Matahari menyinari pagi yang sejuk menerobos masuk menyilaukan penglihatan Arthur, pria itu melenguh dari tidurnya mendudukkan dirinya dan menyandarkan tubuhnya ke kepala ranjang. Pria itu melirik ke arah samping dimana Tabitha masih tertidur menyampingkan tubuhnya berhadapan dengan dirinya. Pria itu membelai lembut pipi istrinya menyingkirkan anak rambut yang menghalangi pandangannya. Namun setelah itu manik indah kesukaannya tampak mengerjabkan matanya menyesuaikan dengan sinar mentari pagi."Kau sudah bangun?""Iya.""Kenapa tidak membangunkan ku?""Aku sedang menikmati wajah cantik istriku.""Perayu, sudahlah aku ingin mandi," ucap Tabitha lalu menurunkan kakinya dari ranjang berjalan ke arah kamar mandi.Sesaat setelah Tabitha memasuki kamar mandi, ponsel wanita itu berdering menandakan ada pesan masuk, Arthur melihat ke arah nakas tempat ponsel itu berada dan ia mengulurkan tangannya mengambil ponsel itu membuka pesan masuk dan membacanya. Ia menarik ujung bibirnya kala mendapat
Esok paginya Tabitha bangun tidak mendapati Arthur di sampingnya. Wanita itu berjalan ke arah kamar mandi dan membersihkan diri, berganti pakaian dan keluar dari kamarnya. Ia sarapan di sana lalu tak lama terdengar suara ketiga sahabatnya. Ya, mereka menginap di sana. Mereka pun sarapan berempat namun seorang maid menghampiri Tabitha."Nyonya, anda ditunggu tuan di depan.""Ada apa?""Saya tidak tau nyonya.""Baiklah." Tabitha pamit pada ketiga sahabatnya dan berjalan pelan ke arah pintu utama dan mendapati Arthur berada di atas motor Ducatti miliknya, pria itu menggunakan jaket kulit miliknya."Kita akan pergi," ujar Pria itu."Kemana?""Sudah ikuti saja."Tabitha menuruti kemauan Arthur, wanita itu menaiki motor Arthur dan memeluk pria itu erat. Motor itu pun berjalan menjauhi pekarangan mansion De Lavega. Arthur membawa Tabitha berkeliling Porto Venere. Saat di tengah perjalanan earphone milik Arthur berbunyi menandakan ada telepon masuk. Arthur menekan tombol di earphone yang ter
Tabitha berjalan dengan lunglai memasuki mansion Arthur, wanita itu kecewa sebab Arthur tak pulang bersamanya. Diana menghampiri Tabitha."Lo nggak usah takut, laki lo badannya gede pasti bisa jaga diri.""Iya.""Udah yuk masuk, gue mau lanjutin nonton drakor lagi.""Ayo, sekalian nontonnya di bioskop pribadi laki gue.""Ayo!"Mereka berdua berjalan cepat memasuki ruang bioskop pribadi milik Arthur. Dan mereka pun bahagia dengan dunianya sendiri.Sementara Brian, pria itu segera pergi kembali ke Italy, menuruti kemauan bosssnya untuk mengusut teror yang dilakukan anak buah The King.Siang hari Tabitha baru saja menyelesaikan membaca bukunya namun manik matanya melihat Diana sudah rapih dengan menggunakan pakaian kasualnya."Ta, gue mau pergi dulu.""Kemana?""Gue, mau lihat-lihat New York sekalian mau mampir ke kantor Arthur, tadi Brian_""Aish, ada yang mulai deket juga nih sama om-om.""Hush, diem lo!""Hahaha, yaudah apaan?""Tadi Brian bilang gue bisa langsung ke tempat modelling
Tabitha masih menatap ke arah pintu keluar berharap suaminya datang. Namun sudah hampir beberapa jam tapi Arthur belum juga kembali. Akhirnya ia berpikir untuk kembali ke kamarnya namun suara bariton menghentikannya."Kau tak apa?" Tabitha mendengar suara itu langsung membalikkan tubuhnya berhadapan dengan sosok di depannya. Wanita itu segera menghambur ke pelukan Arthur."Aku tak apa.""Syukurlah," ucap Arthur menghela napas lega."Sekarang kau masuklah dulu ke kamar aku harus bicara pada Brian.""Oke."Tabitha menaiki lift menuju kamarnya lalu memasuki kamar itu dengan tenang.Sementara Arthur, pria itu mengepalkan tangannya. Ia sudah di ambang kemarahan."Brian!" sentak Arthur."Iya.""Kumpulkan semua anak buah kita ke Markas.""Ta_""Lakukan saja perintahku Brian.""Baik."Brian hanya bisa diam saat Arthur dalam mode kejamnya. Arthur segera memasuki mobilnya menjalankannya dengan kecepatan penuh. Membelah jalanan New York lalu berakhir di Markas Regnarok.Arthur tidak memasuki tem
