"Ta, sudahkah kita hentikan acara peluk memeluk ini? Aku lapar," ucap Arthur diikuti cengiran kudanya.
"Ah, iya Tata lupa masak. Tunggu disini Tata mau ambil dulu."
"Tak usah cukup lepaskan saja pelukan mu, lalu duduklah di sampingku aku akan memanggil maid ke sini."
Tabitha pun akhirnya melepaskan pelukannya pada Arthur dan duduk tepat di sebelah Arthur. Arthur segera mengambil ponselnya dan tak lama berselang pintu terbuka. Tabitha sedikit kaget karena sepengetahuannya Arthur sudah mengunci pintu kamarnya.
Di tengah keterkejutan Tabitha seorang maid membawa beberapa makanan dan mempersilakan Tabitha dan Arthur untuk menikmati hidangannya. Tabitha masih bingung dengan apa yang terjadi disini. "Kau tak usah bingung, aku tau kau sedang memikirkan dari mana datangnya maid-maid itu kan? Dan mengapa pintunya bisa dibuka?" tebak Arthur yang diikuti anggukan Tabitha.
"Aku sudah mengatur semua kegiatan di mansion ini. Jadi apapun bisa aku lakukan dan aku liat dari ponselku saja."
"Fantastic," ujar Tabitha.
"Sudahlah jangan memikirkan hal itu cepat makan. Lalu kita tidur."
"Okey tapi tetap om Arthur harus tidur di kamar sebelah."
"Baiklah."
Mereka pun menikmati hidangan yang disajikan oleh maid itu hingga dia pun menghabiskan porsinya. Setelah dirasa kenyang ia kembali memposisikan badannya untuk bersandar di tubuh Arthur. Karena merasa tak ada penolakan ia pun semakin merasa nyaman. Dan ia pun tertidur.
"Maafkan aku Ta, Handphone mu juga ku sadap," ujar Arthur sembari menggendong Tabitha ala bridal style dan menurunkannya di kasurnya. Tak lupa ia pun menyelimuti tubuh Tata dan sesekali mengelus rambut Tabitha.
"Night my love."
Arthur pun keluar dari kamar Tabitha.***
Keesokannya Tabitha bangun terlambat sekarang pukul 8 pagi. Namun ia tak terlalu memikirkannya sebab ini adalah tanggal merah jadi ia tak berangkat sekolah. "Brian, Arthur? Kemana semua orang?" Tabitha melangkahkan kaki jenjangnya menuju dapur berharap ada Arthur atau Brian di sana.
"Nyonya muda, maaf tadi tuan sudah pergi sejam yang lalu," ucap salah satu maid.
"Oh iya. Tak usah panggil aku seperti itu siapa namamu?"
"Namaku Karin nyonya."
"Baiklah Karin terimakasih," ucap Tabitha.
Tabitha berjalan ke arah sofa dan menghidupkan TV ia langsung mencari acara kartun kesayangannya yaitu spongebob. “Karin, kemarilah aku ingin bicara!"
"Iya nyonya muda ada apa?"
"Tak usah panggil begitu panggil saja Tata."
"Tapi__"
"Tak apa kan tidak ada Arthur disini. Lagi pula kurasa kita seumuran. Berapa umurmu?"
"Saya 19 tahun T_ Tata."
"Ya ampun kau kakak ku ternyata. Baiklah apa kau sudah lama bekerja pada Arthur?"
"Ibuku sudah bekerja pada tuan sejak tuan masih berumur 6 bulan. Lalu aku sekolah dibiayai oleh Keluarga Tuan. Naas sekarang kedua orang tua Tuan sudah wafat."
"Jadi aku sudah tak memiliki mertua?
"Iya, aku putri dari Madam Rose maid senior yang mengurus keperluan Tuan di New York."
"Lalu kenapa kau disini? Dan mengapa kau tak membantu ibumu di sana?"
"Tuan meminta agar beberapa pelayan disini dulu. Karena ia tak ingin kau lelah."
