“Baiklah, hanya demi Mama,” ucap Adam sambil bangun dari duduknya.“Tentu sayang,” ucap Lucy sangat senang.“Sharena, kalian bisa berangkat, karena Tante ada janji dengan teman-teman Tante, tidak apa-apa kan kalian berangkat tanpa Tante?” tanya Lucy kepada Sharena.“Tentu saja tidak apa-apa Tan,” jawab Sharena sambil mengembangkan senyuman bangganya.Wanita ini tengah memikirkan betapa bangganya saat nanti dia akan dikukuhkan menjadi calon menantu dari keluarga Hussein.Sementara Lucy sibuk dengan ponselnya, Adam justru menghampiri Fanny yang tengah mempelajari pengajuan kerja sama dari sebuah perusahaan asing kepada Hussein Group.“Ikut denganku sekarang juga! Kau harus menemaniku,” ucap Adam sambil menarik lengan kanan Fannya.“Itu bukan pekerjaanku Pak,” ucap Fanny terdengar cukup nyaring sambil menarik lengannya yang kini tengah di genggam Adam.“Aku atasanmu, kau dipekerjakan di sini karena aku, jadi apapun perintahku kau harus menurutinya! Temani aku sekarang juga tikus dara!”
“Tapi Pak, seharusnya kita ke kantor?” ucap Fanny sambil berusaha mengimbangi langkah Adam yang kini semakin menariknya masuk ke dalam apartemen tersebut.“Kamu ikut saya saja apa susahnya sih?” ucap Adam yang mulai kerepotan karena tangan kiri Fanny terus memberontaknya.Sesampainya di dekat lift, ulah Fanny benar-benar membuat Adam menghentikan langkahnya.“Saya bukan jalang yang bisa diperlakukan dengan seenaknya!” ucap Fanny dengan sangat lantang.Suara lantang wanita itu membuat Adam melepaskan tangannya yang tengah menggenggam lengan Fanny.“Jangan membuat kegaduhan! Aku tidak akan pernah memaafkan orang yang menghancurkan reputasiku!” ucap Adam sambil melangkah pergi.“Jika saja saya tidak butuh pekerjaan ini, saya juga tidak sudi bekerja dengan atasan seperti Anda,” ucap Fanny sambil membalikkan tubuhnya dan segera pergi tanpa menoleh lagi ke belakang.Adam mendengar dengan jelas semua kalimat yang meluncur dari mulutnya Fanny barusan, dia kemudian memutar tubuhnya dan tanpa d
“Kau sungguh memalukan!” dengus Abraham dengan kemarahan paripurna di wajahnya.Lelaki itu duduk di kursi utama ruangan keluarga ini. Ya, sosok Abraham Hussein adalah lelaki yang sangat dingin dan juga tegas. Sebagai sulung dari lima bersaudara. Abraham yang merupakan anak lelaki satu-satunya di dalam keluarga Hussein ini pun menjadi Kepala Keluarga menggantikan mendiang sang ayah yang wafat di usia Abraham yang baru saja dua puluh lima tahun saat itu.“Adam, katakan kepada kami siapa wanita ini?” ucap Lucy kepada putra semata wayangnya.Adam bungkam seribu bahasa. Lelaki ini mengalihkan pandangannya kepada Fanny yang juga tengah menusuknya dengan sangat tajam dengan bola mata hazelnya.“Aku mencintai Fanny, tidak masalah bukan?” ucap Adam dengan tenangnya.“Pak Adam!” sanggah Fanny tak menerima dengan pengakuan Adam tersebut yang justru akan semakin menyudutkannya.Fanny merasakan semua tatapan wajah-wajah di ruangan itu kini mengarah kepadanya. Dan ini membuatnya sangat geram. Tidak