Arthur berjalan ke arah mobil sport miliknya, pria itu dengan tenang menghidupkan mesin mobil dan menjalankan kendaraan itu. Arthur bergegas ke markas Regnarok untuk bertemu dengan Brian, Menyiapkan segala keperluan untuk jalannya misi.Sekitar lima menit Arthur mengendarai mobilnya, akhirnya ia pun sampai pada tujuannya pria itu memasuki markas dengan meninggalkan sidik jarinya di mesin fingerprint."Arthur.""Sudah kau siapkan semuanya?""Ya, rompi anti peluru, senapan, dan dua pistol beserta pelurunya di masing masing saku celana.""Granat?""Ah, ya aku lupa," ucap Brian lalu bergegas mengambil pesanan Arthur."Berapa?" tanya Brian."Tiga.""Oke." Brian menyimpan granat itu ke saku di dalam rompi anti peluru Arthur."Masukkan semua itu, lalu kita pergi ke Italy.""Siap."Arthur mengambil cerutunya, menghidupkannya lalu menyesap dan menghembuskan pelan ke udara. Tak lama suara bising helikopter mengganggu telinga Arthur. Pria itu mematikan cerutunya lalu berjalan mendekati helikopt
Arthur memasuki mansion keluarga besarnya. Pria itu mengambil langkah yang lebar agar cepat sampai ke kamarnya. Setelah sampai ke kamarnya Arthur segera memasuki kamar mandi dan membersihkan tubuhnya dari debu yang menempel ke tubuh tegapnya.Setelah selesai dengan acara bersih-bersihnya. Arthur berjalan ke arah walk in closet untuk mengganti pakaiannya dengan pakaian santai. Pria itu masih menjalankan otaknya untuk menerka siapa pembunuh Jack Pattison. Di tengah lamunannya ponsel milik Arthur berdering menandakan pesan masuk.Arthur meraih ponselnya, tersenyum simpul saat mengetahui siapa si pengirim pesan. Arthur membuka pesannya yang ternyata sebuah gambar.Malam ku tanpamu.…Tulis Tabitha, Arthur hanya tersenyum menanggapi. Ia pun segera menelepon Istrinya.“Ya?""Maksudmu mengirim gambar itu?""Hanya mengungkapkan perasaanku.""Kau sangat manja.""Salah jika manja pada suami sendiri?""Tidak.""Sedang apa?""Bicara dengan mu."“Jangan bodoh.""Baiklah maaf.""Kapan kau pulang?""
Tabitha sibuk menikmati keindahan taman belakang milik Arthur, sesekali wanita itu menyesap teh hangat yang tersaji di meja tepat di samping kanannya. Tabitha memakai kacamata bacanya dan mulai membaca majalah yang sudah disiapkan.Baru beberapa menit Tabitha melakukan aktifitasnya, ponselnya berdering menandakan sebuah panggilan masuk. Tabitha mengulurkan tangannya menggapai ponsel itu dan melihat si penelepon, Clark.Tabitha ragu untuk menjawab telepon Clark, namun akhirnya wanita itu memutuskan untuk menjawab panggilannya."Ya?""Lo, lagi apa?""Nggak usah berbelit-belit, maksud lo apa nelpon gue?""Sebenernya gue nelepon lu, mau ngasih penawaran..""Penawaran apa?""Lo mau nggak jadi istri gue?""Lo kalo ngomong nggak usah ngaco!""Oke kalau lo nggak mau Diana jadi korban.""Maksud lo apa?""Diana lagi sama gue sekarang, kalo lo nggak dateng ke apartemen gue sekarang. Diana bakal mati di tangan gue.""Jangan lo berani nyakitin sahabat gue!" desis Tabitha tajam."Lo tinggal milih T
Tabitha masih terisak, wanita itu terlalu terkejut dengan perlakuan yang diberikan Arthur tanpa alasan. Wanita itu berdiri dan mengusap air matanya. Ia berjalan keluar mencoba kembali berbicara dengan suaminya.Tabitha menuruni tangga berakhir ke ruang tengah menemukan Brian di sana."Brian.""Ada apa?""Kau tau dimana Arthur?""Dia tadi berjalan ke arah ruang kerjanya.""Baiklah.""Tabitha tunggu, ada yang ingin aku bicarakan.""Apa?" tanya Tabitha mendudukkan tubuhnya ke sofa."Kau bertengkar dengan Arthur?""Tidak.""Jangan membodohiku, aku tidak sengaja mendengar sentakan Arthur.""Ya.""Kau tau apa alasanya?""Tidak.""Hm, kau tau Ta. Arthur tak pernah marah sebesar ini.""Maksudmu?""Selama aku mengenal Arthur, pria itu memang marah jika kami melakukan kesalahan dalam menjalankan tugas contohnya saat penyerangan mansion waktu itu. Tapi kemarahanya tidak sebesar ini.""Apa yang harus ku lakukan?""Aku tak tau.""Aku akan bicara padanya.""Jaga bicaramu saat Arthur dalam mode ini