Tabitha masih terisak, wanita itu terlalu terkejut dengan perlakuan yang diberikan Arthur tanpa alasan. Wanita itu berdiri dan mengusap air matanya. Ia berjalan keluar mencoba kembali berbicara dengan suaminya.Tabitha menuruni tangga berakhir ke ruang tengah menemukan Brian di sana."Brian.""Ada apa?""Kau tau dimana Arthur?""Dia tadi berjalan ke arah ruang kerjanya.""Baiklah.""Tabitha tunggu, ada yang ingin aku bicarakan.""Apa?" tanya Tabitha mendudukkan tubuhnya ke sofa."Kau bertengkar dengan Arthur?""Tidak.""Jangan membodohiku, aku tidak sengaja mendengar sentakan Arthur.""Ya.""Kau tau apa alasanya?""Tidak.""Hm, kau tau Ta. Arthur tak pernah marah sebesar ini.""Maksudmu?""Selama aku mengenal Arthur, pria itu memang marah jika kami melakukan kesalahan dalam menjalankan tugas contohnya saat penyerangan mansion waktu itu. Tapi kemarahanya tidak sebesar ini.""Apa yang harus ku lakukan?""Aku tak tau.""Aku akan bicara padanya.""Jaga bicaramu saat Arthur dalam mode ini
Brian dengan kesal membuka pintu ruangan Arthur, pria itu menggeram melihat Arthur tanpa wajah bersalahnya dengan tenang mengotak-atik laptop di hadapannya. Brian mendekati Arthur dan berdiri di samping pria itu."Arthur aku perlu bicara.""Katakan," ucap Arthur tanpa mempedulikan keberadaan Brian."Apa yang terjadi?""Maksudmu?" ucap Arthur tenang seraya menatap Brian."Dengan mu dan Tabitha apa yang terjadi?""Kau tak perlu tau," ucap Arthur lalu kembali pada pekerjaannya.“Aku tak bisa diam saja Arthur, selama ini kau tidak pernah bermain wanita dan tadi Tabitha bilang kau bersama jalangmu disini!" sentak Brian karena Arthur mengabaikannya."Oh, jadi wanita itu sudah mengadu padamu?""Arthur!""Sudah kuduga.""Apa maksudmu Arthur?""Pergilah Brian, ini urusan rumah tanggaku kau hanyalah seorang asisten.""Jangan pandang aku sebagai asisten sekarang Arthur, pandang aku sebagai sahabatmu!""Tidak sekarang Brian.""Kau bertengkar dengan Tabitha right?""Aku bilang aku tak ingin membic
Arthur menuruni tangga mansionnya berakhir di meja makan, disana sudah ada madam Rose namun matanya tak menemukan Tabitha di sana."Dimana wanita itu?" tanya Arthur sembari mendudukkan tubuhnya."Wanita mana yang kau maksud? Aku wanita dan para maid juga wanita," cap Madam Rose memancing."Tabitha.""Oh, Tabitha tadi pamit.""Dia pergi kemana!" sentak Arthur meletakkan kembali tangannya yang hendak menyuapinya makanan."Dia berbelanja.""Bukannya itu tugas mu madam?""Dia bilang ia bosan. Jadi dia memaksa untuk pergi berbelanja tanpa ditemani Alexander.""Oh."“Kau tak perduli?""Ya.""Bagaimana kalau ini hanya siasat nya untuk bertemu kekasihnya itu?" tanya Madam Rose sembari mengelap piring di atas meja makan.Madam Rose tau Tabitha seperti apa dan ia juga mengerti sifat putranya, oleh karena itu ia memancing Arthur agar pria itu mau menyusul Tabitha. Terbukti sekarang Arthur menghentikan acara makan-makan nya. Pria itu dengan cepat meneguk habis air minumnya lalu pergi menuju kamar
1 minggu kemudian...Tepat dua minggu perubahan sikap Arthur pada Tabitha, selama itu pula Arthur selalu bertindak sesukanya, ia sama sekali tidak mempedulikan Tabitha bahkan saat rekan kerjanya mengundangnya untuk berpesta Arthur tidak membawa Tabitha, kenyataan itu ia dengar dari Brian.Tabitha hanya menghela napasnya, ia tak ingin memancing kemarahan Arthur dengan membalas semua ucapannya, biarkan pria itu berkata semaunya. Toh, nanti ia akan berhenti jika lelah kan? Batin Tabitha.Tabitha selalu menyiapkan sarapan, tapi suaminya selalu saja pergi lebih pagi, ia sudah sabar selama ini. Tapi perubahan yang ia harapkan dari Arthur tak kunjung ia dapat, ia lelah menunggu Arthur kembali haruskah ia menyerah?Di tengah lamunannya itu Tabitha mendengar suara aneh dari kamar Arthur, wanita itu segera bergegas ke kamar suaminya. Ia memegang knop pintu lalu memutar dan mendorong pintu itu. Ia mengedarkan pandangannya mencari keberadaan Arthur tapi sosok pria itu tak kunjung ia dapatkan.“Ar
