“Maafkan aku,” ucap Fanny mencoba mengakhiri sikap buruknya.Adam tersenyum penuh kemenangan. Namun dia tidak puas dengan pengakuan Fanny tersebut, dia tertarik untuk semakin membuat wanita itu kesal dan sangat ingin menggodanya.“Kau akan langsung bekerja hari ini juga! Tanda tangani ini dan bagian personalia akan menyelesaikannya nanti!” ucap Adam sambil menyodorkan sebuah surat kontrak kepada Fanny.“Dua puluh ribu dollar?” ucap Fanny terbelalak.“Tanda tangani sekarang sebelum aku berubah pikiran!” bentak Adam kemudian.Tanpa menunda, dan bahkan tanpa membacanya lagi Fanny langsung menandatanganinya. Sebuah kecerobohan yanga kan disesalinya nanti.“Jhon, tunjukan tikus ini meja kerjanya!” ucap Adam yang tidak ingin kehilangan dominasinya menunjuk Jhon untuk mengantarkan Fany ke meja kerjanya.“Baik Tuan,” jawab sang ajudan dengan sigapnya.“Nona Fanny, di sini meja kerja Anda,” ucap Jhon sambil membuka pintu di belakang meja kerja Adam.“Di sini? ruangan ini satu ruangan dengannya
“Beginilah karena kamu terlalu sibuk menangani perusahaan dan bersenang-senang, maafkan kami Tuan Carltzon, dia memang masih seperti itu,” ucap Abraham kepada pasangan di depannya.“Kami mengerti, Sharena juga masih sangat manja,” ucap Carltzon menimpali.Adam jelas tidak mengetahui jika kedua orang tuanya itu baru saja menyepakati tanggal pertunangan dan tanggal pernikahannya dengan Sharena.Dia tak bisa berkutik, terlebih semua itu dilandaskan oleh kepentingan bisnis dimana Hussein Group dengan Carltzon Group dipastikan akan membangun afiliasi dagang dalam satu brand fashion baru yang kini tengah dirintisnya itu.“Ibu, kenapa kau tidak membicarakannya lebih dulu kepadaku?” ucap Adam kepada sang mama.Lucy hanya tersenyum menatapnya.“Usiamu sudah 35 tahun dan belum ada satu wanita pun yang kau kenalkan kepada kami, apa menurutmu kami tidak mencemaskanmu?” ucap Lucy saat mereka kembali menuju mobil.“Dengar Nak, Ayah sudah membuat keputusan dan tanggal itu tidak bisa lagi kau tolak!
Malam ini, semangkuk mie instan mengenyangkan perut kecilnya Fanny yang juga sudah sangat letih itu.Dia langsung terlelap tak lama sesudahnya.Sementara itu di rumah mewah keluarga Hussein, Adam masih tak bisa memejamkan matanya sedikitpun.“Kenapa dia terus mengisi otakku?” ucap Adam sambil berguling bolak balik di ranjangnya.Adam kemudian bangun dari tidurnya, dia segera duduk dan melangkah turun setelahnya. Dia kini berjalan menuju balkon kamarnya, lalu membuka pintu dan melangkah ke luar kamar.Pandangan Adam tertuju ke arah pusat kota di bawah sana. Ya,kediaman Hussein berada di sebuah bukit pribadi yang memang hanya bisa diakses oleh keluarga tersebut. Pusat Kota San Marine sendiri memang memiliki sejumlah kenampakan alam yang eksotis di mana wilayahnya terdiri dari dataran berbukit-bukit yang sangat indah.Jari tangannya kemudian menekan dial khusus yang akan langsung menghubungkannya dengan John.Cukup lama, John pun akhirnya mengangkat teleponnya itu. “Ke rumahku sekarang
“Kau tidak bisa mendengarku? Heyy! Tikus!” teriak Adam semakin lantang.Suaranya yang menggelegar membuat banyak orang di dekatnya langsung menoleh ke arah Adam.Namun saat mereka menyadari jika si pemilik suara tersebut adalah CEO mereka, maka mereka pun langsung kembali meneruskan langkahnya meski segudang tanya menumpuk di benaknya.Berbeda dengan Fanny, wanita itu justru menjadi tak berkutik karena kini semua mata menyorot ke arahnya.“Maaf, aku lupa jika tikus hanya pandai mengendus bukan mendengar,” ucap Adam sambil berlalu melewati Fanny begitu saja.Di belakangnya, John nampak menempelkan kedua telapak tangannya di dada sambil menggeleng-gelengkan kepalanya menatap Fanny.Fanny sudah hampir meledak pagi ini, dia hanya bisa menahan diri karena tidak ingin kehilangan pekerjaannya ini bahkan sebelum dia bisa mencicipi gaji fantastisnya itu.Wanita itu kemudian meneruskan langkahnya menuju ruangannya. Adam kemudian semakin memperlambat langkahnya, untuk menunggu Fanny. Namun wanit