"So sweet, " ujar Tabitha.
Di tengah perbincangan mereka Handphone Tata berbunyi.
My Sweet Devil
Ternyata ada panggilan dari suaminya. Ia pun mengangkat panggilan tersebut. “Halo om ada apa?"
"Ta, tolong kau ambilkan berkas ku di atas meja kerjaku."
"Oke."
"Ambil saja map biru. Lalu kau ke
kantorku diantar oleh supir didepan""Iya iya… Ini juga udah mau ke atas."
"Oke take care," ucap Arthur.
"Yeah, you too."
Tabitha pun mematikan teleponnya. Dan bergegas ke ruang kerja Arthur ia memegang knop pintu lalu memutar nya. Ia berjalan ke arah meja kerjanya namun saat hendak mengambil map biru yang dimaksud oleh Arthur ia dikejutkan dengan pistol yang tiba-tiba terjatuh karena disenggol oleh lengan nya.
Ia menatap pistol itu namun ia tetap memaksa egonya untuk melihat pistol itu lebih dekat. Ia pun mengambil pistol tersebut. Ada sebuah ukiran di sana. 'Regnarok'. "Apa maksud dari ukiran ini? Akan ku tanyakan pada Arthur nanti."
Ia pun segera keluar dari ruang kerja Arthur dan segera bergegas keluar mansion nya ia pun pergi bersama supirnya dalam perjalanan Tabitha hanya berdiam karena pikiran nya berkecamuk, untuk apa Arthur menyimpan pistol itu? Dan apa makna dari Regnarok?
Tak berselang lama ia merasa dipanggil oleh supirnya. "Nyonya anda sudah sampai."
Tabitha hanya menganggukkan kepalanya dan keluar dari mobil itu, ia hanya berdiri memandang sebuah perusahaan yang menjulang tinggi dan di atasnya tertulis 'De Lavega Group'
Ia berjalan memasuki kantor suaminya tersebut dan mendekati receptionist. "Mba ruangan dari CEO disini dimana yah?"
"Maaf dek sudah ada janji dengan bos?"
"Hmm, belum."
"Maaf bos akan ada meeting lima menit lagi jadi beliau tidak bisa diganggu lebih baik adek keluar saja yah."
"Tapi saya istrinya."
"Dek, jangan halu. Tak mungkin seorang CEO besar seperti seorang Arthur De Lavega memiliki istri bau kencur seperti kamu. Lebih baik kamu pergi atau saya panggil security sekarang!"
“Maaf ya mba. Saya nggak lagi halu dan saya benar-benar istri CEO disini."
"Ternyata bukan cuman halu yah kamu juga pendrama!"
"Saya bukan pendrama," ucap Tata bergetar karena di bentak.
"Security!! Seret bocah tengik ini keluar!!"
Dua orang bertubuh besar menarik kedua lengan Tabitha. Ia hanya bisa menangis dipermalukan seperti ini. Lagi, ia tak pernah dibentak oleh siapapun karena itu ia selalu menangis jika dibentak oleh orang lain. Tata berusaha melepaskan dirinya.
"Keluar kamu penghalu, kamu pikir saya akan percaya sama kamu. Dasar jalang!!!"
Tabitha hancur saat dirinya dikatai jalang di depan publik seperti ini. Lagi miris ini adalah kantor suaminya sendiri. "Stop it!" Suara bariton menghentikan kegaduhan yang sedang terjadi. Tata mengenal suara itu ia langsung berlari dan menghambur ke pelukan Arthur.
"What happen?”
ujar Arthur sembari melihat Tata yang seseggukan karena menangis di pelukannya."I wanna go home."
"Bos dia mengaku-aku sebagai istrimu."
"Kami sudah berusaha untuk mengusirnya. Tapi dia tetap keras kepala."
"Maafkan kami yang tak bisa menangani masalah kecil ini bos. Kami akan segera mengusir jalang ini."