Pagi harinya, Fanny kembali siap dengan seragam rapi untuk kembali bekerja. Setelah membeli soto ayam hangat dengan porsi yang sangat mengenyangkannya, wanita ini akhirnya melangkah mengikuti gang kecil menuju kantornya.Lalu lintas di kota ini sangat padat di pagi hari seperti saat ini. Bukan hanya lalu lintas jalan raya yang padat merayap, melainkan lalu lalang pejalan kaki pun sama padatnya.Tidak ada obrolan dan saling sapa sesama pejalan kaki, seolah menjadi ciri khas yang melekat pada budaya jalanan di kota-kota besar belahan dunia manapun. Demikian juga dengan kota ini yang penduduknya beragam dengan berbagai struktur sosial yang juga beragam.Sekitar lima belas menit berjalan kaki, Fanny akhirnya tiba di halaman Hussein Group.Sesampainya di pintu masuk utama, wanita ini barulah menyematkan pin khusus miliknya.Ya, sebuah lencana khusus untuk para petinggi perusahaan besar ini memang dimilikinya berkat posisinya saat ini.“Harus aku katakan, jika kau terlalu percaya diri denga
Fanny masih sangat sibuk dengan pekerjaannya. Kacamata yang digunakannya itu pun bahkan sampai turun dari tempatnya karena dia terus menunduk dan membaca setiap tulisan dalam berkas di depannya tanpa terkecuali satu katapun.Tidak jarang Fanny sampai mengulang-ngulangnya beberapa kali untuk bisa memahami apa yang dimaksudkan tulisan tersebut.“Ekhem!”Terdengar beberapa kali suara Adam berdehem, hal ini akhirnya membuat Fanny melirik ke arah lelaki tersebut.Namun saat bola matanya bergeser ke arah Adam, lelaki itu justru tengah asyik saja membaca sesuatu pada laptopnya. Karena itu Fanny pun kembali fokus dengan pekerjaannya.Anehnya, baru beberapa saat Fanny kembali fokus bekerja, Adam justru kembali kesal. Lelaki ini memutar otaknya lagi untuk mencari cara mengganggu Fanny.“Aduuh!” ucap Adam sambil menggeser kursinya berpura-pura terjepit.Namun Fanny hanya meliriknya sekilas saja dan kembali hanyut lagi dalam pekerjaannya.Adam pun kemudian berpura-pura menelpon seorang wanita.Su
Bukk!Satu tendangan Fanny menghantam junior purba Adam dengan sangat keras,“Aarghh!” Adam menjerit sambil membelalakan matanya kepada Fanny. Dia meraung kesakitan.“Sudah kubilang Anda jangan macam-macam dengan menyentuhku di luar batas!” ucap Fanny sambil melangkah menuju kursinya dan duduk manis di sana sembari terpingkal melihat Adam yang kini melangkah terseok menuju kursi kerjanya.“Pak CEO, saya bisa memanggilkan bagian kesehatan jika Anda membutuhkannya,” ucap Fanny setengah mengejek sambil mengedipkan matanya kepada Adam.Sayangnya, Adam benar-benar tengah sangat kesakitan hingga dia tidak mampu melawannya kali ini. Tubuhnya berkeringat dingin, junior purbanya itu terasa mati lemas setelah tendangan hebat Fanny di pangkal pahanya tadi.“Dengar Fanny! Jika sampai batangku ini tak bisa berdiri lagi karena ini, kau akan menyesalinya seumur hidupmu!” ucap Adam sambil menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi berusaha menenangkan diri.Fanny pun terenyuh, wanita ini sebenarnya tida
Fanny tengah membereskan meja kerjanya, makan siang kali ini dengan begitu saja dilewatkannya. Namun itu tidak masalah untuk seorang Fanny Cesa yang memang sudah terbiasa hidup keras seperti ini. Bagi wanita ini, kenyang adalah sebuah hal luxury yang masih bisa ditahannya.Pukul dua siang, John datang dengan tergopoh-gopoh.“Boss, kau membuatku dalam masalah, aku kehilangan dua puluh juta hanya untuk mem-booking meja makan siang dan Anda melewatkannya begitu saja,” ucap Jhon berkeluh kesah.Seketika raut wajah Adam menjadi kesal menatapnya.“Kenapa kau menyalahkanku? Kau saja yang tidak memberitahukannya lagi kepadaku,” ucap Adam mengelak.John tahu jika dia memang akan selalu kalah jika berdebat dengan Adam, meski begitu John juga tidak begitu rugi karena dia membayarnya dengan menggunakan atm pribadi Adam sendiri.“Ini, dia akan segera datang,” ucap John sambil menyerahkan kartu nama dari daftar tamu yang akan menemui Adam tak lama lagi.“Baiklah, kurasa kita sudah siap,” ucap Adam
