Maldives "Sai chi ha sabotato il mio jet?" tanya sang pria angkuh.Sedangkan pria lain di hadapannya berdiri mematung pasalnya jika bossnya sudah berbicara bahasa asli kelahirannya itu artinya ia dalam mode angkuh dan sadisnya."Not Sir.""Prenditi cura di tornare in Indonesia.""Yes sir," ujar sang ajudan meninggalkan tuannya.***Jakarta, IndonesiaPagi ini Tabitha terbangun masih dengan mata sembabnya seperti kemarin malam, ia berjalan keluar dari kamar suaminya dan berakhir di sofa, tak lama ketiga temannya datang menghampirinya. "Ta, gue pamit dulu yah kita-kita mau pulang dulu takut dicariin nyokap di rumah, tapi kita janji bakal ke sini lagi okey," ujar Diana."Oke.""Lo serius nggak papa ditinggal?" tanya Amel khawatir."Gue nggak papa, makasih mau nemenin semalem.""It's okey Ta," lanjut Amel.Mereka pun memeluk Tabitha bergantian dan melangkahkan kaki mereka keluar mansion megah sahabatnya itu."Nyonya sarapan sudah siap," ujar Karin."Tak apa kalian sarapan saja duluan aku
Arthur tetap berjalan mengabaikan pertanyaan Tabitha yang sedikit mencuri perhatiannya, saat ia sampai ke dalam kamar Tabitha ia menurunkan tubuh mungil itu dari gendongannya, tak lama dr. Ryan datang dan memeriksa Tabitha."Luka tembaknya tidak terlalu dalam tapi mungkin kau harus sering memperhatikannya karna sialnya ia tertembak di lengan kanan Arthur.""Apa itu berbahaya?" tanya Arthur."Jangan berpura-pura bodoh Arthur kau paling mengerti masalah tembak-menembak," ujar Ryan berbisik.Setelah itu ruangab hening, dokter Ryan pun hendak Pergi dan diantar Arthur namun tangan kecil yang melingkar di lengan kanan Arthur menghentikan langkahnya" Tata nanya om," ujarnya polos.Arthur menempelkan jari telunjuknya ke kuping dan mulai bicara."Halo, Brian bisa kau ke mansion ku sekarang? Ada yang ingin ku bicarakan," ujar Arthur."Aku akan ke sana Arthur." "Baiklah," ujarnya menutup telepon dengan teknologi Sgnl itu.Arthur menududukkan badannya berhadapan dengan Tabitha yang masih memega
Arthur mendengar teriakan Brian pun menolehkan kepalanya ke belakang namun sedetik kemudian pria yang memegang pistol tepat di belakangnya terjatuh bersimbah darah, Arthur mengernyit kan dahinya, bingung. Namun setelah menatap pria yang sudah tak bernyawa itu Ia menatap sang pelaku. Manik matanya bertemu dengan iris coklat teduh kesukaannya."Tabitha ...." lirih Arthur."I'm sorry I can't waiting" seru Tabitha menenteng senapan Sharp Fusion AK-M16 di tangannya dan tersenyum simpul."Bagaimana kau bisa menembak?" tanya Arthur."Well, Tata udah minta diajari kan?" Tabitha menjeda ucapanya dan menembak musuh tepat di belakang sebelah kiri Arthur. Arthur pun hanya menggelengkan kepalanya."Tapi om Arthur nggak mau yaudah.""Arthur mereka mengirim 2 helikopter lagi ke sini, kalau dibiarkan kita kalah jumlah," ucap Brian tiba-tiba."Dimana Alexander?""Aku disini Boss," ucap Alexander ikut berkumpul dengan Arthur dan Brian dengan membawa hampir 40 orang anggota."Kita bisa tangani ini denga
