Malam ini, semangkuk mie instan mengenyangkan perut kecilnya Fanny yang juga sudah sangat letih itu.
Dia langsung terlelap tak lama sesudahnya.Sementara itu di rumah mewah keluarga Hussein, Adam masih tak bisa memejamkan matanya sedikitpun.“Kenapa dia terus mengisi otakku?” ucap Adam sambil berguling bolak balik di ranjangnya.Adam kemudian bangun dari tidurnya, dia segera duduk dan melangkah turun setelahnya. Dia kini berjalan menuju balkon kamarnya, lalu membuka pintu dan melangkah ke luar kamar.Pandangan Adam tertuju ke arah pusat kota di bawah sana. Ya,kediaman Hussein berada di sebuah bukit pribadi yang memang hanya bisa diakses oleh keluarga tersebut. Pusat Kota San Marine sendiri memang memiliki sejumlah kenampakan alam yang eksotis di mana wilayahnya terdiri dari dataran berbukit-bukit yang sangat indah.Jari tangannya kemudian menekan dial khusus yang akan langsung menghubungkannya dengan John.Cukup lama, John pun akhirnya mengangkat teleponnya itu. “Ke rumahku sekarang juga, temani aku ke klub,” ucap Adam kepada John. “Baiklah, teruskan saja tidurmu itu karena aku bisa mencari lagi asisten yang baru,” ucap Adam sambil mematikan ponselnya.Kalimat itu adalah kalimat paling ampuh yang selama ini digunakan Adam untuk mendapatkan keinginannya terhadap John.Jangan tanyakan, betapa kesalnya John saat ini, dia benar-benar merutuki hidupnya yang hampir di setiap jam nya ini selalu mengurusi masalah Adam.“Untung saja Adam selalu memberiku gaji fantastis, itu memang sesuai dengan pekerjaannya yang selalu tak tahu aturan jam kerja seperti ini!” ucap John sambil bersiap.Sementara itu Adam sendiri justru kembali tertidur karena merasa nyaman berbaring pada bangku panjang di balkonnya itu.John yang sudah sangat familiar dengan keluarga Hussein ini pun tidak mendapat hambatan yang berarti meski harus masuk ke dalam rumah mewah berkeamanan ekstra ketat itu karena semua orang di sana memang mengenalinya.“Tuan Muda ada di kamarnya,” ucap seorang pelayan yang membukakan pintu untuknya.John pun langsung melangkah masuk ke dalam kamar Adam.Dia tak bisa menemukan Adam, dia kemudian mencarinya ke kamar mandi dan ruangan ganti, namun Adam tak juga terlihat batang hidungnya.Gemuruh angin malam yang menyapu gorden pun akhirnya mengalihkan John, dia melihat Adam tengah meringkuk di kursi panjang yang berada di luar kamar.John sangat lega. Namun saat melihat tidurnya Adam yang begitu nyenyak, John pun tak mau mengganggunya.Lelaki itu kemudian mengambil bantal dan langsung menggelar tikar di bawah kursi Adam. John yang memang sangat mengantuk itu pun segera merebahkan lagi tubuhnya di atas tikar tersebut.Keesokan paginya, Adam yang terbangun karena silaunya mentari pagi itu pun menjadi sangat terkejut saat mendapatkan John tengah memegangi tali boksernya dengan sangat erat.“John!” teriak Adam.“Yes Boss!’ jawab John sambil melompat bangun dari tidurnya.Tatapan galak Adam pun menusuk John.“Aku datang sesuai perintah Anda, dan karena Anda tertidur, aku juga tidur,” ucap John sambil memoleskan sedikit senyuman di wajahnya.