Mendengar perkataan Mila darah Arthur mendidih seketika kala mendengar istrinya dicap sebagai jalang. "Enough Mila!!! She is my wife!! In here you are the bitch you know. Lihatlah dirimu sendiri, apa kau tak risih dengan pakaian seperti itu! Dan ya satu hal lagi. Mulai besok kau tak perlu kemari untuk bekerja, kau dipecat!"
Arthur menuntun Tabitha dengan tetap merangkul pundak Tabitha yang masih bergetar karena menangis. Ia memasuki lift dan tetap memeluk Tabitha. Sampai pada ruangannya.
"Duduklah aku akan meeting."
"Jangan pergi," ucap Tabitha sembari mencekal tangan Arthur.
"Tapi aku ada meeting mereka sudah menunggu ku," ujar Arthur sembari membenahi jasnya.
"Apa Om tega ninggalin Tata sendiri disini? Kalau ada orang yang dateng lagi terus ngomong kayak tadi di depan gimana?" tanya Tabitha hampir menangis.
Melihat istrinya akan menangis Arthur kembali duduk dan merangkul Tabitha. "Baiklah manja, aku akan disini."
Arthur menekan sesuatu dari kupingnya lalu mulai berbicara. "Brian, tangani meeting ku hari ini. Jika ada yang tak penting batalkan saja."
"Baiklah bos, sesuai perintah, siapa yang akan ku hadapi."
"Penanam saham dari London masalah hotel kita di Macau Mr. Adderson kau ingat?"
"Iya aku mengingat nya ada lagi bos?"
"Lakukan dengan benar."
"Sure."
Arthur pun mematikan sambungan telepon nya dan bangkit menuju meja kerjanya untuk mengambil beberapa map dan juga laptopnya. Ia pun kembali ke sofa dan duduk di sebelah Tabitha.
"Om, kenapa sibuk banget sih? Bukan nya jadi CEO tuh gampang ya?"
"Nggak semua yang terlihat mudah itu sebenarnya mudah Tabitha," ujar Arthur yang dibalas anggukan Tabitha. Ia kembali bersender di bahu Arthur lalu ia tertidur.
Setelah beberapa menit ia mengerjakan pekerjaannya ia mendapat kan pesan dari laptopnya.
Alexander :
“Bos kami sudah mecari tau tentang siswa yang bersama dengan nyonya muda kemarin. Dia adalah putra tunggal dari pembisnis di
bidang property dia adalah Clark Adderson. Putra tunggal dari David Adderson. Dia salah satu siswa dari sekolah yang sama dengan nyonya muda.”Arthur sedikit mengangkat bibirnya kala mendapati berita tentang pria yang mengganggu istrinya. Ternyata ia cukup kenal baik dengan ayah bocah tengil itu. "Baiklah kita lihat seberapa lama kau mengganggu gadis ku Mr. Adderson?" gumam Arthur angkuh sembari melihat ke arah Tabitha yang pulas tertidur di sampingnya.