"... The King" lanjut Petter."The King? Siapa itu?" tanya Arthur."Aku tak tau, aku hanya seorang penembak biasa yang dibayar untuk membunuh mu," ucap Petter."Kau pernah bertemu dengan The King sialan itu?""Tidak, selama perencanaan penyerangan ini tak ada yang bertemu The King, kami hanya diberi intruksi lewat e-mail dan anak buah The King yang mengintruksikan penyerangan ini, dia tidak pernah dilihat oleh kami percayalah Arthur.""Sialan! Siapa yang berusaha mengibarkan bendera perang denganku" tanya Arthur plus dengan desisan tajamnya."Brian! Alexander!" teriak Arthur memanggil kedua anak buahnya.Tak lama setelah teriakan bossnya Brian dan Alexander memasuki ruang penyekapan. "Ada apa Boss?""Alexander apakan saja pria ini, mau kau cincang tubuhnya dan diberikan ke Exter juga boleh, tapi jika mood mu sedang baik, lepaskan saja dia," ucap Arthur melenggang pergi diikuti oleh Brian, mereka memasuki ruang pribadi Arthur. Arthur duduk di kursi kejayaannya dan mengangkat satu kakin
"Arthur kau sudah pulang nak?" sambut Madam Rose yang dibalas kecupan singkat dipipi oleh Arthur.Arthur mendekat ke arah Tabitha, sedangkan yang ditatap sedikit tersentak pasalnya ia baru saja membicarakan suaminya itu."Nak, kurasa aku harus pergi. Aku harus membersihkan taman belakang," ujar Madam Rose menepuk bahu Tabitha pelan.Tabitha hanya mampu menelan salivanya dan menatap horor pada Arthur yang semakin mendekatinya, langkah Arthur semakin dekat dan mengikis jarak antara Tabitha dan Arthur hingga, Tabitha harus mundur beberapa langkah untuk menghindari Arthur. Namun pria itu malah mengurung Tabitha dan hampir memeluknya, Tabitha hanya mampu menutup matanya."Kau membuat cookies? Ku kira kau tak bisa masak," ejek Arthur.Tabitha tersadar dan menatap nyalang pada Arthur pasalnya ia berpikir akan dicium atau setidaknya dipeluk oleh pria itu, tapi nyatanya Arthur hanya mengambil cookies di belakang tubuh mungil Tabitha."Kau merona? Apa kau berharap aku mencium mu?" tanya Arthur
Tabitha menengadahkan kepalanya bertemu dengan manik mata Arthur, ia tersenyum manis, Arthur pun membalasnya. "Kau menyebalkan!" rutuk Tabitha."Kau tak kalah menyebalkannya Ms.De Lavega," ujar Arthur.Tok …. Tok ....Arthur dan Tabitha menolehkan kepalanya ke arah pintu yang diketuk oleh seseorang di luar sana, Arthur melepaskan pelukannya dan berjalan ke arah pintu, tampaklah asistennya Brian membawa sebuah dokumen yang dilapisi amplop coklat berukuran besar."Ada apa?" tanya Arthur."Ada tamu yang ingin menemui mu,""Siapa?""Dia dari pemerintah Amerika Arthur, dan mereka pun ingin bertemu di markas.""Aku akan ke sana kau siapkan segalanya Brian," ujar Arthur menutup pintu kamarnya tanpa mempedulikan jawaban Brian, Arthur berjalan ke arah Tabitha yang duduk di tepi ranjang."Kau akan pergi lagi?""Ya, kau tak usah menunggu ku," ucap Arthur berjalan ke arah walk in closet dan keluar dengan menggunakan pakaian formalnya."Ke kantor?" tanya Tabitha."Ada meeting penting aku harus men
Tabitha sibuk menyiapkan makanan untuk Arthur. Ia membuat makanan yang konon kesukaan dari suaminya itu. Setelah dirasa semua sudah siap Tabitha pun membawa makanan itu ke meja makan dan kembali ke dapur untuk mengambil minuman. Namun saat ia menuangkan minum dari kulkas ia sedikit terkejut mendapati lengan besar memeluk perutnya possessive dan ia sudah paham betul siapa pelukannya."Mengapa kau sangat menyukai lavender?""Ntahlah, kurasa aku suka wanginya.""Baiklah kalau begitu aku menyukainya juga," ujar pria itu."Lepaskan, kau bilang laparkan ayo kita makan," pinta Tabitha melepaskan pelukan Arthur.Arthur berjalan mengekori Tabitha dan mendudukkan dirinya di kursi meja makan. Ia sedikit menarik sudut bibirnya melihat hasil makanan dari istrinya itu."Kau memasak lasagna?" tanya Arthur"Iya, Madam rose bilang kau menyukainya jadi aku belajar padanya tadi siang," ucap Tabitha dengan senyuman menghiasi wajahnya."Interesting." Tabitha mendudukkan badannya dan berhadapan dengan Art