Jam menunjukkan pukul 10 malam, Tabitha terbangun dari tidur nyenyak nya, wanita itu meraih gelas di atas nakas namun gelasnya kosong. Ia berdiri tapi sedetik kemudian badannya terhuyung, ia pun berpegangan pada kepala ranjang, wanita itu merasa kepalanya pusing. Ia memijit pelan pelipisnya berharap pusing itu segera hilang.Ia melangkahkan kakinya perlahan lalu saat sampai di depan kamar tamu yang Arthur tempati wanita itu menyempatkan untuk memeriksa keadaan Arthur. Saat pintunya terbuka ia mendapati kamar itu kosong dan dingin seperti tak terjamah.Ia menggelengkan kepalanya “Mungkin Arthur lembur atau pergi ada urusan dengan Regnarok bukan?” batin Tabitha.Ia kembali melanjutkan jalannya, namun kepalanya semakin pusing saat menuruni tangga. Dan sayup-sayup terdengar suara Arthur. Wanita itu segera bergerak cepat walau kepalanya terasa mau pecah, hingga saat di anak tangga ketiga tubuhnya terhuyung bahkan gelas yang sedari tadi ia bawa sudah jatuh mengenaskan di lantai. Ia menahan
"Kau baru mengetahuinya?""Jadi_""Baiklah, selamat kalau begitu. Kau akan jadi seorang ayah, akan ada yang memanggilmu Daddy," ujar Ryan dengan nada gembira berbanding terbalik dengan ekspresi Arthur, ia terkejut bahkan cenderung tidak percaya. Ia bahagia sekarang namun kilasan mengenai istrinya dan Clark membuat kebahagiaannya sirna begitu saja."Berapa usia kandungannya?""Dua minggu Arthur.""Baiklah," ucap Arthur tertahan bahkan tangannya sudah mengepal sempurna."Usia kandungannya masih sangat rentan, kau harus menjaganya," ucap Ryan dibalas anggukkan oleh Arthur."Baiklah aku pergi dulu.""Terimakasih.""Jaga dia baik-baik.""Tentu," ujar Arthur tersenyum manis walau tersembunyi sesuatu yang besar dalam dirinya yang akan keluar sebentar lagi.Setelah Ryan keluar dari mansion, Arthur dengan cepat memasuki kamar tamu yang sudah ada Tabitha disana. Ia membuka pintunya dan terlihatlah istrinya yang sedang membelai lembut perutnya dan juga Brian yang berdiri di hadapannya."Keluarla
Arthur mengemudikan mobilnya menuju kantor namun ditengah perjalanan ia memikirkan keadaan Tabitha, tak bisa dibohongi ia khawatir dengan keadaan istrinya saat ini, bergegas pria itu memutar arah dan menuju mansion.Setelah sampai di mansion, ia ragu untuk bertemu Tabitha. Akhirnya ia mendudukkan tubuhnya di meja makan untuk sarapan, ia tak pergi ke kantor hari ini, pikirannya terlalu kalut jika ditambah dengan persoalan kantor."Nak, kau sudah pulang?" Tanya Madam Rose."Ya.""Kau bertengkar dengan istrimu?""Sedikit.""Tidak, kau berbohong. Jika sedikit, Tabitha tidak mungkin meninggikan suaranya.""Ya kau benar.""Apa yang terjadi?""Aku tak bisa mengatakannya madam.""Baiklah tak apa.""Maaf.""Ya, kau ingin sarapan?""Tidak."Lalu di tengah perbincangan mereka Karin datang membawa makanan, Arthur kira makanan itu untuknya tapi Karin malah berjalan melewatinya. "Karin tunggu!""Ya tuan?""Untuk siapa kau membawa makanan itu?""Ini untuk nyonya.""Tabitha?""Istrimu tidak keluar da
Brian menatap kearah Arthur yang sibuk berkutat dengan dokumen-dokumen di mejanya, Brian tau Arthur selama dua hari ini menyibukkan dirinya dengan urusan kantor, terlihat sekali Arthur membohongi dirinya, ia terlihat acuh dengan kepergian Tabitha, tapi di dalam hatinya Arthur tersakiti karena kepergian istrinya itu."Arthur.""Ya?""Aku mendapat undangan dari Mr. Xavier.""Lalu?""Kau bisa pergi kan?""Ya.""Baiklah, akan ku siapkan."Brian duduk di sofa ruangan Arthur dan tak lama seorang staf datang menemui Arthur dan menyerahkan beberapa dokumen. Brian tak menanggapi ia hanya fokus pada ponselnya namun sentakkan Arthur membuat Brian mendongakkan kepalanya."Bagaimana data tidak valid! Apa yang terjadi?!""M-maaf boss, tapi aku sudah memperbaikinya dua kali.""Tetap salah! Kau bodoh!""Saya akan perbaiki lagi boss.""Lima belas menit, jika kau belum datang dengan laporan yang benar kau ku pecat!""B-baik boss."Staf itu pun keluar, Brian menghentikannya sedangkan Arthur beridiri di