Adam duduk di kursi belakang dengan tatapan yang tak lepas mengawasi Kota New Filla. Pagi ini, hujan turun sedikit deras sehingga membuat hawa semakin dingin. Namun semua itu tak mempengaruhi Adam yang saat ini perasaannya sedang tidak baik-baik saja.
Hubungan keduanya memang sudah mengalami sedikit perubahan setelah mendapatkan maaf dari Fanny. Tapi tetap saja, Adam merasa seperti ada yang hilang dan berbeda dari Fanny walaupun sudah memaafkannya.“Aku akan pergi sendiri, John. Kau bisa tinggal di kantor saja nanti,” ucap Adam kala traffic light memberikan kode agar semua kendaraan berhenti.John yang ada di bangku depan pun menoleh dengan ekspresi terkejutnya. “Kenapa, Tuan? Bukankah nanti saya akan mendampingi anda pada rapat ini?”Bukan John tidak percaya dengan kemampuan sang atasan yang sepak terjangnya tidak dapat dinilai nalar itu. Hanya saja John takut apa yang menjadi harapan Adam ikut pupus bertepatan dengan kondisinya yang tak stabil.“Kau benar, JohnDi dalam kamar, Fanny sibuk mengemasi barang-barangnya tanpa sepengetahuan Adam. Memang sebelumnya baik Fanny atau pun Adam sudah membahas rencana kepindahan mereka berdua ke salah satu apartemen. Hanya saja Adam tidak serta merta mengizinkan Fanny untuk mengemasi sendiri barangnya.Tiga buah koper untuknya, dan tiga buah koper untuk Adam sudah berjajar rapi di samping lemari. Nantinya, koper-koper tersebut akan diisi oleh seluruh pakaian dan juga perlengkapan lain yang biasa mereka berdua pergunakan. Mungkin Fanny harus bergerak cepat agar tidak ketahuan Adam yang entah sedang apa dan di mana.Baik barang berharga, atau pun tidak, semuanya dibawa oleh Fanny. Dalam benak Fanny, wanita itu ingin jika kepindahan mereka ke apartemen benar-benar murni tanpa ada campur tangan orang lain apalagi asisten rumah tangga.Sekitar satu jam kemudian, Fanny benar-benar selesai dengan urusannya menata segala barang bawaan untuk pindah. Bertepatan dengan itu juga, terdengar suara decita
Mobil yang dikemudikan Adam melaju santai di jalan raya. Laki-laki itu bersiul-siul sembari mengamati sekitar. Tujuannya sekarang adalah menuju firma hukum sang istri. Sekarang merupakan jadwal untuk memeriksakan kandungan. Maka dari itu, Adam sangat tidak sabar untuk mengetahui hasilnya. Adam mengambil gawai yang tersimpan di atas dashboard, mengabari Fanny jika dia sudah hampir sampai. Tiba-tiba, matanya tertuju pada sebuah papan nama. Loucy Bakery. Beberapa potong red velvet mungkin akan membuat mood sang istri semakin baik. Menepikan mobil, Adam pun masuk ke dalam toko tersebut. Aroma wangi segera saja menguar memenuhi indra penciuman. Tanpa berlama-lama, Adam memesan sekotak kecil kue yang akan dibawa sebagai buah tangan. Lelaki itu juga meminta dibuatkan tulisan "I Love you, My Wife." Sebuah hal yang sebelumnya tidak pernah terpikirkan. Mungkin, naluri sebagai calon ayah sudah mulai muncul untuk membahagiakan istrinya. Juga sebagai ucapan terima kasih karena Fanny memilih untu
Adam menarik napas dalam-dalam kala perasaan gelisah melanda dirinya. Panggilan dari seseorang yang begitu dikenali, membuat Adam kebingungan. Adam bingung harus mengangkat panggilan itu atau tidak. Diam-diam, kedua mata Fanny melirik Adam yang memilih menolak panggilan itu dan memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku. Adam kemudian beralih menatap Fanny yang kini sudah kembali menatap lurus ke depan.“Ayo kita pulang, sayang,” ajak Adam.Karena tidak mau membuat suasana hatinya memburuk karena kejadian ini, Fanny pun mengulas senyum senatural mungkin. Fanny merangkul lengan Adam dan berlalu bersama keluar dari area rumah sakit.Adam membukakan pintu untuk Fanny hingga sang istri itu mengulas senyum dan mengucapkan terima kasih. Namun setelah tubuhnya masuk sempurna di dalam mobil, senyuman Fanny lenyap dan berganti dengan wajah yang datar. Hanya sesaat saja sampai akhirnya Adam juga turut masuk ke dalam mobil.“Sudah siap, sayang?” seru Adam setelah mendudukk
