BAB 08 : CEMAS
Keesokannya Arthur terbangun dari tidurnya ia merasa sangat pusing tapi dia tetap memaksa untuk pergi bekerja. Arthur menuruni tangga dan berakhir di meja makan. Di sana sudah ada Tabitha yang menekuk wajahnya.
"Hai, What Happen with my little wife?" tanya Arthur.
"Kenapa Om usir Tata kemaren? Apa karna Tata udah ngelanggar omongan om Arthur buat nggak pergi ke club?"
"Kamu salah, aku tak pernah marah padamu hanya___"
"Dia takut tak bisa mengendalikan nafsunya saat dibawah obat perangsang Ta," lanjut Brian yang tiba-tiba datang.
"Brian benar aku tak bermaksud mengusirmu kemarin, aku tak ingin menyakiti mu Ta," terang Arthur.
Mendengar perkataan Arthur, Tabitha merasa tersentuh karena Arthur rela tersiksa kemarin daripada menyakiti dirinya. Ia pun berjalan ke arah Arthur dan memeluknya.
“Makasih Om."
"Okey Tabitha sepertinya kamu harus pergi sekolah jika tidak kau akan
Setelah kepergian Arthur handphone Tata yang berlogo apel tergigit itu berdering, ia melihatnya tertera nama Diana di sana ia pun mengangkat panggilan dari sahabatnya itu. "Hai, kenapa lo gangguin gue?""Ta, lo tau hari ini Clark ulang tahun, dia bilang dia udah usaha ngehubungi lo tapi lo gak jawab.""Iya, karna gue udah ngeblokir nomer Clark.""What?!" sentak Diana di seberang."Kenapa?""Okey whatever sekarang lo siap siap gih, solanya Clark bilang dia mau jemput lo.""Gue nggak mau dateng.""Ya ngomong sendiri lah sama orangnya.""Terserah!" Di tengah perbincangan itu seorang maid datang menghampiri Tabitha. "Nyonya maaf, ada seseorang di luar katanya teman nyonya.""Siapa?""Pria yang sama seperti tadi pagi.""Baiklah terimakasih," ujar Tabitha diikuti oleh kepergian maid itu."Gue bilang juga apa Clark bakal jemput lo," ujar Diana, Tabitha pun makin kesal dibuatnya."Berisik lo!" sentak Tata menutup panggilan itu.Tabitha berjalan dengan kesal menghampiri pintu mansion nya.
Maldives "Sai chi ha sabotato il mio jet?" tanya sang pria angkuh.Sedangkan pria lain di hadapannya berdiri mematung pasalnya jika bossnya sudah berbicara bahasa asli kelahirannya itu artinya ia dalam mode angkuh dan sadisnya."Not Sir.""Prenditi cura di tornare in Indonesia.""Yes sir," ujar sang ajudan meninggalkan tuannya.***Jakarta, IndonesiaPagi ini Tabitha terbangun masih dengan mata sembabnya seperti kemarin malam, ia berjalan keluar dari kamar suaminya dan berakhir di sofa, tak lama ketiga temannya datang menghampirinya. "Ta, gue pamit dulu yah kita-kita mau pulang dulu takut dicariin nyokap di rumah, tapi kita janji bakal ke sini lagi okey," ujar Diana."Oke.""Lo serius nggak papa ditinggal?" tanya Amel khawatir."Gue nggak papa, makasih mau nemenin semalem.""It's okey Ta," lanjut Amel.Mereka pun memeluk Tabitha bergantian dan melangkahkan kaki mereka keluar mansion megah sahabatnya itu."Nyonya sarapan sudah siap," ujar Karin."Tak apa kalian sarapan saja duluan aku
Arthur tetap berjalan mengabaikan pertanyaan Tabitha yang sedikit mencuri perhatiannya, saat ia sampai ke dalam kamar Tabitha ia menurunkan tubuh mungil itu dari gendongannya, tak lama dr. Ryan datang dan memeriksa Tabitha."Luka tembaknya tidak terlalu dalam tapi mungkin kau harus sering memperhatikannya karna sialnya ia tertembak di lengan kanan Arthur.""Apa itu berbahaya?" tanya Arthur."Jangan berpura-pura bodoh Arthur kau paling mengerti masalah tembak-menembak," ujar Ryan berbisik.Setelah itu ruangab hening, dokter Ryan pun hendak Pergi dan diantar Arthur namun tangan kecil yang melingkar di lengan kanan Arthur menghentikan langkahnya" Tata nanya om," ujarnya polos.Arthur menempelkan jari telunjuknya ke kuping dan mulai bicara."Halo, Brian bisa kau ke mansion ku sekarang? Ada yang ingin ku bicarakan," ujar Arthur."Aku akan ke sana Arthur." "Baiklah," ujarnya menutup telepon dengan teknologi Sgnl itu.Arthur menududukkan badannya berhadapan dengan Tabitha yang masih memega
Arthur mendengar teriakan Brian pun menolehkan kepalanya ke belakang namun sedetik kemudian pria yang memegang pistol tepat di belakangnya terjatuh bersimbah darah, Arthur mengernyit kan dahinya, bingung. Namun setelah menatap pria yang sudah tak bernyawa itu Ia menatap sang pelaku. Manik matanya bertemu dengan iris coklat teduh kesukaannya."Tabitha ...." lirih Arthur."I'm sorry I can't waiting" seru Tabitha menenteng senapan Sharp Fusion AK-M16 di tangannya dan tersenyum simpul."Bagaimana kau bisa menembak?" tanya Arthur."Well, Tata udah minta diajari kan?" Tabitha menjeda ucapanya dan menembak musuh tepat di belakang sebelah kiri Arthur. Arthur pun hanya menggelengkan kepalanya."Tapi om Arthur nggak mau yaudah.""Arthur mereka mengirim 2 helikopter lagi ke sini, kalau dibiarkan kita kalah jumlah," ucap Brian tiba-tiba."Dimana Alexander?""Aku disini Boss," ucap Alexander ikut berkumpul dengan Arthur dan Brian dengan membawa hampir 40 orang anggota."Kita bisa tangani ini denga
