Tabitha masih menatap ke arah pintu keluar berharap suaminya datang. Namun sudah hampir beberapa jam tapi Arthur belum juga kembali. Akhirnya ia berpikir untuk kembali ke kamarnya namun suara bariton menghentikannya."Kau tak apa?" Tabitha mendengar suara itu langsung membalikkan tubuhnya berhadapan dengan sosok di depannya. Wanita itu segera menghambur ke pelukan Arthur."Aku tak apa.""Syukurlah," ucap Arthur menghela napas lega."Sekarang kau masuklah dulu ke kamar aku harus bicara pada Brian.""Oke."Tabitha menaiki lift menuju kamarnya lalu memasuki kamar itu dengan tenang.Sementara Arthur, pria itu mengepalkan tangannya. Ia sudah di ambang kemarahan."Brian!" sentak Arthur."Iya.""Kumpulkan semua anak buah kita ke Markas.""Ta_""Lakukan saja perintahku Brian.""Baik."Brian hanya bisa diam saat Arthur dalam mode kejamnya. Arthur segera memasuki mobilnya menjalankannya dengan kecepatan penuh. Membelah jalanan New York lalu berakhir di Markas Regnarok.Arthur tidak memasuki tem
Arthur berjalan ke arah mobil sport miliknya, pria itu dengan tenang menghidupkan mesin mobil dan menjalankan kendaraan itu. Arthur bergegas ke markas Regnarok untuk bertemu dengan Brian, Menyiapkan segala keperluan untuk jalannya misi.Sekitar lima menit Arthur mengendarai mobilnya, akhirnya ia pun sampai pada tujuannya pria itu memasuki markas dengan meninggalkan sidik jarinya di mesin fingerprint."Arthur.""Sudah kau siapkan semuanya?""Ya, rompi anti peluru, senapan, dan dua pistol beserta pelurunya di masing masing saku celana.""Granat?""Ah, ya aku lupa," ucap Brian lalu bergegas mengambil pesanan Arthur."Berapa?" tanya Brian."Tiga.""Oke." Brian menyimpan granat itu ke saku di dalam rompi anti peluru Arthur."Masukkan semua itu, lalu kita pergi ke Italy.""Siap."Arthur mengambil cerutunya, menghidupkannya lalu menyesap dan menghembuskan pelan ke udara. Tak lama suara bising helikopter mengganggu telinga Arthur. Pria itu mematikan cerutunya lalu berjalan mendekati helikopt
Arthur memasuki mansion keluarga besarnya. Pria itu mengambil langkah yang lebar agar cepat sampai ke kamarnya. Setelah sampai ke kamarnya Arthur segera memasuki kamar mandi dan membersihkan tubuhnya dari debu yang menempel ke tubuh tegapnya.Setelah selesai dengan acara bersih-bersihnya. Arthur berjalan ke arah walk in closet untuk mengganti pakaiannya dengan pakaian santai. Pria itu masih menjalankan otaknya untuk menerka siapa pembunuh Jack Pattison. Di tengah lamunannya ponsel milik Arthur berdering menandakan pesan masuk.Arthur meraih ponselnya, tersenyum simpul saat mengetahui siapa si pengirim pesan. Arthur membuka pesannya yang ternyata sebuah gambar.Malam ku tanpamu.…Tulis Tabitha, Arthur hanya tersenyum menanggapi. Ia pun segera menelepon Istrinya.“Ya?""Maksudmu mengirim gambar itu?""Hanya mengungkapkan perasaanku.""Kau sangat manja.""Salah jika manja pada suami sendiri?""Tidak.""Sedang apa?""Bicara dengan mu."“Jangan bodoh.""Baiklah maaf.""Kapan kau pulang?""