“Apa itu berarti kau juga harus mementil tali bokserku!” ucap Adam sambil menatap ke arah tangan John yang masih menarik tali celana pendeknya itu hingga saat ini.“Upz!” ucap John sambil melepaskan pegangannya.Dia baru menyadari jika tangannya sedari tadi menarik tali celana bokser Adam hingga terlepas.“Dasar lelaki aneh!” ucap Adam sambil melangkah masuk ke dalam kamarnya.John, meneguk salivanya dengan sangat kasar.Setengah jam berlalu, Adam sudah sangat siap dengan stelan kantornya. Demikian juga dengan John yang memang selalu membawa pakaian ganti dan atribut ini itunya di mobil terlihat sudah mengimbangi penampilan Adam pagi ini. Keduanya berpapasan di tangga.“Kau mandi di mana John?” tanya Adam sangat dingin.John tak menjawabnya. Dia hanya menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal sembari segera melepaskan rangkulannya di pundak Nenna, pelayan paling seksi di rumah keluarga Hussein ini.Adam hanya tersenyum tipis, sambil melanjutkan langkahnya ke meja makan.Seperti biasanya, ritual sarapan adalah sebuah jadwal wajib di keluarga ini. Karena mereka semua akan sangat sulit berkumpul di jam lainnya selain pada jam sarapan seperti saat ini.Tidak ada percakapan sepatah kata pun di sepanjang acara makan yang dipimpin langsung oleh Kepala Keluarga Hussein yaitu Ayah dari Adam.“Aku sudah memesan Alhira Boutique untuk menjadi desainer pakaian pernikahanmu, kunjungi designer itu siang ini sesuai janji Ayah, mereka butuh lebih banyak waktu untuk menyiapkan semuanya,” ucap Juna kepadanya.“Ayah, kukira kita sudah sepakat bahwa aku tidak akan bisa menikahi Sharena!” ucap Adam menimpali.Juna terdiam, lelaki paruh baya itu kemudian melepaskan lap tangan di tangannya sebelum kemudian menatap lurus wajah putra semata wayangnya itu.“Kau menolaknya? Apakah kau memiliki wanita lain?” tanya Juna dengan sangat serius.Gleg.Adam meneguk salivanya dengan sangat kasar, sesungguhnya dia tidak mengerti dengan apa yang kini dirasakannya. Namun menikahi Sharena pun bukanlah hal baik untuknya.“Adam, jawab pertanyaan Ayahmu?” ucap Lucy kepadanya dengan suara meninggi.Adam tak menjawab.“Jhon, ayo kita berangkat ke perusahaan!” ucap Adam sambil menenteng tas kerjanya.Melihat majikannya pergi, Jhon pun langsung berpamitan kepada dua wajah di depannya itu.“Tuan, Nyonya, aku pamit,” ucap Jhon sambil mengejar Adam setelahnya.“John! Jangan lupa untuk mengirimkan jadwal Adam hari ini kepadaku,” ucap Lucy mengingatkan John dengan suara yang sedikit ditekan.Adam sendiri semakin mempercepat langkahnya, dia tidak mau berdebat lagi dengan kedua orang tuanya mengenai perjodohan itu.“Buatkan jadwal sepadat mungkin untukku! Aku benar-benar tidak punya waktu untuk mengurusi perjodohan itu!” ucap Adam sambil melangkah masuk ke dalam mobilnya.Adam mengemudikan sendiri Bugatti La Voiture Noire miliknya itu, sementara John duduk di kursi penumpangnya.Sebuah pemandangan yang aneh mengingat Adam adalah CEO nya.Namun begitulah dua orang teman ini selama ini menjalani hidup mereka. John menganggap dirinya beruntung karena meski dia tak pintar-pintar amat, namun bisa mendapatkan pekerjaan hebat dan sangat diidam-idamkan banyak orang di Hussein Group berkat kedekatannya dengan si putra mahkota bisnis tersebut.