Keesokan paginya Fanny terbangun pukul empat kala mengingat bahwa dia akan membuatkan sarapan. Seperti yang pernah dibahas kala itu, Fanny ingin mempersiapkan semuanya sendiri, hitung-hitung belajar mandiri juga.Sebelum memulai kegiatannya, Fanny terlebih dahulu mandi untuk menyegarkan tubuh. Fanny yakin sekali jika dia sudah berhadapan dengan segala jenis bahan masakan, pasti tidak akan memiliki waktu lagi untuk mandi.Pergerakan Fanny begitu pelan supaya tidak membangunkan Adam. Entah kenapa Fanny memilih untuk cari aman agar Adam tidak bergerak dan melarangnya beraktivitas. Mungkin juga, Fanny merasa bosan hidup dengan kemewahan.Fanny membersihkan diri di kamar mandi dengan gerakan super cepat. Itu semua dilakukan agar Adam tidak memergoki dirinya hingga berakhir dilarang untuk ini dan itu. Saat ini Fanny berharap masa tidur Adam seperti orang pingsan.Sesudah berpakaian lengkap, Fanny segera keluar dari kamar. Beruntung karena ketika tadi sempat mengintip, Adam
Adam berlalu pergi ke kantor dengan John yang selalu setia mengikutinya. Kedua pria itu memasuki mobil dengan John membawa banyak berkas pekerjaan. Sedangkan Adam sebagai atasan langsung masuk begitu saja karena kedua matanya sibuk mengamati ponsel.Pagi ini Fanny berangkat begitu awal karena ada calon klien yang ingin bertemu dengannya di kantor pukul tujuh. Permasalahan yang dihadapi cukup rumit sehingga Fanny pun memberikan izin untuk kliennya mengawali meskipun kantor belum beroperasi.Dari kaca jendela, Adam mengamati rumahnya di mana para pekerja sibuk berlalu lalang. Sebelum akhirnya mobil mulai melaju meninggalkan rumah dan pergi menuju tempat tujuan yakni kantor.Di dalam mobil, sebelah tangan Adam terangkat memegang dadanya sendiri. Adam tidak tahu apa yang terjadi namun sejak berada di rumah tadi, degupnya benar-benar tidak beraturan.Tak mau memikirkan hal yang tidak ada di dalam jadwal, Adam memilih untuk menikmati pemandangan. Setelah tiba di kantor nanti, pekerjaan yang
Dengan berat hati, pagi ini Adam melangkah pergi menuju Rumah Sakit Utama New Filla untuk menjenguk Maya. Ditangannya, sebuah buket bunga nan cantik yang dibelikan Fanny ditentengnya dengan setengah hati.“Fan, kau yakin?” ucap Adam sambil berbalik ke arah Fanny yang berdiri di depan gerbang masuk Rumah Sakit dengan perut membuncitnya.“Aku yakin, kamu bisa menjaga diri! Aku menunggumu pulang untuk makan malam, bye!” Ucap Fanny sambil berbalik arah menuju mobil yang terparkir di tepi jalan.Fanny sadar, jika dia tetap berlama-lama di sini yang ada Adam tidak akan pernah menemui Maya seperti seharusnya.Batas akhir pekan yang diberikan Fanny diharapkan akan cukup untuk memenuhi permintaan Tante Arin kepada mereka.‘Kita akan baik-baik saja sayang,’ gumam Fanny sembari membelai lembut perutnya.“Berangkat Pak,” ucap Fanny kepada sopirnya.Mobil melaju pelan, sementara Fanny kini memandangi ke arah koridor lurus yang tengah dilalui Adam. Dilihatnya punggung sang suami telah sangat jauh k