Tabitha sibuk menikmati keindahan taman belakang milik Arthur, sesekali wanita itu menyesap teh hangat yang tersaji di meja tepat di samping kanannya. Tabitha memakai kacamata bacanya dan mulai membaca majalah yang sudah disiapkan.Baru beberapa menit Tabitha melakukan aktifitasnya, ponselnya berdering menandakan sebuah panggilan masuk. Tabitha mengulurkan tangannya menggapai ponsel itu dan melihat si penelepon, Clark.Tabitha ragu untuk menjawab telepon Clark, namun akhirnya wanita itu memutuskan untuk menjawab panggilannya."Ya?""Lo, lagi apa?""Nggak usah berbelit-belit, maksud lo apa nelpon gue?""Sebenernya gue nelepon lu, mau ngasih penawaran..""Penawaran apa?""Lo mau nggak jadi istri gue?""Lo kalo ngomong nggak usah ngaco!""Oke kalau lo nggak mau Diana jadi korban.""Maksud lo apa?""Diana lagi sama gue sekarang, kalo lo nggak dateng ke apartemen gue sekarang. Diana bakal mati di tangan gue.""Jangan lo berani nyakitin sahabat gue!" desis Tabitha tajam."Lo tinggal milih T
Tabitha masih terisak, wanita itu terlalu terkejut dengan perlakuan yang diberikan Arthur tanpa alasan. Wanita itu berdiri dan mengusap air matanya. Ia berjalan keluar mencoba kembali berbicara dengan suaminya.Tabitha menuruni tangga berakhir ke ruang tengah menemukan Brian di sana."Brian.""Ada apa?""Kau tau dimana Arthur?""Dia tadi berjalan ke arah ruang kerjanya.""Baiklah.""Tabitha tunggu, ada yang ingin aku bicarakan.""Apa?" tanya Tabitha mendudukkan tubuhnya ke sofa."Kau bertengkar dengan Arthur?""Tidak.""Jangan membodohiku, aku tidak sengaja mendengar sentakan Arthur.""Ya.""Kau tau apa alasanya?""Tidak.""Hm, kau tau Ta. Arthur tak pernah marah sebesar ini.""Maksudmu?""Selama aku mengenal Arthur, pria itu memang marah jika kami melakukan kesalahan dalam menjalankan tugas contohnya saat penyerangan mansion waktu itu. Tapi kemarahanya tidak sebesar ini.""Apa yang harus ku lakukan?""Aku tak tau.""Aku akan bicara padanya.""Jaga bicaramu saat Arthur dalam mode ini
Brian dengan kesal membuka pintu ruangan Arthur, pria itu menggeram melihat Arthur tanpa wajah bersalahnya dengan tenang mengotak-atik laptop di hadapannya. Brian mendekati Arthur dan berdiri di samping pria itu."Arthur aku perlu bicara.""Katakan," ucap Arthur tanpa mempedulikan keberadaan Brian."Apa yang terjadi?""Maksudmu?" ucap Arthur tenang seraya menatap Brian."Dengan mu dan Tabitha apa yang terjadi?""Kau tak perlu tau," ucap Arthur lalu kembali pada pekerjaannya.“Aku tak bisa diam saja Arthur, selama ini kau tidak pernah bermain wanita dan tadi Tabitha bilang kau bersama jalangmu disini!" sentak Brian karena Arthur mengabaikannya."Oh, jadi wanita itu sudah mengadu padamu?""Arthur!""Sudah kuduga.""Apa maksudmu Arthur?""Pergilah Brian, ini urusan rumah tanggaku kau hanyalah seorang asisten.""Jangan pandang aku sebagai asisten sekarang Arthur, pandang aku sebagai sahabatmu!""Tidak sekarang Brian.""Kau bertengkar dengan Tabitha right?""Aku bilang aku tak ingin membic
Arthur menuruni tangga mansionnya berakhir di meja makan, disana sudah ada madam Rose namun matanya tak menemukan Tabitha di sana."Dimana wanita itu?" tanya Arthur sembari mendudukkan tubuhnya."Wanita mana yang kau maksud? Aku wanita dan para maid juga wanita," cap Madam Rose memancing."Tabitha.""Oh, Tabitha tadi pamit.""Dia pergi kemana!" sentak Arthur meletakkan kembali tangannya yang hendak menyuapinya makanan."Dia berbelanja.""Bukannya itu tugas mu madam?""Dia bilang ia bosan. Jadi dia memaksa untuk pergi berbelanja tanpa ditemani Alexander.""Oh."“Kau tak perduli?""Ya.""Bagaimana kalau ini hanya siasat nya untuk bertemu kekasihnya itu?" tanya Madam Rose sembari mengelap piring di atas meja makan.Madam Rose tau Tabitha seperti apa dan ia juga mengerti sifat putranya, oleh karena itu ia memancing Arthur agar pria itu mau menyusul Tabitha. Terbukti sekarang Arthur menghentikan acara makan-makan nya. Pria itu dengan cepat meneguk habis air minumnya lalu pergi menuju kamar
1 minggu kemudian...Tepat dua minggu perubahan sikap Arthur pada Tabitha, selama itu pula Arthur selalu bertindak sesukanya, ia sama sekali tidak mempedulikan Tabitha bahkan saat rekan kerjanya mengundangnya untuk berpesta Arthur tidak membawa Tabitha, kenyataan itu ia dengar dari Brian.Tabitha hanya menghela napasnya, ia tak ingin memancing kemarahan Arthur dengan membalas semua ucapannya, biarkan pria itu berkata semaunya. Toh, nanti ia akan berhenti jika lelah kan? Batin Tabitha.Tabitha selalu menyiapkan sarapan, tapi suaminya selalu saja pergi lebih pagi, ia sudah sabar selama ini. Tapi perubahan yang ia harapkan dari Arthur tak kunjung ia dapat, ia lelah menunggu Arthur kembali haruskah ia menyerah?Di tengah lamunannya itu Tabitha mendengar suara aneh dari kamar Arthur, wanita itu segera bergegas ke kamar suaminya. Ia memegang knop pintu lalu memutar dan mendorong pintu itu. Ia mengedarkan pandangannya mencari keberadaan Arthur tapi sosok pria itu tak kunjung ia dapatkan.“Ar