“Baiklah, hanya demi Mama,” ucap Adam sambil bangun dari duduknya.“Tentu sayang,” ucap Lucy sangat senang.“Sharena, kalian bisa berangkat, karena Tante ada janji dengan teman-teman Tante, tidak apa-apa kan kalian berangkat tanpa Tante?” tanya Lucy kepada Sharena.“Tentu saja tidak apa-apa Tan,” jawab Sharena sambil mengembangkan senyuman bangganya.Wanita ini tengah memikirkan betapa bangganya saat nanti dia akan dikukuhkan menjadi calon menantu dari keluarga Hussein.Sementara Lucy sibuk dengan ponselnya, Adam justru menghampiri Fanny yang tengah mempelajari pengajuan kerja sama dari sebuah perusahaan asing kepada Hussein Group.“Ikut denganku sekarang juga! Kau harus menemaniku,” ucap Adam sambil menarik lengan kanan Fannya.“Itu bukan pekerjaanku Pak,” ucap Fanny terdengar cukup nyaring sambil menarik lengannya yang kini tengah di genggam Adam.“Aku atasanmu, kau dipekerjakan di sini karena aku, jadi apapun perintahku kau harus menurutinya! Temani aku sekarang juga tikus dara!”
“Tapi Pak, seharusnya kita ke kantor?” ucap Fanny sambil berusaha mengimbangi langkah Adam yang kini semakin menariknya masuk ke dalam apartemen tersebut.“Kamu ikut saya saja apa susahnya sih?” ucap Adam yang mulai kerepotan karena tangan kiri Fanny terus memberontaknya.Sesampainya di dekat lift, ulah Fanny benar-benar membuat Adam menghentikan langkahnya.“Saya bukan jalang yang bisa diperlakukan dengan seenaknya!” ucap Fanny dengan sangat lantang.Suara lantang wanita itu membuat Adam melepaskan tangannya yang tengah menggenggam lengan Fanny.“Jangan membuat kegaduhan! Aku tidak akan pernah memaafkan orang yang menghancurkan reputasiku!” ucap Adam sambil melangkah pergi.“Jika saja saya tidak butuh pekerjaan ini, saya juga tidak sudi bekerja dengan atasan seperti Anda,” ucap Fanny sambil membalikkan tubuhnya dan segera pergi tanpa menoleh lagi ke belakang.Adam mendengar dengan jelas semua kalimat yang meluncur dari mulutnya Fanny barusan, dia kemudian memutar tubuhnya dan tanpa d
“Kau sungguh memalukan!” dengus Abraham dengan kemarahan paripurna di wajahnya.Lelaki itu duduk di kursi utama ruangan keluarga ini. Ya, sosok Abraham Hussein adalah lelaki yang sangat dingin dan juga tegas. Sebagai sulung dari lima bersaudara. Abraham yang merupakan anak lelaki satu-satunya di dalam keluarga Hussein ini pun menjadi Kepala Keluarga menggantikan mendiang sang ayah yang wafat di usia Abraham yang baru saja dua puluh lima tahun saat itu.“Adam, katakan kepada kami siapa wanita ini?” ucap Lucy kepada putra semata wayangnya.Adam bungkam seribu bahasa. Lelaki ini mengalihkan pandangannya kepada Fanny yang juga tengah menusuknya dengan sangat tajam dengan bola mata hazelnya.“Aku mencintai Fanny, tidak masalah bukan?” ucap Adam dengan tenangnya.“Pak Adam!” sanggah Fanny tak menerima dengan pengakuan Adam tersebut yang justru akan semakin menyudutkannya.Fanny merasakan semua tatapan wajah-wajah di ruangan itu kini mengarah kepadanya. Dan ini membuatnya sangat geram. Tidak