"... Clark," lirih Tabitha."Boleh duduk?" tanya Clark disambut anggukan Tabitha."Lo disini? Tapi kok bisa?" tanya Tabitha."Papa pebisnis Ta.""Oh ya siapa?""Rekan kerja suami lo, itu yang lagi ngobrol sama suami lo. David Adderson.""Lo anaknya David Adderson?""Ya.""Gue kira lo__""Udahlah jangan dibahas," sela Clark."Lo mau lanjut kuliah disini?""Mungkin iya, papa pengen gue belajar bisnis mulai sekarang. Makanya gue disuruh sekolah disini. Lo sendiri?" balas Clark melirik ke arah Tabitha."Nggak tau, gue rasa lebih enak jadi ibu rumah tangga biasa. Ya walaupun terdengar kuno tapi dibalik itu seenggaknya gue bisa bantu bantu suami gue di dunia bisnis, gue bisa belajar dari dia.""Kenapa?""Nggak tau, gue percaya sama Arthur.""Lo udah cinta sama dia?" tanya Clark spontan, membuat Tabitha menelan salivanya. Pasalnya ia pun bingung dengan apa yang dia rasakan."Gue bakal tinggal disini. Kita bisa aja jalanin hubungan kayak dulu Ta," ucap Clark menggenggam tangan Tabitha erat."
Arthur membalikkan tubuhnya menatap anak buahnya."Pekerjaan kita selesai, batalkan semua misi untuk satu tahun ke depan. Anggap saja itu cuti untuk kalian."Alexander dan Matthew sama-sama melebarkan senyumnya. Mereka saling pandang hingga. "YES, SIR," jawab mereka dengan tawa lebarnya.Brian yang gemas pun langsung menjitak kepala Matthew dan Alexander silih berganti. "Hai besok cutinya! Sekarang siapkan jet. Biss kita ingin pulang!""Sure!" Alexander dan Matthew langsung melaksanakan perintah Brian. Meninggalkan Brian dan Arthur.Arthur meraih cerutunya dan menghidupkannya. "Kau yakin?""Kau takut kekayaanku habis?""Tak mungkin!""Sudahlah Brian, ini cuti kita.""Ya, jika kau sudah berkata seperti itu aku bisa apa."Arthur terkekeh pelan, mereka pun sama-sama menikmati angin malam dengan cerutu yang saling terselip dibibir mereka.***5 tahun kemudian"Kakak! Kembalikan ice creamku!!" sentak bocah perempuan yang mengejar kakaknya."Kejarlah, ambil sendiri. Dasar lambat!" ejek boca
Keesokan paginya Arthur membuka matanya perlahan tubuhnya merasakan terpaan napas di tubuhnya, siapa lagi jika bukan istrinya.Tabitha menggeliat dari tidurnya saat merasakan telapak tangan besar suaminya yang membelai perlahan pipinya. Perlahan kedua kelopak mata Tabitha yang tertutup kini terbuka lebar. Ia menatap sang suami yang juga tengah menatapnya. "Apa?" tanya Tabitha saat mendapati tatapan aneh dari Arthur."Kau sangat cantik, sungguh," ucap Arthur dengan tampang serius."Dasar perayu!" rutuk Tabitha seraya bangkit dari baringannya dan ia pun menepuk bahu Arthur yang ternyata terdapat lebam disana.Langsung saja Arthur meringis merasakan nyeri yang menyerpa bahunya akibat tepukan dari Tabitha."Maafkan aku," sesal Tabitha dengan mengelus pelan bahu Arthur."Tak apa.""Baiklah."Tabitha kembali dengan niatan awalnya yaitu membersihkan dirinya.Arthur menatap punggung Tabitha yang mulai menjauh, ia melirik kearah nakas, tangannya meraih laptop dan mulai menghidupkannya.Jari ta