Fanny baru sampai di ruangan kerjanya. Dari tempatnya ini, Fanny bisa melihat salah satu staf Schwaley Group melangkah masuk ke dalam lobi.“Map biru itu, kenapa sama dengan map yang disodorkan oleh Walikota New Valleand?” gumam Fanny sembari menggulirkan bola matanya ke arah tumpukan map di meja kerjanya saat ini. Di mana sebuah map berwarna biru berada di sana.Kesibukan di kantor,membuat Fanny berkonsentrasi dan berhasil untuk tidak mengingat kerikil kecil yang saat ini tengah mengusik keluarga kecilnya ini. Dia berhasil fokus di setiap pekerjaannya. Sehingga Fanny bisa menjadi seorang lawyer yang semakin berkarir cemerlang.Sejumlah kasus yang ditanganinya, sukse membuat popularitas Fanny meroket tajam di kalangan para pengacara. Kini, firma hukum milik Fanny menjadi salah satu pendatang baru yang dipertimbangkan oleh firma hukum kawakan lainnya yang berada di New Filla.Siang harinya, seperti biasa saat jam makan siang Fanny akan bertemu dengan Adam. Keduanya ja
“Kau sudah siap?” “Seperti yang kau lihat,” jawab Fanny sambil menyimpulkan scarf di lehernya.Keduanya kini tersenyum bahagia sembari menatap pantulan wajah mereka di depannya. Adam mengeratkan kedua tangannya di pinggang Fanny dan beberapa kali mengusap lembut perut buncit sang istri yang semakin terlihat besar.Fanny sendiri melingkarkan kedua tangannya di leher sang suami yang memeluknya dari belakang itu.“Tikus dara yang kutemukan di semak ini akan menjadi ibu dari bayiku,” ucap Adam selalu saja menyematkan kalimat ejekannya itu di setiap pujian dan perhatiannya.“Sayang sekali, aku harus berakhir dengan seseorang yang berotak kerang rebus,” jawab Fanny sambil tersenyum memandangi suaminya yang justru menunjukan warna kemerahan di wajahnya.Keduanya kini berhadapan. Saling menatap dengan intens.“Aku mencintaimu, sangat mencintaimu,” ucap Adam.“Aku juga,” jawab Fanny singkat.Kehangatan yang sesungguhnya dari sebuah ikatan hati adalah keti
Fanny dan timnya berjalan melalui lorong-lorong gelap menuju tempat yang telah ditentukan untuk pertemuan dengan Zero. Lokasi itu terletak di sebuah gedung tua yang ditinggalkan, tempat yang dirancang untuk menanamkan rasa tidak nyaman sejak awal. Mason membawa tablet dengan sistem pertahanan canggih yang siap memonitor setiap detik pertemuan. Gavin menggenggam tas berisi alat pelacak kecil, berjaga-jaga jika situasi berubah menjadi ancaman fisik.“Apakah kita yakin ini langkah yang benar?” bisik Gavin, matanya penuh kekhawatiran. “Mereka yang memilih lokasi, mereka yang menetapkan aturan. Kita memasuki permainan mereka.”Fanny tetap berjalan tegap, meskipun rasa was-was membebani pikirannya. "Ini satu-satunya cara. Kita harus tahu apa yang mereka inginkan sebenarnya."Setelah melalui beberapa pintu berat yang diawasi kamera tersembunyi, mereka akhirnya tiba di sebuah ruangan besar yang hanya diterangi lampu gantung di tengah. Di sana, tiga kursi sudah disiapkan untuk mereka, menghada
Malam semakin larut saat Fanny dan timnya berkumpul di ruang konferensi di Quantum Grid. Lampu ruangan yang terang bersinar ke wajah mereka yang lelah, namun tekad mereka semakin bulat. Gavin duduk di sebelah Fanny, menatap layar komputer yang menunjukkan riwayat data yang telah dimanipulasi. Mason, yang selalu menjadi pengamat cermat, berdiri di belakang mereka, menganalisis layar dengan mata penuh perhatian."Ada peningkatan yang signifikan dalam laporan tentang Quantum Shield yang sudah tersebar ke publik," kata Gavin, matanya terfokus pada grafik yang menunjukkan lonjakan besar dalam interaksi media sosial. "Mereka tidak hanya merusak sistem kita, Fanny. Mereka merusak kepercayaan publik pada Quantum Grid itu sendiri."Fanny menghela napas dalam-dalam, merasa berat di dadanya. "Zero tahu cara menyerang dengan cara yang lebih halus. Mereka menyusup ke dalam informasi, membentuk keraguan dengan sangat cepat. Ini bukan serangan yang bisa kita tangani dengan hanya memperbaiki kode ata