“Sudah selesai Tuan, silahkan,” ucap Fanny sambil menyerahkan dokumen kerjasama di tangannya kepada Adam.Tak butuh waktu yang lama, kedua orang ini membaca ulang dokumen mereka dengan serius. Hingga akhirnya malam penandatanganan pun akhirnya ditentukan.“Terima kasih Pak Adam, dan Bu Fanny … senang bertemu lagi dengan Anda, next kuharap kita bisa makan siang bersama,” ucap Ardian berpamitan.“Tentu Pak Ardian, kita akan lebih banyak waktu bertemu nanti,” ucap Adam menjawabnya.“Maafkan aku, Pak Adam … tapi yang kuajak makan siang adalah Bu Fanny, mana mungkin aku menjamu Anda secara khusus, aku bukan jeruk doyan jeruk,” ucap Ardian sambil melenggang pergiGleg!Ardian meneguk salivanya dengan sangat kasar. Lelaki itu merasa jika dia sangat kesal pun geram. Namun dia tidak bisa mengabaikan Ardian begitu saja.“Oh, jadi yang Anda maksud itu adalah makan siang dengan Bu Fannya, ya,” ucap Adam sambil berusaha tersenyum sambil mengantarkan Ardian hingga ke pintu depan.Fanny sendiri
Di tengah perjuangan mempertahankan proyek New Vallend, bencana datang tanpa terduga. Malam itu, hujan turun dengan deras disertai angin kencang. Fanny sudah mendengar peringatan akan adanya badai, tapi tidak ada yang menyangka bahwa angin beliung akan menghantam langsung wilayah proyek mereka. Saat pagi tiba, kabar buruk mulai berdatangan satu per satu.Proyek New Vallend mengalami kerusakan parah. Struktur bangunan yang hampir selesai porak poranda, beberapa material rusak dan terhambur, bahkan sebagian tanah longsor akibat hujan deras yang merendam area sekitar. Fanny yang sedang di kantor langsung mendapat panggilan darurat dari manajer proyek.Dengan perasaan campur aduk antara cemas dan marah, Fanny memutuskan untuk segera menuju lokasi proyek. Adam, yang melihat kegelisahan di wajah Fanny, ikut menemaninya. Dalam perjalanan, Fanny hanya bisa terdiam, mencerna skala kerusakan yang mungkin harus dihadapi. Namun, di kepalanya sudah terbayang skenario terburuk dan ancaman biaya yan
Fanny duduk termenung di ruang kerjanya setelah percakapan menegangkan dengan Sharena. Setiap kata dari wanita itu bergaung dalam pikirannya, menambah tekanan di hatinya. Ia menghela napas dalam-dalam, berusaha menenangkan diri sebelum melanjutkan tugasnya. Fanny memutuskan untuk memperkuat strategi perlindungannya, tidak hanya terhadap proyek New Vallend, tetapi juga untuk menjaga keluarganya dari ancaman yang semakin dekat.Pagi berikutnya, Fanny menyusun rencana pertemuan dengan tim manajemennya untuk membahas langkah-langkah lebih lanjut terkait audit Firman dan ancaman dari Sharena. Ia ingin memastikan bahwa semua orang di timnya memahami situasi dan bersiap untuk mengambil tindakan jika diperlukan. Fanny tidak bisa membiarkan ketakutan menghantuinya; sebaliknya, ia harus menjadi penggerak perubahan untuk keluarganya.Di tengah persiapan rapat, Fanny mengingat kembali setiap detail yang ia temukan mengenai Firman. Ia mengumpulkan semua informasi yang ada dan menyusun sebuah prese