“Dia menggunakan ojek?” ucap Adam yang melihat Fanny baru saja menikung di sebelah nya dengan membonceng ojek online.Fanny sendiri, dia tidak mengetahui jika Adam melihatnya.“Makasih ya Pak,” ucap Fanny sambil menyerahkan bayarannya.“Kembaliannya Neng,” ucap pengemudi ojek online tersebut kepada Fanny.“Ambil saja Pak, makasih ya, saya masuk dulu,” ucap Fanny sambil bergegas menaiki anak tangga di halaman gedung perusahaan tersebut.Dengan semangat pagi yang begitu menyenangkan, Fanny terus melangkah masuk ke dalam gedung perusahaan, hingga dia akhirnya terhenti pada anak tangga yang tengah di naikinya.“Dasar jalang rendahan! Senang sekali kamu ya, baru saja deket-deketan sama tukang ojek?” ucap Adam dengan suara khasnya yang sangat lantang.GlegFanny terdiam, awalnya dia mengira jika Adam berbicara kepada orang lain, sehingga dia pun memilih melanjutkan langkahnya.“Fanny Cesa! Berapa harga kamu per menitnya? Aku akan membayarnya!” ucap Adam dengan suara yang semakin lantang.Gleg.Fanny terdiam, dia segera menghentikan langkahnya lagi.“Kau tidak bisa mendengarku? Heyy! Tikus!” teriak Adam semakin lantang.Suaranya yang menggelegar membuat banyak orang di dekatnya langsung menoleh ke arah Adam.Namun saat mereka menyadari jika si pemilik suara tersebut adalah CEO mereka, maka mereka pun langsung kembali meneruskan langkahnya meski segudang tanya menumpuk di benaknya.Berbeda dengan Fanny, wanita itu justru menjadi tak berkutik karena kini semua mata menyorot ke arahnya.“Maaf, aku lupa jika tikus hanya pandai mengendus bukan mendengar,” ucap Adam sambil berlalu melewati Fanny begitu saja.Di belakangnya, John nampak menempelkan kedua telapak tangannya di dada sambil menggeleng-gelengkan kepalanya menatap Fanny.Fanny sudah hampir meledak pagi ini, dia hanya bisa menahan diri karena tidak ingin kehilangan pekerjaannya ini bahkan sebelum dia bisa mencicipi gaji fantastisnya itu.Wanita itu kemudian meneruskan langkahnya menuju ruangannya. Adam kemudian semakin memperlambat langkahnya, untuk menunggu Fanny. Namun wanit
“Baiklah, hanya demi Mama,” ucap Adam sambil bangun dari duduknya.“Tentu sayang,” ucap Lucy sangat senang.“Sharena, kalian bisa berangkat, karena Tante ada janji dengan teman-teman Tante, tidak apa-apa kan kalian berangkat tanpa Tante?” tanya Lucy kepada Sharena.“Tentu saja tidak apa-apa Tan,” jawab Sharena sambil mengembangkan senyuman bangganya.Wanita ini tengah memikirkan betapa bangganya saat nanti dia akan dikukuhkan menjadi calon menantu dari keluarga Hussein.Sementara Lucy sibuk dengan ponselnya, Adam justru menghampiri Fanny yang tengah mempelajari pengajuan kerja sama dari sebuah perusahaan asing kepada Hussein Group.“Ikut denganku sekarang juga! Kau harus menemaniku,” ucap Adam sambil menarik lengan kanan Fannya.“Itu bukan pekerjaanku Pak,” ucap Fanny terdengar cukup nyaring sambil menarik lengannya yang kini tengah di genggam Adam.“Aku atasanmu, kau dipekerjakan di sini karena aku, jadi apapun perintahku kau harus menurutinya! Temani aku sekarang juga tikus dara!”