Pagi harinya, Fanny kembali siap dengan seragam rapi untuk kembali bekerja. Setelah membeli soto ayam hangat dengan porsi yang sangat mengenyangkannya, wanita ini akhirnya melangkah mengikuti gang kecil menuju kantornya.Lalu lintas di kota ini sangat padat di pagi hari seperti saat ini. Bukan hanya lalu lintas jalan raya yang padat merayap, melainkan lalu lalang pejalan kaki pun sama padatnya.Tidak ada obrolan dan saling sapa sesama pejalan kaki, seolah menjadi ciri khas yang melekat pada budaya jalanan di kota-kota besar belahan dunia manapun. Demikian juga dengan kota ini yang penduduknya beragam dengan berbagai struktur sosial yang juga beragam.Sekitar lima belas menit berjalan kaki, Fanny akhirnya tiba di halaman Hussein Group.Sesampainya di pintu masuk utama, wanita ini barulah menyematkan pin khusus miliknya.Ya, sebuah lencana khusus untuk para petinggi perusahaan besar ini memang dimilikinya berkat posisinya saat ini.“Harus aku katakan, jika kau terlalu percaya diri denga
Fanny dan timnya berjalan melalui lorong-lorong gelap menuju tempat yang telah ditentukan untuk pertemuan dengan Zero. Lokasi itu terletak di sebuah gedung tua yang ditinggalkan, tempat yang dirancang untuk menanamkan rasa tidak nyaman sejak awal. Mason membawa tablet dengan sistem pertahanan canggih yang siap memonitor setiap detik pertemuan. Gavin menggenggam tas berisi alat pelacak kecil, berjaga-jaga jika situasi berubah menjadi ancaman fisik.“Apakah kita yakin ini langkah yang benar?” bisik Gavin, matanya penuh kekhawatiran. “Mereka yang memilih lokasi, mereka yang menetapkan aturan. Kita memasuki permainan mereka.”Fanny tetap berjalan tegap, meskipun rasa was-was membebani pikirannya. "Ini satu-satunya cara. Kita harus tahu apa yang mereka inginkan sebenarnya."Setelah melalui beberapa pintu berat yang diawasi kamera tersembunyi, mereka akhirnya tiba di sebuah ruangan besar yang hanya diterangi lampu gantung di tengah. Di sana, tiga kursi sudah disiapkan untuk mereka, menghada
Malam semakin larut saat Fanny dan timnya berkumpul di ruang konferensi di Quantum Grid. Lampu ruangan yang terang bersinar ke wajah mereka yang lelah, namun tekad mereka semakin bulat. Gavin duduk di sebelah Fanny, menatap layar komputer yang menunjukkan riwayat data yang telah dimanipulasi. Mason, yang selalu menjadi pengamat cermat, berdiri di belakang mereka, menganalisis layar dengan mata penuh perhatian."Ada peningkatan yang signifikan dalam laporan tentang Quantum Shield yang sudah tersebar ke publik," kata Gavin, matanya terfokus pada grafik yang menunjukkan lonjakan besar dalam interaksi media sosial. "Mereka tidak hanya merusak sistem kita, Fanny. Mereka merusak kepercayaan publik pada Quantum Grid itu sendiri."Fanny menghela napas dalam-dalam, merasa berat di dadanya. "Zero tahu cara menyerang dengan cara yang lebih halus. Mereka menyusup ke dalam informasi, membentuk keraguan dengan sangat cepat. Ini bukan serangan yang bisa kita tangani dengan hanya memperbaiki kode ata
Beberapa bulan setelah penangkapan Langdon, Quantum Grid berhasil pulih dari serangan dan kembali menjadi fondasi kuat bagi kemajuan teknologi kota. Fanny, yang kini dikenal sebagai simbol keberhasilan, tidak dapat duduk tenang. Dalam dirinya, ada kegelisahan yang tak terungkapkan. Meskipun Langdon telah ditangkap, Fanny tahu bahwa ada kekuatan yang lebih besar di balik segala intrik ini. Dia merasa seperti baru saja membuka lapisan pertama dari teka-teki yang jauh lebih rumit.Namun, meskipun sistem berfungsi dengan baik, sebuah perubahan kecil dalam algoritma Quantum Shield mulai menarik perhatian para ahli. Data menunjukkan adanya pola yang tidak biasa, tidak tercatat dalam laporan atau log keamanan yang ada. Di dalamnya, ada tanda-tanda manipulasi sistem yang sangat terorganisir dan terselubung."Ini tidak seperti serangan sebelumnya," kata Gavin saat mereka meneliti data yang tercatat di layar besar. "Ada seseorang yang bergerak lebih diam-diam, seperti bayangan di balik layar."
