semakin memeluknya erat dan memejamkan matanya hampir tak sadarkan diri."Tidak, Heros! Bangun!" Posisi mereka sudah

  • My Husband is a Billionaire   Bab 4

    "Pihak pertama, suami. Pihak kedua, istri. Dan, suami selalu benar?" Moana membulatkan matanya, aturan macam apa yang tertera di sini! "Sepertinya ini peraturan yang sangat aneh!" Ia melemparkan map itu ke meja. Menatap Heros kesal. "Aneh? Jadi, kau tidak setuju?" Mengangkat kedus alisnya, "baik. Kalau begitu, kembalikan uang yang sudah ibumu pakai." Sontak Moana diam seperti patung, uang ratusan juta yang sudah ibunya pakai? Dari mana ia bisa mendapatkannya. Astaga! Moana kalut sekali. Ia benar-benar di tempatkan pada situasi yang hampir membuatnya gila. Jangankan memutuskan sesuatu yang dia mau, Moana bahkan tidak bisa membela dirinya sendiri. "Bagaimana, Moana?" Tanya Heros dengan kedua tangan tertaut di depan dada, bersikap angkuh dan percaya diri bahwa ia akan menang telak. "Tidak ada pilihan lain."Hanya itu kalimat yang keluar dari bibir Moana. Memang benar, bukan? Tidak ada pilihan yang harus ia pilih. Moana tidak bisa membatalkan pernikahan ini meski ia sangat ingin, Mo

  • My Husband is a Billionaire   Bab 3

    "T-tuan! Maafkan aku. Aku tidak ada waktu," elaknya pelan. Moana sangat takut melihat tatapan Heros di depannya, matanya terlihat merah memancarkan kemarahan. Bahkan bukan hanya itu, Heros meninju dinding di samping kepala Moana, menimbulkan suara yang cukup keras. Untungnya, hanya ada mereka berdua di dalam. "Tidak ada waktu, kau bilang?!" Bibir Heros sudah membentuk garis, "seorang pelayan restoran sepertimu tidak ada waktu?" Geramnya tajam. Moana tidak bisa apa-apa selain menunduk, menghindari kemarahan dan bentakan dari Heros. Benar, dia hanya seorang pelayan di sebuah Restoran. Tapi apakah itu sebuah kesalahan? Di sela-sela sedih dan kesal yang Moana rasakan, Heros memegang dagu dan pipinya dengan sebelah telapak tangan, memaksa Moana untuk mendongak dan menatapnya."Sialan! Apa yang sedang kau lihat di bawah sana?!" Heros mencengkram rahang Moana keras, membuat Moana kesakitan. Kedua tangan Moana tidak tinggal diam, ia berusaha melepaskan tangan Heros di rahangnya, "Sudah

  • My Husband is a Billionaire   Bab 2

    Setelah keluar dari kediaman Heros, Moana segera pergi ke rumah sakit. Tempat di mana adiknya sedang di rawat. Langkahnya kian cepat, dengan kekesalan yang semakin bertambah seiring waktu. Matanya sudah tertuju ke nomor ruangan yang tertempel di salah satu pintu yang berjejer di lorong rumah sakit. Ia mendorong gagang pintu bernomor 110, ruangan di mana ibu dan adiknya --yang sedang terbaring koma-- berada. "Ibu!" Suara pintu yang di dorong dan suara seseorang membuat Marcelline--ibu Moana-- terkejut. Melihat kedatangan Moana, Marcelline mendengus kasar, "Pelan-pelan, Moana!" Tanpa mau membuang-buang waktu lagi, Moana melemparkan pertanyaan yang sudah ia tahan dari tadi. "Apa ibu menjodohkanku dengan Heros?" Cecar Moana dengan dada naik turun. Ia benar-benar buruk dalam mengontrol emosi.Marcelline yang sedang mengelus lengan Elysa, langsung menghentikan gerakannya saat mendengar pertanyaan yang terlontar dari anaknya. Bagaimana mungkin secepat ini Moana tahu?"Kau sudah tahu?"

  • My Husband is a Billionaire   Bab 1

    Manhattan, NYC - USA "Lelah sekali," Moana bergumam sambil berjalan keluar Restoran tempatnya bekerja. Sesekali ia melihat kendaraan yang berlalu-lalang.Tepatnya hari ini ia sudah menjadi pekerja tetap di Xyan's, --Restoran khas Italia.-- Dalam langkah kakinya, ia tidak berniat pulang sama sekali. Membayangkan isi rumah yang kosong dan tidak ada suara apa pun membuatnya nyaris hampir bersedih. "Tidak Moana, kau kuat. Demi ibu dan Elysa."Senyum tersungging kecil di bibirnya, saat membayangkan keluarga mereka, Moana mulai semangat lagi. Mau bagaimana pun, alasan terbesar Moana bekerja adalah keluarganya.Sekali lagi, Moana mengangguk. Meyakinkan dirinya. Tiba-tiba ponsel yang sedang digenggamnya berdering, menampilkan nama Floria --sahabatnya--.Baru saja akan mengangkat teleponnya, mata Moana melihat sebuah mobil berhenti di depannya. Keningnya mengerut, melihat dua orang berpakaian hitam keluar dari sana. Keheranan Moana semakin meningkat saat mereka menghampirinya, menarik pergel

DMCA.com Protection Status