“Tapi Pak, seharusnya kita ke kantor?” ucap Fanny sambil berusaha mengimbangi langkah Adam yang kini semakin menariknya masuk ke dalam apartemen tersebut.“Kamu ikut saya saja apa susahnya sih?” ucap Adam yang mulai kerepotan karena tangan kiri Fanny terus memberontaknya.Sesampainya di dekat lift, ulah Fanny benar-benar membuat Adam menghentikan langkahnya.“Saya bukan jalang yang bisa diperlakukan dengan seenaknya!” ucap Fanny dengan sangat lantang.Suara lantang wanita itu membuat Adam melepaskan tangannya yang tengah menggenggam lengan Fanny.“Jangan membuat kegaduhan! Aku tidak akan pernah memaafkan orang yang menghancurkan reputasiku!” ucap Adam sambil melangkah pergi.“Jika saja saya tidak butuh pekerjaan ini, saya juga tidak sudi bekerja dengan atasan seperti Anda,” ucap Fanny sambil membalikkan tubuhnya dan segera pergi tanpa menoleh lagi ke belakang.Adam mendengar dengan jelas semua kalimat yang meluncur dari mulutnya Fanny barusan, dia kemudian memutar tubuhnya dan tanpa d
“Kau sungguh memalukan!” dengus Abraham dengan kemarahan paripurna di wajahnya.Lelaki itu duduk di kursi utama ruangan keluarga ini. Ya, sosok Abraham Hussein adalah lelaki yang sangat dingin dan juga tegas. Sebagai sulung dari lima bersaudara. Abraham yang merupakan anak lelaki satu-satunya di dalam keluarga Hussein ini pun menjadi Kepala Keluarga menggantikan mendiang sang ayah yang wafat di usia Abraham yang baru saja dua puluh lima tahun saat itu.“Adam, katakan kepada kami siapa wanita ini?” ucap Lucy kepada putra semata wayangnya.Adam bungkam seribu bahasa. Lelaki ini mengalihkan pandangannya kepada Fanny yang juga tengah menusuknya dengan sangat tajam dengan bola mata hazelnya.“Aku mencintai Fanny, tidak masalah bukan?” ucap Adam dengan tenangnya.“Pak Adam!” sanggah Fanny tak menerima dengan pengakuan Adam tersebut yang justru akan semakin menyudutkannya.Fanny merasakan semua tatapan wajah-wajah di ruangan itu kini mengarah kepadanya. Dan ini membuatnya sangat geram. Tidak
Pagi harinya, Fanny kembali siap dengan seragam rapi untuk kembali bekerja. Setelah membeli soto ayam hangat dengan porsi yang sangat mengenyangkannya, wanita ini akhirnya melangkah mengikuti gang kecil menuju kantornya.Lalu lintas di kota ini sangat padat di pagi hari seperti saat ini. Bukan hanya lalu lintas jalan raya yang padat merayap, melainkan lalu lalang pejalan kaki pun sama padatnya.Tidak ada obrolan dan saling sapa sesama pejalan kaki, seolah menjadi ciri khas yang melekat pada budaya jalanan di kota-kota besar belahan dunia manapun. Demikian juga dengan kota ini yang penduduknya beragam dengan berbagai struktur sosial yang juga beragam.Sekitar lima belas menit berjalan kaki, Fanny akhirnya tiba di halaman Hussein Group.Sesampainya di pintu masuk utama, wanita ini barulah menyematkan pin khusus miliknya.Ya, sebuah lencana khusus untuk para petinggi perusahaan besar ini memang dimilikinya berkat posisinya saat ini.“Harus aku katakan, jika kau terlalu percaya diri denga
Fanny masih sangat sibuk dengan pekerjaannya. Kacamata yang digunakannya itu pun bahkan sampai turun dari tempatnya karena dia terus menunduk dan membaca setiap tulisan dalam berkas di depannya tanpa terkecuali satu katapun.Tidak jarang Fanny sampai mengulang-ngulangnya beberapa kali untuk bisa memahami apa yang dimaksudkan tulisan tersebut.“Ekhem!”Terdengar beberapa kali suara Adam berdehem, hal ini akhirnya membuat Fanny melirik ke arah lelaki tersebut.Namun saat bola matanya bergeser ke arah Adam, lelaki itu justru tengah asyik saja membaca sesuatu pada laptopnya. Karena itu Fanny pun kembali fokus dengan pekerjaannya.Anehnya, baru beberapa saat Fanny kembali fokus bekerja, Adam justru kembali kesal. Lelaki ini memutar otaknya lagi untuk mencari cara mengganggu Fanny.“Aduuh!” ucap Adam sambil menggeser kursinya berpura-pura terjepit.Namun Fanny hanya meliriknya sekilas saja dan kembali hanyut lagi dalam pekerjaannya.Adam pun kemudian berpura-pura menelpon seorang wanita.Su
