Tabitha menengadahkan kepalanya bertemu dengan manik mata Arthur, ia tersenyum manis, Arthur pun membalasnya. "Kau menyebalkan!" rutuk Tabitha."Kau tak kalah menyebalkannya Ms.De Lavega," ujar Arthur.Tok …. Tok ....Arthur dan Tabitha menolehkan kepalanya ke arah pintu yang diketuk oleh seseorang di luar sana, Arthur melepaskan pelukannya dan berjalan ke arah pintu, tampaklah asistennya Brian membawa sebuah dokumen yang dilapisi amplop coklat berukuran besar."Ada apa?" tanya Arthur."Ada tamu yang ingin menemui mu,""Siapa?""Dia dari pemerintah Amerika Arthur, dan mereka pun ingin bertemu di markas.""Aku akan ke sana kau siapkan segalanya Brian," ujar Arthur menutup pintu kamarnya tanpa mempedulikan jawaban Brian, Arthur berjalan ke arah Tabitha yang duduk di tepi ranjang."Kau akan pergi lagi?""Ya, kau tak usah menunggu ku," ucap Arthur berjalan ke arah walk in closet dan keluar dengan menggunakan pakaian formalnya."Ke kantor?" tanya Tabitha."Ada meeting penting aku harus men
Tabitha sibuk menyiapkan makanan untuk Arthur. Ia membuat makanan yang konon kesukaan dari suaminya itu. Setelah dirasa semua sudah siap Tabitha pun membawa makanan itu ke meja makan dan kembali ke dapur untuk mengambil minuman. Namun saat ia menuangkan minum dari kulkas ia sedikit terkejut mendapati lengan besar memeluk perutnya possessive dan ia sudah paham betul siapa pelukannya."Mengapa kau sangat menyukai lavender?""Ntahlah, kurasa aku suka wanginya.""Baiklah kalau begitu aku menyukainya juga," ujar pria itu."Lepaskan, kau bilang laparkan ayo kita makan," pinta Tabitha melepaskan pelukan Arthur.Arthur berjalan mengekori Tabitha dan mendudukkan dirinya di kursi meja makan. Ia sedikit menarik sudut bibirnya melihat hasil makanan dari istrinya itu."Kau memasak lasagna?" tanya Arthur"Iya, Madam rose bilang kau menyukainya jadi aku belajar padanya tadi siang," ucap Tabitha dengan senyuman menghiasi wajahnya."Interesting." Tabitha mendudukkan badannya dan berhadapan dengan Art
"... Clark," lirih Tabitha."Boleh duduk?" tanya Clark disambut anggukan Tabitha."Lo disini? Tapi kok bisa?" tanya Tabitha."Papa pebisnis Ta.""Oh ya siapa?""Rekan kerja suami lo, itu yang lagi ngobrol sama suami lo. David Adderson.""Lo anaknya David Adderson?""Ya.""Gue kira lo__""Udahlah jangan dibahas," sela Clark."Lo mau lanjut kuliah disini?""Mungkin iya, papa pengen gue belajar bisnis mulai sekarang. Makanya gue disuruh sekolah disini. Lo sendiri?" balas Clark melirik ke arah Tabitha."Nggak tau, gue rasa lebih enak jadi ibu rumah tangga biasa. Ya walaupun terdengar kuno tapi dibalik itu seenggaknya gue bisa bantu bantu suami gue di dunia bisnis, gue bisa belajar dari dia.""Kenapa?""Nggak tau, gue percaya sama Arthur.""Lo udah cinta sama dia?" tanya Clark spontan, membuat Tabitha menelan salivanya. Pasalnya ia pun bingung dengan apa yang dia rasakan."Gue bakal tinggal disini. Kita bisa aja jalanin hubungan kayak dulu Ta," ucap Clark menggenggam tangan Tabitha erat."