Arthur dan Tabitha sama-sama memasuki mansion dengan beriringan, Arthur dengan menggendong Leonardo di dalam dekapannya, sesekali mencium puncak kepala putranya yang tengah terlelap tidur. Sedangkan Tabitha menggendong Fiorella.Arthur menghentikan sejenak langkah kakinya dan menatap Tabitha lekat. "Aku akan ke kamar dulu, menidurkan Leo," ucap Arthur disambut anggukan pelan oleh Tabitha."Aku akan menunggu disini." Arthur mengangguk pelan, ia pun kembali melanjutkan jalannya menaiki kamarnya.Arthur berdiri di samping ranjang, dan ia pun menurunkan tubuh Leonardo ke atas ranjang."Daddy sangat menyayangimu Leo, Daddy bersyukur kau baik-baik saja. Jika terjadi sesuatu padamu, Daddy tak akan bisa memaafkan diri Daddy sendiri," bisik Arthur tepat di depan dahi Leonardo dan kembali mengecup dahi putranya lembut.Arthur memperjarak antara dirinya dan putranya, ia kembali membelai surai putranya. Arthur terus menatap gurat wajah Leonardo, masih ada setitik rasa trauma pada diri seorang Art
Ditempat lain Arthur masih berusaha mengejar Damian dengan boatnya. Arthur menekan telunjuknya di telinga dan langsung tersambung dengan Brian. "Brian!""Ya?""Bagaimana keadaan di sana?""Kelompok Damian sedikit memimpin tapi lima menit lagi pasukan yang lain datang ditambah dengan anak buah Thomas, kurasa kita akan menang.""Bagus, kau lihat keadaan Tabitha?""Aku tak terlalu memperhatikan mereka, tapi sepertinya semuanya baik. Bukanya itu tugas Matthew dan Laura?""Ya, baiklah sekarang susul aku. Aku akan berusaha menghentikan Damian.""Dimana?""Laut, munuju kota.""Baiklah Arthur, aku segera ke sana.""Baiklah."Arthur melepaskan telunjuknya dan kembali fokus mengikuti yacht milik Damian. Tak lama tanpa diduga Arthur langsung dihujani oleh peluru yang dilesatkan dari yacht milik Damian, ia yakin musuh bebuyutannya itu telah menyadari bahwa sedari tadi sudah diikuti oleh Arthur.Arthur melihat yacht itu berhenti dan semakin menghujani Arthur dengan peluru dan beberapa granat. Arth
Damian meraih ponselnya yang berbunyi, pria itu memeriksa si penelepon yang ternyata adalah anak buahnya."Markas FBI kosong sekarang boss hanya ada beberapa dari mereka yang masih berada disini.""Dimana sisa pasukan?""Kita sudah bersiap untuk menyerang.""Tunggu aku, aku akan langsung ke kota sekarang.""Baik."Damian mematikan sambungan teleponnya, dan menatap Tabitha yang masih memeluk erat Leonardo."Well, kita lihat. Seberapa cepat suamimu menyelamatkan dunia setelah aku mendapatkan disk itu," ucap Damian dengan nada sombongnya."Sebelum kau mendapatkan disk itu, Arthur terlebih dahulu membunuhmu Damian!""Ucapanmu sangat pedas, dengar kau hanyalah wanita kecil yang tak tau apapun tentang dunia. Jadi jangan pernah mencoba untuk menghinaku.""Aku sudah terlebih dahulu menghinamu Damian!!""And uncle lebih baik kau pergi sebelum Daddy datang dan membunuhmu!!" ucap Leonardo lantang bahkan anak itu mengangkat wajahnya menatap Damian tanpa ada rasa takut sedikit pun di matanya."Wel
Tiga bulan kemudian ....Arthur masih sibuk dengan pekerjaannya seharian ini, pria itu sedikit tidak fokus. Entahlah tapi seperti ada yang mengganggunya hari ini. Tadi sebelum berangkat ia merasa seperti tak ingin meninggalkan Tabitha dan kedua anaknya tapi karena ada agenda dengan klien salah satu perusahaan besar dari Eropa akhirnya ia pun tetap bekerja hari ini. "Aku tak bisa tenang!" rutuk Arthur tajam.Arthur membuka ponselnya dan menelepon Tabitha. "Hallo?""Ya?""Sedang apa?""Aku sedang jalan menjemput Leo.""Kau tak apa?""Ya aku baik.""Ta, kau bersama bodyguard kan?""Arthur tenang lah aku baik, Alexander bahkan ada di depanku.""Baiklah.""Ada apa?""Entahlah, aku hanya sedikit merasa tak enak.""Tenanglah aku baik.""Fio?""Bersama Madam Rose, putrimu itu sangat baik dia sangat tenang.""Ya, baguslah.""Aku sudah sampai, aku tutup dulu Arthur.""Ya.""Bye, I love you.""Love you too." Arthur menutup ponselnya lalu meletakkannya di atas meja. Pria itu menyandarkan kepalan