Bukk!Satu tendangan Fanny menghantam junior purba Adam dengan sangat keras,“Aarghh!” Adam menjerit sambil membelalakan matanya kepada Fanny. Dia meraung kesakitan.“Sudah kubilang Anda jangan macam-macam dengan menyentuhku di luar batas!” ucap Fanny sambil melangkah menuju kursinya dan duduk manis di sana sembari terpingkal melihat Adam yang kini melangkah terseok menuju kursi kerjanya.“Pak CEO, saya bisa memanggilkan bagian kesehatan jika Anda membutuhkannya,” ucap Fanny setengah mengejek sambil mengedipkan matanya kepada Adam.Sayangnya, Adam benar-benar tengah sangat kesakitan hingga dia tidak mampu melawannya kali ini. Tubuhnya berkeringat dingin, junior purbanya itu terasa mati lemas setelah tendangan hebat Fanny di pangkal pahanya tadi.“Dengar Fanny! Jika sampai batangku ini tak bisa berdiri lagi karena ini, kau akan menyesalinya seumur hidupmu!” ucap Adam sambil menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi berusaha menenangkan diri.Fanny pun terenyuh, wanita ini sebenarnya tida
Fanny tengah membereskan meja kerjanya, makan siang kali ini dengan begitu saja dilewatkannya. Namun itu tidak masalah untuk seorang Fanny Cesa yang memang sudah terbiasa hidup keras seperti ini. Bagi wanita ini, kenyang adalah sebuah hal luxury yang masih bisa ditahannya.Pukul dua siang, John datang dengan tergopoh-gopoh.“Boss, kau membuatku dalam masalah, aku kehilangan dua puluh juta hanya untuk mem-booking meja makan siang dan Anda melewatkannya begitu saja,” ucap Jhon berkeluh kesah.Seketika raut wajah Adam menjadi kesal menatapnya.“Kenapa kau menyalahkanku? Kau saja yang tidak memberitahukannya lagi kepadaku,” ucap Adam mengelak.John tahu jika dia memang akan selalu kalah jika berdebat dengan Adam, meski begitu John juga tidak begitu rugi karena dia membayarnya dengan menggunakan atm pribadi Adam sendiri.“Ini, dia akan segera datang,” ucap John sambil menyerahkan kartu nama dari daftar tamu yang akan menemui Adam tak lama lagi.“Baiklah, kurasa kita sudah siap,” ucap Adam
Setelah kemenangan besar itu, tim Fanny kembali ke markas mereka yang tersembunyi, tempat di mana mereka mulai merencanakan langkah-langkah selanjutnya untuk memastikan bahwa dunia yang baru mereka selamatkan tetap aman. Fanny duduk di meja pertemuan bersama Adam dan anggota tim lainnya, masing-masing merenung tentang apa yang baru saja terjadi.“Zero memang sudah runtuh, tapi kita tahu ini bukan akhir,” ujar Fanny, suara tegasnya mengisi ruangan. “Ada banyak kelompok lain yang mungkin sudah menunggu kesempatan untuk mengisi kekosongan kekuasaan yang ditinggalkan Zero. Kita harus memantau semuanya dengan lebih ketat.”Adam mengangguk. “Aku setuju. Ini hanya langkah pertama. Kita telah menghentikan mereka, tapi mereka bukan satu-satunya yang memiliki agenda tersembunyi.”Mason yang duduk di sudut meja dengan ekspresi serius menambahkan, “Selama sistem Zero masih ada jejaknya, akan ada orang-orang yang mencoba memanfaatkan teknologi yang tertinggal. Mereka tahu betul bagaimana memanipul
Ketegangan di markas Quantum Grid semakin memuncak. Serangan dari Zero semakin menggila, dan setiap detik yang berlalu semakin menambah rasa takut dan kecemasan. Fanny tidak hanya harus menghadapi ancaman dari dunia maya, tetapi juga dari serangan fisik yang menghantui di luar markas mereka.Mason, yang memimpin pertahanan fisik, berlari ke ruang kontrol dengan wajah penuh kecemasan. "Fanny, kami butuh lebih banyak waktu! Mereka mulai menguasai distrik utama, dan orang-orang di luar mulai panik! Kami harus menghentikan serangan fisik ini—segera!"Fanny menarik napas panjang, meskipun rasa cemas hampir menghancurkannya. "Adam, kita harus membuka akses ke data utama mereka lebih cepat! Semakin lama kita menunggu, semakin banyak nyawa yang terancam."Adam menatap layar dengan tatapan yang tajam. "Sistem Zero semakin rumit. Mereka memperkuat firewall mereka saat kita semakin mendekat. Tapi aku bisa melakukannya, Fanny. Cuma perlu sedikit waktu."Fanny menoleh ke Gavin dan Mason yang tampa