•••••
Tabitha terganggu dalam tidurnya saat mendengar seseorang bercakap dengan menaikkan suaranya. Ia terbangun dari tidur nyenyaknya dan mendapati diri dalam sebuah ruangan asing. Ia panik, dalam pikirannya hanya ada satu pertanyaan, dimana dirinya sekarang? Tabitha mendekati suara orang tersebut namun ia sedikit terkejut karena seseorang yang sedang berteriak adalah suaminya, Arthur."BAGAIMANA BISA GUDANG TERBAKAR! DAN BAGAIMANA SI BRENGSEK ITU BISA MEMBAKARNYA! BUKANYA KALIAN SUDAH MENJAGANYA! JAWAB AKU ALEXANDER!" teriak Arthur sembari menghajar orang di depannya."Maafkan kami bos, Damian menyamar jadi kami kurang waspada," ujar orang tersebut.Tabitha hanya bisa menutup mulutnya saat mendapati Arthur menodongkan sebuah pistol tepat dikening orang itu."Hancurkan gudang si bedebah itu sekarang! Jangan sampai dia menyelamatkan apapun dari gudang itu! Jika tidak akan kupastikan kepala semua anak buahmu yang jadi gantinya," final Arthur sembari mengeluarkan seringaian nya. Arthur berb
BAB 08 : CEMASKeesokannya Arthur terbangun dari tidurnya ia merasa sangat pusing tapi dia tetap memaksa untuk pergi bekerja. Arthur menuruni tangga dan berakhir di meja makan. Disana sudah ada Tabitha yang menekuk wajahnya."Hai, What Happen with my little wife?" tanya Arthur."Kenapa Om usir Tata kemaren? Apa karna Tata udah ngelanggar omongan om Arthur buat nggak pergi ke club?""Kamu salah, aku tak pernah marah padamu hanya___""Dia takut tak bisa mengendalikan nafsunya saat dibawah obat perangsang Ta," lanjut Brian yang tiba-tiba datang."Brian benar aku tak bermaksud mengusirmu kemarin, aku tak ingin menyakitimu Ta," terang Arthur.Mendengar perkataan Arthur, Tabitha merasa tersentuh karena Arthur rela tersiksa kemarin daripada menyakiti dirinya. Ia pun berjalan kearah Arthur dan memeluknya.“Makasih Om.""Okey Tabitha sepertinya kamu harus pergi sekolah jika tidak kau akan
Setelah kepergian Arthur handphone Tata yang berlogo apel tergigit itu berdering, ia melihatnya tertera nama Diana di sana ia pun mengangkat panggilan dari sahabatnya itu. "Hai, kenapa lo gangguin gue?""Ta, lo tau hari ini Clark ulang tahun, dia bilang dia udah usaha ngehubungi lo tapi lo gak jawab.""Iya, karna gue udah ngeblokir nomer Clark.""What?!" sentak Diana di seberang."Kenapa?""Okey whatever sekarang lo siap siap gih, solanya Clark bilang dia mau jemput lo.""Gue nggak mau dateng.""Ya ngomong sendiri lah sama orangnya.""Terserah!" Di tengah perbincangan itu seorang maid datang menghampiri Tabitha. "Nyonya maaf, ada seseorang di luar katanya teman nyonya.""Siapa?""Pria yang sama seperti tadi pagi.""Baiklah terimakasih," ujar Tabitha diikuti oleh kepergian maid itu."Gue bilang juga apa Clark bakal jemput lo," ujar Diana, Tabitha pun makin kesal dibuatnya."Berisik lo!" sentak Tata menutup panggilan itu.Tabitha berjalan dengan kesal menghampiri pintu mansion nya.