Di hari-hari berikutnya, Fanny semakin waspada, terutama ketika melihat upaya Sharena yang kian terang-terangan mendekati Adam dengan berbagai dalih bisnis. Ia tahu, satu-satunya cara untuk melindungi pernikahannya adalah dengan mengambil langkah proaktif. Fanny mulai mencari tahu lebih dalam mengenai latar belakang Sharena dan hubungan wanita itu dengan sejumlah tokoh berpengaruh di kota mereka. Tidak mudah, tetapi demi menjaga keluarganya, Fanny tak segan-segan menyelidiki lebih jauh.Sementara itu, Adam, yang semakin menyadari betapa terganggunya Fanny oleh situasi ini, berusaha lebih sering menghabiskan waktu bersama keluarga. Dia bahkan mengurangi beberapa proyek bisnis yang membutuhkan keterlibatannya di luar kota. Namun, kesibukan di New Vallend tak bisa dihindari, dan ada banyak keputusan penting yang membutuhkan perhatian Fanny dan Adam.Suatu sore, saat Fanny tengah mempersiapkan proposal baru untuk proyek New Vallend, sebuah pesan masuk di ponselnya. Dari nomor tak dikenal,
Fanny mencoba menenangkan dirinya setelah membaca pesan dari Sharena. Dia tahu bahwa Sharena selalu mencari-cari alasan untuk mendekati Adam, dan itu membuatnya tidak nyaman. Meski demikian, Fanny berusaha untuk tidak terlalu memikirkannya. Dia menyadari bahwa rasa cemburunya hanya akan merusak kepercayaan yang telah dibangun dalam pernikahannya."Sayang, kau baik-baik saja?" tanya Adam yang baru saja selesai menidurkan si kembar.Fanny tersenyum lembut. "Aku baik-baik saja. Hanya sedikit lelah setelah perjalanan panjang."Adam duduk di sebelah Fanny dan merangkul bahunya. "Aku mengerti, kau pasti sangat lelah. Bagaimana kalau kita istirahat saja malam ini? Kita bisa membicarakan semua hal besok pagi."Fanny mengangguk setuju, tapi pikirannya masih terusik oleh pesan Sharena. "Adam, kau pernah mendengar sesuatu tentang Shwan?"Adam terlihat sedikit terkejut dengan pertanyaan itu. "Shwan? Anak angkat Sharena? Tentu saja, aku tahu dia. Tapi, kenapa kau menanyakannya?""Aku hanya ingin t
Kehangatan pernikahan Fanny dan Adam kini semakin HOT. Hari ini. Pertemuan dengan salah satu lawyer dari perusahaan Schwaley yang dijadwalkan pada Selasa ini membuat Fanny cukup gugup. Sehingga dia sampai lupa bahwa ini adalah akhir pekan.“Fanny sayang, kau terlalu banyak memikirkan pekerjaan. Hingga saat kau mengatakan bekerja dari rumah pun kau tetap saja memikirkannya,” ucap Adam sambil menggendong Fanny ala bridal menuju ke sebuah sofa bulat di dekat pintu menuju balkon kamarnya.Matahari pagi bersinar sangat terang di sana.“Mana bayi kita?” tanya Fanny terperanjat.Dia sangat kaget melihat box bayi kedua bayinya kembarnya itu sudah kosong.“Nurse sedang memandikannya, mereka tidak boleh pemalas seperti ibunya!” ucap Adam menyindir.“Aku kesiangan dan kau yang tidak membangunkanku, kenapa kau bilang aku pemalas?” ucap Fanny sambil tersenyum.Fanny langsung duduk meringkuk dengan masih sangat mengantuk. Dia tidak menolak ketika Adam menyodorkan susu hangat kepadanya.“Minum yan
Fanny melajukan mobilnya menuju ke sebuah alamat restoran yang diberikan oleh Sharena. Dia berangkat dengan menggunakan piyama tidurnya saja dibalut dengan cardigan olive selutut dan rambut yang dicepol ringkas.Sederhana namun tetap anggun nan berkelas, seperti itulah Fanny selalu memukau di setiap penampilannya.Flat shoes yang dikenakannya berwarna olive juga, senada dengan tas yang ditentengnya semakin membuat wanita itu nampak rapi dan juga elegan.Fanny melangkah masuk ke restoran yang lumayan mewah ini. Meski berada di ujung kota, namun pelayanan disini cukup baik dan Fanny merasa nyaman dengan situasi penyambutannya.Tanpa Fanny ketahui, diam-diam Adam mengikutinya di jarak yang cukup jauh sehingga wanita itu tidak menyadarinya.Fanny mengamati sekelilingnya dan melihat ruangan di bagian lantai dua tempat mejanya berada sangat sepi.“Aku disini,” ucap Sharena sambil melambaikan tangannya kepada Fanny.Tanpa menjawab, Fanny segera melangkah mendeka