Fanny menghabiskan beberapa minggu ke depan untuk memulihkan citra Quantum Grid. Selain menjelaskan pemadaman secara transparan kepada masyarakat, dia juga menginisiasi program yang melibatkan pengguna dalam pengawasan keamanan sistem. Program itu diberi nama Quantum Shield, sebuah platform terbuka di mana para ahli teknologi dan pengguna biasa dapat bekerja sama mendeteksi potensi ancaman.Namun, Gavin membawa kabar yang mengejutkan suatu pagi. “Fanny, kau harus melihat ini,” katanya sambil menyerahkan tablet kepadanya.Di layar, ada sebuah pesan dari seseorang yang tidak terduga: Mason, mantan ahli teknologi Langdon. Dalam pesan itu, Mason menawarkan informasi tentang operasi Langdon yang lebih besar, dengan syarat dia mendapat perlindungan dari pihak berwenang.Fanny mengernyit. “Kenapa dia tiba-tiba ingin membantu kita?”Gavin menggeleng. “Mungkin dia sudah muak bekerja di bawah Langdon. Atau mungkin dia punya agenda lain.”Setelah berdiskusi panjang, Fanny memutuskan untuk bertem
Fanny menghela napas panjang di tengah gemuruh tepuk tangan audiens. Kemenangan ini hanyalah permulaan dari perjuangan yang lebih besar. Setelah acara, dia segera bertemu Gavin di ruang kontrol. Meskipun berhasil mematahkan upaya Langdon, mereka tahu bahwa ancaman lain bisa muncul kapan saja.“Fanny, kita mungkin menang di sini, tapi sabotase seperti ini akan terus terjadi,” kata Gavin sambil menunjuk layar yang menampilkan data terbaru dari jaringan Quantum Grid. “Langdon bukan satu-satunya musuh kita. Dia hanya bagian dari sistem besar yang tidak ingin kita berhasil.”Fanny mengangguk. Dia sudah mempersiapkan dirinya untuk perang yang lebih panjang. “Aku tahu. Tapi setiap kemenangan kecil adalah langkah maju. Kita tidak bisa menyerah sekarang.”Di sisi lain kota, Langdon duduk di ruangannya yang mewah namun gelap. Ia dikelilingi oleh beberapa rekan bisnisnya yang terlihat gusar. Kekalahan di pertemuan internasional tadi siang membuatnya semakin terpojok. Namun, dia bukan orang yang
Fanny memutuskan untuk tidak hanya bertahan, tetapi juga melancarkan serangan balik terhadap kelompok elit yang dipimpin oleh Victor Langdon. Langdon, yang memiliki pengaruh besar di dunia bisnis dan politik, tak akan membiarkan New Vallend melenggang begitu saja. Namun, Fanny tahu bahwa dia tidak bisa melawan mereka dengan cara yang konvensional. Untuk mengalahkan mereka, dia harus memanfaatkan teknologi yang selama ini dia bangun di bawah tanah, jauh dari sorotan.Sebagai langkah pertama, Fanny meluncurkan proyek Quantum Grid, sebuah sistem energi terbarukan berbasis kecerdasan buatan yang dapat mengendalikan distribusi energi secara global dengan efisiensi luar biasa. Dengan Quantum Grid, Fanny berharap dapat memberikan solusi kepada dunia yang sedang terguncang oleh krisis energi, dan sekaligus menggulingkan dominasi Langdon yang bergantung pada sumber energi fosil.Namun, proyek ini bukan tanpa risiko. Untuk mengimplementasikannya, Fanny harus melibatkan para pemimpin negara dan