Maldives "Sai chi ha sabotato il mio jet?" tanya sang pria angkuh.Sedangkan pria lain di hadapannya berdiri mematung pasalnya jika bossnya sudah berbicara bahasa asli kelahirannya itu artinya ia dalam mode angkuh dan sadisnya."Not Sir.""Prenditi cura di tornare in Indonesia.""Yes sir," ujar sang ajudan meninggalkan tuannya.***Jakarta, IndonesiaPagi ini Tabitha terbangun masih dengan mata sembabnya seperti kemarin malam, ia berjalan keluar dari kamar suaminya dan berakhir di sofa, tak lama ketiga temannya datang menghampirinya. "Ta, gue pamit dulu yah kita-kita mau pulang dulu takut dicariin nyokap di rumah, tapi kita janji bakal ke sini lagi okey," ujar Diana."Oke.""Lo serius nggak papa ditinggal?" tanya Amel khawatir."Gue nggak papa, makasih mau nemenin semalem.""It's okey Ta," lanjut Amel.Mereka pun memeluk Tabitha bergantian dan melangkahkan kaki mereka keluar mansion megah sahabatnya itu."Nyonya sarapan sudah siap," ujar Karin."Tak apa kalian sarapan saja duluan aku
Arthur tetap berjalan mengabaikan pertanyaan Tabitha yang sedikit mencuri perhatiannya, saat ia sampai ke dalam kamar Tabitha ia menurunkan tubuh mungil itu dari gendongannya, tak lama dr. Ryan datang dan memeriksa Tabitha."Luka tembaknya tidak terlalu dalam tapi mungkin kau harus sering memperhatikannya karna sialnya ia tertembak di lengan kanan Arthur.""Apa itu berbahaya?" tanya Arthur."Jangan berpura-pura bodoh Arthur kau paling mengerti masalah tembak-menembak," ujar Ryan berbisik.Setelah itu ruangab hening, dokter Ryan pun hendak Pergi dan diantar Arthur namun tangan kecil yang melingkar di lengan kanan Arthur menghentikan langkahnya" Tata nanya om," ujarnya polos.Arthur menempelkan jari telunjuknya ke kuping dan mulai bicara."Halo, Brian bisa kau ke mansion ku sekarang? Ada yang ingin ku bicarakan," ujar Arthur."Aku akan ke sana Arthur." "Baiklah," ujarnya menutup telepon dengan teknologi Sgnl itu.Arthur menududukkan badannya berhadapan dengan Tabitha yang masih memega
Arthur mendengar teriakan Brian pun menolehkan kepalanya ke belakang namun sedetik kemudian pria yang memegang pistol tepat di belakangnya terjatuh bersimbah darah, Arthur mengernyit kan dahinya, bingung. Namun setelah menatap pria yang sudah tak bernyawa itu Ia menatap sang pelaku. Manik matanya bertemu dengan iris coklat teduh kesukaannya."Tabitha ...." lirih Arthur."I'm sorry I can't waiting" seru Tabitha menenteng senapan Sharp Fusion AK-M16 di tangannya dan tersenyum simpul."Bagaimana kau bisa menembak?" tanya Arthur."Well, Tata udah minta diajari kan?" Tabitha menjeda ucapanya dan menembak musuh tepat di belakang sebelah kiri Arthur. Arthur pun hanya menggelengkan kepalanya."Tapi om Arthur nggak mau yaudah.""Arthur mereka mengirim 2 helikopter lagi ke sini, kalau dibiarkan kita kalah jumlah," ucap Brian tiba-tiba."Dimana Alexander?""Aku disini Boss," ucap Alexander ikut berkumpul dengan Arthur dan Brian dengan membawa hampir 40 orang anggota."Kita bisa tangani ini denga
"... The King" lanjut Petter."The King? Siapa itu?" tanya Arthur."Aku tak tau, aku hanya seorang penembak biasa yang dibayar untuk membunuh mu," ucap Petter."Kau pernah bertemu dengan The King sialan itu?""Tidak, selama perencanaan penyerangan ini tak ada yang bertemu The King, kami hanya diberi intruksi lewat e-mail dan anak buah The King yang mengintruksikan penyerangan ini, dia tidak pernah dilihat oleh kami percayalah Arthur.""Sialan! Siapa yang berusaha mengibarkan bendera perang denganku" tanya Arthur plus dengan desisan tajamnya."Brian! Alexander!" teriak Arthur memanggil kedua anak buahnya.Tak lama setelah teriakan bossnya Brian dan Alexander memasuki ruang penyekapan. "Ada apa Boss?""Alexander apakan saja pria ini, mau kau cincang tubuhnya dan diberikan ke Exter juga boleh, tapi jika mood mu sedang baik, lepaskan saja dia," ucap Arthur melenggang pergi diikuti oleh Brian, mereka memasuki ruang pribadi Arthur. Arthur duduk di kursi kejayaannya dan mengangkat satu kakin