“Apalagi masalah yang harus kita hadapi?”ucap Fanny mengeluhkan hidupnya lagi.Wanita ini merasa sangat bingung dengan apa yang kini harus dihadapinya setelah Ardian pergi.Alih-alih merasa senang karena baby Lilac dan baby Abigail mendapatkan wasiat besar sebagai pewaris dari Schwaley Corp. Fanny kini justru merasakan kecemasan lebih hebat karenanya.Fanny tidak ingin kedua buah hatinya akan merasakan bullying dari seluruh pihak yang menyudutkannya tidak profesional.Kesaksian Dipo terkait dengan surat wasiat itu pun memang menguatkannya secara hukum. Namun tentu saja itu tidak serta merta menyelesaikan konflik yang terjadi di internal Schwaley Corp.Pengesahan baby Abigail dan baby Lilac sebagai pewaris utama berikutnya dari Schwaley Corp nyatanya memang berjalan dengan lancar. Namun hal ini menuai dendam dari para petinggi Schwaley Corp yang sudah mengabdikan dirinya puluhan tahun di perusahaan tersebut.Beberapa dari mereka kemudian berupaya untuk mengges
Dengan jetlag sekitar delapan jam, mereka harus sedikit menyesuaikan waktu terlebih dahulu.Senyuman akhirnya mengembang di wajah Fanny saat keluar dari pesawat dan menghirup udara segar kota London dengan sangat tenang. Kedua buah hatinya pun bisa mendarat dengan selamat di sana, ini adalah sebuah berkah tersendiri untuk Fanny.Di bagian luar bandara, Dipo dan juga beberapa staf dari Schwaley Corporation sudah menunggunya.“Adam, bisakah kau mengatakan padaku apa yang terjadi sebenarnya?” tanya Fanny kepada Adam dengan memaksa.Adam menghentikan langkahnya, dia merasa tidak tega untuk mengatakannya sendiri kepada Fanny. Meski riwayat panjang kehidupannya bersama Ardian mengalami pasang surut; tapi Adam merasa bahwa Ardian pun memiliki sangat banyak sekali jasa dalam pernikahannya dengan Fanny.“Sayang, sebaiknya kita berangkat! Kasihan mereka terlalu lama menunggu,” ucap Adam kepada istrinya. Fanny pun menurut. Rombongan ini pun tak menunggu waktu lama lagi
Setelah dua minggu, renovasi rumah akhirnya selesai. Di berbagai bagian masih terdapat banyak puing-puing bangunan di sana yang berceceran. Pagi ini sejumlah petugas kebersihan sedang menyelesaikan finishing dari renovasinya itu.Adam benar-benar tidak ingin kecolongan setelah insiden pemecahan kaca yang dilakukan oleh orang tak dikenal ke rumahnya tengah malam itu dan juga insiden racun yang nyaris saja mencelakai keluarganya.Kini, Adam benar-benar menjadi semakin ekstra dalam pengawalan dan juga penjagaan rumahnya. Pagi yang cerah di New Filla, mentari menyembul dengan sangat hangat dari balik jendela rumah memberikan energi yang lebih cerah.Adam tengah menikmati sarapan bersama Fanny. Keduanya kini sudah memulai hidup normalnya tanpa ada lagi kerepotan para penjaga dan juga pekerja di rumahnya. Insiden mengenai percobaan untuk meracuni yang dilakukan oleh orang tak dikenal yang menyamar di antara para pekerja pun akhirnya ditangani oleh pihak kepolisian. M