"... The King" lanjut Petter."The King? Siapa itu?" tanya Arthur."Aku tak tau, aku hanya seorang penembak biasa yang dibayar untuk membunuh mu," ucap Petter."Kau pernah bertemu dengan The King sialan itu?""Tidak, selama perencanaan penyerangan ini tak ada yang bertemu The King, kami hanya diberi intruksi lewat e-mail dan anak buah The King yang mengintruksikan penyerangan ini, dia tidak pernah dilihat oleh kami percayalah Arthur.""Sialan! Siapa yang berusaha mengibarkan bendera perang denganku" tanya Arthur plus dengan desisan tajamnya."Brian! Alexander!" teriak Arthur memanggil kedua anak buahnya.Tak lama setelah teriakan bossnya Brian dan Alexander memasuki ruang penyekapan. "Ada apa Boss?""Alexander apakan saja pria ini, mau kau cincang tubuhnya dan diberikan ke Exter juga boleh, tapi jika mood mu sedang baik, lepaskan saja dia," ucap Arthur melenggang pergi diikuti oleh Brian, mereka memasuki ruang pribadi Arthur. Arthur duduk di kursi kejayaannya dan mengangkat satu kakin
"Arthur kau sudah pulang nak?" sambut Madam Rose yang dibalas kecupan singkat dipipi oleh Arthur.Arthur mendekat ke arah Tabitha, sedangkan yang ditatap sedikit tersentak pasalnya ia baru saja membicarakan suaminya itu."Nak, kurasa aku harus pergi. Aku harus membersihkan taman belakang," ujar Madam Rose menepuk bahu Tabitha pelan.Tabitha hanya mampu menelan salivanya dan menatap horor pada Arthur yang semakin mendekatinya, langkah Arthur semakin dekat dan mengikis jarak antara Tabitha dan Arthur hingga, Tabitha harus mundur beberapa langkah untuk menghindari Arthur. Namun pria itu malah mengurung Tabitha dan hampir memeluknya, Tabitha hanya mampu menutup matanya."Kau membuat cookies? Ku kira kau tak bisa masak," ejek Arthur.Tabitha tersadar dan menatap nyalang pada Arthur pasalnya ia berpikir akan dicium atau setidaknya dipeluk oleh pria itu, tapi nyatanya Arthur hanya mengambil cookies di belakang tubuh mungil Tabitha."Kau merona? Apa kau berharap aku mencium mu?" tanya Arthur
Tabitha menengadahkan kepalanya bertemu dengan manik mata Arthur, ia tersenyum manis, Arthur pun membalasnya. "Kau menyebalkan!" rutuk Tabitha."Kau tak kalah menyebalkannya Ms.De Lavega," ujar Arthur.Tok …. Tok ....Arthur dan Tabitha menolehkan kepalanya ke arah pintu yang diketuk oleh seseorang di luar sana, Arthur melepaskan pelukannya dan berjalan ke arah pintu, tampaklah asistennya Brian membawa sebuah dokumen yang dilapisi amplop coklat berukuran besar."Ada apa?" tanya Arthur."Ada tamu yang ingin menemui mu,""Siapa?""Dia dari pemerintah Amerika Arthur, dan mereka pun ingin bertemu di markas.""Aku akan ke sana kau siapkan segalanya Brian," ujar Arthur menutup pintu kamarnya tanpa mempedulikan jawaban Brian, Arthur berjalan ke arah Tabitha yang duduk di tepi ranjang."Kau akan pergi lagi?""Ya, kau tak usah menunggu ku," ucap Arthur berjalan ke arah walk in closet dan keluar dengan menggunakan pakaian formalnya."Ke kantor?" tanya Tabitha."Ada meeting penting aku harus men
Tabitha sibuk menyiapkan makanan untuk Arthur. Ia membuat makanan yang konon kesukaan dari suaminya itu. Setelah dirasa semua sudah siap Tabitha pun membawa makanan itu ke meja makan dan kembali ke dapur untuk mengambil minuman. Namun saat ia menuangkan minum dari kulkas ia sedikit terkejut mendapati lengan besar memeluk perutnya possessive dan ia sudah paham betul siapa pelukannya."Mengapa kau sangat menyukai lavender?""Ntahlah, kurasa aku suka wanginya.""Baiklah kalau begitu aku menyukainya juga," ujar pria itu."Lepaskan, kau bilang laparkan ayo kita makan," pinta Tabitha melepaskan pelukan Arthur.Arthur berjalan mengekori Tabitha dan mendudukkan dirinya di kursi meja makan. Ia sedikit menarik sudut bibirnya melihat hasil makanan dari istrinya itu."Kau memasak lasagna?" tanya Arthur"Iya, Madam rose bilang kau menyukainya jadi aku belajar padanya tadi siang," ucap Tabitha dengan senyuman menghiasi wajahnya."Interesting." Tabitha mendudukkan badannya dan berhadapan dengan Art