"Arthur kau sudah pulang nak?" sambut Madam Rose yang dibalas kecupan singkat dipipi oleh Arthur.Arthur mendekat ke arah Tabitha, sedangkan yang ditatap sedikit tersentak pasalnya ia baru saja membicarakan suaminya itu."Nak, kurasa aku harus pergi. Aku harus membersihkan taman belakang," ujar Madam Rose menepuk bahu Tabitha pelan.Tabitha hanya mampu menelan salivanya dan menatap horor pada Arthur yang semakin mendekatinya, langkah Arthur semakin dekat dan mengikis jarak antara Tabitha dan Arthur hingga, Tabitha harus mundur beberapa langkah untuk menghindari Arthur. Namun pria itu malah mengurung Tabitha dan hampir memeluknya, Tabitha hanya mampu menutup matanya."Kau membuat cookies? Ku kira kau tak bisa masak," ejek Arthur.Tabitha tersadar dan menatap nyalang pada Arthur pasalnya ia berpikir akan dicium atau setidaknya dipeluk oleh pria itu, tapi nyatanya Arthur hanya mengambil cookies di belakang tubuh mungil Tabitha."Kau merona? Apa kau berharap aku mencium mu?" tanya Arthur
Arthur membalikkan tubuhnya menatap anak buahnya."Pekerjaan kita selesai, batalkan semua misi untuk satu tahun ke depan. Anggap saja itu cuti untuk kalian."Alexander dan Matthew sama-sama melebarkan senyumnya. Mereka saling pandang hingga. "YES, SIR," jawab mereka dengan tawa lebarnya.Brian yang gemas pun langsung menjitak kepala Matthew dan Alexander silih berganti. "Hai besok cutinya! Sekarang siapkan jet. Biss kita ingin pulang!""Sure!" Alexander dan Matthew langsung melaksanakan perintah Brian. Meninggalkan Brian dan Arthur.Arthur meraih cerutunya dan menghidupkannya. "Kau yakin?""Kau takut kekayaanku habis?""Tak mungkin!""Sudahlah Brian, ini cuti kita.""Ya, jika kau sudah berkata seperti itu aku bisa apa."Arthur terkekeh pelan, mereka pun sama-sama menikmati angin malam dengan cerutu yang saling terselip dibibir mereka.***5 tahun kemudian"Kakak! Kembalikan ice creamku!!" sentak bocah perempuan yang mengejar kakaknya."Kejarlah, ambil sendiri. Dasar lambat!" ejek boca
Keesokan paginya Arthur membuka matanya perlahan tubuhnya merasakan terpaan napas di tubuhnya, siapa lagi jika bukan istrinya.Tabitha menggeliat dari tidurnya saat merasakan telapak tangan besar suaminya yang membelai perlahan pipinya. Perlahan kedua kelopak mata Tabitha yang tertutup kini terbuka lebar. Ia menatap sang suami yang juga tengah menatapnya. "Apa?" tanya Tabitha saat mendapati tatapan aneh dari Arthur."Kau sangat cantik, sungguh," ucap Arthur dengan tampang serius."Dasar perayu!" rutuk Tabitha seraya bangkit dari baringannya dan ia pun menepuk bahu Arthur yang ternyata terdapat lebam disana.Langsung saja Arthur meringis merasakan nyeri yang menyerpa bahunya akibat tepukan dari Tabitha."Maafkan aku," sesal Tabitha dengan mengelus pelan bahu Arthur."Tak apa.""Baiklah."Tabitha kembali dengan niatan awalnya yaitu membersihkan dirinya.Arthur menatap punggung Tabitha yang mulai menjauh, ia melirik kearah nakas, tangannya meraih laptop dan mulai menghidupkannya.Jari ta