Beberapa bulan setelah penangkapan Langdon, Quantum Grid berhasil pulih dari serangan dan kembali menjadi fondasi kuat bagi kemajuan teknologi kota. Fanny, yang kini dikenal sebagai simbol keberhasilan, tidak dapat duduk tenang. Dalam dirinya, ada kegelisahan yang tak terungkapkan. Meskipun Langdon telah ditangkap, Fanny tahu bahwa ada kekuatan yang lebih besar di balik segala intrik ini. Dia merasa seperti baru saja membuka lapisan pertama dari teka-teki yang jauh lebih rumit.Namun, meskipun sistem berfungsi dengan baik, sebuah perubahan kecil dalam algoritma Quantum Shield mulai menarik perhatian para ahli. Data menunjukkan adanya pola yang tidak biasa, tidak tercatat dalam laporan atau log keamanan yang ada. Di dalamnya, ada tanda-tanda manipulasi sistem yang sangat terorganisir dan terselubung."Ini tidak seperti serangan sebelumnya," kata Gavin saat mereka meneliti data yang tercatat di layar besar. "Ada seseorang yang bergerak lebih diam-diam, seperti bayangan di balik layar."
Fanny menghabiskan beberapa minggu ke depan untuk memulihkan citra Quantum Grid. Selain menjelaskan pemadaman secara transparan kepada masyarakat, dia juga menginisiasi program yang melibatkan pengguna dalam pengawasan keamanan sistem. Program itu diberi nama Quantum Shield, sebuah platform terbuka di mana para ahli teknologi dan pengguna biasa dapat bekerja sama mendeteksi potensi ancaman.Namun, Gavin membawa kabar yang mengejutkan suatu pagi. “Fanny, kau harus melihat ini,” katanya sambil menyerahkan tablet kepadanya.Di layar, ada sebuah pesan dari seseorang yang tidak terduga: Mason, mantan ahli teknologi Langdon. Dalam pesan itu, Mason menawarkan informasi tentang operasi Langdon yang lebih besar, dengan syarat dia mendapat perlindungan dari pihak berwenang.Fanny mengernyit. “Kenapa dia tiba-tiba ingin membantu kita?”Gavin menggeleng. “Mungkin dia sudah muak bekerja di bawah Langdon. Atau mungkin dia punya agenda lain.”Setelah berdiskusi panjang, Fanny memutuskan untuk bertem
Fanny menghela napas panjang di tengah gemuruh tepuk tangan audiens. Kemenangan ini hanyalah permulaan dari perjuangan yang lebih besar. Setelah acara, dia segera bertemu Gavin di ruang kontrol. Meskipun berhasil mematahkan upaya Langdon, mereka tahu bahwa ancaman lain bisa muncul kapan saja.“Fanny, kita mungkin menang di sini, tapi sabotase seperti ini akan terus terjadi,” kata Gavin sambil menunjuk layar yang menampilkan data terbaru dari jaringan Quantum Grid. “Langdon bukan satu-satunya musuh kita. Dia hanya bagian dari sistem besar yang tidak ingin kita berhasil.”Fanny mengangguk. Dia sudah mempersiapkan dirinya untuk perang yang lebih panjang. “Aku tahu. Tapi setiap kemenangan kecil adalah langkah maju. Kita tidak bisa menyerah sekarang.”Di sisi lain kota, Langdon duduk di ruangannya yang mewah namun gelap. Ia dikelilingi oleh beberapa rekan bisnisnya yang terlihat gusar. Kekalahan di pertemuan internasional tadi siang membuatnya semakin terpojok. Namun, dia bukan orang yang