Setelah kemenangan atas Alexander dan Victoria, Fanny mulai memusatkan perhatiannya pada pengembangan lebih lanjut dari New Vallend. Namun, meski kemenangan di pasar internasional memberikan mereka momentum yang sangat dibutuhkan, kedamaian yang mereka rasakan tidak berlangsung lama.Meskipun Fanny berhasil menata ulang timnya, ada ketegangan yang mulai muncul di dalam organisasi. Gavin, yang telah menjadi tangan kanannya selama ini, mulai merasakan adanya pergeseran dalam arah yang diambil New Vallend. Seiring Fanny semakin fokus pada perluasan global dan pengembangan infrastruktur besar-besaran, Gavin merasa bahwa mereka mulai kehilangan hubungan dengan visi asli perusahaan: menciptakan kota pintar yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.“Fanny, kita mulai kehilangan esensi kita. Kita dulu berfokus pada keberlanjutan dan masyarakat. Sekarang, semua hanya tentang keuntungan dan ekspansi tanpa batas,” ujar Gavin suatu malam, saat keduanya duduk di kantor yang hampir kosong, dengan la
Victoria tertawa kecil. “Kamu terlalu idealis, Fanny. Dunia nyata tidak bekerja seperti itu.”Percakapan ini menandai awal dari keretakan besar antara mereka.Di tengah ketegangan dengan Victoria, Gavin datang dengan kabar yang mengejutkan. Melalui investigasi yang terus berjalan, dia menemukan bahwa Alexander Voss tidak hanya berusaha menggagalkan New Vallend, tetapi juga diam-diam berinvestasi dalam proyek pesaing di Timur Tengah.“Alexander menggunakan jaringan globalnya untuk mendiskreditkan kita di pasar internasional,” kata Gavin.Fanny memutuskan untuk mengambil langkah preventif. Dia menghubungi Rafael untuk merancang sebuah konferensi internasional yang akan mempertemukan para pemimpin dunia untuk mendiskusikan masa depan kota pintar.“Kita akan menunjukkan pada dunia bahwa New Vallend bukan hanya sebuah proyek, tapi sebuah gerakan,” kata Fanny dengan semangat.Saat konferensi mendekat, Alexander melancarkan serangan langsung. Dia memanfaatkan media untuk menyebarkan rumor ba
Setelah berhasil menghadapi ancaman dari Alexander Voss dan Victoria Lang, Fanny memutuskan untuk melangkah lebih jauh. Dia ingin menjadikan New Vallend sebagai proyek percontohan untuk kota pintar global. Namun, ekspansi ini memerlukan sumber daya dan dukungan yang jauh lebih besar.Di tengah upayanya untuk memperluas proyek ini, Fanny diundang untuk berbicara di Konferensi Teknologi Dunia di Singapura. Di acara tersebut, dia bertemu dengan para pemimpin industri teknologi dari seluruh dunia, termasuk seorang inovator muda bernama Dr. Rafael Calderon, yang memiliki visi serupa tentang kota pintar.Rafael mengajukan proposal kerja sama yang ambisius: membangun jaringan kota pintar yang terhubung di tiga benua. Namun, dia juga memberikan peringatan. “Fanny, dunia ini tidak hanya tentang ide besar. Banyak pihak akan mencoba menghentikanmu, terutama jika mereka merasa kehilangan kekuasaan.”Sementara itu, Gavin, yang kini menjadi penasihat senior Fanny, menemukan tanda-tanda pengkhianata