Waktu terus berjalan, dan suasana semakin mencekam. Setiap detik yang berlalu terasa begitu lama. Tim Quantum Grid melangkah lebih jauh ke dalam dunia yang mereka coba taklukkan. Fanny, dengan tekad yang tak tergoyahkan, tetap memimpin timnya dengan penuh keyakinan, meski hatinya penuh kecemasan.Di layar besar, data yang mengalir semakin cepat. Adam memimpin peretasan ke pusat server Zero dengan keterampilan yang luar biasa, tetapi setiap langkah mereka semakin terdeteksi. "Mereka semakin dekat," kata Adam dengan tenang, meskipun keringat dingin mulai mengalir di dahinya.Fanny mengangguk, matanya fokus pada layar yang menunjukkan titik-titik merah di seluruh dunia, tempat di mana Zero mulai melancarkan serangan. "Kita tidak punya banyak waktu," katanya dengan suara yang terdengar lebih tajam. "Kita harus mengakhiri ini sebelum mereka menguasai semuanya.""Satu jam lagi," ujar Gavin dengan wajah tegang. "Jika kita tidak bisa menembus jaringan mereka dalam satu jam, Zero akan memutusk
Fanny memandang Adam dengan penuh keyakinan, namun di balik tatapan itu, ada rasa khawatir yang dalam. Zero bukanlah ancaman biasa. Mereka telah menginfiltrasi setiap sektor penting, memanfaatkan ketidakstabilan global dengan sangat rapi. Adam mengerti betul betapa besar ancaman itu, tetapi dia juga tahu bahwa tidak ada pilihan lain selain berjuang untuk menghentikan mereka."Adam, apa yang harus kita lakukan?" Fanny bertanya, suaranya terdengar lebih tenang meskipun dunia di sekitarnya terasa semakin genting.Adam mengangguk pelan, menatap layar yang menampilkan peta digital global dan data yang bergerak cepat di sana. "Zero telah menciptakan jaringan komunikasi yang hampir tak terlihat. Mereka mengontrol hampir setiap aliran informasi dan ekonomi. Jika kita ingin menghentikan mereka, kita harus meretas jantung sistem mereka. Saya tahu di mana mereka bersembunyi, tapi kita butuh lebih dari sekadar serangan cyber."Fanny melangkah mendekat, menatap layar yang menunjukkan sebuah lokasi
Tim Quantum Grid bekerja tanpa henti, mempersiapkan segala kemungkinan untuk menghadapi ancaman Zero dan memastikan keselamatan Adam. Fanny mengarahkan perhatiannya sepenuhnya pada pencarian suaminya. Setiap informasi yang mereka dapatkan tentang pulau terpencil itu semakin mempertegas keyakinannya: Adam adalah satu-satunya yang bisa mengakhiri ancaman Zero.Di tengah kesibukan tim, Fanny tidak bisa menahan diri untuk teringat akan kenangan mereka berdua. Adam adalah sosok yang kuat, cerdas, dan penuh perhitungan. Dia bukan hanya seorang pengusaha yang sukses, tapi juga seorang pemikir yang selalu melihat gambaran besar. Hanya dengan kekuatan pikirannya yang luar biasa, Zero dapat dihentikan.Namun, di balik keyakinannya, ada keraguan. Fanny tahu bahwa dunia telah berubah. Zero tak hanya bermain dengan teknologi, tetapi juga dengan kekuatan finansial yang mengancam kesejahteraan seluruh dunia. Setiap detik yang berlalu semakin menambah ketegangan di dalam dirinya. Waktu yang mereka mi