Arthur dan Tabitha sama-sama memasuki mansion dengan beriringan, Arthur dengan menggendong Leonardo di dalam dekapannya, sesekali mencium puncak kepala putranya yang tengah terlelap tidur. Sedangkan Tabitha menggendong Fiorella.Arthur menghentikan sejenak langkah kakinya dan menatap Tabitha lekat. "Aku akan ke kamar dulu, menidurkan Leo," ucap Arthur disambut anggukan pelan oleh Tabitha."Aku akan menunggu disini." Arthur mengangguk pelan, ia pun kembali melanjutkan jalannya menaiki kamarnya.Arthur berdiri di samping ranjang, dan ia pun menurunkan tubuh Leonardo ke atas ranjang."Daddy sangat menyayangimu Leo, Daddy bersyukur kau baik-baik saja. Jika terjadi sesuatu padamu, Daddy tak akan bisa memaafkan diri Daddy sendiri," bisik Arthur tepat di depan dahi Leonardo dan kembali mengecup dahi putranya lembut.Arthur memperjarak antara dirinya dan putranya, ia kembali membelai surai putranya. Arthur terus menatap gurat wajah Leonardo, masih ada setitik rasa trauma pada diri seorang Art
Ditempat lain Arthur masih berusaha mengejar Damian dengan boatnya. Arthur menekan telunjuknya di telinga dan langsung tersambung dengan Brian. "Brian!""Ya?""Bagaimana keadaan di sana?""Kelompok Damian sedikit memimpin tapi lima menit lagi pasukan yang lain datang ditambah dengan anak buah Thomas, kurasa kita akan menang.""Bagus, kau lihat keadaan Tabitha?""Aku tak terlalu memperhatikan mereka, tapi sepertinya semuanya baik. Bukanya itu tugas Matthew dan Laura?""Ya, baiklah sekarang susul aku. Aku akan berusaha menghentikan Damian.""Dimana?""Laut, munuju kota.""Baiklah Arthur, aku segera ke sana.""Baiklah."Arthur melepaskan telunjuknya dan kembali fokus mengikuti yacht milik Damian. Tak lama tanpa diduga Arthur langsung dihujani oleh peluru yang dilesatkan dari yacht milik Damian, ia yakin musuh bebuyutannya itu telah menyadari bahwa sedari tadi sudah diikuti oleh Arthur.Arthur melihat yacht itu berhenti dan semakin menghujani Arthur dengan peluru dan beberapa granat. Arth
Damian meraih ponselnya yang berbunyi, pria itu memeriksa si penelepon yang ternyata adalah anak buahnya."Markas FBI kosong sekarang boss hanya ada beberapa dari mereka yang masih berada disini.""Dimana sisa pasukan?""Kita sudah bersiap untuk menyerang.""Tunggu aku, aku akan langsung ke kota sekarang.""Baik."Damian mematikan sambungan teleponnya, dan menatap Tabitha yang masih memeluk erat Leonardo."Well, kita lihat. Seberapa cepat suamimu menyelamatkan dunia setelah aku mendapatkan disk itu," ucap Damian dengan nada sombongnya."Sebelum kau mendapatkan disk itu, Arthur terlebih dahulu membunuhmu Damian!""Ucapanmu sangat pedas, dengar kau hanyalah wanita kecil yang tak tau apapun tentang dunia. Jadi jangan pernah mencoba untuk menghinaku.""Aku sudah terlebih dahulu menghinamu Damian!!""And uncle lebih baik kau pergi sebelum Daddy datang dan membunuhmu!!" ucap Leonardo lantang bahkan anak itu mengangkat wajahnya menatap Damian tanpa ada rasa takut sedikit pun di matanya."Wel
Tiga bulan kemudian ....Arthur masih sibuk dengan pekerjaannya seharian ini, pria itu sedikit tidak fokus. Entahlah tapi seperti ada yang mengganggunya hari ini. Tadi sebelum berangkat ia merasa seperti tak ingin meninggalkan Tabitha dan kedua anaknya tapi karena ada agenda dengan klien salah satu perusahaan besar dari Eropa akhirnya ia pun tetap bekerja hari ini. "Aku tak bisa tenang!" rutuk Arthur tajam.Arthur membuka ponselnya dan menelepon Tabitha. "Hallo?""Ya?""Sedang apa?""Aku sedang jalan menjemput Leo.""Kau tak apa?""Ya aku baik.""Ta, kau bersama bodyguard kan?""Arthur tenang lah aku baik, Alexander bahkan ada di depanku.""Baiklah.""Ada apa?""Entahlah, aku hanya sedikit merasa tak enak.""Tenanglah aku baik.""Fio?""Bersama Madam Rose, putrimu itu sangat baik dia sangat tenang.""Ya, baguslah.""Aku sudah sampai, aku tutup dulu Arthur.""Ya.""Bye, I love you.""Love you too." Arthur menutup ponselnya lalu meletakkannya di atas meja. Pria itu menyandarkan kepalan