Arthur turun dari kamarnya disambut dengan senyuman manis dari istrinya yang tengah membaca majalah di ruang tengah.Arthur menghampiri Tabitha dan mengecup puncak kepalanya."Aku berangkat," ucap Arthur." Hati-hati," ujar Tabitha yang dibalas anggukan Arthur.Tak lama berselang setelah kepergian Arthur seseorang menekan bell mansionnya. Seorang maid sedikit berlari untuk menghampiri si pelaku. Namun Tabitha menghentikannya."Biar aku saja," ucap Tabitha diikuti anggukan dari maid itu. Ia pun mendekati pintu utama Mansion."Siapa_""Clark," sela pria itu."Ngapain lo disini?""Mau main lah emang nggak boleh mampir ke rumah orang?""Yaudah masuk."Saat ingin memasuki ruang tengah Clark sedikit terkejut saat ia menolehkan kepalanya ke samping kanan dimana sebuah taman terlihat menyejukkan. Namun ia membulatkan matanya saat melihat singa albino mengaum di dalamnya dan seakan melihatnya sebagai mangsa yang sepertinya menarik untuk dikoyakkan, Clark sedikit ketakutan saat melihat respon s
Tabitha menonton film di ruang bioskop pribadi milik pria itu. Ia pun kaget saat Arthur membawanya ke tempat itu, namun ia mengembangkan senyuman di bibirnya saat Arthur memutar film Fifty Shades Darker ia tau itu film seperti apa, Namun ia selalu saja tersenyum melihat bagaimana akting Jamie Dornan dan Dakota Johnson yang romantis.Arthur mengecup pelan kepala Tabitha ia pun menengadahkan kepalanya menatap pria itu. Tabitha memeluk Arthur erat seakan tak ingin kehilangan pria itu, Suaminya pun membalasnya."Kau tau, aku sangat ingin adegan saat Anastasia mengendalikan perahu bersama Christian terjadi padaku.""Kenapa?""Entahlah, mereka sangat romantis. Aku sangat ingin suatu saat bersamamu mengendalikan sebuah perahu seperti dalam film ini," ucap Tabitha bersembunyi di dada bidang Arthur."Kau akan mendapatkannya," gumam Arthur tak terdengar."Kau bilang apa?" tanya Tabitha karena tak mendengar apa yang dikatakan oleh Arthur dengan jelas."Tidak.""Katakan!" ucap Tabitha memberi jar
Tabitha dan Arthur mengelilingi Mall dengan senyuman yang merekah, sesekali wanita itu menarik lengan Arthur karena jalan pria itu yang begitu terlampau santai. Hingga akhirnya mereka pun mengunjungi restoran Italy di salah satu mall itu.“Kau mau pesan apa?""Terserah," ucap Tabitha acuh. Arthur menjentikkan jarinya dan sesaat setelah itu seorang pelayan datang."Dimana pemilik restoran ini?""Maaf tuan belia_""Katakan saja Tuan Arthur ingin menemuinya," sela Arthur angkuh terdengar sombong. Sedangkan Tabitha memutar bola matanya malas dengan ucapan yang dilontarkan Arthur."Tentu." Pelayan itu pun pergi."Kau, kenapa tidak langsung memesan saja?" bisik Tabitha."Well, mereka tau aku orang seperti apa.""Dasar sombong.""Kuanggap itu pujian.""Mr. De Lavega? Senang sekali anda bisa berkunjung ke tempat saya yang sederhana ini," ucap si pemilik restoran."Ya tentu.""Apa yang anda perlukan tuan?""Beri aku makanan yang paling mahal disini.""Baiklah.""Tidak tuan, bisa kau masakkan l
Matahari menyinari pagi yang sejuk menerobos masuk menyilaukan penglihatan Arthur, pria itu melenguh dari tidurnya mendudukkan dirinya dan menyandarkan tubuhnya ke kepala ranjang. Pria itu melirik ke arah samping dimana Tabitha masih tertidur menyampingkan tubuhnya berhadapan dengan dirinya. Pria itu membelai lembut pipi istrinya menyingkirkan anak rambut yang menghalangi pandangannya. Namun setelah itu manik indah kesukaannya tampak mengerjabkan matanya menyesuaikan dengan sinar mentari pagi."Kau sudah bangun?""Iya.""Kenapa tidak membangunkan ku?""Aku sedang menikmati wajah cantik istriku.""Perayu, sudahlah aku ingin mandi," ucap Tabitha lalu menurunkan kakinya dari ranjang berjalan ke arah kamar mandi.Sesaat setelah Tabitha memasuki kamar mandi, ponsel wanita itu berdering menandakan ada pesan masuk, Arthur melihat ke arah nakas tempat ponsel itu berada dan ia mengulurkan tangannya mengambil ponsel itu membuka pesan masuk dan membacanya. Ia menarik ujung bibirnya kala mendapat
Esok paginya Tabitha bangun tidak mendapati Arthur di sampingnya. Wanita itu berjalan ke arah kamar mandi dan membersihkan diri, berganti pakaian dan keluar dari kamarnya. Ia sarapan di sana lalu tak lama terdengar suara ketiga sahabatnya. Ya, mereka menginap di sana. Mereka pun sarapan berempat namun seorang maid menghampiri Tabitha."Nyonya, anda ditunggu tuan di depan.""Ada apa?""Saya tidak tau nyonya.""Baiklah." Tabitha pamit pada ketiga sahabatnya dan berjalan pelan ke arah pintu utama dan mendapati Arthur berada di atas motor Ducatti miliknya, pria itu menggunakan jaket kulit miliknya."Kita akan pergi," ujar Pria itu."Kemana?""Sudah ikuti saja."Tabitha menuruti kemauan Arthur, wanita itu menaiki motor Arthur dan memeluk pria itu erat. Motor itu pun berjalan menjauhi pekarangan mansion De Lavega. Arthur membawa Tabitha berkeliling Porto Venere. Saat di tengah perjalanan earphone milik Arthur berbunyi menandakan ada telepon masuk. Arthur menekan tombol di earphone yang ter