Fanny berdiri di depan peta digital yang terpasang di dinding markas, matanya penuh tekad dan kecemasan. Informasi yang baru saja didapatkan Gavin mengenai keberadaan Adam di pulau terpencil itu hanya memperkuat keyakinannya—suaminya adalah satu-satunya yang bisa menghentikan Zero. Dia tahu bahwa Zero tak hanya mengancam dunia maya, tetapi mereka juga merusak pasar bisnis global dengan arogansi mereka yang tak terkendali."Jika kita tidak segera menghentikan Zero, pasar bisnis global akan semakin terpuruk," Fanny berkata dengan suara tegas, walau matanya penuh kecemasan. "Mereka sudah mengendalikan sebagian besar sektor penting dan memanipulasi harga saham. Negara-negara besar terjebak dalam ketidakpastian ekonomi. Jika Zero terus menguasai ekonomi dunia, kita semua akan berada dalam cengkeraman mereka."Gavin, yang sedang memantau layar besar di sisi lain ruangan, mengangguk setuju. "Mereka mulai mengendalikan lebih dari sekadar dunia maya. Zero sudah terlibat dalam perdagangan ilega
Fanny menatap layar besar di depan mereka dengan ekspresi serius. Matanya penuh tekad, dan suara lantangnya menggema di ruangan yang sunyi. "Kita sudah bertahan dari serangan mereka, tapi ada satu hal yang masih menggantung di udara—Adam. Kita tahu bahwa dia masih hidup, dan kita tahu bahwa Zero tidak akan berhenti mencari cara untuk mengendalikannya. Semua orang, bersiaplah. Kita akan menemukan Adam, apapun caranya."Tim Quantum Grid, yang telah terbiasa menghadapi rintangan berat, saling berpandangan. Mereka tahu ini bukanlah tugas yang mudah. Adam bukan hanya figur kunci dalam pertempuran ini, tetapi dia juga seseorang yang sangat dicari oleh Zero—sebuah ancaman yang bahkan lebih berbahaya dari yang mereka bayangkan. Fanny tahu betul bahwa Zero berusaha menggunakan Adam sebagai senjata dalam rencana besar mereka.Gavin berdiri pertama kali, mengangguk. "Fanny, kita sudah mendapatkan beberapa petunjuk dari jaringan yang lebih dalam. Adam sudah menghilang selama berbulan-bulan, tetap
Perjuangan mereka semakin menguatkan tekad untuk menghadapi ancaman yang terus-menerus datang. Fanny dan tim Quantum Grid tidak hanya berfokus pada pertahanan, tetapi juga pada pemulihan dunia yang telah lama terpecah. Mereka tahu bahwa Zero mungkin telah mundur untuk sementara waktu, tetapi ancaman mereka masih ada di balik layar, siap untuk menyerang ketika mereka merasa cukup kuat.Namun, meskipun ancaman itu tetap ada, Fanny merasa bahwa ada perubahan yang signifikan. Dunia tidak lagi berada di bawah bayang-bayang Zero. Perubahan ini tidak datang dalam bentuk pertempuran fisik atau serangan dunia maya saja, tetapi juga dalam bentuk kesadaran baru yang tumbuh di kalangan masyarakat."Ini lebih dari sekadar perang teknologi atau narasi," kata Gavin, yang kembali ke markas setelah bertemu dengan beberapa pemimpin dunia. "Ini adalah tentang membangun kembali apa yang telah dihancurkan. Orang-orang mulai melihat bahwa mereka tidak bisa lagi menjadi penonton dalam permainan ini. Mereka
Perjuangan yang mereka hadapi belum berakhir, dan meskipun Zero telah mundur, dampaknya masih terasa. Banyak lapisan organisasi yang belum sepenuhnya dihancurkan, dan ada celah-celah yang harus mereka tutup. Fanny tahu, kemenangan ini hanyalah awal dari proses panjang untuk merestrukturisasi dunia yang telah rusak oleh manipulasi Zero."Zero mungkin telah mundur untuk sementara, tapi mereka pasti akan mencoba bangkit lagi," kata Fanny pada timnya, yang kini berada di ruang utama markas mereka yang aman. "Kita perlu mempersiapkan diri untuk apa yang akan datang. Mereka tidak akan mudah menyerah."Mason, yang selalu tenang dalam situasi sulit, menatap layar dengan penuh fokus. "Kita sudah memutuskan sebagian besar rantai mereka, tapi mereka masih punya kaki panjang. Kita harus bergerak cepat sebelum mereka bisa mengatur kembali barisan mereka."Irene, yang sebelumnya selalu fokus pada dunia maya, kini merapatkan kembali jaringan informasi yang telah rusak. "Saya sudah menyiapkan beberap