Fanny memutuskan untuk tidak hanya bertahan, tetapi juga melancarkan serangan balik terhadap kelompok elit yang dipimpin oleh Victor Langdon. Langdon, yang memiliki pengaruh besar di dunia bisnis dan politik, tak akan membiarkan New Vallend melenggang begitu saja. Namun, Fanny tahu bahwa dia tidak bisa melawan mereka dengan cara yang konvensional. Untuk mengalahkan mereka, dia harus memanfaatkan teknologi yang selama ini dia bangun di bawah tanah, jauh dari sorotan.Sebagai langkah pertama, Fanny meluncurkan proyek Quantum Grid, sebuah sistem energi terbarukan berbasis kecerdasan buatan yang dapat mengendalikan distribusi energi secara global dengan efisiensi luar biasa. Dengan Quantum Grid, Fanny berharap dapat memberikan solusi kepada dunia yang sedang terguncang oleh krisis energi, dan sekaligus menggulingkan dominasi Langdon yang bergantung pada sumber energi fosil.Namun, proyek ini bukan tanpa risiko. Untuk mengimplementasikannya, Fanny harus melibatkan para pemimpin negara dan
Setelah kemenangan atas Alexander dan Victoria, Fanny mulai memusatkan perhatiannya pada pengembangan lebih lanjut dari New Vallend. Namun, meski kemenangan di pasar internasional memberikan mereka momentum yang sangat dibutuhkan, kedamaian yang mereka rasakan tidak berlangsung lama.Meskipun Fanny berhasil menata ulang timnya, ada ketegangan yang mulai muncul di dalam organisasi. Gavin, yang telah menjadi tangan kanannya selama ini, mulai merasakan adanya pergeseran dalam arah yang diambil New Vallend. Seiring Fanny semakin fokus pada perluasan global dan pengembangan infrastruktur besar-besaran, Gavin merasa bahwa mereka mulai kehilangan hubungan dengan visi asli perusahaan: menciptakan kota pintar yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.“Fanny, kita mulai kehilangan esensi kita. Kita dulu berfokus pada keberlanjutan dan masyarakat. Sekarang, semua hanya tentang keuntungan dan ekspansi tanpa batas,” ujar Gavin suatu malam, saat keduanya duduk di kantor yang hampir kosong, dengan la
Victoria tertawa kecil. “Kamu terlalu idealis, Fanny. Dunia nyata tidak bekerja seperti itu.”Percakapan ini menandai awal dari keretakan besar antara mereka.Di tengah ketegangan dengan Victoria, Gavin datang dengan kabar yang mengejutkan. Melalui investigasi yang terus berjalan, dia menemukan bahwa Alexander Voss tidak hanya berusaha menggagalkan New Vallend, tetapi juga diam-diam berinvestasi dalam proyek pesaing di Timur Tengah.“Alexander menggunakan jaringan globalnya untuk mendiskreditkan kita di pasar internasional,” kata Gavin.Fanny memutuskan untuk mengambil langkah preventif. Dia menghubungi Rafael untuk merancang sebuah konferensi internasional yang akan mempertemukan para pemimpin dunia untuk mendiskusikan masa depan kota pintar.“Kita akan menunjukkan pada dunia bahwa New Vallend bukan hanya sebuah proyek, tapi sebuah gerakan,” kata Fanny dengan semangat.Saat konferensi mendekat, Alexander melancarkan serangan langsung. Dia memanfaatkan media untuk menyebarkan rumor ba
Setelah berhasil menghadapi ancaman dari Alexander Voss dan Victoria Lang, Fanny memutuskan untuk melangkah lebih jauh. Dia ingin menjadikan New Vallend sebagai proyek percontohan untuk kota pintar global. Namun, ekspansi ini memerlukan sumber daya dan dukungan yang jauh lebih besar.Di tengah upayanya untuk memperluas proyek ini, Fanny diundang untuk berbicara di Konferensi Teknologi Dunia di Singapura. Di acara tersebut, dia bertemu dengan para pemimpin industri teknologi dari seluruh dunia, termasuk seorang inovator muda bernama Dr. Rafael Calderon, yang memiliki visi serupa tentang kota pintar.Rafael mengajukan proposal kerja sama yang ambisius: membangun jaringan kota pintar yang terhubung di tiga benua. Namun, dia juga memberikan peringatan. “Fanny, dunia ini tidak hanya tentang ide besar. Banyak pihak akan mencoba menghentikanmu, terutama jika mereka merasa kehilangan kekuasaan.”Sementara itu, Gavin, yang kini menjadi penasihat senior Fanny, menemukan tanda-tanda pengkhianata