7 bulan kemudian...Arthur menatap Tabitha yang tengah memakan snack ditangan kanannya seraya menonton acara reality show di TV. Wanita itu terlihat sangat berbeda dari kehamilan pertamanya, ia tak mengalami morning sickness begitupun dengan dirinya. Bahkan Tabitha tak meminta apapun ditengah kehamilannya. Hal itu sedikit mengganggu pikiran Arthur, Apa kehamilan istrinya normal? Batin Arthur."Ta?""Iya?""Apa kau tak menginginkan sesuatu?""Tidak," jawabnya dingin, dan ya. Selama kehamilan Tabitha wanita itu sangat irit bicara bahkan terkesan dingin. Ia hanya berbicara panjang saat ia berhadapan dengan Leo sementara dihadapannya? Tabitha tampak sangat cuek."Bukanya wanita hamil akan mengidam?""Memangnya jika aku tak mengidam kenapa?""Tidak aku hanya sedikit merasa aneh.""Oh, jadi kehamilanku aneh?""Bukan begitu maksudku.""Baiklah aku sedang ingin ..." Tabitha mengetukkan jarinya didagu seolah berpikir keras lalu."Ya!""Apa?" tanya Arthur tak kalah semangat."Aku ingin kau mem
Tabitha menggeliat perlahan kala sepasang tangan mungil mengguncang tubuhnya. Wanita itu membuka matanya dan menangkap sosok pria kecil yang begitu ia cintai, Leonardo."Ada apa Leo?" tanya Tabitha dengan suara serak khas orang yang bangun tidur."Ayo bangun Mom, Daddy sudah menunggu kita di luar.""Memangnya kenapa?""Daddy bilang, Daddy sedang membuat kejutan untukku. Tapi itu hanya akan Daddy tunjukkan saat Mommy juga ada di sana.""Baiklah Mommy mandi dulu.""Oke Leo tunggu."Tabitha pun tersenyum tipis, ia menggelengkan kepalanya menanggapi sikap keras kepala yang sangat dominan pada putranya. Ia pun perlahan menuruni ranjang dan ia memulai ritual mandinya.Lima belas menit berlalu Tabitha pun sudah menyelesaikan acara mandinya. Ia pun keluar dari kamar mandi dan menjalankan kakinya kearah walk in closet. Wanita itu mengganti pakaiannya dengan pakaian yang formal. Setelah dirasa sudah siap ia pun keluar dan mendudukkan tubuhnya di meja rias. Wanita itu memoles wajahnya dengan ria
Pukul tujuh malam keluarga itu berkumpul untuk makan malam, Leonardo selalu mengoceh disaat makan anak itu terus membahas agendanya selama dia disini. Sementara Tabitha, wanita itu memilih untuk diam. Ia hanya menikmati hidangan yang ada di depannya hal itu pun tak luput dari perhatian Arthur. Arthur pun menggenggam tangan kanan sang istri lalu tersenyum simpul. "Ada apa?""Tidak.""Kenapa kau tampak tak berselera?""Tidak, aku menikmatinya.""Serius?" tanya Arthur memastikan."Iya, aku tak apa Arthur," ujarnya lagi.Pukul delapan malam Arthur memasuki kamar Leo untuk menemani anak itu tidur, seperti biasa Arthur akan membacakan cerita yang ingin didengar oleh putranya sedangkan sang istri sudah lebih dahulu memasuki kamar.Setelah lima belas menit menemani Leonardo tidur, Arthur pun akhirnya keluar untuk menemui sang istri. Saat Arthur membuka pintu tampaklah Tabitha tengah memainkan ponselnya di atas ranjang. Wanita itu belum menyadari kehadiran Arthur di dalam kamar. Arthur yang pa