7 bulan kemudian...Arthur menatap Tabitha yang tengah memakan snack ditangan kanannya seraya menonton acara reality show di TV. Wanita itu terlihat sangat berbeda dari kehamilan pertamanya, ia tak mengalami morning sickness begitupun dengan dirinya. Bahkan Tabitha tak meminta apapun ditengah kehamilannya. Hal itu sedikit mengganggu pikiran Arthur, Apa kehamilan istrinya normal? Batin Arthur."Ta?""Iya?""Apa kau tak menginginkan sesuatu?""Tidak," jawabnya dingin, dan ya. Selama kehamilan Tabitha wanita itu sangat irit bicara bahkan terkesan dingin. Ia hanya berbicara panjang saat ia berhadapan dengan Leo sementara dihadapannya? Tabitha tampak sangat cuek."Bukanya wanita hamil akan mengidam?""Memangnya jika aku tak mengidam kenapa?""Tidak aku hanya sedikit merasa aneh.""Oh, jadi kehamilanku aneh?""Bukan begitu maksudku.""Baiklah aku sedang ingin ..." Tabitha mengetukkan jarinya didagu seolah berpikir keras lalu."Ya!""Apa?" tanya Arthur tak kalah semangat."Aku ingin kau mem
Tabitha menggeliat perlahan kala sepasang tangan mungil mengguncang tubuhnya. Wanita itu membuka matanya dan menangkap sosok pria kecil yang begitu ia cintai, Leonardo."Ada apa Leo?" tanya Tabitha dengan suara serak khas orang yang bangun tidur."Ayo bangun Mom, Daddy sudah menunggu kita di luar.""Memangnya kenapa?""Daddy bilang, Daddy sedang membuat kejutan untukku. Tapi itu hanya akan Daddy tunjukkan saat Mommy juga ada di sana.""Baiklah Mommy mandi dulu.""Oke Leo tunggu."Tabitha pun tersenyum tipis, ia menggelengkan kepalanya menanggapi sikap keras kepala yang sangat dominan pada putranya. Ia pun perlahan menuruni ranjang dan ia memulai ritual mandinya.Lima belas menit berlalu Tabitha pun sudah menyelesaikan acara mandinya. Ia pun keluar dari kamar mandi dan menjalankan kakinya kearah walk in closet. Wanita itu mengganti pakaiannya dengan pakaian yang formal. Setelah dirasa sudah siap ia pun keluar dan mendudukkan tubuhnya di meja rias. Wanita itu memoles wajahnya dengan ria
Pukul tujuh malam keluarga itu berkumpul untuk makan malam, Leonardo selalu mengoceh disaat makan anak itu terus membahas agendanya selama dia disini. Sementara Tabitha, wanita itu memilih untuk diam. Ia hanya menikmati hidangan yang ada di depannya hal itu pun tak luput dari perhatian Arthur. Arthur pun menggenggam tangan kanan sang istri lalu tersenyum simpul. "Ada apa?""Tidak.""Kenapa kau tampak tak berselera?""Tidak, aku menikmatinya.""Serius?" tanya Arthur memastikan."Iya, aku tak apa Arthur," ujarnya lagi.Pukul delapan malam Arthur memasuki kamar Leo untuk menemani anak itu tidur, seperti biasa Arthur akan membacakan cerita yang ingin didengar oleh putranya sedangkan sang istri sudah lebih dahulu memasuki kamar.Setelah lima belas menit menemani Leonardo tidur, Arthur pun akhirnya keluar untuk menemui sang istri. Saat Arthur membuka pintu tampaklah Tabitha tengah memainkan ponselnya di atas ranjang. Wanita itu belum menyadari kehadiran Arthur di dalam kamar. Arthur yang pa